Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan utama di

daerah tropis seperti Indonesia adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah

sebuah penyakit yang disebabkan karena masuknya mikroorganisme ke dalam

tubuh, dan dapat menular dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke

manusia. Salah satu penyebab adalah bakteri, dan dapat berakibat buruk bagi

penderita karena akan menimbulkan berbagai macam penyakit.

Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang secara alami terdapat

pada tubuh manusia, namun bakteri tersebut bisa menjadi patogenik dalam

kondisi tertentu. Beberapa kondisi yang mempengaruhi potensi patogenik bakteri

adalah lemahnya imunitas tubuh inang, ukuran patogenitas bakteri (virulensi), dan

jumlah bakteri yang menginfeksi (Bota et al., 2015). Selain itu, faktor lingkungan

juga memiliki pengaruh dalam perkembangan bakteri patogenik, sebagai contoh

adalah adanya kontaminasi melalui air, udara, dan tanah.

Beberapa jenis bakteri yang digolongkan kedalam jenis bakteri patogen

misalnya bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, dan Streptococcus mutans. Bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan

jenis penyakit yang beragam, sesuai dengan organ yang terinfeksi (Bota et al.,

2015).

Penyakit infeksi oleh bakteri dapat diobati dengan antibiotik. Ada dua

macam antibiotik, yaitu antibiotik sintesis dan antibiotik dari zat biokimia yang
2

diproduksi oleh mikroorganisme. Antibiotik yang diproduksi mikroorganisme ini

dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh

pertumbuhan mikroorganisme lain (Harmita dan Radji, 2008). Namun, karena

pemakaiannya yang luas dan berlebihan, bakteri yang seharusnya dapat dibasmi

oleh antibiotik menjadi mampu beradaptasi sehingga mengakibatkan

berkurangnya efektifitas antibiotik dan bahkan memberikan efek samping dalam

penggunaannya.

Laporan tahun 2006 menyatakan bahwa lebih dari 70% dari infeksi

disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap satu atau lebih pengobatan yang

biasanya digunakan untuk melawan bakteri tersebut (Muto, 2006). Menurut World

Health Organization (WHO), mekanisme resistensi yang merupakan bagian dari

evolusi mikroorganisme dapat mempersulit penyembuhan, peningkatan biaya

pengobatan dan resiko kematian yang meningkat. Oleh karena itu, diperlukan

adanya penelitian untuk menemukan antibiotik alternatif dari tanaman herbal.

Penggunaan tanaman dalam terapi berbagai penyakit memiliki berbagai

keuntungan diantaranya mengenai keamanan dan keefektifannya (Viswanad et al.,

2011). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Sudewo (2005) yang membuktikan

bahwa efek samping dari penggunaan obat herbal relatif lebih kecil dibanding

penggunaan obat-obat kimia.

Dari berbagai tanaman herbal yang ada, bawang putih (Allium sativum)

merupakan tanaman herbal yang mempunyai banyak manfaat, salah satunya

adalah sebagai antibakteri. Bawang putih (Allium sativum) mempunyai kandungan

senyawa Allicin, yang terbentuk ketika bawang putih (Allium sativum) ditumbuk

atau diiris. Menurut Salima (2015), senyawa inilah yang akan menghambat secara
3

total sintesis RNA bakteri, serta menghambat sintesis DNA dan protein bakteri

secara parsial.

Tanaman herbal lainnya yang bisa digunakan sebagai antibakteri adalah

sereh wangi (Cymbopogon nardus), yang memiliki beberapa kandungan senyawa

aktif dan minyak atsiri. Minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) diyakini

memiliki daya antibakteri berspektrum luas, yang akan menghambat terbentuknya

membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna

(Bota et al., 2015). Proses ini akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri menjadi

terhambat atau mati.

Sehubungan dengan adanya indikasi tersebut, perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai daya hambat ekstrak bawang putih (Allium sativum) dan

minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) sebagai antibakteri. Pada penelitian ini

akan dilakukan pengujian daya hambatnya terhadap bakteri Staphylococcus

aureus sebagai perwakilan bakteri gram positif dan Escherichia coli yang

mewakili bakteri gram negatif secara in vitro. Hasil penelitian yang diperoleh

diharapkan dapat menjadi acuan penggunaan bawang putih (Allium sativum) dan

minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) sebagai alternatif obat antibakteri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang penelitian diatas, dapat

dirumuskan permasalahan “Apakah ekstrak bawang putih (Allium sativum) dan

minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) mempunyai aktivitas terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?”


