Anda di halaman 1dari 28

I.

Anatomi dan Fisiologi Anak


A. Darah
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistemendokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratoryprotein) yang mengandung besi dalam
bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia
memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh
darah dan disirkulasikan oleh jantung.
Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu
dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan
ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang
disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah
vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa
metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal
untuk dibuang sebagai urine.

II. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan
yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak),
anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak
usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan
kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T
dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya
terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan
pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun
dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5
tahun (Landier dkk, 2004).
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Keturunan
a. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-
kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,
misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi.
2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan
dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL.
3. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak
ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.(Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia .Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
4. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan denganresiko
tinggi dari ALL, antara lain : produk – produk minyak, cat, ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan ALL.
Kloramfenikol, fenilbutazon,dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi ALL.
5. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis.
6. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
C. Manifestasi Klinis
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda
dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas
ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer
dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat
ditemukan yaitu:
1. Anemia : mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
7. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
8. Massa di mediastinum (T-ALL)
Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan status mental.
D. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit
atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang
dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada
kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses
ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang
panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel
plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit
tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal
ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah
leukosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz
& Sowden, 2002).
E. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai
dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal.Meningkat sesuai derajat netropenia
dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
6. Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
G. Penatalaksanaan Medis
Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari
obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis
mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk
mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.Beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan
pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel
leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun.Sel-sel leukemik bisa kembali
muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel
leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus
kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan
untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat
kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan
kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi.Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara :
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
a. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah balik/kulit.
b. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
c. Tahap 3 (profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih
rendah.Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-
kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia
memasuki otak dan sistem saraf pusat.
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis.Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik
kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan
mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan
untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang
besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi
yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel
darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel
induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh
darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem
cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim
kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah
Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat
dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison.Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.
8. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai
diberikan.Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG
atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh.Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan
sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi
yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan
sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
9. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama.Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).
H. Collaborative Care Management
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15
tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam,
lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatan seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
c. Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan
kimia dari orangtua.
d. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan, gangguan menelan, serta
pharingitis. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan
bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah
putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, adanya
pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
e. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
f. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu dihabiskan untuk tidur/istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
g. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
h. Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapat ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
i. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
j. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan
bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
k. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
l. Pengkajian tumbuh kembang anak.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
c. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek
samping, agen kemoterapi.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
g. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
4. Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan resiko  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
masuknya organisme patogen  Knowledge : Infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Faktor-faktor resiko :  Risk control pasien lain
- Prosedur Infasif Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
- Ketidakcukupan pengetahuan  Klien bebas dari tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila perlu
untuk menghindari paparan infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk
patogen  Mendeskripsikan proses penularan mencuci tangan saat berkunjung dan
- Trauma penyakit, factor yang setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Kerusakan jaringan dan mempengaruhi penularan serta
 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
peningkatan paparan lingkungan penatalaksanaannya,
tangan
- Ruptur membran amnion  Menunjukkan kemampuan untuk
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Agen farmasi (imunosupresan) mencegah timbulnya infeksi
tindakan kperawtan
- Malnutrisi  Jumlah leukosit dalam batas
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Peningkatan paparan lingkungan normal
pelindung
patogen  Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Imonusupresi
pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum buatan
 Ganti letak IV perifer dan line central dan
- Tidak adekuat pertahanan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon  Gunakan kateter intermiten untuk
inflamasi) menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan tubuh  Tingktkan intake nutrisi
primer (kulit tidak utuh, trauma  Berikan terapi antibiotik bila perlu
jaringan, penurunan kerja silia, Infection Protection (proteksi terhadap
cairan tubuh statis, perubahan infeksi)
sekresi pH, perubahan peristaltik)  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
- Penyakit kronikhiperplasia dinding dan lokal
bronkus, alergi jalan nafas, asma.
 Monitor hitung granulosit, WBC
- Obstruksi jalan nafas : spasme
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
jalan nafas, sekresi tertahan,
 Batasi pengunjung
banyaknya mukus, adanya jalan
 Saring pengunjung terhadap penyakit
nafas buatan, sekresi bronkus,
menular
adanya eksudat di alveolus,
 Partahankan teknik aspesis pada pasien
adanya benda asing di jalan nafas.
yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
2 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan energu  Energy conservation Energy Management
secara fisiologis maupun  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam
psikologis untuk meneruskan atau melakukan aktivitas
menyelesaikan aktifitas yang Kriteria Hasil :  Dorong anak untuk mengungkapkan
diminta atau aktifitas sehari hari.  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik perasaan terhadap keterbatasan
tanpa disertai peningkatan  Kaji adanya factor yang menyebabkan
Batasan karakteristik : tekanan darah, nadi dan RR. kelelahan
a. melaporkan secara verbal adanya Mampu melakukan aktivitas sehari  Monitor nutrisi dan sumber energi
kelelahan atau kelemahan. hari (ADLs) secara mandiri tangadekuat
b. Respon abnormal dari tekanan  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
darah atau nadi terhadap aktifitas dan emosi secara berlebihan
c. Perubahan EKG yang  Monitor respon kardivaskuler terhadap
menunjukkan aritmia atau iskemia aktivitas
d. Adanya dyspneu atau  Monitor pola tidur dan lamanya
ketidaknyamanan saat tidur/istirahat pasien
beraktivitas.
Activity Therapy
Faktor factor yang berhubungan :  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
 Tirah Baring atau imobilisasi Medik dalammerencanakan progran
 Kelemahan menyeluruh terapi yang tepat.

