Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma Hepatoseluler atau Hepatoma merupakan salah satu penyakit yang
sangat berbahaya, dimana sering kali kita terlambat mengetahui saat penyakit ini sudah
semakin parah menyerang tubuh kita. Hepatoma (Karsinoma Hepatoseluler) adalah kanker
yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang sering
ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.1
HCC rata-rata sering didiagnosis pada umur 65 tahun, dan 74% kasus dialami oleh
laki-laki. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati, hepatoma biasa dan sering
terjdi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Bayi
dan anak kecil yang terinfeksi hepatitis lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis
virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.1
Hepatoma seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh
penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan
yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut
kanan atas dan mata tampak kuning. Keluhan lain yang bisa menyertai adalah badan terasa
lemas, perut membesar karena adanya ascites (penumpukan cairan dalam rongga perut),
mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, bengkak pada kaki, demam dan lain-lain.
Sebenarnya, hal ini dapat ditekan apabila diagnosa dini dapat ditegakkan. Kebanyakan
penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada stadium lanjut dan tidak tertolong lagi.
Sedangkan pada stadium dini mereka tidak memeriksakan dirinya karena mereka tidak
merasakan keluhan atau gejala.2
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai Hepatoma yang terjadi pada pasien di
ruang Bougenvile RSUD dr Doris Sylvanus, Palangka Raya .
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Dayak
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
No. RM : 26. 65. 58
Alamat : jl. Tjilik Criwut km. 8 Dayak Permai no. 03
Ruangan : Bougenville
Tanggal Masuk RS : 28 Juli 2017

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : nyeri perut kanan atas sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 hari sebelum masuk RS.
Nyeri dirasakan terus menerus terasa sepeti ditusuk-tusuk dan semakin lama keluhan nyeri
yang dirasa semakin memberat. Pasien merasa lebih enak jika membungkuk saat duduk
ataupun berjalan untuk mengurangi rasa sakit.
Demam juga dirasakan timbul bersamaan dengan keluhan nyeri perut yaitu 3 hari
sebelum MRS. Demam yang dirasakan hilang timbul, timbul pada saat nyeri datang. Pasien
juga mengeluhkan rasa mual yang tidak disertai muntah. Makan dan minum berkurang bila
dibandingkan saat penderita sehat. Buang air kecil yang tidak nyeri dan berwarna pekat
seperti teh sejak 1 hari sebelum MRS. Buang air besar normal berwarna coklat, buang air
besar tiap 1-2 hari sekali.
Pasien mengaku pernah mengonsumsi alkohol dari sejak masih muda dan baru
berhenti minum sekitar 1 tahun yang lalu. Riwayat penggunaan jarum suntik ataupun obat-
obatan terlarang disangkal. Riwayat kontak seksual dengan multipartner disangkal. Pasien
memiliki kebiasaan makan makanan yang dibelinya di luar rumah. Pasien belum pernah
berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya. Pasien mengaku membeli obat-obatan
warung saat demam dan pernah minum obat pereda nyeri namun nyeri perut masih dirasakan
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
- Riwayat hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), alergi (-)

Riwayat Keluarga :
- Ada riwayat kanker hati pada keluarga
- Tidak ada riwayat DM pada keluarga
- Tidak ada riwayat hipertensi pada keluarga

Riwayat Pengobatan:
- Pasien pernah berobat ke puskesmas sejak nyeri yang dirasakan 3 hari SMRS.
- Pasien biasanya minum obat yang dibeli di warung untuk mengatasi demam dan
mengurangi nyeri perut.

Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat merokok sebanyak 1 bungkus sampai sekarang dan berhenti saat sakit
- Riwayat minum alcohol sejak masih muda dan berhenti sejak 1 tahun terakhir

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemas
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Nadi : 80 x/m, regular, kuat angkat, isi cukup
Pernapasan : 20 x/m, tipe torakoabdominal
Suhu : 36,50C (Axilla)
Kepala:
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Palpebral : edema (-/-)
- Mulut : Tidak ditemukan kandidiasis oral

Leher
- Kelenjar KGB : tidak ada perbesaran
- Tiroid : tidak ada perbesaran
- JVP : tidak ada peningkatan

Thoraks:
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Payudara : ginekomastia (-), benjolan (-)

