Anda di halaman 1dari 12

ARSITEKTUR TROPIS

Hangat-Lembab

(Warm Humid Island Climate /trade wind climate)

NAMA:

AHKAM JAMAL

NIM:

F 221 18 184

S1 TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan kondisi iklim, Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang
lembab, artinya suhu di Indonesia hangat tetapi sangat lembab. Jika mengacu pada
klasifikasi Koppen, sebagian besar wilayah kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh iklim
laut sedang yang dibedakan menjadi tiga: tanpa musim kemarau, dengan musim panas
yang kering, dan dengan es abadi. Hampir seluruh wilayah di Indonesia tergolong iklim
laut sedang tanpa musim kemarau. Pengecualian berlaku untuk Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang memiliki iklim laut sedang dengan
musim panas yang kering.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian telah dilakukan untuk


mengevaluasi kenyamanan termal pada bangunan tradisional di Indonesia. Beberapa
variabel telah dimasukkan untuk melihat pengaruhnya terhadap suhu, kelembaban dan
kecepatan angin di dalam gedung. Variabel tersebut meliputi lebar topografi, orientasi
bangunan, sampul bangunan dan material. Penelitian semacam itu penting untuk
melestarikan bangunan tradisional dan meningkatkan kinerja termalnya melalui desain
yang sesuai dengan iklim Indonesia.

Arsitektur Indis merupakan salah satu desain yang mampu menjawab iklim tropis
pada era modern sekarang, Membahas Arsitektur Indis, tidak hanya menyangkut
elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern tapi juga elemen non fisik
seperti bangunan yang menampakkan penyesuaian, merupakan prinsip arsitektur
Belanda sebagai konsep pada cara membangun dan merespon social culture dan iklim.
Salah satu Arsitek yang menerapkan gaya ini adalah Henri MacLaine Pont dengan
pengalamannya dalam menangani berbagai bangunan candi (terutama di Trowulan)
membuatnya mengubah konsep menjadi berusaha memodernisasi konsep bangunan
tradisional lokal Hindia (Indonesia) yang dikenal sebagai gaya Indisch.

1
1.2. Permasalahan
1.2.1. Iklim Tropis (Warm Humid Island Climate /trade wind climate) Pada daerah
tertentu
1.2.2. Solusi desain dari masalah iklim tropis (Warm Humid Island Climate /trade wind
climate)
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui dan memahami desain bangunan yang tanggap akan iklim dan
1.3.2. Mempresentasikan pada era modern sekarang
1.4. Lingkup pembahasan
1.4.1. Desain banguan arsitektur Indis
1.4.2. Prinsip Desain banguan Arsitektur Indis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Iklim Tropis


Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe iklim yaitu iklim hutan hujan tropis
(Af), iklim sabana (Aw), dan iklim muson tropis (Am). Iklim hutan hujan tropis dan
iklim monsun tropis terdapat di wilayah Indonesia bagian barat dan utara seperti Jawa
Barat, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi Utara. Iklim sabana terdapat di Indonesia
yang dekat dengan benua Australia seperti di wilayah Nusa Tenggara, Kepulauan Aru,
dan Pantai Selatan Irian Jaya.
2.1.1. Iklim tropis hangat-lembab
Indonesia sendiri termasuk dalam iklim tropis basah atau daerah hangat lembab
yang ditandai dengan Kelembaban udara yang relatif tinggi (pada umumnya di atas
90%), Curah hujan yang tinggi, Temperatur tahunan di atas 18°C (dan dapat mencapai
38°C pada musim kemarau), Perbedaan antar tidak terlalu terlihat, kecuali periode
sedikit hujan dan banyak hujan yang disertai angin kencang
2.2. Bangunal lokal yang tanggap iklim
Menurut Hermawan, bentuk lebih dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro (panas
dataran rendah dengan suhu tinggi atau dataran tinggi dengan suhu rendah). Arsitektur
tradisional secara anatomis dapat dibedakan menjadi tiga komponen utama yaitu atap,
dinding, dan lantai (termasuk tiang panggung). Ketiga komponen tersebut memiliki
fungsi yang berbeda. Atap terdiri dari komponen utama penutup atap, rangka atap, dan
ornamen. Dinding terdiri dari dinding masif dan bukaan berupa pintu atau jendela.
Sedangkan bagian kaki terdiri dari lantai, kolom, dan pondasi. Bentuk bentuk meliputi
aspek material, struktur dan konstruksi.
Penggunaan material bangunan pada rumah tradisional didominasi oleh material
lokal yang diperoleh dari lingkungan sekitar dan lebih sedikit material industri. Bahan
bangunan alami yang banyak digunakan adalah kayu, baik untuk komponen struktur

