Analisa koefisien perpindahan panas pada kondensor saat sebelum dan sesudah
blackout dan Pengaruh clogging terhadap koefisien perpindahan panas pada kondensor
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
1
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Disusun dan disetujui untuk memenuhi mata kuliah Kerja Praktik departemen Teknik Kimia
Universitas Diponegoro tahun 2018.
Menyetujui
2
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
Oleh:
Disusun dan disetujui untuk memenuhi mata kuliah Kerja Praktik departemen Teknik Kimia
Universitas Diponegoro tahun 2018.
Menyetujui
Dosen Pembimbing Kerja Praktik
3
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu persyaratan kurikulum departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro, yaitu mata kuliah Kerja Praktik dan mengetahui bagaimana penerapan ilmu
yang telah dipelajari dalam perkuliahan di dunia kerja nantinya.
Selama melaksanakan kerja praktik, penulis telah dibantu dan dibimbing oleh
banyak pihak. Penulis secara khusus hendak menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihakpihak berikut:
1. Prof. Dr. Ir. Budiyono, M.Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kerja Praktik yang
selalu membimbing dan memantau pekerjaan setiap minggunya.
2. Ir. Heri Santosa koordinator kerja praktek di Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro
3 Pak Denny Firmansyah dan Wahyudi Maha Putra selaku Process Officer divisi Production
PTA, di mana penulis ditempatkan, yang telah membantu dan membimbing penulis selama
menjalani kerja praktik.
4. Seluruh anggota divisi Operator PTA atas dukungannya dalam bentuk bantuan, wawasan, dan
pengalaman yang begitu bermanfaat bagi penulis.
5. Seluruh karyawan MCCI yang telah membantu dan membimbing penulis selama menjalani
kerja praktik di Cilegon.
Laporan umum kerja praktik ini tentunya masih terdapat berbagai kekurangan. Penulis
dengan sangat terbuka menerima segala masukan, kritik, dan saran yang mendukung untuk
dapat terus meningkatkan kualitas laporan ini. Semoga laporan umum kerja praktik ini dapat
membawa banyak manfaat bagi para pembacanya.
4
DAFTAR ISI
5
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor A .... 121
Tabel 4.2. Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor B ... 122
Tabel 4.3 Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor C ... 123
Tabel 4.4 Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor D.... 124
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Klasifikasi Jenis Heat Exchanger ....................................................... 84
Gambar 2.2 Fluidized Bed Heat Exchanger .......................................................................... 86
Gambar 2.3 Contoh Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang Menggunakan Immiscible Heat
Exchanger ........................................................................................................... 87
Gambar 2.4 Wet cooling tower .............................................................................................. 88
Gambar 2.5 Pengolahan Gas alam Melibatkan Multi Fluid Heat Exchanger ....................... 89
Gambar 2.6 Klasifikasi Heat Exchanger Berdasarkan Luas Permukaan Perpindahan Panas .
............................................................................................................................. 90
Gambar 2.7 (a) Satu Jalur Shell, Satu Jalur Tube, (b) Satu Jalur Shell, Dua Jalur Tube....... 91
Gambar 2.8 Macam-macam Rangkaian Pipa Tube Pada Heat Exchanger Shell & Tube ..... 92
Gambar 2.9 Jenis-jenis Baffle ................................................................................................ 94
Gambar 2.10 Heat Exchanger Tipe Double-Pipe .................................................................. 95
Gambar 2.11 Heat Exchanger Tipe Spiral ............................................................................. 96
Gambar 2.12 Heat Exchanger Tipe Plat dengan Gasket ........................................................ 97
Gambar 2.13 Desain Gasket Untuk Pendistribusian Fluida Kerja ......................................... 98
Gambar 2.14 Elemen Plat Pada Welded Plat Heat Exchanger .............................................. 99
Gambar 2.15 Desain Welded Plate Heat Exchanger ............................................................. 99
Gambar 2.16 Desain Heat Exchanger Plat Tipe Spiral ....................................................... 100
Gambar 2.17 Lamella Heat Exchanger ............................................................................... 101
Gambar 2.18 Printed Circuit Heat Exchanger .................................................................... 102
Gambar 2.19 (a) Single flow, (b)Multiple Flow, (c) Vessel, (d) Spot-Welded .................. 103
Gambar 2.20 Kondensor Refrigerant Pada Kendaraan Bermotor ...................................... 104
Gambar 2.21 Desain Sirip Heat Exchanger Plat ................................................................. 105
Gambar 2.22 (a) Tube Sirip Individual, (b) Tube Sirip Kontinyu ...................................... 105
Gambar 2.23 Desain Sirip Luar Tubing .............................................................................. 106
Gambar 2.24 Tubing Dengan Sirip Dalam ......................................................................... 106
Gambar 2.25 Regenerator Tipe Rotari ................................................................................ 108
Gambar 2.26 Sistem Regenerator Dengan Tiga Mtriks Fiks Tersusun Secara Paralel ...... 119
Gambar 2.27 Single Pass Tube Side Heat Exchangher ...................................................... 110
Gambar 2.28 Multi Pass Tube Side Heat Exchanger ......................................................... 110
Gambar 2.29 Skema Counterflow Heat Exchanger ............................................................ 111
Gambar 2.30 Kurva Perubahan Temperatur Fluida Pada Counterflow .............................. 111
7
Gambar 2.31 Skema Paralel Flow Heat Exchanger ............................................................ 112
Gambar 2.32 Kurva Perubahan Temperatur Fluida Pada Paralel Flow Heat Exchanger ... 112
Gambar 2.33 (a) Heat Exchanger Tipe Plat, (b) Heat Exchanger Tipe Serpentine (Single
Tube) .............................................................................................................. 114
Gambar 2.34 Distribusi Perpindahan Panas Pada Crossflow Heat Exchanger ................... 114
Gambar 2.35 (a) Heat Exchanger Tipe Single-pass Split Flow,
(b) Distribusi Temperatur pada Split Flow Heat Exchanger ........................ 114
Gambar 2.36 (a) Heat ExchangerTipe Single-pass Divided Flow,
(b) Distribusi Temperatur pada Divided Flow Heat Exchanger .................... 115
Gambar 2.37 Skema Heat Exchanger Tipe Multipass. (a) Susunan seri,
(b) Susunan paralel, (c) susunan kombinasi .................................................. 116
Gambar 2.38Proses Pembentukan Steam dari Panas Uap Hasil Reaktor ......................... 118
Gambar 4.1Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor A .................................................................................................. 125
Gambar 4.2.Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor B .................................................................................................. 126
Gambar 4.3.Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor C .................................................................................................. 127
Gambar 4.4.Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor D .................................................................................................. 128
Gambar 4.5 Perbandingan Laju Alir Steam 6s Pada Steam Drum ...................................... 130
Gambar 4.6 Perbandingan Laju Alir Steam 3,5s Pada Steam Drum ................................... 131
8
BAB 1
PENDAHULUAN
9
1.3. Manfaat Tugas Khusus
Manfaat dari tugas khusus mengenai analisa kondensor ini ialah mampu
menganalisa koefisien perpindahan panas pada kondensor dan pengaruh clogging
yang terjadi akibat blackout. Analisa tersebut dapat dijadikan sebagai pertimbangan
dalam mengevaluasi dan meningkatkan efisiensi perpindahan panas pada kondensor.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Heat Exchanger
Heat exchanger adalah alat penukar panas yang dapat digunakan untuk
memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida
lain. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase cair ke fase
cair atau dari fase uap ke fasa cair. Heat Exchanger dapat diklasifikasikan menurut
berbagai aspek, seperti tertera pada diagram berikut ini
11
Menurut Shah dkk. (2003), macam-macam Heat Exchanger berdasarkan
proses transfer panasnya dapat dibedakan menjadi:
1. Heat Exchanger Tipe Kontak Tak Langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan fluida-fluida yang saling bertukar
panas dengan adanya lapisan dinding yang memisahkan fluida-fluida
tersebut. Sehingga pada heat exchanger jenis ini tidak akan terjadi kontak
secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat. Heat exchangerjenis ini
masih dibagi menjadi beberapa jenis lagi, yaitu:
Heat Exchanger Tipe recuperator
Pada heat exchanger tipe ini, fluida-fluida kerja mengalir secara
terus-menerus dan saling bertukar panas dari fluida panas ke fluida
yang lebih dingin dengan melewati dinding pemisah. Yang
membedakan heat exchangertipe ini dengan tipe kontak tak
langsung
lainnya adalah aliran fluida-fluida kerja yang terus-menerus
mengalir tanpa terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe ini sering
disebut juga dengan heat exchanger recuperator.
Storage Type Exchanger
Heat exchanger tipe ini memindahkan panas dari fluida panas ke
fluida dingin secara intermittent (bertahap) melalui dinding
pemisah. Sehingga pada jenis ini, aliran fluida tidak secara terus-
menerus terjadi, ada proses penyimpanan sesaat sehingga energi
panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisah antara
fluida-fluida tersebut. Tipe ini biasa pula disebut
dengan regenerative heat exchanger.
Fluidized-Bed Heat Exchanger
Heat exchanger tipe ini menggunakan sebuah komponen solid
yang berfungsi sebagai penyimpan panas yang berasal dari fluida
panas yang melewatinya. Fluida panas yang melewati bagian ini
akan sedikit terhalang alirannya sehingga kecepatan aliran fluida
panas ini akan menurun, dan panas yang terkandung di dalamnya
dapat lebih efisien diserap oleh padatan tersebut. Selanjutnya
fluida dingin mengalir melalui saluran pipa-pipa yang dialirkan
12
melewati padatan penyimpan panas tersebut, dan secara bertahap
panas yang terkandung di dalamnya ditransfer ke fluida dingin.
13
diikuti dengan proses kondensasi maupun evaporasi. Salah satu
penggunaan heat exchanger ini adalah pada sebuah alat pembangkit listrik
tenaga surya berikut.
14
Gambar 2.4 Wet Cooling Tower
Liquid-Vapour Exchanger
Perpindahan panas yang terjadi antara dua fluida berbeda fase yakni
uap air dengan air, yang juga diikuti dengan pencampuran sejumlah
massa antara keduanya, termasuk ke dalam heat exchanger tipe kontak
langsung. Heat exchanger tipe ini dapat berfungsi untuk menurunkan
temperatur uap air dengan jalan menyemprotkan sejumlah air ke dalam
aliran uap air tersebut (pada boiler proses ini biasa disebut
dengan desuperheater spray; baca artikel berikut), atau juga berfungsi
untuk meningkatkan temperatur air dengan mencampurkan uap air ke
sebuah aliran air (proses ini terjadi pada bagian deaerator pada siklus
pembangkit listrik tenaga uap).
15
Gambar 2.5 Pengolahan Gas alam Melibatkan Multi Fluid Heat Exchanger
(Zohuri, 2017)
16
Gambar 2.6 Klasifikasi Heat Exchanger Berdasarkan Luas Permukaan Perpindahan Panas
(Lienhard, 2000)
17
untuk penggunaan pada fluida kerja gas-cair atau juga gas-gas, khusus
untuk digunakan pada kondisi fluida kerja bertekanan dan
bertemperatur tinggi sehingga tidak ada jenis heat exchanger lain yang
mampu untuk bekerja pada kondisi tersebut. Berikut adalah beberapa
jenis heat exchanger tipe tubular:
1. Shell & Tube
Heat exchanger tipe shell & tube menjadi satu tipe yang
paling mudah dikenal. Tipe ini melibatkan tubesebagai komponen
utamanya. Salah satu fluida mengalir di dalam tube, sedangkan
fluida lainnya mengalir di luar tube. Pipa-pipa tube didesain berada
di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut
dengan shell, sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut
berada sejajar dengan sumbu shell.
Gambar 2.7 (a) Satu Jalur Shell, Satu Jalur Tube, (b) Satu Jalur Shell, Dua
Jalur Tube
Komponen-komponen utama dari heat exchanger tipe shell & tube adalah
sebagai berikut:
18
Tube. Pipa tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak
digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian pipa tube dapat
bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang dihadapi.
Gambar 2.8 Macam-macam Rangkaian Pipa Tube Pada Heat Exchanger Shell
& Tube
Shell. Bagian ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain
yang mengalir di dalam tube. Umumnya shell didesain berbentuk silinder dengan
penampang melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika
diameter desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih
dari 0,6 meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan
disambung dengan proses pengelasan.
19
Gambar 2.9 Tipe-tipe Desain Front-End Head, Shell, dan Rear-End Head
20
Nozzle. Titik masuk fluida ke dalam heat exchanger, entah itu
sisi shell ataupun sisi tube, dibutuhkan sebuah komponen agar fluida kerja dapat
didistribusikan merata di semua titik. Komponen tersebut adalah nozzle. Nozzle
ini berbeda dengan nozzle-nozzle pada umumnya yang digunakan pada mesin
turbin gas atau pada berbagai alat ukur. Nozzle pada inlet heat exchanger akan
membuat aliran fluida yang masuk menjadi lebih merata, sehingga didapatkan
efisiensi perpindahan panas yang tinggi.
Front-End dan Rear-End Head. Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuk
dan keluar dari fluida sisi pipa tubing. Selain itu bagian ini juga berfungsi untuk
menghadapi adanya efek pemuaian. Berbagai tipe front-end dan rear-end
head ditunjukkan pada gambar 2.
Buffle. Ada dua jenis buffleyang ada pada heat exchangertipe shell & tube,
yakni tipe longitudinal dan transversal. Keduanya berfungsi sebagai pengatur
arah aliran fluida sisi shell.
21
Tubesheet. Pipa-pipa tubing yang melintang longitudinal membutuhkan
penyangga agar posisinya bisa stabil. Jika sebuah heat
exchangermenggunakan buffle transversal, maka ia juga berfungsi ganda
sebagai penyangga pipa tubing. Namun jika tidak menggunakan buffle, maka
diperlukan penyangga khusus.
2. Double-Pipe
Heat exchanger ini menggunakan dua pipa dengan diameter yang berbeda. Pipa
dengan diameter lebih kecil dipasang paralel di dalam pipa berdiameter lebih besar.
Perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja yang satu mengalir di dalam pipa
diameter kecil, dan fluida kerja lainnya mengalir di luar pipa tersebut. Arah aliran
fluida dapat didesain berlawanan arah untuk mendapatkan perubahan temperatur
yang tinggi, atau jika diinginkan temperatur yang merata pada semua sisi
dinding heat exchanger maka arah aliran fluida dapat didesain searah.
(Kern, 1965)
3. Spiral Tube
Heat exchanger tipe ini menggunakan pipa tubeyang didesain membentuk spiral di
dalam sisi shell. Perpindahan panas pada tipe ini sangat efisien, namun di sisi
hampir tidak mungkin untuk melakukan pembersihan sisi dalam tube apabila kotor.
22
Gambar 2.11 Heat Exchanger Tipe Spiral
23
Gambar 2.12 Heat Exchanger Tipe Plat Dengan Gasket
Gasket berfungsi utama sebagai pembagi aliran fluida agar dapat mengalir ke
plat-plat secara selang-seling. Gambar di bawah ini menunjukkan desain gasket
sehingga di satu sisi plat fluida 1 masuk ke area plat yang (a), sedangkan gasket
yang lain mengarahkan fluida 2 agar masuk ke sisi plat (b).
24
Gambar 2.13 Desain Gasket Untuk Pendistribusian Fluida Kerja
Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang cukup murah dengan koefisien
perpindahan panas yang baik. Selain itu tipe ini juga mudah dalam hal
perawatannya, karena proses bongkar-pasang yang lebih mudah jika
dibandingkan tipe lain seperti shell & tube. Namun di sisi lain, tipe ini tidak
cocok jika digunakan pada aliran fluida dengan debit tinggi. Dan seperti yang
telah saya singgung di atas bahwa heat exchanger tipe ini tidak cocok digunakan
pada tekanan dan temperatur kerja fluida yang tinggi, hal ini berkaitan dengan
kekuatan dari material gasket yang digunakan.
b. Welded Plate Heat Exchanger (WPHE).
Satu kelemahan yang paling mendasar dari heat exchanger plat dengan
gasket, adalah adanya penggunaan gasket tersebut. Hal tersebut membatasi
kemampuan heat exchanger sehingga hanya fluida-fluida jenis tertentu yang
dapat menggunakan heat exchanger tipe ini. Untuk mengatasi hal tersebut,
digunakanlah heat exchanger tipe plat yang menggunakan sistem pengelasan
sebagai pengganti sistem gasket. Sehingga heat exchanger tipe ini lebih aman
jika digunakan pada fluida kerja dengan temperatur maupun tekanan kerja
25
tinggi. Hanya saja tentu heat exchanger tipe ini menjadi kehilangan
kemampuan fleksibilitasnya dalam hal bongkar-pasang dan perawatan (Shah,
2003).
26
c. Spiral Plate Heat Exchanger
Heat exchanger tipe ini menggunakan desain spiral pada susunan platnya,
dengan menggunakan sistem sealing las. Aliran dua fluida di dalam heat
exchanger tipe ini dapat berbentuk tiga macam yakni (1) dua aliran fluida
spiral mengalir berlawanan arah (counterflow), (2) satu fluida mengalir spiral
dan yang lainnya bersilangan dengan fluida pertama (crossflow), (3) satu
fluida mengalir secara spiral dan yang lainnya mengalir secara combinasi
antara spiral dengan crossflow.
Heat exchanger tipe ini sangat cocok digunakan untuk fluida dengan
viskositas tinggi atau juga fluida yang mengandung material-maerial pengotor
yang dapat menimbulkan tumpukan kotoran di dalam elemen heat exchanger. Hal
ini disebabkan karena desainnya yang satu lintasan, sehingga apabila terjadi
penumpukan kotoran di satu titik, maka secara alami kecapatan aliran fluida pada
titik tersebut akan meningkat, sehingga kotoran tadi akan terkikis sendiri oleh
fluida kerja tersebut. Karena kelebihan inilah sehingga heat exchanger tipe ini
sangat cocok untuk digunakan pada fluida kerja dengan viskositas sangat tinggi,
fluida slurries (semacam lumpur), air limbah inidustri, dan sejenisnya.
d. Lamella Heat Exchanger
Lamella heat exchanger tersusun atas sebuah shell berbentuk silindris dengan
elemen berdesain khusus berada di dalamnya. Elemen dengan desain khusus
27
ini disebut dengan Lamella. Di antara elemen lamella dengan sisi shell dibatasi
dengan sistem sealing berupa gasket.
Lamella Heat Exchanger memiliki berat total yang lebih ringan daripada heat
exchanger tipe shell & tube dengan beban kerja yang sama. Tipe ini juga dapat
bekerja pada temperatur yang tinggi apabila gasket yang digunakan tepat,
yakni hingga 500oC jika menggunakan gasket berbahan non-asbestos.
Penggunaan heat exchanger tipe ini biasanya ada pada industri kertas, industri
kimia, serta industri lain yang sejenisnya.
e. Printed-Circuit Heat Exchanger
Heat exchanger tipe selanjutnya ini berdesain khusus seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah. Proses pembuatannya menggunakan
berbagai jenis plat dari material stainless steel, titanium, tembaga, aluminium,
28
atau yang lainnya, dengan jalan mirip proses kimia pada pembuatan sirkuit
PCB rangkaian elektronika. Heat exchanger tipe ini cocok digunakan pada
pemrosesan kimia, pemrosesan bahan bakar, mesin pendingin, industri
separasi udara, komponen pendingin kompresor, dan lain sebagainya.
29
Gambar 2.19 (a) Single flow, (b)Multiple Flow, (c) Vessel, (d) Spot-Welded
Econocoil Bank
30
lama dan efektif. Berikut adalah dua macam desain heat
exchanger dengan sirip:
a. Heat Exchanger Plat Dengan Sirip. Heat exchanger tipe ini
merupakan modifikasi dari heat exchanger tipe plat yang diberi
tambahan sirip. Prinsip desainnya adalah penggunaan sirip
yang berbentuk segitiga ataupun kotak yang dipasangkan di
antara dua plat paralel.
Salah satu aplikasi heat exchanger plat dengan sirip dapat kita lihat pada
gambar di atas, yakni sebuah heat exchanger yang berfungsi untuk merubah
gas refrigerant agar kembali ke fase cair dengan media pendingin udara. Pada
kondensor ini ada dua bentuk sirip, yang pertama berukuran kecil dan terpasang
memanjang sejajar dengan panjang plat. Sisi tersebut menjadi jalur aliran fluida
refrigerant. Sirip yang kedua berukuran lebih besar berbentuk segitiga dan
terpasang di antara dua plat yang mengalirkan refrigerant. Udara sebagai fluida
pendingin mengalir melewati sirip-sirip segitiga tersebut dan menciptakan aliran
yang tegak lurus (cross-flow) dengan aliran refrigerant.
31
Gambar 2.21 Macam-Macam Desain Sirip Heat Exchanger Plat (a) Segitiga,
(b) Segiempat, (c) Gelombang, (d) Offset, (e) Multilouver, (f) Berlubang
32
Gambar 2.22 (a) Tube Sirip Individual, (b) Tube Sirip Kontinyu
33
Gambar 2.24 Tubing Dengan Sirip di Dalam
Heat exchanger dengan tubing bersirip ini digunakan jika salah satu
fluida memiliki tekanan kerja dan temperatur yang lebih tinggi daripada
fluida kerja yang lainnya. Sehingga dengan adanya sirip tersebut terjadi
perpindahan panas yang efisien. Aplikasi tubing dengan sirip ini digunakan
seperti pada kondensor dan evaporator pada mesin pendingin (air
conditioning), kondensor pada pembangkit listrik tenaga uap, pendingin oli
pada pembangkit listrik, dan lain sebagainya.
b. Regenerator
Regenerator adalah salah satu desain heat exchanger dengan sistem storage,
yang berarti energi panas yang berasal dari fluida pertama tersimpan
sementara sebelum panas tersebut ditransfer ke fluida kedua. Sebagai
komponen utamanya, regenerator tersusun atas elemen-elemen penyimpan
panas yang biasa disebut dengan matriks.
Regenerator memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
34
regenerator. Rotor tersebut berputar dengan kecepatan tertentu.
Aliran dua atau lebih fluida dipisahkan oleh sistem radial seal. Gas
panas melewati matriks untuk diserap panas yang dikandung di
dalamnya. Selanjutnya karena gerakan berputar dari rotor tersebut
maka matriks yang sudah menyerap panas akan dialiri oleh gas
dingin sehingga panas tersebut diserap olehnya.
35
Gambar 2.26 Contoh Sistem Regenerator Dengan Tiga Mtriks Fiks Tersusun
Secara Paralel
(Lienhard, 2000)
36
Gambar 2.27 Single Pass Tube Side Heat Exchanger
37
Fluida yang mengalir di dalam sebuah heat exchanger bisa berupa single-pass atau
juga multi-pass. Dikatakan single-passyakni apabila fluida mengalir hanya satu kali di
dalam heat exchanger. Sedangkan dikatakan multi-pass apabila fluida mengalir lebih
dari satu kali di dalam sebuah heat exchanger. Dari konsep multi-pass tersebut, berikut
adalah beberapa tipe heat exchanger berdasarkan bentuk aliran fluida:
a. Heat Exchanger Tipe Single-Pass
Counterflow Heat Exchanger
Fluida-fluida yang mengalir pada heat exchanger tipe ini berada saling sejajar,
akan tetapi memiliki arah yang saling berlawanan. Desain ini menghasilkan
efisiensi perpindahan panas yang paling baik diantara jenis heat
exchanger yang lain. Hal ini disebabkan karena fluida dingin yang masuk ke
dalam exchanger akan bertemu dangan fluida sumber panas yang akan keluar
dari exchanger, dimana fluida ini sudah mengalami penurunan panas. Begitu
pula pada sisi outlet fluida yang dipanaskan, ia akan dipanaskan oleh fluida
sumber panas yang baru saja masuk ke exchanger tersebut (Lienhard, 2000).
38
Fluida-fluida kerja pada heat exchanger tipe ini mengalir sejajar dan
memiliki arah aliran yang sama antara fluida satu dengan yang lainnya.
Fluida-fluida tersebut masuk dan keluar heat exchanger melalui sisi
yang sama
39
dengan tipe yang lain menyebabkan lebih sulitnya terbentuk kerak di dalam
elemennya.
Membantu mencapai fase terbentuknya nucleat boilingpada proses
pembentukan uap air.
Jika dibutuhkan efisiensi perpindahan panas yang rendah dan laju perpindahan
panas yang stabil di sepanjang permukaan elemen heat exchanger.
Gambar 2.33 (a) Heat Exchanger Tipe Plat, (b) Heat Exchanger Tipe
Serpentine (Single Tube)
40
Gambar 2. Distribusi Perpindahan Panas Pada Crossflow Heat Exchanger
Gambar 2. (a) Heat Exchanger Tipe Single-pass Split Flow, (b) Distribusi Temperatur pada
Split Flow Heat Exchanger
Divided flow Heat exchanger
41
Pada tipe ini, salah satu fluida masuk ke sisi shell melalui inlet yang
terletak pada tengah-tengah heat exchanger. Di dalam sisi shell,
fluida ini mengalir ke dua arah dan keluar melalui dua outlet. Fluida
yang lain mengalir lurus pada sisi tube (Lienhard, 2000).
42
(Mukherjee, 1998)
Gambar 2.37 Skema Heat Exchanger Tipe Multipass. (a) Susunan seri, (b)
Susunan paralel, (c) susunan kombinasi
43
lokal, melainkan panas itu merambat ke atau dari bagian lainbenda atau tempat
lain. Peristiwa ini disebut perindahan panas
Perpindah panas adalah suatu proses yang dinamis, yaitu panas dipindahkan
secara spontandari satukondisi ke kondisi lain yang suhunya lebih rendah.
Kecepatan pindah panas ini akanbergantung pada perbedaan suhu antar kedua
kondisi. Semakin besar perbedaan, makasemakin besar kecepatan pindah panasnya.
Koefisien pindah panas digunakan dalam perhitungan perpindahan panas atau
perubahan fase antara cair dan padat. Koefisien pindah panas banyak
dimanfaatkan dimana:
44
2.3. Deskripsi Proses Dari Sistem Yang Ditinjau
Gambar 2.38 Proses Pembentukan Steam dari Panas Uap Hasil Reaktor
Gambar tersebut merupakan diagram alir proses pembentukan steam yang
berasal dari uap hasil reaktor oksidasi di plant crude terephtalic acid (CTA).
Reakasi oksidasi pembentukan terephtalic acid merupakan reaksi eksotermis,
sehingga ada panas yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Untuk menjaga suhu
reaktor tetap pada suhu operasinya yaitu 195℃, maka diperlukan sistem
pendingin agar panas yang dihasilkan dari reaksi tidak menaikkan suhu di dalam
reaktor.
Kondensor yang terdiri dari 4 unit, dipasang pada keluaran reaktor. Uap yang
dihasilkan dari reaktor tersebut dialirkan menuju kondensor A, yang kemudian
akan diturunkan suhu nya hingga 181℃. Panas laten yang dihasilkan dari proses
kondensasi tersebut, dialirkan menuju steam drum pertama untuk membangkitkan
steam dengan tekanan 6 kg/cm2. Kemudian, uap yang masih belum terkondensasi
di kondensor A, akan dialirkan menuju kondensor B hingga kondensat keluar
45
dengan suhu 162℃. Panas laten yang dihasilkan dari proses kondensasi di
kondensor B akan dialirkan menuju steam drum kedua untuk membangkitkan
steam dengan tekanan 3,5 kg/cm2. Dari kondensor B, uap yang masih belum
terkondensasi akan dialirkan menuju kondensor C dan akan diturunkan suhu nya
hingga 126℃. Panas laten yang dihasilkan dari proses kondensasi tersebut akan
dialirkan ke steam drum ketiga untuk membangkitkan steam dengan tekanan 0,5
kg/cm2. Lalu, uap dari kondensor C yang masih belum terkondensasi, dialirkan
menuju vacuum steam drum kemudian masuk ke kondensor D. Kondensat yang
keluar dari kondensor D memiliki suhu 125℃. Pada kondensor D, uap yang masih
belum terkondensasi akan dialirkan menuju high pressure absorber. Seluruh hasil
kondensat ditampung di dalam condensate tank yang kemudian akan
disirkulasikan kembali menuju reaktor oksidasi (PT. MCCI, 2015).
2.4. Sistem Kontrol pada CTA Reactor (D-1731)
Sistem kontrol yang ada di dalam CTA reactor (D-1731) adalah supply oksigen
dan burner. Supply oksigen digunakan sebagai reaktan yang berfungsi sebagai
oksidator sednagkan burner di kontrol untuk menambah atau mengurangi
katalis yang masuk ke dalam reaktor. Burner harus di kontrol stabil karena
apabila katalis terlalu rendah maka suhu reaksi akan turun tidak sesuai kondisi
operasi dan menyebabkan reaksi tidak bagus. Banyaknya supply oksigen dan
burner dikontrol sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan, biasanya
diinginkan produk CTA dengan komurnian 27% dengan pengotor 4-CBA tidak
lebih dari 3000 ppm.
46
BAB III
METODOLOGI
Data-data yang didapatkan dari DCS seperti suhu keluaran reaktor, suhu inlet dan
outlet tiap kondensor, specific heat fluida, laju alir fluida dan panas laten, diolah
menggunakan Microsoft Excel. Mula-mula, menghitung nilai log mean temperatur difference
(LMTD), kemudian menghitung nilai heat duty (Q) yang diperoleh dari kalor laten hasil
kondensasi uap keluaran reaktor, sehingga didapatkan nilai koefisen perpindahan panas (UA)
dengan persamaan:
(Kern, 1965)
Setelah didapatkan nilai UA, membuat grafik perbandingan UA terhadap waktu saat
sebelum dan sesudah terjadi blackout.
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Menganalisa Nilai Koefisien Perpindahan Panas Saat Sebelum dan Sesudah
Blackout
Data perpindahan panas pada shell dan tube sebelum dan sesudah blackout pada kondensor
A, B, C dan D
Tabel 4.1 Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor A
Time T (℃)
Tube side Shell side UA
In Out In Out Shell
03/04/2018 01.05 180,2104 164,4 164,4 1131418
193,8153
03/04/2018 07.05 180,4155 164,4 164,4 1114789
193,8735
03/04/2018 13.05 180,4996 164,4 164,4 1115920
194,2444
03/04/2018 19.05 180,0815 164,4 164,4 1139058
193,8911
07/04/2018 01.05 91,97924 164,4 164,4 unidentified
183,6653
07/04/2018 07.05 87,26385 164,4 164,4 unidentified
170,3041
07/04/2018 13.05 90,17776 164,4 164,4 2802,23
160,8152
07/04/2018 19.05 114,5756 164,4 164,4 -3812,6
161,8388
14/04/2018 01.05 126,2321 164,4 164,4 -1258,12
113,8018
14/04/2018 07.05 122,0449 164,4 164,4 -859,016
81,15293
14/04/2018 13.05 114,3354 164,4 164,4 -951,197
81,81488
14/04/2018 19.05 65,90457 164,4 164,4 -510,953
38,28681
48
Tabel 4.2 Data Perubahan Suhu dan Koefisien perpindahan Panas Shell di kondensor B
Time T (℃)
Tube side Shell side UA
In Out In Out Shell
03/04/2018 01.05 180,2104 160,864 147,3 147,3 1166067
-
07/04/2018 01.05 91,97924 68,38091 147,3 147,3 881,551
-
07/04/2018 07.05 87,26385 50,13139 147,3 147,3 766,181
-
14/04/2018 01.05 126,2321 69,59241 147,3 147,3 1312,22
-
14/04/2018 07.05 122,0449 56,9111 147,3 147,3 1044,67
-
14/04/2018 13.05 114,3354 73,76613 147,3 147,3 1254,67
-
14/04/2018 19.05 65,90457 89,52785 147,3 147,3 850,481
49
Tabel 4.3 Data Perubahan Suhu dan koefisian perpindahan panas Shell di kondensor C
Time T (℃)
Tube side Shell side UA
In Out In Out Shell
03/04/2018 01.05 160,863968 125,5107 110,1 110,1 761828,2
50
Tabel 4.4 Data Perubahan Suhu dan koefisian perpindahan panas Shell di kondensor D
Time T (℃)
Tube side Shell side UA
In Out In Out Shell
03/04/2018 01.05 125,5107 41,05807 34,67597 39 7215,636
51
Dari hasil perhitungan dari data-data yang ada dengan menggunakan microsoft
excel, diperoleh hasil trend nilai koefisien perpindahan panas (UA) sebagai berikut
1200000
1100000
UA(kcal/h℃)
1000000
After Cleaning
Before BO CA Cleaning Average UA
900000
BLACKOUT
700000
600000
23/03/2018 00.00
29/03/2018 00.00
04/04/2018 00.00
10/04/2018 00.00
16/04/2018 00.00
22/04/2018 00.00
28/04/2018 00.00
04/05/2018 00.00
time
Gambar 4.1. Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor A
52
Perbandingan Nilai UA Terhadap Waktu Pada Kondensor B
1400000
1300000 After BO
Average UA 493999,8
kcal/h℃
1200000
UA(kcal/h℃)
1100000
After Cleaning
Average UA
CA Cleaning
1000000 Blackout
Before BO 1167356 Kcal/h℃
Average UA
900000 1118297 Kcal/h℃
800000
23/03/2018 00.00
29/03/2018 00.00
04/04/2018 00.00
10/04/2018 00.00
16/04/2018 00.00
22/04/2018 00.00
28/04/2018 00.00
04/05/2018 00.00
Time
Gambar 4.2. Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor B
53
Perbandingan Nilai UA Terhadap Waktu Pada Kondensor C
940000
After BOBO
After
840000
AverageAverage
UA 638783,6
UA
740000 kcal/h℃
640000
UA(kcal/h℃)
540000
CA Cleaning
Blackout
440000
340000
240000
140000
40000
23/03/2018 00.0029/03/2018 00.0004/04/2018 00.0010/04/2018 00.0016/04/2018 00.0022/04/2018 00.0028/04/2018 00.0004/05/2018 00.00
Time
Gambar 4.3. Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor C
54
Perbandingan Nilai UA Terhadap Waktu Pada Kondensor
D
14500
12500
After BO
Average UA 7000
10500
kcal/h℃
UA (kcal/h℃)
8500
6500
CA Cleaning
Blackout
4500
2500
500
23/03/2018 00.00
29/03/2018 00.00
04/04/2018 00.00
10/04/2018 00.00
16/04/2018 00.00
22/04/2018 00.00
28/04/2018 00.00
04/05/2018 00.00
Time
Gambar 4.4. Perbandingan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Waktu Pada
Kondensor D
Pada trend nilai koefisien perpindahan panas di setiap kondensor, dapat dilihat bahwa
terjadi penurunan trend secara mendadak. Hal ini disebabkan pada rentang waktu tersebut,
terjadi clogging yang menurunkan nilai UA karena adanya pengurangan daya listrik akibat
dari blackout dalam operasional serta pengurangan supply feed di plant CTA PT. MCCI.