Paru – Paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris, retraksi -/- Simetris, retraksi -/-
Kanan Simetris, retraksi -/- Simetris, retraksi -/-
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Fremitus raba dan vokal - Fremitus raba dan vokal
normal normal
Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Fremitus raba dan vokal - Fremitus raba dan vokal
normal normal
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru paru
Kanan Sonor pada lapang paru Sonor pada lapang paru
Batas paru-
ICS V Linea midclavicula dextra
hepar
Batas paru- ICS VI Linea axilaris anterior sinistra
gaster
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavikula sinistra
Perkusi : pekak
- Batas kanan jantung : ICS V Linea parasternal dextra
- Batas kiri jantung : ICS V Linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), caput medusa (-) Spider nevi (+)
Eritem palmaris (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), Murphy sign (-)
Palpasi : NT (+) regio hipochondrium dextra
- Hepatomegali (+) : Hepar teraba ± 3 jari di bawah arcus costa, konsistensi kenyal,
permukaan rata, tepi tumpul, nyeri tekan (+)

Ekstremitas
Akral hangat : (+/+)
CRT : <2 detik
Pitting edema : (-/-)
D. DIAGNOSIS BANDING
- Sirosis Hepatis
- Abses hepar
- Hepatitis virus akut

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan Darah Lengkap (03/8/2017)
No. Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
1 Leukosit 12.700 / mm3 4.500 1 11.000
2 Eritrosit 4,4 Juta / mm3 4 – 6 juta / mm3
3 Hemoglobin 13,5 g% L: 13,5 – 18,0 ; P: 11,5 – 16,0
4 Hematokrit 39 % 37-48
5 Trombosit 561.000 / mm3 150.000 – 400.000

Pemeriksaan Kimia Klinik (26/07/2017)


No. Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
1 GDS 100 mg/dl <200
2 Kreatinin 0,68 mg/dl 0,17 - 1,5
3 SGPT 39 U/L L<42; P<32
4 SGOT 60 U/L L<37; P<31
5 Bilirubin Total 0,81 mg/dl < 1,1
6 Bilirubin Direk 0,42 mg/dl < 0,25
Pemeriksaan USG Abdomen (27/07/2017):
 Hepar : ukuran membesar ringan, sudut tumpul, permukaan reguler, ekhogenitas
parenkim inhomogen, tampak multiple massa hiperekholik inhomogen, batas tidak tegas,
ukuran lk 7 x 5,5 cm, 3 x 3,4 cm, pada lobus kanan hepar segmen 5-6.
 Tidak tampak Asites (-)
 Kandung empedu : ukuran normal, dinding reguler, batu (-), massa (-)
 Pancreas : ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tidak melebar
 Limpa : ukuran normal, ekhogenitas parenkim homogeny, v. Lienalis tidak melebar.
 Ginjal kanan – kiri : ukuran normal, ekhogenitas parenkim baik, batas parenkim dengan
sentral ekho kompleks jelas, batu (-), massa (-), sistem pelvokalises tidak melebar.
 Vesika urinaria : Terisi, dinding tidak menebal, tidak tampak batu.
Kesan :
- Hepatomegali dengan proses inflamasi kronis dan multiple massa pada lobus kanan
hepar e.c tumor primer hepar, DD Hepatoma.

Pemeriksaan Kimia Klinik (31/07/2017)


No. Parameter Hasil Satuan Ref. Range
1 Albumin 3,78 g/dl 3,5 – 5,5

F. DIAGNOSIS
Susp. Hepatoma

G. PENATALAKSANAAN
Diet tinggi karbohidrat tinggi protein rendah lemak
- Infus D5% : Aminofusin 1:1 20 tpm
- Injeksi cefotaxime 2 x 1 gr
Po. Sistenol 3x1
Hepamax 3x1
Domperidon 3x1
Plan: konsul spesialis penyakit dalam konsultan Gastroenterohepatologi

H. PROGNOSIS
Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Hepatoma


Hepatoma atau Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau Kanker hati adalah
pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel ganas di hati yang dihasilkan dari sel-sel
abnormal pada hati (primer), atau mungkin akibat dari penyebaran kanker dari bagian tubuh
lain (sekunder). Kanker/tumor hati primer dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan
sel asalnya, yaitu kanker/tumor hati jinak dan kanker/tumor hati ganas. Kanker/tumor hati
jinak contohnya adalah adenoma hepatik dan hiperplasia fokal nodular (focal nodular
hyperplasia=FNH). Untuk kanker/tumor hati ganas contohnya karsinoma hepatoseluler
(HCC).
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana
stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses
fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam
hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Tumor ini
dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit dibedakan
dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan
jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun
menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa
menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian
dalam 6 – 20 bulan.