3
seperti balok dan kolom maupun komponen non struktural seperti dinding, pintu, dan
lantai.
2.3. Arsitektur Indis
Kata Indis berasal dari bahasa Belanda “Nederlandsch Indie” atau Hindia Belanda
yaitu nama daerah jajahan Belanda diseberang lautan yang secara geografis meliputi
jajahan di kepulauan yang disebut Nerlandsch oost Indie. Bentuk bangunan rumah
tempat tinggal para pejabat pemerintah Belanda yang memiliki ciriciri perpaduan antara
bentuk bangunan Belanda dan rumah tradisional oleh Berlage disebut dengan istilah
Indo Europeesche Bouwkunst, van de Wall menyebutnya dengan istilah Indische
Huizen dan Parmono Atmadi menyebutnya Arsitektur Indis (Soekiman, 2000)
Arsitektur Indis merupakan pekerjaan adaptasi, bangunan yang menampakkan
penyesuaian, merupakan prinsip arsitektur Belanda sebagai konsep pada cara
membangun dan merespon social culture dan iklim. Bangunan didesain dengan
arsitektur Belanda dan konsekuensinya mengunakan bahan-bahan lokal dengan
mempertimbangkan bangunan vernicular dan tradisional (Atmadi P,1988). Menurut
Sidarta (1997) Arsitektur Indis sebenarnya berarti Arsitektur yang dibangun selama
waktu pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia antara abad 17 sampai tahun 1942
yang dipengaruhi oleh arsitektur Belanda.
Dalam Handinoto (1996) pengembangan bentuk arsitektur yang menempatkan
tradisi arsitektur tradisional yang layak adalah arsitektur indische. Usaha yang cukup
berhasil adalah karya Ir. Henri Maclaine Pont pada tahun 1918 yaitu gedung
Technische Hogeschool Bandung (ITB). Kehadiran gedung ini menjadi diskusi yang
spesifik terhadap bentuk Indische. Perdebatan ini dilakukan oleh Ir. Henri Maclaine
Pont, CP Wolf Schoemaker dan Herman Thomas Karsten.
Kepekaan arsitek Belanda terhadap iklim dan lingkungan tropis, terlihat dari
elemenelemen konsrtuksi untuk mengatur penghawaan dan pencahayaan dan juga
perlindungan terhadap hujan. Hampir semua bangunan mempunyai gang yang
mengelilingi ruang-ruang pada bagian luar. Bagian ini mempunyai fungsi ganda,
sebagai penghubung, isolasi panas dan sinar matahari langsung. Demikian juga atap
besar dengan kemiringan yang tajam dan kadang disertai dengan celah untuk

