seluruh aspek tujuh unsur universal budaya, menimbulkan budaya baru yang
dengan budaya Indis. Budaya Indis kemudian juga ikut mempengaruhi gaya hidup
dalam perkembangan budaya Indis, karena rumah tempat tinggal merupakan ajang
kegiatan sehari-hari.
yang terus-menerus dan intensif atau saling mempengaruhi antara dua kelompok
kebudayaan yang berbeda. Dalam pertemuan ini dapat terjadi tukar-menukar ciri
dapat juga ciri kebudayaan yang satu demikian dominannya, sehingga menghapus
dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda, (ii) saling bergaul langsung secara
intensif untuk jangka waktu yang relatif lama sehingga, (iii) kebudayaan-
bisa terjadi jika terpenuhinya suatu prasyarat, yaitu bila terjadi saling penyesuaian
karya budaya seperti bentuk arsitektur rumah tinggal, cara berpakaian, gaya hidup
dan sebagainya. Wujud dari isi kebudayaan yang terjadi dalam proses akulturasi
1
Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta, P.T.Ichtiar Baru-van Hoeve, 1991)
2
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1980) hal 269
3
Drs. P. Hariyono, Kultur Cina Dan Jawa; Pemahaman Menuju Asimililasi Kultural,
(Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994) hal 15
4
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis Dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya Di
Jawa (Abad XVII-Medio Abad XX) , (Yogyakarta, Bentang Budaya, 2000) hal 40-41
System ini kiranya tepat disalin dalam bahasa Indonesia dengan "tata
budaya kelakuan".
kelakuan.
lazim disebut landhuis, yang dibangun oleh para pejabat tinggi VOC mengikuti
model Belanda dari abad 18, dengan ciri-cirinya yang masih sangat dekat. Contoh
peralihan menuju kebentuk rumah gaya Indis, yang dibangun pada abad 18 antara
lain rumah Japan, Citrap, dan Pondok Gede, yang dapat diamati ciri-cirinya
sangat banyak, menunjukkan bahwa rumah ini dihuni oleh keluarga beranggota
banyak yang terdiri dari satu keluraga inti, dengan puluhan bahkan ratusan
budaknya. Gaya hidup semacam di landhuizen seperti itu tidak dikenal di negeri
Belanda.5
Ciri-ciri Belanda pada bangunan rumah Indis pada tingkat awal bisa
mereka. Selain itu perubahan pada bangunan mereka bisa pula dikarenakan iklim
dan cuaca yang berbeda antara dinegeri Belanda dengan ditanah Jawa. Sehingga
terawat rapi salah satu contohnya adalah rumah Agustinus De Zentje, yang
sekarang menjadi rumah dinas Walikota Surakarta. Rumah ini memiliki bentuk
bangunan yang besar dan luas. Kemewahannya terlihat dari berbagai ragam hias
yang terdapat dirumah ini. Hal ini bisa dipergunakan sebagai tolak ukur derajat
dan kekayaan pemiliknya. Gaya hidup yang cenderung dijadikan sebuah lambang
status sosial yang tinggi. Rumah ini dikenal masyarakat Surakarta dengan sebutan
Loji Gandrung.
yang utama bagi manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Oleh sebab
itu rumah dibutuhkan manusia bukan hanya sebagai tempat tinggal namun juga
dipasanglah berbagi macam hiasan, baik hiasan yang kontruksional atau yang
tidak.6
6
Sugiyato Dakung (penyunting), Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan
Daerah, 1981/1982) hal 123
Arsitektur bukan hanya sebuah bangunan atau monumen yang tanpa jiwa.
Arsitektur rumah tinggal sebagai hasil budaya merupakan perpaduan karya seni
Gaya atau style dapat dijadikan identifikasi dari gaya hidup, gaya seni
budaya, atau peradaban suatu masyarakat. Suatu karya yang berupa sebuah
bentuk (vorm), hiasan (verseing) dari benda tersebut selaras (harmonis) dengan
Sebuah karya arsitektur merupakan sebuah karya seni yang rumit karena
Dalam arsitektur ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu; 1) masalah
(beuty). Ketiga faktor tersebut selalu hadir dan saling berkaitang erat dalam
struktur bangunan yang serasi. Seorang arsitek yang arif tidak akan mengabaikan
efek estetis.8
7
Djoko Soekiman, Loc.cit.
8
Ibid, hal 242
Seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang bernama Henri Maclaine
Pont berpendapat bahwa selain bentuk dan fungsi bangunan ada hal lain yang
menjawab tantangan dari alam lingkungan Jawa yang tropis. Dalam membangun
lingkungan alam setempat. Selain struktur bangunan yang disesuaikan, fungsi dari
Gaya hidup sehari-hari dari golongan Indis ini menjadikan perlu adanya
dibahas pada Bab II, bahwa kebiasaan sehari-hari dari masyarakat Indis ini selalu
tidak bisa dilewati dalam keseharian mereka seperti acara minum teh, tidak bisa
dilakukan dibagian dalam rumah. Karena acara minum teh merupakan sebuah cara
9
Yulianto Sumalyo, Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia ( Yogyakarta Gadjah
Mada University Press, 1993), hal 10
untuk menjalin hubungan kekeluargaan, maka diperlukan suatu tempat dengan
suasana santai. Oleh sebab itu dipilihlah bagian beranda rumah, selain tempat ini
luas penghuninya bisa menikmati hijau tanaman yang dirawat dengan baik
tinggal mereka.
heran apabila menemukan bangunan yang mewah dan megah yang dihiasi dengan
arsitektur Indis tetap kokoh berdiri walaupun telah melewati usia lebih dari satu
abad. Dan yang lebih mengesankan adalah bangunan tersebut tetap serasi
oleh seni budaya setempat, khususunya dalam membangun rumah tinggal mereka.