4

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak bawang

putih (Allium sativum) dan minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tinjauan mengenai daya

antibakteri ekstrak bawang putih (Allium sativum) dan minyak atsiri sereh wangi

(Citronella oil) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan

memacu penelitian lebih lanjut agar dapat dibuat dalam bentuk sediaan farmasi.
5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu tumbuhan yang

dipercaya memiliki aktivitas antibakteri yang cukup baik terhadap berbagai

macam bakteri. Bawang putih adalah herba semusim berumpun dengan ketinggian

sekitar 60 cm, memiliki daun berupa helai-helai berujung runcing, berbatang semu

dan berakar serabut. Beberapa manfaat bawang putih bagi kesehatan antara lain

sebagai antibakteri, antioksidan, antijamur dan antiprotozoa. Selain itu, bawang

putih juga mempunyai sifat protektif bagi sistem kardiovaskular dan diyakini

memiliki potensi sebagai antitumor (Salima, 2015).

Gambar 2.1. Bawang putih (bawangputih.org)

Ekstrak bawang putih memiliki aktivitas antibakteri berspektrum luas dan

efektif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Komponen utama

yang memiliki potensi antibakteri adalah kandungan sulfur didalamnya.


6

Komponen tersebut termasuk Diallyl thiosulfinate (allicin), Diallyl disulfide

(ajoene), Dithiin, S-allycysteine, dan kandungan enzim yang ada di dalam bawang

putih (Salima, 2015).

Allicin merupakan kandungan komponen sulfur bioaktif utama dengan

aktivitas antibakteri paling besar, dan hanya akan muncul apabila bawang putih

dipotong atau dihancurkan (Putri dan Rahayu, 2014). Pemotongan bawang putih

ini akan mengakibatkan kerusakan membran sel dan mengaktifkan enzim allinase.

Enzim ini membantu proses metabolisme allin yang terkandung dalam sel lain,

menjadi allicin. Allicin termasuk ke dalam senyawa yang tidak stabil karena

dalam waktu beberapa jam akan kembali dimetabolisme menjadi senyawa sulfur

lain, seperti Vinyldithiines dan Diallyl disulfide (ajoene). Kedua senyawa ini juga

memiliki daya antibakteri berspektrum luas, namun aktivitasnya lebih rendah.

Mekanisme antibakteri allicin adalah dengan menghambat secara total sintesis

RNA bakteri, serta menghambat sintesis DNA dan protein bakteri secara parsial

(Salima, 2015).

Komponen lain dalam bawang putih yang memiliki aktivitas antibakteri

adalah minyak atsiri. Cara kerja minyak atsiri adalah dengan menghambat

pembentukan membran sel bakteri. Namun, minyak atsiri lebih dikenal sebagai

antijamur karena aktivitas antijamur lebih besar dibanding aktivitas antibakterinya

(Salima, 2015).

Satu lagi komponen bawang putih yang memiliki aktivitas antibakteri

adalah flavonoid, yang bekerja dengan mendenaturasi protein yang dimiliki

bakteri. Flavonoid merupakan turunan dari senyawa fenol yang dapat berinteraksi

dengan cara adsorpsi dan melibatkan ikatan hidrogen. Fenol membentuk


7

kompleks protein dengan ikatan lemah pada kadar yang rendah, dan akan segera

terurai lalu diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel. Proses ini akan menyebabkan

presipitasi dan denaturasi protein. Selain itu, fenol dapat menghambat aktivitas

enzim bakteri yang akan mengganggu proses metabolisme dan kelangsungan

hidup bakteri tersebut (Salima, 2015).

Gambar 2.2. Mekanisme antibakteri kandungan bawang


putih (Salima, 2015)

Beberapa penelitian yang menguji daya antibakteri bawang putih dalam

menghambat pertumbuhan bakteri menunjukkan keefektifan ekstrak bawang putih

terhadap bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus dibanding bakteri

gram negatif seperti Escherichia coli. Adapun rincian hasil penelitian tersebut

dirangkum dalam Tabel 2.1.