Saat terjadi blackout, PT. MCCI harus mengurangi beban listrik untuk operasional
alat-alat proses karena emergency diesel engine (EDG) yang dimiliki hanya dapat
menanggung setengah dari total kebutuhan listrik operasional pabrik. Hal ini menyebabkan
motor yang menggerakan agitator pada reaktor oksidasi CTA harus dihentikan karena tidak
ada supply listrik yang menggerakannya, sehingga reaksi yang membentuk slurry TA tidak
dihomogenisasi oleh agitator tersebut dan TA yang tidak larut akan membentuk scale di dasar
reaktor dengan ketebalan sekitar 0.5 meter. Scale tersebut menyebabkan umpan yang
dimasukkan ke dalam reaktor harus dikurangi, yang tadinya sebanyak 950 ton/jam menjadi
700 ton/jam. Jumlah umpan yang dimasukan semakin sedikit maka jumlah steam yang
terbentuk pada steam drum pun akan semakin sedikit karena uap yang dihasilkan oleh reaktor
55
untuk dikondensasikan dan panas latennya digunakan untuk membangkitkan steam semakin
sedikit
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat terdapat nilai koefisien perpindahan panas
(UA) yang posisinya lebih rendah dari batas normalnya. Pada zona tersebut, dapat diketahui
adanya kondisi clogging. Clogging akan menyebabkan kalor yang dihasilkan untuk
membangkitkan steam menjadi lebih kecil, karena umpan yang dimasukkan ke dalam reaktor
semakin sedikit jumlahnya. Sehingga koefisien perpindahan panasnya juga akan semakin
kecil. Hal ini sesuai dengan persamaan , dimana nilai kalor yang dihasilkan (Q)
berbanding lurus dengan nilai koefisien perpindahan panas (UA) pada setiap kondensor
(Kern, 1965). Nilai Q tersebut diperoleh dari panas laten yang dihasilkan dari proses
kondensasi uap keluaran reaktor.
Steam yang dihasilkan dari steam drum akan dialirkan menuju steam turbin generator
untuk membantu mengurangi beban listrik dari PT. PLN sehingga dapat menekan operational
cost pabrik. Masing-masing steam menghasilkan daya listrik yang berbeda-beda. Untuk 1
ton/jam steam 6 kg/cm2 dapat menghasilkan daya listrik hingga 160kW. Sedangkan steam
3,5 kg/cm2 dapat menghasilkan daya listrik hingga 120 kW.
Namun, akibat dari clogging koefisien perpindahan panas di dalam kondenser
menjadi lebih rendah yang menyebabkan panas laten yang dihasilkan untuk membangkitkan
steam akan berkurang. Bila steam yang dihasilkan semakin sedikit jumlahnya, maka
kapasitas listrik yang dihasilkan juga akan berkurang dan menyebabkan konsumsi listrik dari
PT. PLN akan semakin besar, dimana harga 1 kW listrik adalah 74,05 US$/MWh sehingga
hal tersebut menaikkan operational cost pabrik. Perhitungan kerugian akibat berkurangnya
supply steam ke steam turbine generator sebagai berikut:
56
Laju Alir Steam 6s
60
55
Laju alir (ton/jam)
50
After BO
45 (clogging)
Before BO
40
35
30
57
Laju alir steam 3,5 kg/cm2
45
Laju alir (ton/jam)
After BO
40
(clogging)
Before BO
35
30
25
Axis Title
Gambar 4.6 Perbandingan Laju Alir Steam 3,5s Pada Steam Drum
Sehingga, besarnya kerugian akibat penurunan steam yang dihasilkan dapat
dihitung sebagai berikut:
- Steam 3,5 kg/cm2 menghasilkan 120 kWh untuk setiap ton/jam
Selisih penurunan = 43 ton/jam – 33 ton/jam = 10 ton/jam
120 kWh = 0,12 MWh
Karena clogging tersebut menyebabkan kerugian yang cukup besar, pabrik CTA 1 harus stop
operasi dan melakukan CA cleaning terhadap rekator dan kondensor yang mengalami
scalling dengan larutan NaOH 7% untuk menghilangkan scale yang menghambat
pembentukan steam untuk pembangkit listrik dan jumlah produk yang dihasilkan.
58
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Blackout yang terjadi dapat menyebabkan agitator tidak bekerja karena supply listrik
tidak memadai sehingga tidak ada yang melarutkan TA yang ada di dalam reaktor, sehingga
TA membentuk scalling di reaktor sehingga umpan yang dimasukkan ke dalam reaktor
semakin sedikit dan panas laten yang dihasilkan untuk membangkitkan steam pun semakin
sedikit. Akibatnya, steam yang dihasilkan untuk menggerakan steam turbin generator
penghasil listrik berkurang dan penggunaan listrik dari PT. PLN semakin besaryang
mengakibatkan kerugian cukup besar.
5.2. Saran
Menyediakan back up system untuk listrik yang lebih memadai agar jika terjadi
blackout, agitator tidak akan mati terlalu lama yang menyebabkan slurry TA menjadi scale di
dalam reaktor dan alat-alat yang penting dalam operasi tidak mati sehingga mengurangi
masalah dalam proses.
59
DAFTAR PUSTAKA
Kern, Donald Q.1965. Process Heat Transfer. McGraw-Hill Book Company. Tokyo, Japan.
Lienhard, John H. 2000. A Heat Transfer Textbook: Third Edition. J.H. Lienhard V.
Massachusetts. USA
Mitsubishi Chemical Indonesia. 2014. Website PT. MCCI. Diakses pada tanggal 1
November 2018
Mukherjee, Rajiv. 1998. Chemical Engineering Progress: Shell and Tube Heat Exchanger.
American Institute of Chemical Engineers.
PT. MCCI. (2015). Deskripsi Proses Pembentukan PTA dan CTA. PT. Mitsubishi Chemical
Indoensia
Shah, Ramesh K, Dusan P. Sekulic. 2003. Fundamental of Heat Exchanger Design. John
Wiley & Sons. New York. USA
Zohuri, Bahman. 2017. Compact Heat Exchangers. Springer International Publishing.
Switzerland
60