Indis.
Bangunan bergaya Indis bukan hanya terdapat dipusat kota Surakarta saja,
Misalkan saja rumah-rumah dinas pada komplek pabrik gula Gondang di Klaten.
10
Djoko Soekiman, op.cit , hal 17
Disana terlihat deretan rumah para pejabat pabrik yang memiliki corak Indis, dan
bangunan tersebut. Namun gambaran kemewahan gaya hidup mereka dapat kita
Gambaran tersebut juga dapat dilihat dari bangunan-banguan Indis yang masih
berdiri sampai sekarang, baik yang masih terawat maupun yang hanya tinggal
puing-puing reruntuhan.
layaknya istana, namun dapat diketahui dengan adanya campuran gaya Eropa
klasik yang nampak melalui tiang-tiang dan dinding-dinding berplester tebal, dan
dipadukan dengan unsur tradisional yang dapat ditelusuri lewat adanya beranda
depan, samping, belakang, serta taman yang luas yang melatarinya. Nuansa alam
Jawa yang sejuk tergambar disini dengan berbagai tumbuhan yang menambah
mewah tersebut menyerupai istana dengan ruangan yang dingin karena atap yang
dibangun sangat tinggi, yang dilengkapi dengan galeri dan teras marmer. Namun
oleh Akihary disebut sebagai gaya arsitektur Indische Empire Style.11 Gaya
Indische Empire tidak saja diterapkan pada rumah-rumah tinggal saja, tetapi juga
gedung societeit, dan sebagainya. Pada akhirnya gaya arsitektur ini meluas bukan
rumah tinggal pribumi, terutama mereka yang secara ekonomi merupakan orang-
Yang selalu menjadi ciri khas dari bangunan-bangunan Indis ini adalah
adanya halaman yang luas dengan bangunan besar yang memiliki tiang-tiang dan
kolom-kolom besar didepannya. Hal ini untuk memberikan kesan mewah, megah,
jajahannya. Gaya bangunan seperti jelas membutuhkan tanah yang cukup luas.
Gaya seperti ini sebenarnya mengambil gaya dari arsitektur Perancis yang
diterjemahkan secara bebas sesuai keadaan setempat. Dari hasil penyesuaian ini
Akibat dari perkembangan kota dan ledakan penduduk yang cukup pesat
di Surakarta pada awal abad 20, arsitektur gaya Indische Empire ini terpaksa
menyesuaikan diri. Adanya halaman yang luas dan model bangunan yang besar
11
Akihary dalam Hadinoto dan Paulus. H. Soehargo, Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda Di Malang, (Yogyakarta, Andi Offset, 1996) hal 143
12
Ibid, hal 143-14
dan megah tidak bisa lagi dibangun karena tanah-tanah perkotaan semakin sempit.
TABEL II
saja dan rumah tersebut pastilah milik orang yang sangat kaya.
Belanda, semula sangat terkait oleh jiwa nasionalime Belanda. Hal demikian
secara perlahan-lahan terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang asing
13
Sumber dari M.P van Bruggen dan R.S Wassing, Djokja En Solo;Beld van de
Vorstenden, (Asia Major, Nederland, 1998) hal 41
bagi mereka. Sehingga dalam membangun rumah tempat tinggal mereka unsur-
unsur budaya dan iklim alam sekeliling selalu menjadi pengaruh yang kuat dalam
corak bangunannya.
pertukangan hingga pada detail-detailnya. Misalnya dalam hal melepa dinding dan
lantai, terlihat pekerjaan mereka samngat halus dan terlihat sangat teliti dalam
diakui oleh para ahli bangunan modern sekarang ini. Apabila ada kekurangannya
atau kelemahannya, hal ini adalah akibat kecerobohan masyarakat atau orang yang
sangat dipengaruhi oleh jiwa dan semangat Reneissance yang melanda negara-
negara Eropa sekitar abad 15. Zaman dimana orang-orang Eropa merasakan
seni pahat, dan seni lukis, yang sejak saat itu hingga sekarang ini masih menjadi
14
Djoko Soekiman, op.cit, hal 138
15
John. R. Hale, Abad Besar Manusia; Zaman Reneissance, ( Jakarta, Tira Pustaka,
1984) hal 7
Pada abad Renaissance ini masyarakatnya mencoba mengorek pelajaran
perhatian pada penemuan dan penerbitan buku-buku Yunani dan Romawi semata,
tetapi juga memilih unsur-unsur dalam pemikiran kuno yang dapat membantu
manusia agar dapat menjalani kehidupan mereka dengan lebih baik dan lebih
bertanggung jawab. Mereka bukan saja mencari ajaran tentang hukum, politik,
dari kaca (glass in lood) dan barang-barang mewah lainnya, bukan hanya sebagai
hiasan rumah semata, tetapi lebih menunjuk pada sebuah pamer kekayaan. Dan
yang lebih penting adalah dijadikan sebagai petunjuk betapa tingginya selera seni,
serta perhatian akan karya-karya seni dari sang pemilik rumah. Akhirnya
kesemuanya itu berujung pada prestise yang sandang oleh pemilik rumah.