 Ketidakseimbangan antara suplei  Bantu klien untuk mengidentifikasi

oksigen dengan kebutuhan aktivitas yang mampu dilakukan

 Gaya hidup yang dipertahankan.  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten


yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual
3 Resiko terhadap cedera/perdarahan Tujuan : klien tidak menunjukkan  Gunakan semua tindakan untuk mencegah
yang berhubungan dengan bukti-bukti perdarahan perdarahan khususnya pada daerah
penurunan jumlah trombosit ekimosis
 Cegah ulserasi oral dan rectal
 Gunakan jarum yang kecil pada saat
melakukan injeksi
 Menggunakan sikat gigi yang lunak dan
lembut
 Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan
(tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat)
 Hindari obat-obat yang mengandung
aspirin
 Ajarkan orang tua dan anak yang lebih
besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan  Fluid balance Fluid management
intravaskuler, interstisial, dan/atau  Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
intrasellular. Ini mengarah ke  Nutritional Status : Food and Fluid  Pertahankan catatan intake dan output
dehidrasi, kehilangan cairan Intake yang akurat
dengan pengeluaran sodium  Monitor status hidrasi ( kelembaban
Kriteria Hasil : membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan urine output darah ortostatik), jika diperlukan
- Kelemahan sesuai dengan usia dan BB, BJ  Monitor vital sign
- Haus urine normal, HT normal
 Monitor masukan makanan / cairan dan
- Penurunan turgor kulit/lidah  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
hitung intake kalori harian
- Membran mukosa/kulit kering dalam batas normal
 Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Peningkatan denyut nadi, penurunan  Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
 Monitor status nutrisi
tekanan darah, penurunan Elastisitas turgor kulit baik,
 Berikan cairan IV pada suhu ruangan
volume/tekanan nadi membran mukosa lembab, tidak
 Dorong masukan oral
- Pengisian vena menurun ada rasa haus yang berlebihan
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai
- Perubahan status mental
output
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat  Dorong keluarga untuk membantu pasien
- Hematokrit meninggi makan
- Kehilangan berat badan seketika  Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
(kecuali pada third spacing)  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
Faktor-faktor yang berhubungan:  Atur kemungkinan tranfusi
- Kehilangan volume cairan secara
 Persiapan untuk tranfusi
aktif
- Kegagalan mekanisme pengaturan