8

Tabel 2.1. Kadar hambat beberapa pelarut ekstrak bawang putih terhadap bakteri
patogenik (Salima, 2015)
Pelarut Hasil Bakteri Uji Sumber
Air Menghambat Staphylococcus Safithri et al.,
pertumbuhan bakteri uji aureus, 2004
pada konsentrasi 15-25% Escherichia coli
Air Menghambat Staphylococcus Shokrzadeh et
pertumbuhan bakteri uji aureus al., 2006
pada konsentrasi 4% dan
membunuh pada
konsentrasi 10%
Ethanol Menghambat bakteri uji, Staphylococcus Deresse, 2010
dengan diameter hambat aureus
22,5 mm
Air Menghambat Staphylococcus El-Mahmood,
pertumbuhan bakteri uji aureus, 2009
pada konsentrasi 40-70% Escherichia coli
Ethanol Menghambat dan Escherichia coli Ramadanti,
membunuh bakteri uji 2012
pada konsentrasi 50%
Ethanol Menghambat bakteri uji Staphyloccus Onyeagba, 2004
dalam konsentrasi 30- aureus,
50% Escherichia coli
Air Menghambat bakteri uji Staphylococcus Uzodike dan
dengan diameter hambat aureus Igwe, 2005
31,25 mm

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dengan pelarut

ethanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dihambat pertumbuhannya

dengan diameter hambat 22,5 mm. Penelitian serupa yang menggunakan pelarut

ethanol juga dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli, dimana ekstrak ethanol

bawang putih mampu menghambat dan membunuh bakteri uji, namun dalam

konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu konsentrasi 50%.

Hal ini disebabkan karena kemampuan bakteri gram negatif untuk

memproduksi suatu enzim yang dapat menonaktifkan komponen bioaktif yang

dimiliki ekstrak bawang putih. Selain itu, selubung bakteri gram negatif lebih

kompleks dibanding struktur selubung bakteri gram positif, sehingga mempersulit


9

proses penetrasi agen antimikroba ke dalam dinding sel bakteri gram negatif.

Sebaliknya, bakteri gram positif memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap

ekstrak bawang putih, karena bakteri ini tidak memiliki struktur yang tidak bisa

dipengaruhi oleh komponen bioaktif antibakteri yang dimiliki bawang putih

(Salima, 2015).

2.2 Minyak Atsiri Sereh Wangi

Sereh wangi (Cymbopogon nardus) merupakan salah satu tanaman yang

digunakan sebagai obat tradisional. Ekstrak sereh wangi sering diminum untuk

mengobati radang tenggorokan, radang usus, radang lambung, diare, obat kumur,

sakit perut, batuk, pilek, dan sakit kepala (Bota et al., 2015). Sereh wangi

(Cymbopogon nardus) memiliki kandungan senyawa aktif seperti saponin,

flavono id, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri.

Gambar 2.3. Sereh wangi dan Citronella oil (stylecraze.com)

Minyak atsiri merupakan hasil penyulingan daun dan batang sereh wangi

(Cymbopogon nardus) yang bersifat mudah menguap (volatil) karena memiliki


10

titik didih yang rendah, serta merupakan suatu substansi alami yang diketahui

memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Puspawati et al., 2016). Menurut hasil

penelitian Goncalves et al. (2010), ditemukan kandungan kimia dalam minyak

atsiri sereh wangi (Citronella oil) yaitu sitronellal, geraniol dan sitronellol.

Kandungan kimia dalam minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) ini

dibentuk oleh unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Perannya sangat

penting di bidang industri bahan baku farmasi, industri pangan, bahan baku

parfum dan kosmetik. Senyawa-senyawa ini tidak hanya memberikan bau

menyenangkan, tetapi juga mempunyai sifat terapeutik, dan memberikan

perlindungan dari proses oksidasi dan pembusukan oleh mikroorganisme (Bota et

al., 2015).

Sebagian besar antibakteri yang berasal dari tumbuhan merupakan

metabolit sekunder yang teridentifikasi sebagai golongan fenolik dan terpenoid

dalam fraksi minyak atsiri. Minyak atsiri sereh wangi (Citronella oil) merupakan

minyak yang tersusun dari golongan terpenoid yaitu monoterpen dan

seskuiterpen. Terpenoid bereaksi dengan protein transmembran (porin) pada

membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga

mengakibatkan rusaknya porin. Porin yang merupakan jalur keluar masuknya

senyawa, jika mengalami kerusakan akan mengurangi permeabilitas dinding sel

bakteri yang mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga

pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Simic et al. (2008), minyak atsiri

sereh wangi (Citronella oil) memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa

bakteri patogenik seperti yang dicantumkan dalam Tabel 2.2.