3.2 Anatomi dan Fisiologi Hepar


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2 %
berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra,
epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu
kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson
yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur
yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang
terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel
hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag
yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah
sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika.3

Gambar 3.1 Anatomi Hepar2

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya yaitu:2
i. Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu penting
untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di dalam usus.
ii. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein)
setelah penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat: menyimpan glikogen dalam jumlah besar, konversi
galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta pembentukan
banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak: oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipiddan sebagian besar lipoprotein, serta
sintesis lemakdari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein: deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, serta
interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
iii. Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12, tembaga, dan
besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hati adalah
vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B12 juga disimpan secara normal.
 Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat
bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena itu,
bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan
apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hati
sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar rendah,
maka ferritin akan melepaskan besi.
 Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi meliputi
fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan beberapa faktor
koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk
membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.
iv. Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat lain
Hati memiliki kemampuan dalam melakukan detoksifikasi atau ekskresi berbagai
obat-obatan meliputi sulfonamid, penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu.
Beberapa hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara
kimia oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti estrogen,
kortisol, dan aldosteron.

3.3 Epidemiologi
Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler (Hepatocellular Carcinoma/HCC)
merupakan kanker hati primer yang berasasl dari hepatosit. HCC meliputi 5,6% dari seluruh
kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan
pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system
saluran cerna setelah kanker kolorectal dan kanker lambung. Tingkat kematian (rasio antara
mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pancreas.
Secara geofrafis, tingkat kekerapan tertinggi terletak di Asia Timur dan Tenggara setelah
Afrika Tengah, Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di Negara berkembang seperti
Asia Timur dan Asia tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang dikenal sebagai
wilayah dengan prevalensi Hepatitis virus yang tinggi, endemik hepatitis B dan hepatitis C
yang merupakan predisposisi kuat untuk perkembangan penyakit hati kronis yang kemudian
berkembang menjadi HCC. Sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika Tengah,
Australia dan Selandia Baru. Faktor risiko lain dari HCC adalah NASH, penggunaan alkohol
yang berlebihan, obesitas, alfatoxins, diabetes mellitus tipe dua, kontrasepsi oral, dan
senyawa-senyawa kimia mutagenik (thorotrast, nitrosamine, vinil klorida, arsen, insektisida
organoklorin, dan asam tanik).

3.4 Klasifikasi
Karsinoma hati primer dibedakan atas:
1. Karsinoma yang berasal dari :
- sel-sel hati disebut karsinoma hepatoselular
- sel-sel saluran empedu disebut karsinoma kolangioselular
- campuran kedua sel tersebut disebut kolangiohepatoma
2. Kasinoma yang berasal dari jaringan ikat :
- Fibrosarkoma
- Hemangioma-endotelioma maligna
- Limfoma maligna
- Leiomiosarkoma

3.5 Etiologi dan Faktor Resiko


Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan
multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait.
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor
risiko yang memicu hepatoma, yaitu:
a) Virus hepatitis B (HBV)
Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu,
dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan
tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi
proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan
suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
b) Virus hepatitis C (HCV)
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik
dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya
hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada
bukan pengidap.
c) Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih
dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi
darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.Setiap tahun 3-5% dari pasien
sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan salah satu penyebab
kematian pada sirosis hati.21 Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.11
Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3
tahun.
d) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hati. Penggunaan
alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di masyarakat. Peminum berat alkohol
(>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis
hati alkoholik. Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti,
diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi protein yang
berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan acetaldehyde. Fibrosis yang
terjadi merangsang pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat
mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.
e) Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu
AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari
gen supresor tumor p53.
f) Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD),
khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati
dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).
g) Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di
samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
h) Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko
untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
i) Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
a. Penyakit hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson
disease
c. Kontrasepsi oral
d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik.

3.6 Patofisiologi
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, tansformasi maligna hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan perputaran
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi konik dalam bentuk
inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik
seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor,
yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik,
akohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisisiensi antitripsin-alfal,
mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis). Dilaporkan bahwaHBV dan mungkin jugaHCV dalam keadaan tertentu juga
berperan langsung pada patogenesis molecular HCC. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi
pada gen supresor tumor p53 dan ini memunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan
pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatokarsinogenesis.
Hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom juga dihubungkan
dengan inaktivasi gen supresor tumor. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di
kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV
DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan
sebagai agen mutagenik insersional non-selektif. Integrasi acap kali menyebabkan terjadinya
beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik,
penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-
gen supresi tumor maupun gen-gen selular penting lain. Infeksi kronik HCV dapat berujung
pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis.
Ini menunjukkan peranan penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan
sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV.

Gambar 3.2 Patofisiologi Hepatoma

3.7 Manifestasi Klinis


 Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa
gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP
dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan,
teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau
MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di
daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.

 Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama
yang sering ditemukan adalah:

(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatomastadium sedang dan lanjut sering datingberobat
karena kembung dan tak nyamanatau nyeri samar di abdomen kanan atas.
Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) ataumenusuk intermiten atau kontinu,
sebagianmerasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan
cepathingga menambah regangan pada kapsulhati. Jika nyeri abdomen bertambah
hebatatau timbul akut abdomen harus pikirkanruptur hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobuskanan dapat menyebabkan batas atashati bergeser
ke atas, pemeriksaan fisikmenemukan hepatomegali di bawaharkus kostae berbenjol
benjol; hepatomasegmen inferior lobus kanan seringdapatlangsung teraba massa di
bawaharkus kostae kanan; hepatoma lobus kiritampil sebagai massa di bawah
prosesusxifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massatumor sangat besar, asites dan gangguanfungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hatiterganggu, tumor mendesak salurangastrointestinal,
perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.
(5) Letih, mengurus: dapatdisebabkanmetabolit dari tumor ganas danberkurangnya masukan
makanan dll, yangparah dapat sampai kakeksia.
(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor,disertai infeksi dan metabolit tumor, jikatanpa
bukti infeksi disebut demam kanker,umumnya tidak disertai menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya scleradan kulit, umumnya karena gangguanfungsi hati,
biasanya sudah stadium lanjut,juga dapat karena sumbat kanker di saluranempedu atau
tumor mendesak saluranempedu hingga timbul ikterusobstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadiumlanjut. Secara klinis ditemukan perutmembuncit
dan pekak bergeser, seringdisertai udem kedua tungkai.
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang
kanan, udem kedua tungkai bawah, kulitgatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis
hati seperti splenomegali, palmar eritema,lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi
dinding abdomen dll. Pada stadium akhirhepatoma sering timbul metastasis paru,
tulang dan banyak organ lain.

3.8 Penyebaran

Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta atau vena
kava. Dapat terjadi metastasis pada varises esofagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti
ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di
mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti
sudah memasuki stadium terminal.

3.9 Gambaran Patologi


Secara makroskopis biasanya tumor berwama putih, padat, kadang nekrotik
kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau
porta intrahepatik. Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: l. ekspansif, dengan batas yang
jelas, 2. infiltratif, menyebar/menjalar; 3. multifokal.
Tipe ekspansif lebih sering ditemukan pada hati nonsirotik. Menurut WHO secara
histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan organisasi struktural sel tumor sebagai
berikut: 1). Trabekular (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4.
Sirous
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor yang diameternya lebih
kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang
berdiferensiasi baik, dengan sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi,
berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang
sama. Nodul kanker yang berdiameter kurang dari 1 cm seluruhnya terdiri dari jaringan
kanker yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya
terdiri atas lebih dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda.
Histopatologi, memperlihatkan sel tumor dengan sitoplasma yang jernih tak berwarna,
sering berbusa tau bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering
keadaan ini berhubungan dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya
prognosis yang bervariasi.
Gambar 3.3 Histopatologi Hepatoma

3.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel
yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum
adalah 0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien hepatoma, dan kadar
lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.1
2. Ultrasonografi Abdomen
Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa alat-
alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan
dengan jaringan sekitarnya.10
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan
menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi,
USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati
berkisar antara 70-80%. 1
Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan
yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan
parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis
sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya irregular.
Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal di mana gambaran
struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. 9
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan untuk
mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat
diagnostik yang paling popular dan bermanfaat. 1
3. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah
dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan
modalitas terapi.9
4. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati,
juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat
membantu dalam menilai efektivtas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat
menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3
5. Angiografi arteri hepatika
Angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode
penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasive, penampilan
untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik. Angiografi dilakukan melalui
arteri hepatika. 3, 11

Gambar 3.4 Angiografi 8

6. Biopsi hati
Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan
ultrasound atau CT. Karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi perkutan
harus dilakukan dengan hati-hati. Pemeriksaan sitologi cairan asites selalu negatif untuk
tumor. Kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat digunakan.
pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang mengidentifikasi pasien yang
memiliki tumor cocok untuk hepatectomy parsial. 11

3.11 Diagnosis
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu :
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP ( Alphafetoprotein ) yang menigkat lebih dari 500 mg/ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scan (CT Scan),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiogrphy, ataupun Positron Emission
Tomography (PET) yang menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker Hati
Selular.
Diagnosa kanker hati selular didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu kriteria empat atau lima.2
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum > 400
ng/mL adalah diagnostik (Tabel 2).

Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi berdiameter
>2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi. Untuk tumor
berdiameter kurang dari 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko
tinggi terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada
nodul. Bila dengan cara imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat
ditegakkan.
3.12 Sistem Staging
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang
prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang
tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor,
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Beberapa sistem
yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah:
. Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
. Okuda Staging System
. Cancer of the Liver ltalian Program (CUP) Scoring System
. Chinese University Prognostic Index (CUPI)
. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
3.13 Diagnosa Banding
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular
pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi
memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto
polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.16
2. Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar,
kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya
bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama
makin bertambah tebal.9
3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah
kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa
struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8

3.14 Terapi
Terapi Operasi
1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal
pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria
seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka
harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler
karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. 1
2. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi
tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang
berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang
diameternya lebih dari 5 cm. 1
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri
hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat
operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat
operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3
Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda
RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor
mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan
tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga
dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.3
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam
tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak
sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3
Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang
sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi
reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi
arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal
mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara
keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat
direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang
tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma,
suksek terdapat residif, dll.3
Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang
baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP,
TSPA, kamtotesin, dll.3
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi,
medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat
mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain
seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus
metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri.
Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma.3
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J,

Bruix J, Barcelona-Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and t

reatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl 1):S115-20.

Bagan 1. Alur penatalaksanaan Hepatoma, dikutip dari kepustakaan 8

3.15 Prognosis
Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor.
Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2
tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien
tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan
tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3
tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang
nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan
hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran
tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang
tidak menyenangkan. 10
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan


bahwa pasien ini menderita suspek hepatoma. Diagnosis suspek hepatoma ditegakan karena
adanya keluhan nyeri perut kanan atas, nafsu makan menurun, perut terasa penuh, mual,
kembung, lesu, berat badan menurun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan perut buncit, hepar
membesar, permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol, konsistensi keras, tepi tumpul, udem
di kedua kaki (+). Dari pemeriksaan USG disimpulkan Hepatoma lobus dextra. Kriteria
diagnosa Kanker Hati Selular menurut PPHI ( Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia ), yaitu :
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP ( Alphafetoprotein ) yang meningkat lebih dari 500 mg/ml.
3. Ultrasonography ( USG ), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann ( CT
Scann ), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Angiogrphy, ataupun Positron
Emission Tomography ( PET ) yang menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker Hati
Selular.
Diagnosa kanker hati selular didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria.
Pada kasus ini didapatkan dua dari lima kriteria diatas yaitu : kriteria pertama dan ketiga,
namun pada pemeriksaan USG dan CT Scan hepar didapatkan ukuran membesar ringan,
sudut tumpul, permukaan reguler, ekhogenitas parenkim inhomogen, tampak multiple massa
hiperekholik inhomogen, batas tidak tegas, ukuran lk 7 x 5,5 cm, 3 x 3,4 cm dan belum dapat
dipastikan massa tersebut ganas.
Penyebab hepatoma pada pasien ini tidak disebabkan oleh infeksi hepatitis b dan c karena
dari hasil laboratorium didapatkan hasil non reaktif. Sirosis hati belum dapat dipastikan
merupakan penyebab terjadinya hepatoma pada pasien ini karena alfa feto protein yang
belum diperiksa, bila disebabkan oleh sirosis hati maka alfa feto protein serum seharusnya
meningkat. Kemungkinan penyebab hepatoma pada pasien ini adalah NASH dan aflatoksin.
NASH terjadi pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (indeks masa tubuh: IMT
35-40 kg/m2). Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD) khususnya non alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi
sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi hepatoma. Namun pada pasien ini tidak
pernah mengalami berat badan yang berlebih hingga obesitas. Aflatoksin B1 (AFB1)
merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus, bersifat karsinogen, mampu
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari
gen supresor tumor p53. Riwayat kebiasaan pasien mengkonsumsi aflatoksin tidak
ditanyakan. Risiko relatif hepatoma dengan aflatoksin saja adalah 3,4 bila disertai dengan
infeksi HBV kronik risiko relatifnya 7, dan meningkat menjadi 59 bila disertai dengan
kebiasaan mengkonsumsi aflatoksin.
Daftar Abnormalitas