4
mengalirkan panas. Ruang-ruang yang berplafon tinggi juga menjadi salah satu cara
untuk menghindari panas dalam ruang (Sumalyo, 1993).
Menurut disertasi Thomas Nix “Stedebouw in Indonesie en de Stedebouwkundige
Vormgeving” (Town Design in Indonesia and Form-giving on Town – Design). Villa-
villa besar Belanda dan istana-istana dapat dilacak kembali ke istana di Perancis pada
dinasti Lodewijk pada abad XVIII. Istana Perancis pada saat tersebut mempunyai
bangunan utama yang dibuat secara simetris, lebih ke belakang dari jalan daripada
bangunan service. Ini memperlihatkan cara hidup aristokrat yang menghindari
kesibukan kota. Umumnya rumahrumah untuk bangsawan di Belanda tidak terdapat
ruangan depan atau front court. Diluar kota ada kemungkinan banyak situasi terbuka
yang terpisah dengan bangunan service.
Rumah utama mempunyai verandah terbuka yang lebar di depan dan belakang,
koridor yang luas menghubungkan dua verandah dan kamar tidur yang dirancang
disebelah kiri dan kanan koridor. Banyak rumah yang dimiliki orang Belanda memiliki
rancangan seperti diatas. Verandah banyak dibangun karena benarbenar sempurna
dalam iklim tropis lembab. Ia menahan sinar matahari langsung dan membuat ruangan
menjadi dingin. Selanjutnya karena alasan fungsional rancangan simetris tersebut
diabaikan, untuk kamar mandi, lavatory, dapur yang merupakan bangunan service
dirancang diluar bangunan utama (Sidharta, 1997).
2.3.1. Ciri Arsitektur Indis
Menurut Charles Prosper Wollf Schoemaker, guru besar arsitektur Technische
Hogeschool Bandoeng (ITB) tahun 1924-1938, ciri bangunan berlanggam arsitektur
Indo-Eropa ini relatif mudah dikenali. Pencarian bentuk arsitektur yang responsif
terhadap kondisi iklim dan geografis setempat inilah yang membawa pada seni
bangunan baru, yakni Arsitektur Indisch.
Bangunan kompleks Sekolah Tinggi Teknik Bandung merupakan kehadiran
arsitektur Indonesia yang memberikan arti penting dalam perkembangan arsitektur
Belanda di Indonesia. Melalui jajak pendapat dan deskripsi oleh para ahli, ciri dari
langgam arsitektur Indisch relatif mudah dikenali.
Ciri-cirinya antara lain dapat ditemui pada bangunan Technische Hogeschool
Bandung yaitu:
5
1. Bangunan pada umumnya simetris
2. Ritme vertikal dan horizontal relatif sama kuat
3. Kontruksi disesuaikan dengan iklim tropis, terutama pada penataan ruang,
Pengaturan sirkulasi udara, Pemasukan pencahayaan sinar matahari, dan
Perlindungan terhadap curah hujan

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Daerah Beriklim Tropis Hangat - Lembab

3.1.1. Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5° 50′ – 7° 50′ Lintang
Selatan dan 104° 48′- 108° 48′ Bujur Timur. Dengan luas wilayah 37.851.11 km², wilayah
Jabar berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta di sebelah utara, di timur
berbatasan dengan Jawa Tengah, di selatan dengan Samudera Hindia dan di barat
berbatasan dengan Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks.
Kawasan utaranya merupakan dataran rendah sedang bagian tengahnya merupakan daerah
pegunungan, atau rangkaian dari pegunungan yang membentang dari barat hingga timur
Pulau Jawa. Adapun kawasan selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan sedikit
pantai.
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks.
Kawasan utaranya merupakan dataran rendah sedang bagian tengahnya merupakan daerah
pegunungan, atau rangkaian dari pegunungan yang membentang dari barat hingga timur
Pulau Jawa. Adapun kawasan selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan sedikit
pantai.
Sama seperti daerah lain di indonesia, iklim di Jabar adalah tropis, dengan suhu 9°C
di Puncak Gunung Pangrango dan 34°C di Pantai Utara. Adapun rata-rata memiliki curah
hujan 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan terjadi curah hujan
antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

7
3.1.2. Indeks Kekeringan dan Kebasahan Wilayah Jawa Barat Bulan Februari – April

Analisis tingkat kekeringan dan kebasahan dengan menggunakan index SPI.


Akumulasi curah hujan tiga bulan Februari s/d April 2018 pada umumnya normal,
sedangkan untuk kondisi :
a. Sangat Kering tidak terjadi.
b. Agak Kering hingga Kering terjadi di sebagian kecil Sukabumi selatan, Bekasi
selatan, Purwakarta utara bagian tengah, Subang utara, Bandung selatan bagian
tengah, Tasikmalaya barat dan timur, Ciamis barat.
c. Agak Basah hingga Basah terjadi di Bekasi utara, Karawang utara bagian barat,
Purwakarta barat, Bandung utara, Kota Bandung timur, Sukabumi barat bagian
tengah, Indramayu utara dan barat bagian selatan, Majalengka, Kuningan barat,
Tasikmalaya utara, Ciamis utara, Sumedang utara, Cirebon utara, Subang barat.
d. Sangat Basah terjadi di Purwakarta barat bagian selatan, Majalengka selatan,
Kuningan utara.

3.2. Solusi Desain

3.2.1. Arsitektur Indis

Arsitektur Indis merupakan pekerjaan adaptasi, bangunan yang menampakkan


penyesuaian, merupakan prinsip arsitektur Belanda sebagai konsep pada cara membangun

8
dan merespon social culture dan iklim. Bangunan didesain dengan arsitektur Belanda dan
konsekuensinya mengunakan bahan-bahan lokal dengan mempertimbangkan bangunan
vernicular dan tradisional (Atmadi P,1988), salah satu daerah yang beriklim tropis hangat -
lembab yang berada pada jawa barat yang telah di perensatasikan oleh data BMKG di atas.

3.2.2. Bangunan Indis di Jawa Barat


Ada beberapa banguan di Jawa Barat yang menerapkan gaya Arsitektur Neo
Vernakuler salah satunya ialah banguna Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa
Barat (1919-1920) yang di desain oleh Henri Maclaine Pont.

Berdasarkan catatan dari berbagai sumber, kampus Institut Teknologi Bandung


yang sebelumnya bernama Technische Hoogeschool te Bandung diresmikan oleh Gubernur
Jendral Hindia Belanda Mr. J.P Graaf van Limburg Stirum (1916-1921) pada 3 Juli 1920.
Bangunan utama kampus, yakni Aula Barat dan Aula Timur yang dirancang oleh Ir. Henri
Maclaine Pont merupakan sebuah eksperimen seni bangunan dalam memadukan langgam
arsitektur tradisional nusantara dengan kemajuan teknik konstruksi modern. Langgam ini
dikenal sebagai Arsitektur Indis.
Saat masterplan kampus disiapkan, di bagian Selatan Jl. Ganesha juga dibangun
sebuah taman untuk menghormati jasa-jasa Dr. Ir. J. W Ijzerman, dengan sebutan Ijzerman
Park. Taman ini dirancang dengan bentuk dan gaya Indische Tropische Park; sebuah

9
gagasan tentang lanskap tropis daerah priangan yang diciptakan/ dipromosikan oleh
kelompok Bandoeng Vooruit. Penataan lanskap taman ini mendapat pengaruh taman gaya
prancis dan Italia pada akhir abad pertengahan menjelang renaisans. Taman yang sekarang
ini bernama Taman Ganesha yang secara spasial merupakan bagian dari kampus ITB.
Perpaduan konsep Timur dan Barat lainnya yang diterapkan pada kampus ini adalah
adanya sumbu imajiner yang menghubungkan bagian Selatan dan Utara kampus yang dapat
lihat pada Gambar 3.2. Keberadaan gunung-gunung di sekitar Kota Bandung telah
mengilhami Sang Arsitek untuk menjadikannya sebagai salah satu orientasi visual. Sumbu
imajiner yang membelah tengah kampus menjadikan Gunung Tangkubanparahu di sisi
Utara sebagai vista utamanya. Hal ini sekaligus menjadi acuan pengembangan struktur
spasial yang terus dipertahankan dalam setiap tahapan pengembangan kampus hingga saat
ini.

BAB IV
KESIMPULAN
arsitektur tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis,
dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya. Pengaruh utama
berasal dari kondisi suhu tinggi dan kelembaban tinggi, dimana pengaruhnya ada pada
tingkat kenyamanan ketika pengguna berada dalam ruangan, adapun solusi dari gaya desain
yang dapat di terapkan dara era sekarang adalah gaya arsitektur indis diman gyaa ini
merspon social culture dan iklim yang terpresentasikan pada bangunan Kampus Institut
Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat (1919-1920) yang di desain oleh Henri Maclaine
Pont

10
DAFTAR PUSTAKA
 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Bogor
 JOURNAL ADAPTASI TAMPILAN BANGUNAN INDIS AKIBAT
PERUBAHAN FUNGSI BANGUNAN
 Google.com https://www.itb.ac.id/ganesha

11

Anda mungkin juga menyukai