11

Tabel 2.2. Aktivitas antibakteri Citronella oil dari


tanaman Cymbopogon nardus (Simic et al., 2008)
Minyak Atsiri
(Citronella oil)
No Nama Bakteri Cymbopogon nardus
MIC MBC
(𝜇𝐿/𝑚𝐿) (𝜇𝐿/𝑚𝐿)
1 Bacillus cereus 2.0 4.0
2 Escherichia coli 6.0 -
3 Micrococcus luteus 2.0 4.0
4 Proteus mirabilis 6.0 -
5 Pseudomonas tolaasii - -
6 Staphylococcus aureus 2.0 4.0

Hasil uji antibakteri oleh Simic et al. (2008) yang tercantum pada Tabel

2.2 menunjukkan bahwa Citronella oil memiliki aktivitas antibakteri dengan

kisaran 2,0-6,0 𝜇𝐿/𝑚𝐿. Minyak atsiri dari Cymbopogon nardus ini menunjukkan

aktivitas terhadap bakteri gram positif seperti Bacillus cereus, Micrococcus

luteus, dan Staphylococcus aureus dengan kadar bunuh minimum 4,0 𝜇𝐿/𝑚𝐿 dan

konsentrasi hambat minimum 2,0 𝜇𝐿/𝑚𝐿. Sedangkan pada bakteri gram negatif

seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas tolaasii, Citronella

oil tidak aktif pada konsentrasi yang diuji. Hanya bakteri Escherichia coli yang

mempunyai kadar hambat minimum yang cukup tinggi yaitu 6,0 𝜇𝐿/𝑚𝐿 ,

sedangkan bakteri gram negatif lainnya tidak bereaksi terhadap Citronella oil.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa bakteri gram positif lebih sensitif

dibanding bakteri gram negatif.

Selain senyawa sitronellal, geraniol dan sitronellol, adapun senyawa sitral

yang mempunyai sifat bakterisidal terhadap beberapa spesies bakteri, yang

tersusun dari campuran isomer bioaktif nerol dan geraniol (Bota et al., 2015).
12

Menurut Griffin et al. (1999), geraniol dan nerol merupakan senyawa yang aktif

terhadap bakteri Escherichia coli, sedangkan sitronellol tidak. Hal ini dikarenakan

tidak adanya ikatan ganda pada struktur sitronellol sehingga tidak dapat

menghambat bakteri Escherichia coli. Janssen et al. (1988) menyatakan

sitronellol mungkin dapat digunakan sebagai antibakteri jika berinteraksi dengan

sitronellal. Jadi dapat disimpulkan bahwa, efisien dan tidaknya aktivitas minyak

atsiri sereh wangi (Citronella oil) sebagai agen antibakteri ditandai oleh asosiasi

sitronellol dan sitronellal (Delespaul et al., 2000).

2.3 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif anaerobik

fakultatif berbentuk bulat dengan ukuran 0,7-1,2 𝜇𝑚. Bakteri ini bereproduksi

dengan pembelahan biner dan tumbuh optimal pada suhu 370C (Salim, 2016).

Bakteri ini hidup berkelompok seperti buah anggur dan bersifat saprofit di dalam

saluran membran tubuh manusia.

Gambar 2.4. Staphylococcus aureus dengan pewarnaan gram


(wikipedia.org)
13

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai infeksi pada kulit

yang rusak atau luka pada organ tubuh jika mengalahkan mekanisme pertahanan

tubuh (Bota et al., 2015). Bakteri ini dikenal sebagai bakteri yang paling sering

mengkontaminasi luka pasca operasi sehingga menimbulkan komplikasi (Lowy,

1998).

Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit karena mempunyai kemampuan

menyebar luas ke dalam jaringan dan membentuk berbagai zat ekstraseluler

(Salim, 2016). Zat-zat tersebut berupa enzim dan toksin, seperti:

a) Katalase, enzim yang berperan dalam daya tahan terhadap fagositosis.

b) Koagulase, enzim yang berperan dalam terjadinya deposit fibrin pada

permukaan sel yang menghambat fagositosis.

c) Enzim-enzim yang lain, seperti hialuronidase, stafilokinase, proteinase dan

beta-laktamase.

d) Eksotoksin, yang bisa menyebabkan nekrosis kulit

e) Lekosidin, penyebab infeksi rekuren karena menyebabkan Staphylococcus

aureus berkembang biak secara intraselular (Garzoni dan Kelley, 2009).

f) Toksin eksfoliatif, yang menyebabkan deskuamasi kulit yang luas.

(Brooks et al., 2007)

g) Enterotoksin, dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang berkembang

biak pada makanan, dan dapat menyebabkan gejala muntah berak (keracunan

makan) bila tertelan oleh manusia.


14

Beberapa tipe infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus yaitu

keracunan, infeksi kulit ringan seperti jerawat dan bisul, infeksi berat seperti

meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis (Bota et al., 2015).

2.4 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif anaerobik fakultatif yang

banyak ditemukan dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Namun, jika

kesehatan menurun bakteri dapat bersifat patogen akibat toksin yang dihasilkan

(Jawetz et al., 2005).

Gambar 2.5. Escherichia coli dengan pewarnaan gram


(microbeworld.org)

Escherichia coli berbentuk batang, dengan panjang 2 𝜇m, diameter 0,7

𝜇m, dan lebar 0,4-0,7 𝜇m, serta memiliki flagela sehingga dapat bergerak bebas.

Bakteri ini membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang

nyata. Bersifat heterotrof, dan menghasilkan makanan dengan cara fermentasi

CO2, H2O, etanol, laktat dan asetat (Brooks et al., 2007).


15

Escherichia coli adalah kelompok bakteri yang mempunyai strain

beragam, seperti EPEC, ETEC, EIEC dan EAEC yang dapat menghasilkan

enterotoksin terhadap sel epitel usus dan menyebabkan diare. Bakteri ini

umumnya dapat menyebabkan penyakit bila telah mencapai jaringan di luar

traktus intestinal seperti saluran kencing, paru-paru, saluran empedu, peritoneum

dan saluran otak. Selain itu, bakteri Escherichia coli dapat menginvasi sel mukosa

yang akan menyebabkan timbulnya kerusakan dan terlepasnya lapisan mukosa

(Salima, 2015).

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli yaitu

infeksi primer pada usus, misalnya diare, serta infeksi saluran kemih, dan

meningitis pada bayi yang baru lahir (Kaper et al., 2004).


16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit infeksi saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di

daerah tropis seperti Indonesia. Penyebab dari penyakit infeksi ini adalah

masuknya agen biologis yang membawa bibit penyakit ke dalam tubuh manusia.

Salah satu contoh agen biologis tersebut adalah bakteri. Walaupun secara alami

bakteri terdapat pada tubuh manusia, namun bakteri tersebut bisa menjadi

patogenik dalam kondisi tertentu.

Beberapa jenis bakteri yang merupakan bakteri patogen adalah bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan

penyakit yang beragam sesuai dengan organ yang diserang. Umumnya, penyakit

infeksi oleh bakteri dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun seiring dengan

pemakaian antibiotik yang luas dan berlebihan, terjadi suatu mekanisme resistensi

oleh bakteri yang menyebabkan penggunaan antibiotik sintetis tidak lagi efektif.

Oleh karena itu, penelitian mengenai antibiotik alternatif dari tanaman

herbal terus dilakukan, mengingat tingkat keamanan dan keefektifannya yang

lebih dari antibiotik sintetis. Bawang putih dan sereh wangi merupakan contoh

tanaman herbal yang memiliki daya antibakteri dan sering digunakan sebagai obat

tradisional. Kedua bumbu dapur ini bisa digunakan sebagai kandidat antibiotik

alternatif.

Ekstrak bawang putih mengandung senyawa Allicin yang mampu

menghambat sintesis RNA bakteri dan menghambat sintesis DNA dan protein
17

bakteri secara parsial. Selain itu, adapun sereh wangi yang mengandung suatu

komponen bernama minyak atsiri (Citronella oil) yang mampu merusak dinding

sel bakteri sehingga sel bakteri akan kekurangan nutrisi dan pertumbuhan bakteri

menjadi terhambat atau mati. Sudah ada penelitian mengenai daya hambat kedua

tanaman herbal ini terhadap bakteri patogen, dan hasilnya membuktikan bahwa

ekstrak bawang putih dan minyak atsiri sereh wangi memiliki aktivitas

menghambat pertumbuhan bakteri patogenik. Penulis berharap laporan ini bisa

menjadi acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi

ekstrak bawang putih dan minyak atsiri sereh wangi sebagai antibakteri.
18

DAFTAR PUSTAKA

Bota, W., Martosupono, M. & Rondonuwu, F.S. 2015. Potensi senyawa minyak
sereh wangi (citronella oil) dari tumbuhan Cymbopogon nardus L. sebagai agen
antibakteri. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi FTUMJ. [Online].
Tersedia di: https://jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/548/514
[diunduh: 20 Juli 2016].

Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S. & Morse, S.A. 2007. Jawetz, Melnick,
Adelberg’s Medical Microbiology. London:McGraw-Hill Medical.
Cowan, M.M. 1999. Plant product as antimicrobial agents, Clinical Microbiology
Reviews, 12 (4) : 564-582.

Delespaul, Q., Billerbeck, V.G., Roques, C.G., Michel, G., Marquier-Vi ̃nuales,
C. & Bessi`ere, J.M. 2000. The antifungal activity of essential oils as determined
by different screening methods. J Essent Oil Res 12: 256– 266.

Garzoni, C. & Kelley, W.L. 2009. Staphylococcus aureus: New Evidence for
Intracellular Persistence. Trends in Microbiology. 2(17): 59-65.

Gonçalves, T.B., Erlânio, O., De Sousa, Fabíola, F., Rodrigues, G. & José Da
Costa G.M. 2010. Chemical Composition and Antibacterial Evaluation of the
Essential Oil from Cymbopogon winterianus Jowitt (Gramineae). Journal of
Essential Oil Bearing Plants, 13 (4): 426-431.

Griffin, S.G., Wylle, S.G., Markham, J.L. & Leach, D.N. 1999. The role of
structure and molecular properties of terpenoids in determining their
antimicrobial activity. Flavour Fragr J 14: 322–332.

Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar
Analisis Hayati. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Janssen, A.M., Tsai Sioe, W.H.T., Sheffer, J.J.C. & Baerheim-Svendsen A. 1988.
Citronellal and citronellol, a case of antimicrobial antgonism? Flavour Fragr J
3: 137–140.

Jawetz E., Melnick, J. L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S. & Ornston,
L.N. 1995. Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San
Francisco.

Kaper, J.B., Nataro J.P. & Mobley H.L. 2004. Pathogenic Escherichia coli. Nat.
Rev. Microbiol. 2:123-140.
19

Lowy, F.D. 1998. Staphylococcus aureus Infections. The New England Journal of
Medicine, 339 (8): 520–32.

Muto, C.A., 2006. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus control: we didn’t


start the fire, but it’s time to put it out, Infact Control Hosp Epidemiol, 27: 111-5.

Puspawati, N.M., Suirta, I.W. & Bahri, S. 2016. Isolasi, identifikasi, serta uji
aktivitas antibakteri pada minyak atsiri sereh wangi (Cymbopogon winterianus
Jowitt). Journal of Chemistry. [Online] 10(2), 219-227. Tersedia di:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/view/21438/14170 [diunduh: 20 Juli
2016].

Putri, D.A. & Rahayu, T. 2014. Aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih
(Allium sativum) dan black garlic terhadap Escherichia coli sensitif dan
multiresisten antibiotik. Prosiding Seminar Nasional Biologi. [Online] 11(1), 390-
394. Tersedia di:
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/article/view/4807/3329 [diunduh: 21
Juli 2016].

Salim, H.H.U. 2016. “Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Putih


(Allium sativum) terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus) dan
Gram Negatif (Escherichia coli) secara In Vitro” (skripsi). Bandar Lampung:
Universitas Lampung.

Salima, J. 2015. Antibacterial activity of garlic (Allium sativum L.). Medical


Journal of Lampung University. [Online] 4(2), 30-36. Tersedia di:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/523/524
[diunduh: 21 Juli 2016].

Simic, A., Rancic, A., Sokovic, M.D., Ristic, M., Grujic-Jovanovic, S.,
Vukojevic, J., & Marin, P.D. 2008. Essential Oil Composition of Cymbopogon
winterianus and Carum carvi and Their Antimicrobial Activities. Pharmaceutical
Biology, 46(6) 437-441.

Sudewo, B. 2005. Basmi penyakit dengan sirih merah. Jakarta: Agromedia


Pustaka.

Viswanad, V., Aleykutty, N.A., Zachariah, S.M. & Prabhakar, V. 2011.


Antimicrobial potential of herbal medicines. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 2(7): 1651-1658.

Anda mungkin juga menyukai