1. Nyeri perut kanan atas


2. Perut membesar
3. Mual dan muntah tiap kali makan
4. Perut begah dan anoreksia
5. BAK warna seperti teh
6. Demam subfebris berulang
7. Cepat lelah dan penurunan berat badan
8. Gizi lebih
9. Perut membuncit, tidak simetris, dilatasi vena
10. Hepatomegali dan massa
11. Lekositosis, netrofil meningkat, limfosit menurun
 Gejala subjektif
- Nyeri perut kuadran kanan atas (tumpul, terus menerus dan tidak menjalar),
disertai perasaan penuh di perut dan perut terasa membesar. Nyeri dapat
diakibatkan tumor tumbuh dengan cepatyang menyebabkan penambahan
regangan pada kapsulhati.
- Mual dan obstipasi dapat terjadi karena adanya tumor ganas di sel hepar yang
menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi V. splancnic, akibatnya V.gastrika
menjadi distensi timbul oedema gaster dan gejala dyspepsia seperti mual dan
muntah.
- BAK seperti teh, adanya proses kerusakan sel hepar oleh hepatoma
menyebabkan penurunan fungsi hepatosit yang berperan mengkonjugasi
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk akibatnya terjadi peningkatan bilirubin
1 yang menyebabkan warna kulit dan sclera menjadi ikterik serta urin menjadi
seperti teh
- Cepat lelah, sering demam tidak tinggi dan penurunan berat badan, dapat
timbul karena nekrosis tumor,disertai infeksi dan metabolit tumor, jikatanpa
bukti infeksi disebut demam kanker,umumnya tidak disertai menggigil
- Adanya faktor resiko antara lain laki-laki, riwayat minum alkohol dan
merokok, tidak ada riwayat hepatitis dengan pengobatan inadekuat,ada
riwayat kanker hati pada kakak pasien yang sudah meninggal.
 Gejala objektif
- Perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol), tampak
dilatasi vena dapat diakibatkan karena adanyadistensi pembuluh darah V.
kolateral di abdomen.
- Massa di KKA konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan
(+) Teraba pembesaran hepar, dimana hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
dextra, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+).
- Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis sebagai tumor primer
hepar.
Berupa :
 AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disintesis oleh
hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Normal 0-
20 ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostic untuk hepatoma.
Namun pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan AFP.
 Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT
SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) ukuran membesar ringan, sudut tumpul,
permukaan reguler, ekhogenitas parenkim inhomogen, tampak multiple
massa hiperekholik inhomogen, batas tidak tegas, ukuran lk 7 x 5,5 cm, 3
x 3,4 cm, pada lobus kanan hepar segmen 5-6.
 Pemeriksaan status hepatitis HbSAg negatif

Pasien mendapatkan terapi antibiotik Cefotaxime yaitu antibiotik golongan


sefalosporin generasi III untuk bakteri gram negatif dan postif diindikasikan karena adanya
leukositosis dan subfebris pada pasien, ranitidine merupakan obat penghambat reseptor H2
pada sel parietal lambung untuk mengurangi produksi asam lambung diberikan untuk
mengurangi keluhan dyspepsia. Domperidon merupakan antagonis dopamine yang secara
peripheral bekerja selektif pada reseptor D2, memiliki efek antiemetik di kemoreseptor
trigger zone, diberikan untuk mengurangi gejala mual pada pasien. Hepamax merupakan obat
dengan komposisi lesitin, silymarin, schizandra ekstrak herbal, vitamin E, yang diindikasikan
untuk pengobatan gangguan fungsi hati, di mana lesitin bersifat antifibrotic memperbaiki
kerusakan dinding sel hati dan menurunkan kolesterol, silymarin untuk antioksidan
membantu meningkatkan pertumbuhan sel hati yang baru,Schizandra menimngkatkan protein
hati dan sintesa glikogen. Sistenol merupakan obat golongan antipiretik dan analgesic yang
mengandung paracetamol dan N-acetylcystein yang merupakan antioksidan sehingga lebih
baik digunakan bila pasien memiliki gangguan fungsi hati.
Pasien dirujuk ke RSUD Banjarmasin ke poli dalam Sp.PD KGEH untuk lebih
memastikan diagnosis suspek hepatoma dan untuk pemeriksaan penunjang lebih lanjut yang
tidak tersedia di RSUD Doris Sylvanus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budihusodo U, Karsinoma Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. PAPDI 2016, Hal 455-
459.
2. Rasyad A. 2016. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan Pengobatan
Kanker Hati USU. Sumatera.
3.

Anda mungkin juga menyukai