Anda di halaman 1dari 4

Deskripsi Rumah Joglo dan Rumah Kebaya

1) Rumah Joglo (Jawa)

Rumah Joglo adalah rumah adat dari daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa
TImur. Rumah adat Joglo masih dapat kita temui banyak di daerah. Pengaruh Agama
Islam yang berbaur dengan kepercayaan animisme, agama Hindu dan Budha masih
mengakar kuat dan itu sangat berpengaruh dalam arsitekturnya yang kentara dengan
filsafat sikretismenya.

Rumah Joglo umumnya terbuat dari kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu pada
bentuk atapnya, mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Bentuk gunung bertujuan
untuk pengambilan filosofi yang terkandung di dalamnya dan diberi nama atap Tajug,
tapi untuk rumah hunian atau sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri dari 2 tajug yang
disebut atap Joglo/Juglo / Tajug Loro. Dalam kehidupan orang Jawa gunung merupakan
sesuatu yang tinggi dan disakralkan dan banyak dituangkan kedalam berbagai simbol,
khususnya untuk simbol-simbol yang berkenaan dengan sesuatu yang magis atau mistis.
Hal ini karena adanya pengaruh kuat keyakinan bahwa gunung atau tempat yang tinggi
adalah tempat yang dianggap suci dan tempat tinggal para Dewa.

Pengaruh kepercayaan animisme, Hindu dan Budha masih sangat kental


mempengaruhi bentuk dan tata ruang rumah Joglo tersebut contohnya:

Dalam rumah adat Joglo, umumnya sebelum memasuki ruang induk kita akan
melewati sebuah pintu yang memiliki hiasan sulur gelung atau makara. Hiasan ini
ditujukan untuk tolak balak, menolak maksud – maksud jahat dari luar hal ini masih
dipengaruhi oleh kepercayaan animisme.

Kamar tengah merupakan kamar sakral. Dalam kamar ini pemiliki rumah
biasanya menyediakan tempat tisur atau katil yang dilengkapi dengan bantal guling,
cermin dan sisir dari tanduk. Umumnya juga dilengkapi dengan lampu yang menyala
siang dan malam yang berfungsi sebagai pelita, serta ukiran yang memiliki makna
sebagai pendidikan rohani, hal ini masih dalam pengaruh ajaran Hindu dan Budha.
Untuk rumah Joglo yang terletak di pesisir pantai utara seperti Tuban, Gresik dan
Lamongan unsur-unsur di atas di tiadakan karena pengaruh Islam masuk. Melalui
akultrasi budaya jawa yang harmoni, penyebaran Islam berbaur harmonis dengan
budaya dan adat istiadat kepercayaan animisme, Hindu dan Budha. Islam pun mulai
menjalar ke berbagai daerah di Jawa Timur, seperti di Madiun, Ngawi, Magetan,
Ponorogo, Pacitan, Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, dan sebagian Bojonegoro,
sedangkan kota-kota di bagian barat Jawa timur memiliki kemiripan rumah adat Jawa
Tengah, terutama Surakarta dan Yogyakarta yang disebut sebagai kota pusat peradaban
Jawa.

Arsitektur rumah Joglo menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia terhadap


kebutuhan “papan”. Bahwa rumah bukankah sekadar tempat berteduh, tapi ia juga
merupakan “perluasan” dari diri manusia itu sendiri. Berbaur harmoni dengan alam di
sekitarnya. Rumah Joglo pada umumnya sama pada bentuk global dan tata ruangnya.

Rumah adat joglo yang memiliki beberapa ruangan yaitu :

 Ruang depan (pendopo)


 Tempat menerima tamu
 Balai pertemuan (karena awalnya hanya dimiliki oleh bangsawan dan kepala desa)
 Tempat untuk mengadakan upacara – upacara adat
 Kamar – kamar
 Dapur (pawon)

Dan umumnya rumah joglo di bagian sebelah kiri terdapat dempil yang berfungsi
sebagai tempat tidur orang tua yang langsung dihubungkan dengan serambi belakang
(pasepen) yang digunakan untuk aktifitas membuat kerjinan tangan. Sedangkan disebelah
kanan terdapat dapur, pendaringan dan tempat yang difungsikan untuk menyimpan alat
pertanian.
2. Rumah Kebaya ( Betawi )

Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang
diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya
ada yang berbentuk rumah panggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai
yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman
depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah.

Lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang
diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di
luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian
depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah
menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak
jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman.
Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.

Ruang-ruang terbagi dengan hirarki dari sifat publik di bagian depan menuju sifat privat
dan service di bagian belakang. Beranda depan adalah tempat untuk menerima tamu dan
bersantai bagi keluarga yang diberi nama ‘amben’. Lantai teras depan yang bernama ‘gejogan’
selalu dibersihkan dan siap digunakan untuk menerima dan menghormati tamu. Gejogan
dihubungkan tangga yang disakralkan oleh masyarakat betawi dengan nama ’balaksuji’, sebagai
satu-satunya lokasi penting untuk mencapai rumah. Ruang berikutnya adalah kamar tamu yang
dinamakan ‘paseban’. Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang berhubungan dengan
dinding-dinding kamar, ruang ini dinamakan ‘pangkeng’. Selanjutnya ruang-ruang berfungsi
sebagai kamar-kamar tidur dan terakhir adalah dapur yang diberi nama ‘srondoyan’

Anda mungkin juga menyukai