ruang sisi dalam yang anggun dan kaya akan hiasan interiornya. Ruang-ruang dan
kamar-kamar yang berlangit-langit tinggi membuat rumah terasa sejuk. Hal ini
dengan cuaca tropis yang panas dan lembab. Mereka menjawab tantangan alam
16
Ibid , hal 7-13
Tembok-tembok tebal yang terlihat kokoh ternyata memiliki fungsi
sebagai isolator panas. Tembok-tembok tersebut terbuat dari batu alam atau batu
bata. Untuk menangkal udar basah dan lembab dibuat lantai semacam ubin dan
lantai-lantai rumah terbuat dari marmer atau bahan lain yang mahal dengan corak
yang indah. Sekali lagi ini menjadi sebuah petunjuk betapa masyarakat Indis
Penggambaran tentang rumah Indis juga dapat dibaca dari sebuah cerpen
yang dimuat pada surat kabar Bromartani. Cerita tersebut menkisahkan tentang
suatu kejadian gaib yang terjadi pada rumah milik seorang bangsawan di
Surakarta. Rumah tersebut digambarkan terbuat dari batu yang berdiding sangat
tebal. Pada rumah tersebut terdapat sebuah beranda dan dihiasi dengan tiang-tiang
yang kokoh, atapnya sangat tinggi dan lantainya terbuat dari marmer. Kejadian
gaib tersebut terjadi pada kamar tidur, yang digambarkan sebagai ruangan yang
luas dengan langit-langit yang tinggi sehingga terasa sejuk pada siang hari. Daun
pintu dan jendelanya terbuat dari kayu yang tebal dan tinggi. Didalam kamar
rumah Indis dengan adanya percampuran unsur Eropa dan Jawa pada struktur
bagunan rumahnya. Namun yang menarik dari kisah tersebut adalah pada pemilik
rumahnya. Dituliskan bahwa pemilik dari rumah mewah tersebut adalah milik dari
17
Anonim, Omah Setan, ( Bromartani edisi Rabu, 19 Juni 1929 dan Minggu, 23 Juni
1929 )
seorang bangsawan pribumi. Ternyata pada perkembangan lebih lanjut, rumah
dengan menggunakan corak Indis sudah bukan lagi milik orang-orang Belanda
saja, namun kemewahan dari bangunan Indis ternyata mampu diadaptasi oleh
Memang pada awal abad 20 unsur-unsur gaya Indis telah masuk kedalam
gaya arsitektur tradisional, terutama pada rumah-rumah milik bangsawan dan para
pengusaha kaya pribumi. Pada rumah bangsawan pribumi contoh unsur gaya Indis
Pada dalem Sasonomulyo corak Indis dapat dilihat dari bangunan Lojen
menjamu para pejabat Belanda. Sementara pada dalem Wuryoningrat dapat dilihat
dari ornamen-ornamen yang terdapat pada rumah ini. Contohnya adalah ornamen
yang terdapat pada batang tiang penyangga rumah yang bergaya Eropa klasik.18
pendidikan gaya barat, dan para pegawai BB dari berbagai tingkatan yang disebut
priyayi, adalah sebagian dari kelompok pendukung kebudayaan Indis, yang masih
menunjukkan suatu proses fenomena historis yang tibul dan berkembang sebagai
18
Lihat lampiran foto
budaya. Pada masa awal penekanan terjadi pada unsur-unsur yang bersifat
didukung oleh pejabat pemerintah kolonial, khususnya oleh para priyayi baru dan
golongan Indo-Eropa.19
Rumah Indis bila ditelusuri lebih dalam, bukan hanya kemewahannya saja
yang terlihat. Namun banyak sekali unsur budaya yang meliputinya. Percampuran
pada masa digunakan baik didalamnya maupun disekitarnya. Oleh karena itu
lain sebagainya), juga mempunyai nilai sejarah . Makin lama bangunan berdiri,
terdapat dilain tempat, juga pada negara-negara bekas koloni. Dikatakan demikian
karena terjadi percampuran budaya antara penjajah dengan budaya Indonesia yang
tersebut antara lain dapat dilihat dalam bentuk kota dan bangunan. Namun
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa para pengelola kota dan arsitek Belanda
tidak sedikit menerapkan konsep lokal atau tradisional didalam merencana dan
selain pada kesatuan bentuk dan fungsi, juga pada kesatuan dengan konstruksi,
sebagai perwujudan dari tradisi dalam hubungannya dengan arsitektur. Dari sini
jelas menunjukkan bahwa Maclaine Pont sangat tertarik kepada berbagai macam
budaya setempat dan juga religi serta kepercayaan, terutama pada arsitektur
didalam konsep sebuah arsitektur adanya hubungan logis antara bangunan dengan
lingkungan.22
lain yang lebih dulu datang ke Indonesia, antara lain dari Cina, India, Vietnam,
Arab, dan Portugis. Kedatangan mereka memberi pengaruh pada budaya asli
20
Yulianto Sumalyo, op.cit, hal 2
21
Ibid, hal 3
22
Ibid, hal 9-10
pribumi. Oleh sebab itu dalam arsitektur tradisional juga sudah terkandung
bebagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut berintegrasi
dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim dan cuaca,
dan agama.23
pertemuan dua kebudayaan yang jauh berbeda semakin kental. Kebudayaan Eropa
(Belanda) dan Timur (Jawa) yang berbeda secara etnik dan struktur sosial
membaur menjadi satu, ibaratnya darah, budaya campuran ini merasuk kedalam
Budaya campuran yang disebut dengan budaya Indis ternyata juga telah
23
J. Pamudji Suptandar, Arsitektur “Indis” Tinggal Kenangan, (Kompas, 14 Oktober
2001)
sebagai Arsitektur Indis.24Sejarah seni rupa yang mengkhususkan perhatian pada
stijl).25Pengaruh asing pada berbagai rumah tinggal didaerah yang berlainan tentu
tidak akan sama karena adanya perbedaan kebutuhan dan status sosial penghuni,
Gaya atau style merupakan bentuk yang tetap atau konstan yang dimiliki
ekspresinya. Misalkan dalam hal berjalan, menulis, gerakan badan, karya seni, dan
sebagainya. Hal ini dapat diterapkan atau dipergunakan sebagai ciri pada semua
kegiatan seseorang atau masyarakat, misalnya gaya hidup, gaya seni budaya, atau
peradabannya (life style; style of civilitation), pada suatu kurun waktu tertentu.26
Sedangkan arti kata dari bergaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Henk Baren menyebutkan bahwa stijl atau style mempunyai empat macam
a) Gaya objektif (objective stijl), yaitu gaya dari benda atau barangnya itu
sendiri.
24
dalam Djoko Soekiman, op.cit, hal 7
25
Ibid
26
Ibid, hal 81
27
Ibid, hal 83
b) Subjective stijl (persoonlijke stijl), yaitu gaya yang dimiliki oleh seniman,
c) Stijl massa atau Nationale stijl, yaitu gaya yang menjadi ciri atau pertanda
tentang bahan atau material yang dipergunakan, misalnya dari bahan kayu
atau besi sesuatu bangunan didirikan orang. Jadi yang memegang peranan
khusus yang tidak akan ditemui dinegeri asal dari orang-orang Belanda. Dengan
bangunan-bangunan Indis memiliki gaya tersendiri, yaitu gaya Indis itu sendiri.
Keindahan, kegunaan, dan kesesuaian akan warna dan bahan yang selaras dengan
bentuk dan hiasan dari bangunan tersebut serta dengan digabungkan dengan
hal tersebut tidak bisa hanya berpatokan pada tahun berdirinya bangunan lalu
bergaya Indis selain dilihat dari struktur bangunannya, ada hal lain yang perlu
diperhatikan, yaitu fungsi dari bangunan tersebut dan aktifitas serta gaya hidup
dari penghuninya. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada kebingungan terutama
bila melihat pada perkenbangan paruh abad 20, dimana banyak bangunan yang
didirikan.
Secara umum gaya bangunan Indis bisa dilihat dari percampuran dua unsur
atau lebih pada suatu bangunan. Namun yang paling pokok adalah unsur Eropa
yang terlihat dari struktur bangunannya yang simetri penuh dan tampak
terlihat dari atap rumah mereka dan juga dari halaman yang luas, yang
identitas dari pemilik bangunan rumah tersebut. Secara keseluruhan bentuk rumah
dan joglo. Dari tiap-tiap macam bentuk rumah tersebut masih terbagi lagi dalam
Struktur bangunan Indis yang simetris, pada bagian dalam rumah tersebut
terbagi kedalam beberapa ruang yang memiliki fungsi sendiri-sendiri. Pada rumah
Indis pembagian ruang didasarkan pada pembedaan umur, jenis kelamin, generasi,
famili, dan lain-lain. Hal seperti ini tidak ditemukan pada struktur bangunan
28
Tiang-tiang ini banyak dipergunakan dalam bangunan rumah dewa (kuil) masa Yunani
dan Romawi kuno, kemudian dipergunakan juga dalam bangunan-bangunan dari masa
Renaissance..baca Djoko Soekiman, op.cit. hal 302
29
Baca..Sugiyarto Dakung, op.cit
rumah tradisional Jawa. Selain itu dirumah Indis ini fungsi dari tiap-tiap ruang
diatur seketat mungkin agar privasi dari tiap-tiap individu dalam rumah tersebut
terjamin.30
Ruang tengah yang berada dibelakang ruang depan disebut voorhuis. Pada
piring-piring hias dan jambangan porselin. Pada dinding ini juga tergantung
perabotan lain berupa senjata atau alat-alat perang seperti senapan, pedang,
Ada ruangan lain yang cukup penting artinya dalam struktur bangunan
Indis, yaitu ruang zaal. Diruangan ini diletakkan kelengkapan rumah seperti meja
makan dan kelengkapannya, yaitu almari tempat rempah-rempah (de spijkast) dan
meja teh (thee tafel). Almari hias yang penuh berisi piring, cangkir, yang terbuat
dari porselin juga diletakkan didalam atau diatas almari. Pada masa kejayaan
atau rapat-rapat penting dilaksanakan. Zaal berarti balai atau kamar besar atau
ruang besar untuk rapat. Oleh sebab itu barang-barang yang menunjukkan atau
30
G.Sujayanto, “Budaya Indis, Jawa Bukan Belanda Bukan”,
( www.arsitekturindis.com, 1 juni 2000)
31
Djoko Soekiman, op.cit hal 142
32
Ibid, hal 143
menjadi simbol dari kekayaan penghuninya ditempatkan diruangan ini, karena
diruangan inilah para kolega atau relasi bisnis atau bahkan para pejabat
pemerintah berkumpul.
(semacam teras) yang lebar. Telundak yang luas itu bukan sekedar sebagai bagian
dari sebuah bangunan rumah saja, tetapi mempunyai arti dan kegunaan khusus.
Seperti yang telah diungkapkan pada Bab II, bahwa telundak atau teras ini
mempunyai fungsi sosial. Diteras inilah jalinan kekeluargaan dibina. Tempat ini
Telundak atau sebut saja sebagai beranda yang lebar ini kebanyakan
digunakan untuk bersantai dan menghirup udara segar disore hari. Pada masa
berikutnya disudut-sudut dari bagian ini ditaruhkan bangku. Sebuah pagar rendah
dibuat untuk memisahkan dari trotoar jalan, yang lalu dihilangkan guna
Pada rumah landhuis, beranda tidak hanya terletak didepan rumah saja
tetapi juga terdapat dibelakang rumah. Bagi sebagian golongan yang mampu,
pesta yang sering diadakan dibagian belakang rumah, sering kali berupa pesta
Sisi bagian dalam bangunan, untuk mendapatkan citra yang baik dibagi
kedalam ruang-ruang sesuai dengan kebutuhan. Apabila orang datang dari arah
depan rumah dan terus masuk kedalam, ia akan mendapatkan sebuah lorong yang
pada sisi-sisi dari lorong tersebut terdapat kamar-kamar. Apabila terus kebelakang
orang akan menuju ruang tengah yang merupakan galerij, yaitu suatu ruangan
33
G. Sujayanto, loc.cit.
peristirahatan sebagai tempat bertemu dengan keluarga sehari-hari, dan juga
digunakan sebagai ruang makan. Disebelah galerij terdapat lorong yang menuju
dapur.34
Secara garis besar dari uraian tersebut terlihat bahwa orang-orang Belanda
ruang-ruang dalam tempat tinggalnya. Fungsi dari tiap-tiap bagian pun ditata
dengan baik.
Pada bagian atap rumah Indis banyak dibangun dengan lebar, bahkan ada
beberapa yang luas atapnya lebih luas dari pada bangunan rumahnya, misalnya
banguan atap dari Loji Gandrung. Ukuran atap yang lebih luas dan tinggi
dimaksudkan agar rumah menjadi lebih teduh dari panasnya sinar matahari.
Demikian pula dengan adanya teras disekeliling rumah yang menjadi isolator
terdapat di kota Surakarta. Beberapa contohnya antara lain seperti rumah dinas
34
Djoko Soekiman, op.cit, hal 148-149
Lowo di Purwosari, dan masih banyak lagi rumah bergaya Indis terutama di
bangunan dari rumah Indis tersusun dari ruang-ruang yang sama, namun
pembagian dari fungsi tiap ruang tetap diperhatikan dan diatur dengan ketat.
penggunaan meterial dari batu, besi, dan genteng atau seng. Tolak ukur dari
bangunan ini tetap mengacu pada arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan
kondisi tropis dan lingkungan budaya Jawa. Bentuk rumah bergaya Indis ini
Pada rumah Indis yang mewah selain terdapat halaman yang luas, juga
menyimpan beras, kayu bakar, tandon air, minyak, dan barang-barang kebutuhan
sebagai tempat tinggal para budak, oleh sebab itu bangunannya dibuat bertingkat.
35
Lihat lampiran Foto
36
Djoko Soekiman, loc.cit
terjadi di Surakarta. Karena bila dilihat dari struktur bangunan samping yang
Yunani dan Romawi, pengaruh Barat juga terlihat dari lampu-lampu gantung yang
menghiasi serambi depan rumah. Pintu yang terletak tepat ditengah diapit oleh
jendela-jendela besar pada sisi kanan-kirinya. Ruang diantara pintu dan jendela
diisi dengan cermin besar dan hiasan patung-patung dari porselin. Kemewahan
yang ditampilkan pada rumah Indis merupakan sebuah simbol kekuasaan, status
sosial, dan kebesaran para penguasa pada saat itu, baik oleh penguasa kolonial
satupun yang pantas disebut sebagai seorang arsitek. Yang dikatakan sebagi
seorang arsitek pada masa itu tidak lebih dari opseter plus (pengawas bangunan
plus).37 Bisa dipastikan bahwa gaya bangunan dan corak yang dimiliki dari sebuah
bangunan pada masa tersebut berasal dari imajinasi para pemilik rumah, sehingga
tidak mengherankan bila ciri awal dari bangunan rumah tinggal mereka sangat
37
Hadinoto dan Paulus. H. Soehargo, op.cit, hal 145
Sayangnya arsitek-arsitek Belanda yang datang kemudian diawal tahun
PAJ. Moojen melukiskan gaya bangunan Indis pada waktu sebagai berikut:
(Karya-karya tiruan tanpa suatu penjiwaan dari neo Helenisme, kopi dari
contoh-contoh yang memilukan, yang dungu dan hanya merupakan saksi
putih dari suatu abad yang tidak mempunyai selera dan tanpa daya cipta)
hidup dan berbagai faktor yang menyertainya. Lambat laun gaya Indis
menampakkan corak dan bentuknya yang sama sekali berbeda, baik dari
kebudayaan dan gaya hidup tradisional Jawa maupun dari gaya Belanda. Tepat
tertentu pasti akan melahirkan pula seni dan budaya tertentu 40. Berdasarkan
konsep Tomars tersebut maka golongan Indis telah melahirkan pula kebudayaan
Indis.
38
Ibid, hal 145
39
Ibid, hal 146
40
Adolph. S. Tomars dalam Djoko Soekiman op.cit, hal 20
Gaya Indis berpangkal pada dua akar kebudayaan. Untuk memahaminya
perlu diketahui adanya suatu pengertian situasi atau fenomena kekuasaan kolonial
dalam segala aspek dan porosnya. Bangunan Indis terlihat mewah dan megah
terkait dengan gaya hidup mewah yang dianut oleh masyarakat Indis. Membuat
sebuah bangunan yang mewah dengan hiasan yang mahal, menyambut tamu
dengan sebuah perjamuan makan, mangadakan pesta dansa, dam masih banyak
kedudukan sang empunya rumah dalam susunan masyarakat koonial. Selain itu
penting bagi mereka memamerkan karya-karya seni yang bercita rasa tinggi,
karena hal tersebut dijadikan sebagai petunjuk betapa tingginya perhatian akan
atau gedung dengan menggunakan ciri-ciri yang berbeda dengan rakyat yang
dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status,
Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata, tetapi juga mencakup
bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung perkumpulan,
Renaissance, Barok, Rokoko, Empire, dan sebagainya, pemakaian ragam hias atau
ornamen memgang peranan yang sangat besar. Hal ini membantu memberikan
ekspresi alami dalam bangunan. Dengan demikian orang dapat merasakan akan
Penggunaan ragam hias atau ornamen ini sangat terkait dengan sudut
keindahan dari sebuah bangunan. Hasil-hasil karya visual yang masuk kedalam
stasiun kereta api, dan lain sebagainnya, dengan menggunakan desain-desain yang
indah dan bagus, semakin menambah nilai artistik dari sebiuah bangunan. Dengan
demikian seorang arsitek selain dituntut untuk bisa menciptakan sebuah bangunan
yang kokoh dan aman untuk penghuninya, juga dituntut untuk bisa menciptakan
a) faktor emosi, yaitu sebuah hasil cipta yang didapat dari kepercayaan,
41
Ibid, hal 241-243
42
Ibid, hal 246-248
b) Faktor teknik, meliputi masalah-masalah seperti dari bahan apakah
bertujuan untuk mendapatkan rasa senang, aman, dan nyaman. Oleh sebab itu
orang akan berusaha untuk memberi keindahan pada bangunan tempat tinggalnya.
Hiasan pada bangunan rumah rumah pada dasarnya ada 2 macam, yaitu
hiasan yang kontruksional dan hiasan yang tidak kontruksional. Yang dimaksud
hiasan konstruksional ialah hiasan yang jadi satu dengan bangunannya. Jadi ini
yang dapat terlepas dari bangunannya dan tidak berpengaruh apa-apa terhadap
diharapkan akan dapat memberi ketentraman dan kesejukan bagi mereka yang
ornamen yang terdapat dirumah tersebut juga sebagai sebuah simbol kedudukan
dirasakan sangat tepat, karena sesuai dengan lingkungan budaya lokal. Karya-
43
Sugiyarto Dakung, loc.cit
karya bangunan yang monumental dari arsitektur pribumi misalkan candi-candi
yang terdapat di Jawa, merupakan akar kehidupan arsitektur dan ornamen yang
pemikiran yang mendalam, dan terkait dengan alam seni masyarakat pribumi.
Alam seni merupakan salah satu dari aktivitas kelakuan berpola dari manusia yang
seni, rasa budaya manusia yang tidak dapat diungkapkan dalam kehidupan sehari-
sosial yang ada. Kelompok sosial yang ada pada masyarakat ditunjukkan dengan
Rumah tempat tinggal merupakan salah satu lambang status dan simbol.
ornamennya tidaklah terlalu banyak, tetapi dari penggunaan unsur-unsur alam dan
bangunannya tampak bagus dan kaya akan ragam hias yang mewah.
rumah-rumah bergaya Indis tidak terlalu mencolok. Pada rumah landhuisen dan
tersebut banyak yang mengambil macam ragam hias dari abad pertengahan dan
klasik Eropa.
penentu nama suatu gaya bangunan, tidak demikian yang terjadi pada arsitektur
Eropa. Orang-orang Eropa menggunakan bentuk kepala tiang sebagai penentu ciri
unsur-unsur dari bangunan eropa klasik tidak menunjuk pada satu gaya tertentu.
Sehingga jika diperhatikan akan terdapat banyak gaya Eropa pada rumah-rumah
Indis di Surakarta. Tetapi hal inilah yang menjadikan bangunan Indis mempunyai
45
Djoko Soekiman, op.cit, hal 257
Seperti juga masyarakat pribumi, orang-orang Eropa juga memakai
moyang mereka sejak dulu. Dengan demikian pada bangunan rumah tinggal
1.Tiang Penyangga
adanya batang-batang tiang penyangga. Batang tiang gaya Doria, Ionia, dan
Korinthia, yang tersusun atas kepala, tubuh, dan kaki tiang (soubasement).
kembali hasil-hasil budaya kuno yang sangat memuja keindahan dan peka
terhadap proporsi harmonis. Teori-teori kesenian zaman kuno dicari dan dipelajari
secara mendalam. Banguan-bangunan tua dan juga seluruh serambi uil Panthenon
diukur serta digambar kembali. Pengaturan tiang dan bentuk kapitel serta ornamen
pada masa pembaruan ini mengalami masa surut dan bangunan gaya Romawi
Tiang yang bergaya Doria memiliki simbol kekuatan, sesuai dengan jiwa
bangsa Doria yang berjiwa militer. Gaya Doria menghendaki bentuk bangunan
46
Ibid, hal 303
47
M.A. Endang Budiono, Sejarah Arsitektur 2 (terjemahan), (Yogyakarta, Kanisius,
1997) hal 14
yang diciptakan tampak kokoh, kuat, perkasa, sekaligus juga dapat dijadikan
sebagai lambang kekuasaan, dengan demiian gaya Doria sangat cocok sebagai
Bentuk tiang gaya doria ini banyak sekali pada bangunan Indis di
ini sebagai simbol penguasa. Contoh bangunan yang memakai tiang gaya Doria
misalkan saja rumah Gubernur Surakarta, atau rumah Administratur Pabrik Gula
Colomadu. Efek yang diperlihatkan dari kedua rumah tersebut selain rumah
Bila dipahami lebih mendalam ucapan Serlio tersebut, tersirat bagaimana gaya
terhormat.
monumental berupa bangunan Gereja. Sebagai bangunan suci yang dihormati dan
mewakili kekusaan saat itu, maka para arsitek mencoba menuangkan segala
48
Djoko Soekiman, op.cit, hal 302
49
dalam M.A. Endang Budiono, op.cit hal 122
imajinasi dan kemampuan mereka untuk membangun sebuah Gereja yang megah
dan Indah.
Gaya Dorian lebih banyak dipilih karena memiliki proporsi yang lebih
besar dan lebih kokoh serta berkesan maskulin. Gaya ini pun dianggap bisa
mencerminkan sifat yang pemberani dan kuat, berbeda dengan gaya Korintian dan
demikian, ornamen kapitel tiang gaya Korintian yang mewah banyak juga
arsitektur yang berkembang pada masa ini adalah arsitektur Barock. Pada zaman
Barock arsitektur manjadi sebuah karya seni yang utama, dengan mengunakan
lukisan dan ukiran yang merupakan elemen dari keseluruhan bangunan. Tema
dasarnya adalah bangunan yang memusat pada mahkota kubah yang digabung
Kesan Barock terlihat pada bagunan Loji Gandrung dengan adanya pilar
ganda pada bangunan teras. Pilar ganda ini merupakan ciri awal dari gaya Barock
pada permulaan abad 17 yang masih mencari unsur-unsur pelengkap yang sesuai
agar kesan monoton tidak terlihat. Unsur arsitektur Barock juga terdapat pada
50
Ibid hal 120-122
bangunan Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia. Unsur tersebut
dapat ditelusuri dengan banyaknya pilar yang terdapat pada tubuh bangunan.
memakai setengah pilar yang menempel pada dindingnya. Setengah pilar yang
Belanda klasik menunjukkan bentuk simetri yang kuat. Kesan bangunan neo-
tampak dan kokoh. Ciri seperti ini terdapat pada semua bangunan Javasche Bank
di Hindia-Belanda.
unsur gaya Barock juga nampak pada pilar-pilar dan ornamen yang terdapat pada
tubuh bangunan Stasiun Jebres. Bangunan ini juga memiliki denah yang simetris
bangunan mereka.
tinggal dirumah tersebut adalah orang yang memiliki kakuasaan atau orang yang
Sepertinya hal ini menular pada masyarakat Indis di Surakarta, hanya beberapa
rumah saja yang memiliki hiasan kemuncak, dan itu hanya dimiliki oleh rumah
sebuah petunjuk kedudukan dan status masyarakat Belanda. Mengenai arti dan
makna-makna yang terkandung dari berbagai macam ragam hias tersebut sudah
penghias rumah belaka, sehingga terjadi keterputusan budaya (missing link) antara
51
Makna dari berbagi macam bentuk ragam hias atap dan kemuncak baca.. Djoko
Soekiman, op.cit, hal 275-289
budaya aslinya dinegeri Belanda dengan budaya dinegeri jajahannya, Hindia-
Belanda.52
Berikut ini akan dibahas beberapa hiasan kemuncak yang terdapat pada
Penunjuk arah angin atau tadhah angin ini terletak diatas sebuah kubah
kecil yang terdapat dipuncak bangunan, dan terbuat dari logam mulia, kebanyakan
terbuat dari dari perak. Hiasan ini masih terdapat pada bangunan BI,masih terawat
Selain di BI, yang menarik hiasan ini juga terdapat pada bangunan Kraton
Surakarta. Ini menunjukkan bahwa budaya orang Belanda juga telah masuk
Dinegri asalnya dahulu penunjuk arah angin ini banyak terdapat diatap-
atap rumah penduduk yang juga dijadikan sebagai hiasan rumah. Di Belanda
usaha dan pekerjaan dari pemilik rumah. Pada abad pertengahan tidak semua
orang dapat dengan sekehendak hati membuat hiasan ini, karena dikeluarkan
perwujudannya.53
52
Ibid hal 291
53
Ibid, hal 262-264
Sementara itu di Surakarta, dokumen-dokumen tentang peraturan yang
mengatur bentuk dan macam dari hiasan tadhah angin tidak ditemukan, namun
demikian bentuk dan macam yang ada di Surakarta hanya terdapat pada bangunan
Indis yang mewah. Sayangnya hiasan ini sekarang hanya tinggal beberapa saja
yang masih ada, semantara sebagian yang lain sudah hilang, yang tertinggal
Hal ini bertolak belakang dengan dinegeri asalnya yang mana tiap-tiap rumah
demikian tidak terdapat pada masyarakat Indis di Jawa. Prof.Dr. Djoko Soekiman
b. Makelaar
Makelaar adalah papan kayu berukir dengan panjang kurang lebih 2 meter
dan ditempel secara vertikal. Hiasan ini terdapat didepan rumah yang disebut
juga hiasan-hiasan lainnya pada rumah Indis, makna-makna tersebut sudah hilang.
54
Ibid, hal 271
Hiasan makelaar ini kebanyakan melambangkan roh-roh baik dan jahat
biasanya berupa dua ekor angsa yang bertolak belakang yang bersandar pada
makelaar. Hiasan ini dinamakan oelebord atau uilebord. Oelebord ini mulanya
Hiasan dari kaca yang berwarna dan menempel pada tubuh bangunan
di gereja-gereja zaman klasik Eropa. Gereja-gereja yang dibangun pada masa ini
walaupun terlihat keramat dari luar, namun kemegahan dan keindahan terdapat
didalamnya dengan adanya pantulan cahaya matahari oleh kaca emas warna-warni
Pada zaman lalu para seniman mencurahkan segala daya imajinasi dan
Perancis saja pada abad 11 dibangun 1.587 gereja, sehingga Raoul Glaber,
bentuk gereja.56Dan Suger yang mendapat kepercayaan memugar gereja St. Denis
rakyat senegerinya.57
55
Ibid hal 294
56
Anne Frematle, Abad Besar Manusia; Abad Iman (Jakarta, Tira Pustaka,1984) hal 122
57
Ibid, hal 123
Sekelumit kecil dari beberapa faktor itulah yang menyebabkan mengapa
banyak seniman pada abad pertengahan sangat tertarik membuat karya-karya yang
indah unruk menghiasi gereja. Pada masa ini masyarakat tidak hanya
sekitar tahun 1140-an, dan mencapai puncaknya setengah ababd kemudian berkat
pasir, garam, dan abu. Kaca berwarna dibuat dengan memanasi campuran ini
sampai cair, yang kemudian diwarnai dengan oksidasi logam, tembaga untuk
warna merah, besi untuk warna kuning, kobalt untuk warna biru. Keping-keping
kecil kaca warna-warni tersebut dimasukkan dalam alur bingkai timah yang
dipasang pada jendela, tukang kaca dapat mengetahui kecerahan warna dan kesan
menceritakan dan melukiskan tokoh-tokoh dalam sejarah kitab Injil serta manusia
Awalnya bentuk jendela dengan penutup rotan yang dianyam seperti kursi
banyak terdapat di Hindia-Belanda zaman dulu. Cara ini didapat oleh orang-orang
Portugis dengan meniru cara orang pribumi. Kelemahan jendela dengan penutup
anyaman rotan ini ialah terbuka dan tidak dapat melindungi ruangan dalam dari
58
Ibid, hal 133
hujan dan panas matahari, juga terpaan angin, dan apabila ditutup ruangan
menjadi gelap dan pengap. Jendela dengan menggunakan penutup dari kepingan
kaca yang berwarna-warni bagi penghuni Nusantara waktu itu sangatlah mahal,
kecuali pada rumah-rumah orang kaya. Baru kira0kira tahun 1750 di Batavia
dan saudagar-saudagar terutama di Laweyan, hiasan dari kaca ini dibentuk dengan
Pada rumah tradisional ada tempat yang disebut tebeng, yaitu bidang segi
empat yang terletak diatas pintu atau diatas jendela. Tebeng ini dihiasi dengan
distilisasi menuju kesatu titik. Secara teknis ragam hias ini berfungsi ganda yaitu
sebagai ventilasi atau jalan udara agar terjadi sirkulasi udara didalam rumah.
rumah Indis hiasan tersebut diganti dengan glass in lood sehingga menambah
awal abab 20 dengan munculnya aliran baru dalam perkembangan arsitektur yaitu
59
Djoko Soekiman, op.cit hal 139-140
60
Sugiyarto Dakung, op.cit, hal 166
Art Deco. Dalam aliran gaya baru ini selain menerima ornamen-ornamen historis,
baru.
Keterbukaan ini aliran ini tercermin dalam pemakaian material yang baru,
dan hiasan panel kaca adalah salah satunya. Art Deco memberikan sentuhan-
sentuhan modern yang diartikan dengan berani tampil beda dan baru, tampil lebih
menarik dari yang lain dan tidak kuno. Kesemuanya itu dimanifestasikan dengan
pemilihan warna yang mencolok, proporsi yang tidak biasa, material yang baru
banyak macam aliran lainnya, sehingga menambah unsur dekoratif yang menjadi
61
Tanti Johana, “Arsitektur Art Deco” (www.arsitekturindis.com, 2 Oktober 2004)