5 Perubahan membran mukosa mulut : Tujuan : pasien tidak mengalami  Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya
stomatitis yang berhubungan mukositis oral ulkus oral
dengan efek samping agen  Gunakan sikat gigi berbulu lembut,
kemoterapi aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut
kasa
 Berikan pencucian mulut yang sering
dengan cairan salin normal atau tanpa
larutan
bikarbonat
 Gunakan pelembab bibir
 Hindari penggunaan larutan lidokain pada
anak kecil
 Berikan diet cair, lembut dan lunak
 Inspeksi mulut setiap hari
 Dorong masukan cairan dengan
menggunakan sedotan
 Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen
peroksida dan susu magnesi
 Berikan obat-obat anti infeksi sesuai
ketentuan
 Berikan analgetik
6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh b/d pembatasan  Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
cairan, diit, dan hilangnya protein Intake  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk keperluan metabolisme  Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
tubuh. sesuai dengan tujuan yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
- Berat badan 20 % atau lebih di tinggi badan Fe
bawah ideal  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Dilaporkan adanya intake makanan kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
yang kurang dari RDA  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Berikan substansi gula
(Recomended Daily Allowance)  Tidak terjadi penurunan berat  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
- Membran mukosa dan konjungtiva badan yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi
pucat  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
- Kelemahan otot yang digunakan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
untuk menelan/mengunyah  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
- Luka, inflamasi pada rongga mulut makanan harian.
- Mudah merasa kenyang, sesaat  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
setelah mengunyah makanan kalori
- Dilaporkan atau fakta adanya  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
kekurangan makanan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
- Dilaporkan adanya perubahan nutrisi yang dibutuhkan
sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk Nutrition Monitoring
mengunyah makanan  BB pasien dalam batas normal
- Miskonsepsi  Monitor adanya penurunan berat badan
- Kehilangan BB dengan makanan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
cukup biasa dilakukan
- Keengganan untuk makan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama
- Kram pada abdomen makan
- Tonus otot jelek  Monitor lingkungan selama makan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
patologi selama jam makan
- Kurang berminat terhadap makanan  Monitor kulit kering dan perubahan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh pigmentasi
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor turgor kulit
- Kehilangan rambut yang cukup  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
banyak (rontok) mudah patah
- Suara usus hiperaktif  Monitor mual dan muntah
- Kurangnya informasi, misinformasi  Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
Faktor-faktor yang berhubungan :  Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan pemasukan atau  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
mencerna makanan atau  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
mengabsorpsi zat-zat gizi jaringan konjungtiva
berhubungan dengan faktor  Monitor kalori dan intake nuntrisi
biologis, psikologis atau ekonomi.  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
7 Nyeri NOC : NIC :
Definisi :  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
pengalaman emosional yang  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
muncul secara aktual atau Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
potensial kerusakan jaringan atau  Mampu mengontrol nyeri (tahu dan faktor presipitasi
menggambarkan adanya penyebab nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri menggunakan tehnik ketidaknyamanan
Internasional): serangan nonfarmakologi untuk  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
mendadak atau pelan intensitasnya mengurangi nyeri, mencari untuk mengetahui pengalaman nyeri
dari ringan sampai berat yang bantuan) pasien
dapat diantisipasi dengan akhir  Melaporkan bahwa nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi respon
yang dapat diprediksi dan dengan berkurang dengan menggunakan nyeri
durasi kurang dari 6 bulan. manajemen nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Batasan karakteristik :  Mampu mengenali nyeri (skala,  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
- Laporan secara verbal atau non intensitas, frekuensi dan tanda lain tentang ketidakefektifan kontrol
verbal nyeri) nyeri masa lampau
- Fakta dari observasi  Menyatakan rasa nyaman setelah  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri berkurang dan menemukan dukungan
nyeri  Tanda vital dalam rentang normal  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Muka topeng  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu,  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
tampak capek, sulit atau gerakan (farmakologi, non farmakologi dan inter
kacau, menyeringai) personal)
- Terfokus pada diri sendiri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Fokus menyempit (penurunan menentukan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berpikir, penurunan interaksi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dengan orang dan lingkungan)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
dan/atau aktivitas, aktivitas keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien tentang
- Respon autonom (seperti manajemen nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan Analgesic Administration
dilatasi pupil)  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
- Perubahan autonomic dalam tonus derajat nyeri sebelum pemberian obat
otot (mungkin dalam rentang dari  Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
lemah ke kaku) dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku ekspresif (contoh :  Cek riwayat alergi
gelisah, merintih, menangis,  Pilih analgesik yang diperlukan atau
waspada, iritabel, nafas kombinasi dari analgesik ketika
panjang/berkeluh kesah) pemberian lebih dari satu
- Perubahan dalam nafsu makan dan  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
minum dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
Faktor yang berhubungan : dan dosis optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
psikologis) pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
8 Kerusakan intergritas kulit b/d edema NOC : Tissue Integrity : Skin and NIC : Pressure Management
dan menurunnya tingkat aktivitas Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Definisi : Perubahan pada epidermis Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
dan dermis  Integritas kulit yang baik bisa  Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan (sensasi,  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Batasan karakteristik : elastisitas, temperatur, hidrasi, kering
- Gangguan pada bagian tubuh pigmentasi)  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)  Tidak ada luka/lesi pada kulit dua jam sekali
- Gangguan permukaan kulit  Perfusi jaringan baik  Monitor kulit akan adanya kemerahan
(epidermis)  Menunjukkan pemahaman dalam  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Faktor yang berhubungan : proses perbaikan kulit dan derah yang tertekan
Eksternal : mencegah terjadinya sedera  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Hipertermia atau hipotermia berulang  Monitor status nutrisi pasien
- Substansi kimia  Mampu melindungi kulit dan  Memandikan pasien dengan sabun dan air
- Kelembaban udara mempertahankan kelembaban hangat
- Faktor mekanik (misalnya : alat kulit dan perawatan alami
yang dapat menimbulkan luka,
tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1., Jakarta:
Salemba Medika
Aster, Jon. 2011. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi
7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.
Development of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the
Children's Oncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the
Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J
Clin Oncol. Dec 152004 ; 22 (24) : 4979-90.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed.
2006:538-90.3.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. Jakarta : EGC ; 2009.
Putra, D, S, H., et al. 2014. Keperawatan Anak & Tumbuh Kembang (Pengkajian dan
Pengukuran). Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai