Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PENELITIAN

HALAMAN JUDUL

MODIFIKASI TAPIOKA DENGAN PROSES HIDROLISA, ESTERIFIKASI DAN


ETANOL BERBANTUAN PENGERINGAN DARI IRRADIASI UV DAN OVEN
UNTUK MENINGKATKAN DAYA KEMBANG

Disusun oleh:
RATNA JUWITA SARI NIM. 21030115140162
WIWIK DWI NOVIA KUMALA NIM. 21030115120032

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

Hari, tanggal :
Nama, NIM : 1. Ratna Juwita Sari 21030115140162
2. Wiwik Dwi Novia K. 21030115120032
Judul : “Modifikasi Tapioka dengan Proses Hidrolisa, Esterifikasi dan Etanol
Berbantuan Pengeringan Dari Irradiasi UV dan Oven untuk Meningkatkan
Daya Kembang”

Semarang, Juni 2018


Telah menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Siswo Sumardiono, S.T., M.T.


NIP.197509152000121001

ii
RINGKASAN

Ubi kayu adalah semak berkayu abadi dengan akar umbi di keluarga
Euphorbiacaea (alves, 2002). Pada umumnya, ubi kayu adalah sumber dari karbohidrat,
riboflavin dan nicotinic acid namun bukan sumber protein (Westby, 2002). Pati adalah
komponen utama dari akar ubi kayu dan dapat mencapai 80% berat kering akar (Otomo &
Ajibola, 2003). Secara alami diharapkan bahwa kualitas produk berbasis ubi kayu
sebagian besar ditentukan oleh kualitas pati (Fan Zhu, 2014. Pati sendiri adalah
polisakarida yang terbentuk dalam bentuk granula yang berasal dari tanaman tingkat tinggi
dan menyediakan sekitar 70 - 80 % kalori yang di konsumsi oleh manusia di seluruh dunia
(Whistler dan Bemiller, 1997). Pemanfaatan pati belumlah maksimal dikarenakan ada
beberapa sifatnya yang tidak diinginkan, sehingga harus dilakukan modifikasi terhadap
pati tersebut.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pati yang
dimodifikasi dengan cara hidrolisis asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol.
Secara spesifik, tujuan dari penelitian ini antara lain (i ) mengkaji perbandingan swelling
power, sollubility dan baking expansion modifikasi tapioka dengan metode hidrolisis
dengan asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol berbantuan pengeringan irradiasi
UV dan pengeringan oven (ii) mengkaji perbandingan bentuk permukaan granula pati
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) antara modifikasi tapioka metode
hidrolisis dengan asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol berbantuan
pengeringan irradiasi UV dan pengeringan oven dan (iii) Mengkaji perbandingan gugus
karbonil dan gugus karboksil menggunakan analisis FTIR antara modifikasi tapioka
dengan metode hidrolisis dengan asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol
berbantuan pengeringan irradiasi UV dan pengeringan oven.
Prosedur penelitian meliputi tiga metode yaitu hidrolisis dengan asam laktat,
esterifikasi dan ethanol serta dua jenis pengeringan yaitu pengeringan rotary UV dan oven.
Untuk metode hidrolisis, mula-mula sebanyak 1000 gram pati tapoka di larutkan ke dalam
larutan asam laktat yang telah dibuat sebelumnya, selanjutnya untuk metode esterifikasi
1000 gram pati dilarutkan ke dalam larutan asam laktat dan kemudian ditambahkan
ethanol sesuai perhitungan, dan untuk metode ethanol 1000 gram pati dilarutkan ke dalam
larutan ethanol yang telah dibuat sebelumnya. Aduk semua bahan selama 20 menit pada
suhu ruang. Selanjutnya hasil dari hidrolisis, esterifikasi dan ethanol tersebut dilakukan
proses penyaringan. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan rotary UV dan oven serta
uji hasil yang meliputi swelling power, solubility, baking ekspansi, SEM dan FTIR.
Dengan penggabungan metode hidrolisis asam laktat dan irradiasi UV dihasilkan
pati dengan daya kembang yang baik dan sesuai untuk industri.Berdasarkan hasil analisa
yang telah dilakukan didapatkan bahwa nilai dari swelling power, solubility, dan baking
ekspansi mengalami peningkatan dari pati tapioka asli. Peningkatan nilai baking
expansion disebabkan oleh sifat hidrofilik pada granula pati sehingga mampu berikatan
dengan hidrogen pada molekul air dan bantuan sinar UV dapat mempengaruhi sifat pati
tersebut.
Hasil analisa terbaik dan hasil yang terbaik ada pada metode hidrolisis dengan
pengeringan rotary UV dengan hasil swelling power, solubility, dan tingkat pengembangan
(baking expansion) berturut-turut sebesar 16,4 gr/gr, 20,4 % dan 4,2 gr/ml. Perlu adanya
analisa sampel kandungan amilosa dan amilopektin dari hasil penelitian serta uji rasa,
tekstur dan gizi terhadap pati modifikasi sebelum di komersialkan skala rumah tangga.

iii
SUMMARY

Cassava is a timeless woody bush with root tubers in the family Euphorbiacaea
(alves, 2002). In general, cassava is a source of carbohydrates, riboflavin and nicotinic acid
but not protein (Westby, 2002). Starch is the main component of cassava root and can reach
80% dry weight of roots (Otomo & Ajibola, 2003). The natural qualities used by starch
quality (Fan Zhu, 2014. Starch itself is a polysaccharide formed in granular form derived
from high-level plants and provides about 70-80% of calories consumed by humans
worldwide (Whistler and Bemiller, 1997 ). The company has not reached its maximum level
because there are some undesirable properties, so modifications to the patience must be
made.
It is commonly used to compare data by way of lactic acid hydrolysis, esterification
and addition of ethanol. This study aims to examine the comparison of modifications by the
method of hydrolysis with lactic acid, esterification and addition of ethanol-aided UV
irradiation drying and oven drying (ii) To examine the comparison of starch granules using
SEM (Scanning Electron Microscope) between the modified tapioca by hydrolysis method
with lactic acid, esterification and addition of ethanol assisted UV irradiation drying and
oven drying with native starch and (iii) studying the comparisoo of carbonyl and carboxyl
groups using FTIR analysis between tapioca modification by hydrolysis method with lactic
acid, esterification and addition of ethanol UV irradiation and oven drying.
The research procedure consists of three methods: hydrolysis with lactic acid,
esterification and ethanol and two types of drying ie UV rotary drying and oven. For the
hydrolysis method, at first 1000 grams of tapoka starch were dissolved into pre-prepared
lactic acid solution, then for esterification method 1000 grams of starch were dissolved into
lactic acid solution and then added ethanol as calculated and for ethanol method 1000 gram
starch is dissolved into a pre-made ethanol solution. Stir all ingredients for 20 minutes at
room temperature. Furthermore, the results of hydrolysis, esterification and ethanol is done
filtering process. Further drying with UV and oven rotary and test results that include
swelling power, solubility, baking expansion, SEM and FTIR.
By combining the method of lactic acid hydrolysis and UV irradiation which is
produced good at baking expansion and suitable for the industry. Based on the result of
analysis, it has been found that the swelling of power, solubility, and baking expansion is
increased from the original tapioca starch. An increase of baking expansion caused by the
hydrophilic properties of the starch granules that are able to bind to hydrogen in water
molecules and the help of UV rays can affect the properties of the starch.
The best results of analysis and results were found in hydrolysis method with UV
rotary waste with result of swelling power, solubility, and baking expansion 16,4 gr / g,
20,4% and 4,2 gr / ml respectively. It is necessary to carry out examples of amylose and
amylopectin analysis from the results of research and taste, texture and nutrition tests on
pressure before household scale.

iv
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T oleh karena berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul : “Modifikasi Pati
Tapioka dengan Proses Hidrolisa, Esterifikasi dan Etanol berbantuan Pengering Rotary
UV untuk Meningkatkan Daya Kembang”.
Proposal ini dapat disusun dengan baik karena ada banyak pihak yang telah membantu
dan mendukung penyusun dalam membuat proposal ini. Pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
 Bapak Dr. Siswo Sumardiono, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing, yang telah
memberi bimbingan dan arahan dalam menyusun proposal ini.
 Bapak Dr. Andri Cahyo Kumoro, S.T., M.T. selaku koordinator dosen pembimbing
penelitian.
 Rekan-rekan dan semua pihak yang membantu dan mendukung penyusunan proposal
ini

Proposal ini adalah proposal terbaik yang dapat dibuat hingga saat ini. Penyusun
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada proposal ini. Maka dari itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar proposal ini dapat diperbarui
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Besar harapan proposal ini dapat memberi manfaat
dan menambah wawasan bagi pembaca.

Semarang, Juni 2018

Penyusun

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................. ii
RINGKASAN .......................................................................................................................... iii
SUMMARY ..............................................................................................................................iv
PRAKATA................................................................................................................................. v
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian....................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
2.1. Karakteristik Pati ......................................................................................................... 7
2.1.1. Granula Pati ......................................................................................................... 7
2.1.2. Amilosa ................................................................................................................ 8
2.1.3. Amilopektin ......................................................................................................... 9
2.2. Proses Gelatinisasi..................................................................................................... 10
2.3. Karakteristik Pati Tapioka......................................................................................... 11
2.4. Modifikasi Pati .......................................................................................................... 13
2.4.1. Modifikasi Fisika ............................................................................................... 13
2.4.2. Modifikasi Kimia ............................................................................................... 14
2.4.3. Modifikasi Enzim............................................................................................... 19
2.5. Modifikasi Pati dengan Esterifikasi menggunakan Asam laktat dan Etanol ............ 19
2.6. Modifikasi Pati dengan Hidrolisis menggunakan Asam laktat ................................. 20
2.7. Modifikasi pati dengan Radiasi UV .......................................................................... 21
2.8. Sifat Fisikokimia dan Rheologi Pati Termodifikasi .................................................. 21
2.9. Kajian Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 27
3.1. Bahan dan Alat .......................................................................................................... 27
3.1.1. Bahan dan Alat pada Metode Esterifikasi .......................................................... 27
3.1.2. Bahan dan Alat pada Metode Hidrolisis ............................................................ 28
3.1.3. Bahan dan Alat pada Metode Etanol ................................................................. 28
3.2. Rancangan Penelitian ................................................................................................ 30
3.2.1. Rancangan Penelitian dengan Metode Esterifikasi ............................................ 30
3.2.2. Rancangan Penelitian dengan Metode Hidrolisis .............................................. 31
3.2.3. Rancangan Penelitian dengan Metode Hidrolisis .............................................. 32
3.3. Variabel ..................................................................................................................... 32
3.3.1. Variabel Tetap .................................................................................................... 32
3.3.2. Variabel Berubah ............................................................................................... 33

vi
3.1. Variabel yang diamati (Respon) ............................................................................ 33
3.4. Prosedur Penelitian .................................................................................................... 35
3.4.1. Tahap Esterifikasi .............................................................................................. 35
3.4.2. Tahap Hidrolisis ................................................................................................. 36
3.4.3. Tahap Etanol ...................................................................................................... 37
3.5. Uji Analisa................................................................................................................. 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 41
4.1. Hasil Percobaan ......................................................................................................... 41
4.2. Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Solubility ................................................................................................. 43
4.3. Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Swelling Power ....................................................................................... 46
4.4. Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Baking Ekspansi ...................................................................................... 50
4.5. Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Ukuran dan Bentuk Granula Pati Melalui Analisa SEM......................... 54
4.6. Perbandingan Tepung Tapioka Termodifikasi Menggunakan berbagai Metode dan
Jenis Pengeringan yang berbeda dengan Tepung Tapioka Murni Menggunakan
FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) .................................................. 58
BAB V PENUTUP .................................................................................................................. 63
5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 63
5.2. Saran .......................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 64
LEMBAR KONSULTASI

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Karakteristik Spesifik Beberapa Jenis Pati ............................................................. 63


Tabel 2.2. Karakteristik Granula Beberapa Jenis Pati ............................................................... 8
Tabel 2.3. Syarat Baku Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-3451-2011 .......................... 11
Tabel 2.4. Standar Kehalusan Tepung Tapioka ....................................................................... 12
Tabel 2.5. Komposisi Tapioka Modifikasi Hidrolisa Asam Dengan Variasi Waktu............... 16
Tabel 2.6. Standar Sifat-Sifat Psikokimia dan Rheologi Tapioka ........................................... 22
Tabel 2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................................... 22
Tabel 3.1.Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metode dalam
Pengeringan UV ...................................................................................................... 33
Tabel 3.2.Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metode dalam
Pengeringan Oven ................................................................................................... 34
Tabel 4.1.Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metode dalam
Pengeringan UV ...................................................................................................... 33
Tabel 4.2.Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metode dalam
Pengeringan Oven ................................................................................................... 33
Tabel 4.3.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Murni ......................................................... 60
Tabel 4.4.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengering Rotary UV .............................................................................................. 61
Tabel 4.5.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengering Oven ....................................................................................................... 61
Tabel 4.6.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Etanol dengan
Pengering Rotary UV .............................................................................................. 61
Tabel 4.7.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengering Oven ....................................................................................................... 62
Tabel 4.8.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Hidrolisa dengan
Pengering Rotary UV .............................................................................................. 62
Tabel 4.9.Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengering Oven ....................................................................................................... 62

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Amilosa ................................................................................................... 9
Gambar 2.2. Struktur Amilpektin ............................................................................................ 10
Gambar 2.3. Ubi Kayu ............................................................................................................. 11
Gambar 2.4. Reaksi Hidrolisis Pati dengan Asam ................................................................... 16
Gambar 2.5. Reaksi Cross-linking pada Starch ....................................................................... 16
Gambar 2.6. Reaksi Oksidasi pada Starch ............................................................................... 18
Gambar 3.1. Rangkaian Skema Alat Penelitian Esterifikasi.................................................... 27
Gambar 3.2. Rangkaian Skema Alat Penelitian Hidrolisis ...................................................... 28
Gambar 3.3. Rangkaian Skema Alat Penelitian Etanol ........................................................... 29
Gambar 3.4. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Esterifikasi ................................... 30
Gambar 3.5. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Hidrolisis ..................................... 31
Gambar 3.6. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Etanol ........................................... 32
Gambar 3.7. Alat SEM............................................................................................................. 39
Gambar 3.8. Alat FTIR ............................................................................................................ 40
Gambar 4.1. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Solubility ........................ 43
Gambar 4.2. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Solubility ........................ 44
Gambar 4.3. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Solubility ............................................. 45
Gambar 4.4. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Swelling Power .............. 48
Gambar 4.5. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Swelling Power .............. 48
Gambar 4.6. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Swelling Power .................................... 49
Gambar 4.7. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Baking Ekspansi ............. 52
Gambar 4.8. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Baking Ekspansi ............. 52
Gambar 4.9. Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Baking Ekspansi .................................. 53
Gambar 4.10. Hasil SEM Blanko ............................................................................................ 56
Gambar 4.11. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan Pengeringan UV . 56
Gambar 4.12. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan Pengeringan Oven
............................................................................................................................ 56
Gambar 4.13. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Etanol dengan Pengeringan UV ......... 57
Gambar 4.14. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Etanol dengan Pengeringan Oven ...... 57
Gambar 4.15. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Hidrolisis dengan Pengeringan UV .... 58
Gambar 4.16. Hasil SEM Pati Termodifikasi Metode Hidrolisis dengan Pengeringan Oven . 58
Gambar 4.17. Hasil Analisa FTIR Blanko ............................................................................... 59

ix
Gambar 4.18. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengeringan UV ................................................................................................. 59
Gambar 4.19. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Esterifikasi dengan
Pengeringan Oven............................................................................................... 59
Gambar 4.20. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Etanol dengan Pengeringan UV
............................................................................................................................ 60
Gambar 4.21. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Etanol dengan Pengeringan
Oven.................................................................................................................... 60
Gambar 4.22. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Hidrolisis dengan Pengeringan
UV ...................................................................................................................... 60
Gambar 4.23. Hasil Analisa FTIR Pati Termodifikasi Metode Hidrolisis dengan Pengeringan
Oven.................................................................................................................... 60

x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Ubi kayu adalah semak berkayu abadi dengan akar umbi di keluarga
Euphorbiacaea. Dengan asal Amerika Selatan, ubi kayu sekarang banyak
dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis Asia, Afrika dan Amerika Latin sebagai
sumber kalori terpenting ketiga di daerah tropis, setelah padi dan jagung (FAO, 2014).
Ubi kayu tumbuh di tanah yang tandus dan asam, yang seringkali tidak sesuai untuk
tanaman lain, dan menghasilkan panen pada masa kekeringan saat semua tanaman
lainnya gagal karena kekurangan air (Mingli, 1995). Terlepas dari kelebihan ini, ubi
kayu memiliki empat kelemahan utama yang membatasi penggunaannya sebagai
makanan (Kimaryo et al., 2000). Ini adalah kepadatan energi rendah, kandungan
protein yang rendah, kemunduran pasca panen yang cepat dan toksisitas sianida
(Howlett et al., 1990; Mingli et al., 1991; Oyewole dan Aibor, 1992; Mingli, 1995;
Gidamis, 1988).
Dalam ubi kayu, sianida terjadi sebagai glukosida sianogenik, kebanyakan
linamarin (N80%) dan pada tingkat yang lebih rendah lotaustralin (Kimaryo et al.,
2000; Cereda dan Mattos, 1996). Glukosida sianogenik hadir di semua bagian tanaman,
dengan kemungkinan pengecualian benih (Vasconcelos et al., 1990). Glukosida
sianogenik ini berdasarkan jumlah yang terkandung dibagi menjadi 2 yaitu varietas
pahit dan varietas manis. Varietas pahit yang mengandung glukosida sianogenik dalam
jumlah lebih tinggi harus diolah untuk menghilangkan senyawa beracun sebelum
dikonsumsi, sedangkan varietas manis yang memiliki kadar sianogenik glukosida
rendah, dapat dimakan segar (Rosling, 1990). Meskipun demikian, populasi yang
menggunakan ubi kayu sebagai makanan pokok utama, terutama menanam varietas
pahit karena hasil panen mereka yang lebih tinggi (Departemen Kesehatan Mozambik,
1984), perlawanan mereka terhadap serangga dan oleh karena itu bergantung pada
metode pengolahan untuk detoksifikasi.
Produksi ubi kayu dunia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 262.585.741
ton dengan produksi teratas adalah Nigeria, Indonesia, Brazil dan Thaildan (FAO,
2014). Dan Produksi rata-rata tapioka di Indonesia mencapai 15 – 16 ton. Produksi
tapioka di Indonesia, 70 % dihasilkan dari pulau Sumatera dan sisanya dari Pulau Jawa
dan Sulawesi (Amin, 2006). Di Afrika, 80% produk ubi kayu digunakan untuk bahan

1
pangan sebagai sumber energi utama dan lebih dari 50% dalam berbagai macam bentuk
produk. Di Amerika, sekitar 40% produksi ubi kayu digunakan untuk konsumsi dan
30% sebagai pakan ternak. Sedangkan Asia adalah pengekspor produksi ubi kayu
(Westby, 2002). Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu juga dapat diaplikasikan di
bidang industri. Sebagai contoh, ubi kayu digunakan untuk memproduksi biofuel dan
etanol sebagai bahan bakar alternatif yang menjadi fokus penelitian di dekade terakhir
ini sebagai jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan bahan bakar fosil (Lu, Ding &
Wu, 2011). Pada umumnya, ubi kayu adalah sumber dari karbohidrat, riboflavin dan
nicotinic acid namun bukan sumber protein (Westby, 2002). Pati adalah komponen
utama dari akar ubi kayu dan dapat mencapai 80% berat kering akar (Otomo & Ajibola,
2003). Secara alami diharapkan bahwa kualitas produk berbasis ubi kayu sebagian
besar ditentukan oleh kualitas pati (Fan Zhu, 2014).
Tapioka merupakan tepung pati yang diekstrak dari umbi ubi kayu. Pati sendiri
adalah polisakarida yang terbentuk dalam bentuk granula yang berasal dari tanaman
tingkat tinggi dan menyediakan sekitar 70 - 80 % kalori yang di konsumsi oleh manusia
di seluruh dunia (Whistler dan Bemiller, 1997). Pati terdiri dari dua biopolimer,
amilosa sebanyak 17% dan amilopektin sebanyak 83 %. Amilosa adalah makromolekul
yang pada dasarnya bersifat linier yang terdiri dari unit glikosidik yang dibatasi pada
rantai (1-4), sedangkan amilopektin adalah makromolekul bercabang dengan cabang (1-
6) pada rantai glukosa yang dibatasi pada (1-4). Amilosa memiliki lebih banyak rantai
yang lebih lurus (Cavallini et al., 2009; Rickard et al., 1992; Santayano dan
Wootthikanokkhan, 2003; French, 1984; Hizukuri, 1986). Kedua biopolimer ini
membentuk struktur pati yang ukurannya panjang, dari struktur supramolekul yang
berbeda (butiran, bentuk cincin , lamellae semi-kristal, dan struktur kristal) dengan
struktur molekul yang sesuai dengan karakteristik rantai (Xiaoyan et al., 2017).
Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung akan sangat mempengaruhi
tekstur dan karakteristik produk olahan yang dihasilkan (Xie et al., 2009). Karakterisasi
sifat fisikokimia pati seperti solubility, kemudahan dicerna, sifat tempel, dan sifat
reologi sangat penting untuk pengembangan produk pati baru. Secara khusus,
kecernaan adalah salah satu sifat penting pati dengan meningkatkan keperluan nutrisi
untuk makanan manusia. Pati dengan tingkat ketahanan enzim yang tinggi dapat
memiliki potensi besar untuk penerimaan komersial sebagai makanan fungsional
(Xiaoyan et al., 2017).

2
Masih banyak produk tapioka yang penggunaannya tidak dimanfaatkan sebaik
mungkin karena memiliki beberapa kendala jika dipakai dalam bahan baku industri
pangan maupun non pangan. Kendala yang dimaksud adalah apabila pati dimasak,
membutuhkan waktu yang sangat lama dan energi yang dibutuhkan cukup tinggi, pasta
yang terbentuk keras dan tidak bening. Selain itu sifatnya terlalu lengket dan tidak
tahan perlakuan dengan asam, sehingga pati alami terbatas penggunaannya dalam
industri disebabkan oleh kendala-kendala tersebut (Kantouch dan Tawfik, 1998; Singh
et al., 2004). Sifat lengket pada tapioka juga penting untuk evaluasi dan estimasi
rancangan proses, operasi unit dan kualitas produk tapioka diakhir. Keragaman dan
sifat lengket secara umum diakui sebagai dua faktor penentu aplikasi pati yang paling
penting. Biosintesis bervariasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif guna
memastikan kualitas pati masing-masing tetap baik, karena sifat pati menunjukkan
variasi yang tidak dapat diprediksi, tergantung pada kondisi lingkungan selama
pertumbuhan dan waktu pertumbuhan (Xiaoyan et al., 2017).
Pati alami tidak sesuai untuk sebagian besar aplikasi seperti yang disebutkan
sebelumnya, oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan khusus terhadap pati alami
dengan tujuan pati tersebut memiliki sifat yang diinginkan dan daya gunanya menjadi
lebih tinggi. Perlakuan khusus untuk mendapatkan perubahan struktur molekul dari pati
secara kimia, fisik maupun enzimatis agar memiliki sifat yang diinginkan bisa juga
disebut modifikasi pati. Terdapat 3 metode yang sering diaplikasikan dalam modifikasi
pati terutama tepung tapioka (Kaur et al., 2012), yaitu modifikasi secara kimia dengan
hidrolisis asam (Vatanasuchart et al., 2005; Atichokudomchai et al., 2004), modifikasi
dengan ikatan silang atau eterifikasi (Eguchi et al., 2013; Zhu, 2014), dan modifikasi
dengan oksidasi (Sangseethong et al., 2010). Modifikasi pati dapat dilakukan secara
fisik dengan proses pengerigan, ekstruksi, pendinginan, pemanasan, mikronisasi
maupun perlakuan fisik lainnya (Bergthaller, 2004; Ren et al., 2010) dan juga secara
enzimatis dengan bantuan enzim diantaranya amylase dan glukomilase yang
ditambahkan saat proses (Le et al., 2009; Chen et al., 2011; Udomranti dan Gohtani,
2014; Zhu, 2014; Hee-Young An, 2005).
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki dari pati termodifikasi yang tidak
dimiliki oleh pati alami dintaranya adalah kecerahannya lebih tinggi dimana pati
tersebut lebih putih, retrogradasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel yang
terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang lebih lembek, kekuatan regang yang rendah,
granula pati lebih mudah pecah dan waktu serta suhu granula pati untuk pecah lebih
3
rendah. Sehingga pati alami harus dimodifikasi agar memiliki sifat yang diinginkan.
Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi dengan sifa-sifat yang dikehendaki
atau sesuai dengan karakteristik kebutuhan (Hee-Young An, 2005). Karakteristik
tapioka inilah yang mempengaruhi kerenyahan dan daya kembang produk. Tingkat
pengembangan dan tekstur dari makanan ringan dipengaruhi oleh rasio amilosa dan
amilopektin (Matz, 1992).
Banyak modifikasi pati yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
dengan menggunakan asam. Modifikasi pati dengan asam digunakan untuk mengubah
struktur granular dan meningkatkan kelarutan pati. Pati yang dimodifikasi dengan
asam, yang juga disebut thin-boiling starch banyak digunakan di industri makanan,
tekstil, kertas, dan farmasi (Wang, 2003; Atichokudomchai et al., 2001). Dalam
modifikasi asam, ion hidroksonium menyerang oksigen glikosidik dan menghidrolisis
hubungan glikosidik, karena asam tersebut pertama-tama bekerja pada permukaan
granular sebelum secara bertahap menembus ke daerah dalam granul (Wang, 2001).
Daerah amorf terdegradasi lebih cepat dari pada daerah kristal (Wang, 2003;
Atichokudomchai et al., 2001). Degradasi yang lebih cepat dari area granula yang tidak
teratur terutama disebabkan oleh faktor-faktor seperti kdanungan kompleks amilosa dan
amilosa-lipid, ukuran granula, dan adanya pori-pori pada permukaan granul. Di sisi
lain, interaksi faktor-faktor seperti kdanungan amilopektin, tingkat distribusi cabang (1-
6) antara daerah amorf dan kristal, dan kristal dari amilopektin dan heliks ganda tingkat
pengepakan di dalam area kristal menyebabkan lambatnya hidrolisis pada daerah yang
lebih teratur (Jayakody et al., 2002).
Suhery (2013) melakukan modifikasi pati dengan proses fermentasi
menggunakan bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) terhadap pati ubi kayu. Pada
proses fermentasi ini bakteri yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel sehingga terjadi liberasi granula pati.
Selain itu terjadi pula perlubangan dari granula pati, sehingga menyebabkan permukaan
yang tidak rata dari granula pati yang akan memperkuat ikatan antar butiran. Proses
liberasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari pati yang dihasilkan berupa
naiknya viskositas, kemampuan gelatinasi, dan daya penyerapan air. Selain itu menurut
Nurokhman (2003), penggunaan bakteri asam laktat dalam produksi pati ubi kayu dapat
mendegradasi pati sehingga mengubah kandungan amilosa dan amilopektin yang
menjadi penentu sifat fisik dan fungsional pati. Pembuatan pati talas termodifikasi
dengan bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) yang dilakukan oleh Suhery (2013)
4
menunjukan hasil yaitu dengan adanya modifikasi pati dengan asam laktat dapat
meningkatkan rendemen pati talas dan menghasilkan sifat fisikokimia yang lebih baik
daripada pati talas alami serta menghasilkan perlubangan pada permukaan granula pati.
Pada penelitian ini akan dibandingkan hasil modifikasi pati secara hidrolisis
mengguakan asam laktat dengan irradiasi UV dan modifikasi pati dengan secara
esterifikasi menggunakan asam laktat dengan irridiasi UV. Modifikasi asam mengubah
massa molekul dan sifat gelatinisasi pati tanpa mengubah bentuk dan penampilannya.
Namun, hasil prosesnya berkurang bila konsentrasi asam atau waktu reaksi meningkat.
Penggunaan alkohol atau campuran alkohol (anhidrat atau larutan berair) selama
hidrolisis telah diteliti secara ekstensif dengan maksud untuk meningkatkan konversi
pati alami menjadi pati larut dengan produksi minimal dari dextrin dengan berat
molekul rendah, dan menggunakan jumlah asam yang lebih sedikit (Ma, 1987;
Polaczek, 1999). Sifat spesifik dari pati modifikasi asam-alkohol bergantung pada jenis
alkohol yang digunakan, pada jumlah pati per satuan volume, dan pada suhu dan
konsentrasi asam (Ma, 1987; Polaczek, 1999; Robyt et al., 1987).

1.2.Rumusan Masalah

Kecenderungan yang saat ini digunakan oleh banyak peneliti adalah


memodifikasi pati dengan proses fermentasi dan oksidasi. Sebagian besar penelitian
mengenai oksidasi dan fermentasi lebih fokus untuk memutus rantai glukosa yang
panjang dari molekul polimernya untuk menurunkan viskositasnya yang tinggi pada
pati alami dan dapat meningkatkan kandungan dalam pati alami sehingga dapat
diaplikasikan. Kelemahan dari proses oksidasi yang ada antara lain membutuhkan
waktu reaksi yang lama, temperatur tinggi dan pH tinggi. Beberapa penelitian lain
mengkaji cara untuk daya kembang tapioka diantaranya modifikasi tepung tapioka
dengan asam laktat yang dihidrolisa dengan asam klorida pada suhu kamar dan
modifikasi tepung tapioka dengan kombinasi reaksi hidrolisa asam laktat dan oksidasi
H2O2 serta reaksi photokimia UV. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Suhery,
dkk. (2013) adalah dengan menggunakan bakteri asam laktat. Tujuan penelitian yang
dilakukan tersebut untuk melihat pengaruh modifikasi pati talas dengan bakteri asam
laktat terhadap rendemen pati talas dan sifat fisikokimia pati. Evaluasi yang
dilakukan meliputi organoleptik, kadar air, pH, sudut angkat, daya pengembangan,
temperatur gelatinas dan kadar amilosa. Hidrolisa asam laktat bertujuan untuk

5
mengubah amilosa sehingga mempengaruhi sifat rheology, misalnya turunnya
viskositas pasta dari tapioka. Sedangkan pada penelitian yang akan kami lakukan,
masalah utama yang menjadi tujuan ini adalah membandingkan dari sisi solubility,
swelling power, baking expansion, gugus karbonil dan gugus karboksil menggunakan
analisis FTIR dan pemeriksaan bentuk permukaan granula pati dengan menggunakan
SEM (Scanning Electron Microscope) dari metode hidrolisis dengan asam laktat,
esterifikasi dan penambahan ethanol dengan pengeringan irradiasi UV dan oven.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengkaji perbandingan swelling power, sollubility dan baking expansion pada
modifikasi tapioka dengan metode hidrolisis dengan asam laktat, esterifikasi dan
penambahan ethanol berbantuan pengeringan irradiasi UV dan pengeringan oven
2. Mengkaji perbandingan bentuk permukaan granula pati menggunakan SEM
(Scanning Electron Microscope) antara modifikasi tapioka metode hidrolisis
dengan asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol berbantuan pengeringan
irradiasi UV dan pengeringan oven.
3. Mengkaji perbandingan gugus karbonil dan gugus karboksil menggunakan
analisis FTIR antara modifikasi tapioka dengan metode hidrolisis dengan asam
laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol berbantuan pengeringan irradiasi UV
dan pengeringan oven.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian eksperimental yang memberikan data-data


perbandingan viskositas, swelling power, solubility, baking ekspansi, dan gugus
karboksi maupun karbonil tapioka yang termodifikasi dengan metode hidrolisis dengan
asam laktat, esterifikasi dan penambahan ethanol berbantuan pengeringan irradiasi UV
dan oven. Dengan menggunakan data-data yang dihasilkan dari penelitian ini,
diharapkan dapat menjadi trobosan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak khususnya
industri-industri dari skala kecil maupun besar yang bergerak dibidang pangan dengan
berbahan dasar tepung tapioka agar dapat menghasilkan produk yang lebih optimal dan
memiliki kualitas yang baik sehingga dapat meningkatkan daya saing.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Karakteristik Pati

Pati (C6H10O5)n adalah salah satu jenis polisakarida yang terdapat dalam
jumlah besar di alam (Majzoobi et al., 2003) dengan ikatan α-glikosidik (Koswara,
2009). Pati merupakan bentuk cadangan makanan dari tumbuh-tumbuhan yang
memiliki kandungan glukosa yang berlimpah. Tanaman penghasil pati antara lain padi,
gandum, ubi kayu, sagu, jagung dan kentang. Bentuk pati secara alami berupa butiran-
butiran yang disebut granula (Koswara, 2009). Granula pati dpat ditemukan terutama
pada biji, akar dan umbi-umbian (BeMiller dan Whistler, 2009).
Pati tersusun atas dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin (Majzoobi et al.,
2003). Umumnya pati mengandung 15 – 30 % amilosa, 70 – 85 % amilopektin dan 5 –
10 % material antara lain seperti lemak dan protein. Struktur dan jenis material antara
tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Greenwood
dan Muro, 1979). Beberapa karakteristik pati meliputi ukuran granula, bentuk,
keseragaman granula, lokasi hilum serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman,
1976). Selain itu, karakteristik spesifik pati seperti suhu gelatinisasi sesuai sumber
patinya dapat dilihat pada tabel 2.1 (Wurzburg, 1989).
Tabel 2.1 Karakteristik Spesifik Beberapa Jenis Pati
Jenis Pati Suhu
Gelatinisasi
(°C)
Jagung 62 – 72
Sorgum 68,5 – 75
Gandum 52 – 63
Beras 61 – 77,5
Tapioka 58,5 – 70
Kentang 56 – 66

2.1.1. Granula Pati

Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau,
tidak berasa, dan dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang

7
tersusun terpusat (Koswara, 2009). Granula pati mengandung 10 – 15 % w/w air
hidrasi (Kim dan Robyt, 2000). Bentuk butiran pati secara fisik berupa semikristalin
yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Greenwood dan Munro, 1979). Unit
kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat
menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan
(Hodge dan Osman, 1976).
Granula pati memiliki sifat birefringence yaitu sifat merefleksikan cahaya
terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam putih. Pada waktu granula
mulai pecah, sifat birefringence ini akan hilang (Koswara, 2009). Selain itu, granula
pati memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi tergantung dari sumbernya.
Berbagai ukuran dan bentuk granula dari berbagai sumber pati dapat dilihat pada
tabel 2.2 (Benyum dan Roels, 1985).
Tabel 2.2 Karakteristik Granula Beberapa Jenis Pati
Pati Tipe Diameter Bentuk
Jagung Biji- 15 µm Melingkar,
Bijian polygonal
Kentang Umbi- 33 µm Oval, bulat
umbian
Gandum Biji-bijian 15 µm Melingkar,
lentikuler
Tapioka Umbi- 33 µm Oval, kerucut
umbian potong

2.1.2. Amilosa

Amilosa adalah bagian dari pati yang berupa polimer (polisakarida) dari
ikatan α-(1,4) unit glukosa. Panjang rantai amilosa berkisar antara 500-600 unit
glukosa yang tergantung pada sumbernya (Taggart, 2004). Amilosa memiliki
karakteristik rantai relatif lurus, dapat membentuk film kuat, struktur gel kuat
(Herawati, 2012), serta apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna biru
(Majzoobi et al., 2003; Taggart, 2004). Suatu karakteristik dari amilosa dalam larutan
adalah akan membentuk koil yang sangat panjang, fleksibel dan bergerak melingkar
yang mendasari terjadinya interaksi iodamilosa molekular yang kuat dan

8
memudahkan terbentuknya ikatan hidrogen (An,2005), seperti yang terlihat pada
gambar 2.1 (Fen, 2007).
Umumnya, pati dengan kandungan amilosa tinggi menunjukan viskositas
yang lebih besar dan kapasitas pembengkakan (swelling) yang lebih tinggi (An,
2005). Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras, pejal, karena proses
mekarnya terjadi secara terbatas (An, 2005). Selain itu penurunan kadar amilosa
menyebabkan kemampuan baking ekspansi (Vatanasuchart et al., 2005).

Gambar 2.1 Struktur Amilosa

2.1.3. Amilopektin

Amilopektin adalah polimer (polisakarida) yang memiliki rantai lurus dan


titik percabangan. Amilopektin tersusun atas ikatanα-(1,4) pada rantai lurusnya dan
ikatan β-(1,6) unit glukosa yang hanya berkisar antara 4-5% (Blennow, 2004). Berat
molekul dari amilopektin berbeda-beda bergantung pada sumbernya (Taggart, 2004).
Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang proses mekar, ringan,
porus, garingdan renyah ( An, 2005).
Amilopektin memiliki karakteristik yaitu kurang dapat larut dalam air
(Greenwood dan Munro, 1979), dapat membentuk lapisan film yang lemah dan
struktur gel lembek (Herawati, 2012). Suatu karakteristik lain dari amilopektin apabila
diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna coklat kemerahan (Majzoob et al.,
2003; Herawati, 2012). Amilopektin dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif
amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi
terbentuknya kristal (Taggart, 2004), seperti yang terlihat pada gambar 2.2 (Fen,
2007).

9
Gambar 2.2 Struktur Amilopektin

2.2.Proses Gelatinisasi

Ukuran granula adalah salah satu faktor yang menentukan suhu gelatinisasi.
Proses gelatinisasi merupakan proses ketika granula pati dipanaskan dalam air yang
berlebih. Ketika campuran pati dalamair berlebih dan dipanaskan pada di atas suhu
gelatinasi awal, maka granula tersebut akan membengkak karena ikatan hidrogen di
daerah amorf terganggu dan air akan diserap (Bemiller, 2011). Hal tersebut
menyebabkan terjadi peningkatan viskositas (Heyman et al., 2014).
Pati yang tersuspensi dalam air akan menjalani serangkaian perubahan selama
pemanasan. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati.
Mula-mula pembengkakan bersifat reversible, tetapi ketika suhu tertentu sudah terlewati,
pembengkakan granula pati menjadi irreversible. Kondisi pembengkakan granula pati
yang berisfat irreversible inilah yang disebut gelatinisasi. Selama air berlebih,
gelatinisasi akan terjadi pada rentang suhu tetap yaitu biasanya pada 60-70°C
(Hermansson dan Svegmark, 1996).

10
2.3.Karakteristik Pati Tapioka

Gambar 2.3 Ubi kayu


Tepung tapioka merupakan tepung yang diproduksi dari singkong atau ubi kayu.
Tapioka berasal dari umbi ubu kayu (Manihot esculanta) yang diambil patinya melalui
proses penggilingan umbu ubi kayu, dekantasi, pemisahan ampas dengan konsentrat,
pengendapan dan pengeringan (Dziedzic dan Kearsley, 1995). Komponen pati
tapiokasecara umum terdiri dari 17% amilosa dan 83% amilopektin (Rickard et al., 1992;
Santayanon dan Wootthikanokkhan, 2003). Tapioka memiliki karakteristik berupa
granula berbentuk semi bulat dengan salah satu dari bagian ujungnya mengerucut dengan
ukuran 5 – 35 m, suhu gelatinisasi berkisar antara 52-64°C, kristalinisasi 38 %, kekuatan
pembengkakan sebesar 42 dan kelarutan 31 % (Rickard et al., 1992).
Tapioka memiliki komposisi kimia pati 73,3 – 84,9%, lemak 0,08 – 1,54%,
protein 0,03 – 0,6 % danabu 0,02 – 0,33% (Rickard et al., 1992). Kandugan pati tapioka
akan mengalami peningkatan jika panen ubi kayu semakin lama. Hal tersebut
menyebabkan semakin banyak granula pati yang terbentuk di dalam umbi (Susilawati et
al., 2008). Tepung tapioka dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi produk turunan
seperti pati termodifikasi, etil alkohol, glukosa, dekstrin, monosodium gltamat, sorbitol,
manitol, asam oksalat, asam glutamat dan asam sitrat (Herawati, 2012). Adapun syarat
baku mutu tepung tapioka yang terdapat pada tabel 2.3 (Buku Mutu Pangan, 2014).

Tabel 2.3 Syarat baku mutu tepung tapioka menurut SNI 01-3451-2011
KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN
Keadaan
Bentuk - Serbuk halus
Bau - Normal

11
Warna - Putih,khas tapioka
Kadar air (b/b) % Maks 14,0
Kadar abu % Maks 0,50
Serat Kasar (b/b) % Maks 0,40
Kadar pati (b/b) % Min 75
Derajat putih (MgO = 100) ` Min 91
Derajat asam ml NaOH 1 N/100 gr Maks 4
Cemaran logam
Kadmium (cd) Mg/kg Maks 0,2
Timbal (pb) Mg/kg Maks 0,25
Timah (sn) Mg/kg Maks 40,0
Merkuri (Hg) Mg/kg Maks 0,05
Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks 0,5
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total Koloni/g Maksa 1 x 106
(35°C 48 Jam)
Escherichia Coli APM/g Maks 10
Bacillus cereus Koloni/g <1 x 104
Kapang Koloni/g Maks 1 x 104

Parameter lain yang menjadi penentu kualitas tepung tapioka, diantaranya


tingkat kehalusan. Tepung tapioka yang berkualitas baik adalah yang tidak menggumpal
dan memiliki kehalusan yang baik. The Tapioca Institute of America (TIA) membagi
jenis tepung tapioka menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat kehalusan, seperti pada tabel
2.4 di bahwa ini (Radley, 1976).
Tabel 2.4 Standar kehalusan tepung tapioka
Grade % Lolos ayak Ukuran ayakan
A 99 140
B 99 80
C 95 60

12
2.4.Modifikasi Pati

Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi atau modified starch
dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kebutuhan (Koswara, 2009)
dan dengan perlakuan khusus secara terkendali sehingga terbentuk beberapa sifat baru
dan aslinya. Perlakuan ini dapat meliputi penggunaan panas, asam, alkali, zat
pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang dapat menghasilkan gugus kimia baru
atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati (Tharanathan et al., 2005).
Beberapa parameter yang mempengaruhi proses modifikasi pati yaitu ukuran partikel,
suhu, waktu reaksi, kosentrasi substrat, konsentrasi pereaksi, dan kombinasi proses
lainnya (Herawati, 2012).
Dalam beberapa dekade terakhir, pati telah dimodifikasi dengan berbagai
metode untuk mencapai fungsi yang sesuai untuk berbagai aplikasi industri (Kaur et
al., 2012). Terdapat beberapa jenis modifikasi yaitu secara kimia, fisika (Herawati,
2012; Taggart, 2004), enzimatik (Koswara, 2009; Pudjihastuti dan Sumardiono, 2011;
Tharanathan et al., 2005) dan genetik (Kaur et al., 2012). Setiap metode modifikasi
akan menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat yang berbeda-beda (Koswara,
2009).

2.4.1. Modifikasi Fisika

Modifikasi pati secara fisika merupakan suatu metode dengan memberikan


perlakuan secara fisik terhadap pati tersebut sehingga dihasilkan sifat-sifat pati baru
yang dikehendaki. Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara
antara lain pengeringan, ekstrusi, pemanasan, pendingnan, pemasakan maupun
perlakuan fisik lainnya (Bergthaller, 2004).

2.4.1.1. Ekstrusi

Teknik ekstrusi (single dan twin-screw) digunakan untuk


mempersiapkan pra gelatinisasi pati (Nabeshima dan Grossmann, 2001;
Leonel et al., 2009). Parameter ekstrusi seperti kadar air, suhu, dan kecepatan
screw akan berkaitan dengan sifat-sifat pati ekstrusi dihasilkan (Leonel et al.,
2009; Nabeshima dan Grosmann, 2001; Perez-Sira dan Gonzalez-Parada,
1997).

13
2.4.1.2. Ultrasound

Ultrasound adalah gelombang dengan frekuensi di atas ambang batas


pendengaran manusia (>16 kHz). Granula pati menjadi sasaran dalam
penggunaan ultrasonik (24 kHz, 400 W) (Manchun et al., 2012). Perlakuan
ultrasonik pada kondisi tertentu meningkatkan swelling power dan kelarutan,
dan mengganggu kristalinitas granula (Zhu, 2014).

2.4.1.3. Heat-moisture treatment (HMT)

HMT biasanya dilakukan pada kisaran suhu 100-130°C dengan kadar


air kurang dari 35 % pai (Hoover, 2010). Dengan memilih kondisi pengolahan
yang sesuai, maka akan mendapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik
swelling power rendah, viskositas pasta rendah dan stabilitas termal tinggi
(Klein et al., 2013).

2.4.2. Modifikasi Kimia

Modifikasi pati secara kimia melibatkan sejumlah bahan kimia yang


ditambahkan dalam proses modifikasi pati. Modifikasi pati secara kimia diterapkan
untuk memperbaiki sifat fungsional, dengan demikian dapat menstabilkan butiran
(granula) terhadap proses seperti pemanasan yang tinggi, pembekuan atau penyimpanan
(Hermansson dan Svegmark, 1996).
Modifikasi secara kimia diterapkan untuk meningkatkan gelatinisasi,
karakteristik dalam memasak, dan ketahanan pati terhadap degradasi dan mencegah
retrogradasi dengan menggunakan perlakuan yang sesuai seperti hidrolisa asam,
oksidasi, esterifikasi atau eterifikasi (An, 2005) dan ikatan silang (crosslinking) (Kaur
et al., 2012). Namun, alasan utama pati diperlakukan secara kimia sebelum digunakan
secara komersial adalah membagi rantai panjang glukosa dari molekul polimer untuk
mengurangi viskositas tinggi sehingga dapat meningkatkan dan mendapatkan
kemungkinan jumlah maksimum pati dalam aplikasi teknis (Dias et al., 2011).

14
2.4.2.1. Hidrolisa Asam

Pati termodifikasi asam dibuat melalui hidrolisis pati dengan asam


dan pemanasan dibawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitas 25°C. Reaksi
dasar meliputi pemotongan ikatan α-(1,4) glukosidik dari amilosa dan α-(1,6)-
D- glukosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih
rendah (Sriroth et al., 2002). Selama waktu reaksi hidrolisis ditingkatkan,
maka kristalinitas pati meningakat sedangkan kadar amilosa menurun, seperti
yang terlihat pada tabel 2.6 (Atichokudomchaia et al., 2000).
Tabel 2.5. Komposisi Tapioka modifikasi hidrolisis asam dengan
variasi waktu

Waktu reaksi Kandungan Amilosa


Relatif Kritalinitas (%)
(jam) (%)
0 28.80 39.53
12 27.20 41.59
24 26.81 45.60
48 22.82 46.55
96 16.00 47.89
192 6.01 51.01

Dalam metode hidrolisis asam terdapat beberapa faktor yang harus


diperhatikan agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi produk
yang dikehendaki, diantaranya konsentrasi asam, temperature, konsentrasi pati
dan waktu reaksi yang bervariasi. Hidrolisa asam lainnya adalah thin boiling
starch, yang diperoleh dengan cara hidrolisis mengasamkan suspense pati
sampai pH tertentu dan memanaskan pada ssuhu tertentu sampai diperoleh
derajat konversi yang diinginkan. Kegunaan proses tersebut adalah dalam
larutan pembuatan gypsum wallboard, gum candies, dan sizing textile
(Zulaidah, 2011).
Menurut Koswara(2009), bahwa pati termodifikasi asam
menunjukkan sifat – sifat yang berbeda, seperti penurunan viskositas, sehingga
memungkinkan penggunaan pati dalam jumlah yang besar, penurunan
kemampuan pengikatan iodine, pengurangan pembengkakan granula selama

15
gelatinisasi, penurunan viskositas intrinsic, peningkatan kelarutan dalam air
panas dibawah suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi lebih rendah, penurunan
berat molekul. Proses hidrolisa pati dengan asam dapat dilihat pada gambar
2.3. (Zulaidah, 2011).

Gambar 2.4. Reaksi Hidrolisis Pati dengan Asam

2.4.2.2. Modifikasi Ikatan Silang ( Cross-Linking)

Modifikasi ikatan silang (cross linking) dimaksudkan untuk


menambahkan ikatan molekul intra dan inter pada lokasi yang acak di granula
pati yang menstabilkan dan memperkuat granula tersebut (Agudelo et al.,
2014). Selain itu, bertujuan untuk menghasilkan pati yang tahan tekanan
mekanis, tahan asam dan mencegah penurunan viskositas pati selama
pemanasan. Teknik tersebut akan membentuk jembatan antara rantai molekul.
Pada modifikasi pati, metode ikatan silang ini menguatkan ikatan hydrogen
dalam granula dengan ikatan kimia yang berperan sebagai jembatan diantara
molekul-molekul , sehingga ketika pati cross-linked dipanaskan dalam air,
granula-granulanya akan mengembang sehingga ikatan hidrogennya akan
melemah, cara ini akan merubah sifat rheology dari pati dan sifat resistensinya
terhadap asam (Miyazaki, 2006; Koswara, 2009). Proses modifikasi tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.4. (Miyazaki, 2006).

16
Gambar 2.5. Reaksi Cross-linking pada starch
Cross linking dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas
tinggi dan pati dengan ketahanan geser yang baik. Hal tersebut diperoleh
dengan cara perlakuan kimia yaitu dengan penambahan “cross-linking agent”
dalam suspense pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Beberapa jenis
cross-linking agent telah banyak digunakan seperti hepiklorogidrin, tri-meta
phosphate dimana keduanya sering digunakan untuk industry pengolahan
pangan. Selain itu ada pula aldehid, di-aldehid, vynil sulfon, di-epoksida, bis-
hidroksi metil etilen urea, dan lain-lain (Koswara, 2009).
Viskositass tertinggi dicapai pada temperature pembentukan yang
normal dan viskositas ini relatif stabil selama konversi pati. Peningkatan
viskositas mungkin tidak mencapai maksimum tapi secara perlahan-lahan
meningkat sampai pemassakan yang normal, tapi ini tidak untuk semua jenis
pati karena ada bahan lain yang terdapat dalam pati yang dapat
memperngaruhi kecepatan dan perluasan pengembangan misalnya gula
(Koswara, 2009).

2.4.2.3. Oksidasi Pati

Oksidasi pati adalah modifikasi pati dengan mengubah gugus


hidroksil menjadi gugus karbonil dan karboksil pada molekul pati selama
proses oksidasi yang berkontribusi terhadap peningkatan stabilitas pasta pati.
Fenomena ini menyebabkan degradasi molekul pati yang menghasilkan tepug
modifikasi dengan viskositas rendah (Sangseethong et al., 2010).

17
Pati dapat dimodifikasi dengan aktivitas dari beberapa zat
pengoksidasi dalam suasana asam, netral atau larutan alkali. Menurut FDA
(Food and Drugs Administration) zat pengoksidasi diklasifikasikan sebagai
pemutih dan oksidan. Pemutih dalam hal ini yang diizinkan adalah oksigen
aktif dari peroksida, klorin dari natrium hipoklorida, kalium permanganate dan
ammonium persulfat.
Sangseethong et al., (2010) mengemukakan bahwa mekanisme reaksi
hydrogen peroksida dengan pati sangat kompleks dan berlangsung melalui
reaksi radikal. Dengan keberadaan katalis logam, H2O2 akan terdekomposisi
menjadi radikal hidroksil (OH*). Radikal bebas yang sangat reaktif akan
bereaksi dengan pati dengan cara mengabstraksi atom hydrogen dari gugus C-
H pada cincin pati, membentuk radikal R*CHOH yang terkatalisis lebih lanjut
oleh asam atau basa menghassilkan pemecahan ikatan glukosidik dan gugus
karbonil. Pada kondisi alkali, karbohidrat memiliki gugus kerbonil yang bebas
atau berpotensi menjadi bebas, yang dapat mengalami reaksi lanjut melalui
berbagai jalur (pathway), dimana beberapa diantaranya menghasilkan gugus
karboksil. Proses modifikasi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5 (Miyazaki,
2006).

Gambar 2.6 Reaksi Oksidasi pada starch

18
2.4.3. Modifikasi Enzim

Modifikasi pati secara enzimatis melibatkan peran enzim yang


ditambahkan pada proses tersebut. Ketika granula pati tersuspensi dalam larutan
enzim, molekul air dan enzim berdifusi ke granul tersebut. Enzim kemudian
bereaksi dengan rantai pati dalam granula, memanfaatkan air jika diperlukan (Kim
dan Robyt, 2000). Enzim yang sering digunakan dalam modifikasi pati ini adalah
enzim alfa-amilase. Enzim alfa-amilase adalah enzim ekstraseluler hidrolitik pati
yang secara acak memberlah ikatan 1.4-α d-glikosidik pada rantai linear amilosa
(Roy et al., 2013).

2.5.Modifikasi Pati dengan Esterifikasi menggunakan Asam laktat dan Etanol

Reaksi esterifikasi pati merupakan salah satu metode kimia dari pati yang
dimodifikasi. Pati dimodifikasi menggunakan reaksi esterifikasi bertujuan untuk
mengubah kelompok fungsional dari pati yaitu kelompok hidroksil menjadi kelompok
karbonil ester (Jerachaimongkol et al., 2006). Esterifikasi kimia pati biasanya dilakukan
pada pH tinggi, menggunakan bahan kimia seperti NaOH, piridin dan anhidrida dan
asam klorida (Rajan et al ., 2006). Pati yang didapat dari hasil esterifikasi mempunyai
viskositas yang lebih tinggi karena jumlah substitusi gugus hidroksil yang tinggi
sehingga ikatan antara molekul hidrofobik semakin kuat (Makmoon et al., 2013).
Penambahan molekul ester ke dalam molekul pati, ikatan antara molekul pati
akan melemah sehingga meningkatkan nilai daya bengkak. Semakin tinggi konsentrasi
ester maka akan mengganti banyak gugus hidroksil dalam pati. Degradasi pati akan
terjadi lebih mudah pada pH assam. Esterifikasi pada pH netral atau alkali mengurangi
perluasan (ekspansi) pati ubi kayu dan menghambat proses depolimerisasi.
Depolimerisasi amilosa terjadi secara optimal pada kondisi asam dibandingkan pada
kondisi basa, pada pH netral atau alkali dapat menghambat depolimerisasi pati sehingga
mengurangi perkembangan tapioka (Sumardiono et al., 2014).
Ester adalah turunan dari asam karboksilat dimana terjadi penggantian satu atau
lebih atom hydrogen pada gugusa hidroksil dengan suatu gugus organic (bias
dilambangkan R’). Ester yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah etil laktat.
Asam laktat adalah asam karboksilat yang banyak terdapat di alam. Asam laktat dapat
diproduksi melalui sintesis kimia dan fermentasi. Asam laktat digunakan dalam aplikasi
bidang makanan, farmasi dan industry kimia. Beberapa contoh dari aplikasi asam laktat

19
adalah polimer biodegradable dan pelarut alami (ethyle lactate) (Narayanan et al.,
2014).

2.6.Modifikasi Pati dengan Hidrolisis menggunakan Asam laktat

Asam laktat (2-hydroxypropionic acid atau 2-hydroxypropanoic acid)


merupakan asam organic dengan bentuk molekul CH3CHOHCOOH (Lopes, 2012).
Asam laktat ditemukan pada tahun 1780 oleh seorang ilmuan swedia Scheele dari susu
asin yang menjadi sirup coklat bernama “Mjolksyra”. Dan pada tahun 1789 lavoisier
memberikannya nama asam laktat (Ghaffar, 2014). Umumnya asam laktat merupakan
asam organik yang penting digunakan pada industri kimia, farmasi dan makanan
(Rodrigues et al., 2017). Lactic Acid (LA) atau asam laktat juga merupakan bahan dasar
dari laktida untuk sintesis Poly Lactic Acid (PLA) melalui proses polimerisasi cincin.
Asam laktat dapat dihasilkan melalui sintesis kimia maupun melalui fermentasi dengan
menggunakan mikroba, akan tetapi asam laktat murni hanya dapat diperoleh dengan
menggunakan proses fermentasi dengan mikroba (John et al., 2007). Asam laktat di
dapatkan dari sukrosa yang diperoleh dari molasses tebu serta gula yang berasal dari
sumber karbohidrat seperti jagung, gandum, kentang atau singkong (Martinez et al.,
2012). Karena tingginya biaya proses sintesa, umumnya proses pembuatan asam laktat
langsung di arahkan membentuk poly asam laktat, yang memiliki berat molekul yang
rendah dan sifat mekanik yang buruk (Tin et al., 2013). Bakteri yang dapat menghasilkan
asam laktat sebagai hasil utamanya diantaranya adalah bakteri Lactobacillus,
Leuconostoc, Streptococcus, dan Enterococcus (John et al., 2007).
Bakteri asam laktat (BAL) bukan merupakan kelompok taksonomi koheren,
karena asam laktat merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat (Johanna and
Joanna, 2016). Salah satu bakteri asam laktat, yaitu lactobacillus plantarum merupakan
bakteri asam laktat yang didistribusikan secara luas dan umumnya digunakan untuk
meningkatkan kualitas dan untuk tujuan kesehatan (Corsetti et al., 2015). Selain itu juga
terdapat lactobacillus acidophilus yang memiliki struktur morfologi berupa batang
Gram-positif, tidak membentuk spora, dan pada rantai pendek memiliki ukuran dimensi
0,6-0,9 x 1,5 – 6 µm (Ozogul and Hamed, 2015).
Poly asam laktat (PLA) adalah bioplastik representatif dan sebaguna diantara
berbagai biokimia dan biopolymer yang berguna yang berasal dari turunan biomassa
lingo-selulosa. Poly asam laktat merupakan biodegradable polymer yang memiliki sifat
mekanik yang baik (Yong Eum, In, 2015). Dalam studi kinetika depolimerisasi dari
20
PLA, urutan reaksinya dianggap orde pertama dalam beberapa literatur. Oleh karena itu,
studi kinetika dari hidrolisis PLA dengan adanya [Bmim][OAc] awalnya diasumsikan
oleh orde pertama kinetic terhadap konsentrasi PLA

2.7.Modifikasi pati dengan Radiasi UV

Ultra violet (UV) adalah bagian dari gelombang elektromagnetik yang terletak
dalam kisaran panjang gelombang 100nm sampai 400nm. Radiasi sinar ultraviolet
(UV) dapat diklassifikasikan kedalam UVA (315-400nm), UVB (280-315nm), dan
UVC (100-280nm), panjang gelombang yang kurang dari 290 nm akan diabsorpsi oleh
lapisan atmosfer sehingga tidak akan sampai hingga permukaan bumi (World Health
Organization, 1994). Penggunaan radiasi sinar UV pada modifikasi tepung tapioca telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti (Fiedorowicz et al., 1999; Bertolini et al.,
2001;Vatanasuchart et al., 2003; Vatanasuchart et al., 2005; Sumardiono et al., 2010;
Franco et al., 2010; Pudjiastuti dan Sumardiono, 2011; Bajer et al., 2013).
Fotodegradasi UV dalam pati menghasilkan perpecahan ikatan glikosidik,
dengan pemendekan rantai amilosa dan pemutusan rantai amilopektin, melalui
pembentukan radikal bebas (Bertolini et al., 2001). Pati menunjukkan berbagai
perubahan karakteristik setelah memodifikasi seperti kelarutan, suhu gelatinisasi,
viskositas, stabilitas sifat pasta, kelembaban, retensi air dan film (Rajan et al., 2006).

2.8.Sifat Fisikokimia dan Rheologi Pati Termodifikasi

Sifat psikokimia pati adalah sifat yang menunjukkan morfologi, sturktur, dan
kristalinitas dari pati. Sifat tersebut berpengaruh pada granula pati dalam bentuk gel,
larutan maupun Kristal (Ortega-ojeda et al., 2004). Pati menunjukkan berbagai
perubahan karakteristik sifat fisikokimia yang penting dalam sebagian besar aplikasi
setelah dilakukan modifikasi seperti kelarutan, suhu gelatinisasi, viskositas, stabilitas
properti pasta, sifat film (Rajan, 2006), swelling power, retrogradasi dan kecerahan
pasta (Nwokocha et al., 2009).
Daya kembang (swelling power) merupakan kenaikan volume dan berat
maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air. Swelling power terjadi
disebabkan adanya proses hidrolisis, sehingga rantai pati amilosa dan amilopektin
tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air yang terserap
pada setiap granula pati akan menjadikan granula-granula pati mengembang (An,

21
2005). Semakin besar swelling power maka semakin besar air yang diserap selama
pemasakan, hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin
yang terkandung dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai
pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang
tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga
semakin besar (Murillo, 2008). Besarnya swelling power untuk setiap bahan tepung
berbeda, karena swelling power sangat menentukan sifat dan kegunaan dari tepung
(Zulaidah, 2011). Swelling power dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain,
perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Tepung
tapioca memiliki swelling power medium dibandingkan dengan tepung kentang dan
sereak (BeMiller et al.,1997).
Rheology adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan bentuk dan aliran
bahan yang biasanya digunakan pada bahan makanan. Rheology data yang biasa
dibutuhkan dalam industri makanan antara lain quality control dari produk akhir,
mengevaluasi tekstur makanan dan secara fungsional menentukan komposisi dalam
meningkatkan produk (BeMiller et al., 1997). Sifat-sifat psikokimia dan rheology dari
tapioka termodifikasi memiliki standar tertentu berdasarkan penelitian terdahulu,
seperti pada table 2.7 (Numfor et al., 1994).

Table 2.6. Standar Sifat-sifat Psikokimia dan Rheologi Tapioka


Sifat Psikokimia Value
Swelling Power (g/g) 28.70 ±1.5
Kelarutan (%) 29.71 ± 1.3
Gugus Karbonil (%) 0.03
Gugus Karboksil (%) 0.07
Viskositas (cp) 400

Dibidang pangan pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad


cream, mayonnaise, saus kental, jeli marmable, produk-produk konfeksioneri (permen,
coklat dan lain-lain), breaded food, lemon curd, pengganti gum arab dan lain-lain.
Selain itu pada bidang non pangan banyak digunakan pada industri kertas (paper
coating, surface sizing), industri tekstil (sizing, finishing, printing thickening, laundry
finishing), bahan bangunan (wall boards, adoustic tiles, additive wood pulp, isolasi)

22
dan penggunaan lain misalnya sebagai bahan campuran pada pelarut insektisida dan
fungisida, bahan pencampur sabun detergen dan sabun batangan (Koswara, 2009).

2.9.Kajian Penelitian Terdahulu


Para peneliti telah mengkaji modifikasi tepung tapioka dengan menggunakan
beberapa metode modifikasi, seperti pada table 2.8 berikut :
Tabel 2.7 Kajian Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Peneliti Kesimpulan
1 Molecular Disribution and Fiedorowicz et al, 1999 Modifikasi pati jagung dengan radiasi
Pasting Properties of UV- sinar UV yang memiliki panjang
Irradiation Corn Starches gelombang lebih dari 250nm pada suhu
25°C dan media radiasi (udara dan gas
nitrogen). Hasil akhir penelitian ini
radiasi menggunakan media udara
menghasilkan perubahan sifat pati
jagung yang lebih signifikan jika
dibandingkan dengan media gas nitrogen
2 Free radical formation in Bertolini et al, 2001 Pada modifikasi pati ubi kayu
UV and gamma irradiated menggunakan asam laktat dan radiasi
cassava starch sinar UV dan gamma menghasilkan
penurunan viskositas yang lebih
signifikan jika dibandingkan dengan pati
ubi kayu alami. Selain itu, radikal bebas
yang ditimbulkan dari kedua sinar radiasi
tersebut memiliki karakteristik yang
sama.
3 Effects ofdifferent UV Vatanasuchart et al, Pati singkong yang dimodifikasi dengan
irradiation on properties of 2003 1% larutan asam laktat dan irradiasi
cassava starch and biscuit UVB atau UVC selama 7 jam dan 9 jam
expansion menghasilkan bangking ekspansi baik.
4 Molecular properties of Vatanasuchart et al, Pati singkong yang dimodifikasi dengan
cassava starch modified 2005 1% b/b asam laktat dengan hidrolisis
with different UV selama 15 menit dan dipaparkan dengan
irradiation to enhance radiasi UVB atau UVC selama 7,9,11
baking expansion jam memiliki sifat baking ekspansi yang
efektif.
5 Enzymatic modification of Rajan et al, 2008 Esterifikasi pati dengan lipase (asam

23
cassava starch by fungal lemak) dai C. rugosa dapat
lipase meningkatkan karakter termoplastik dan
sifat mekanik, meingkatkan stabilitas
termal, membuat hidrofobik dan
kecenderungan pati membengkak dalam
air dapat hilang,
6 Effect of latic acid and UV Franco et al, 2010 Pati singkong yang dimodifikasi dengan
irradiation on the cassava asam laktat dan radiasi UV telah
and corn starches manunjukkan perubahan sifat psikokimia
yang lebih signifikan jika dibandingkan
dengan pati jagung.
7 Pengembangan proses Pudjihastuti & Pada modifikasi tepung tapioca tersebut
inovatif kombinasi reaksi Sumardiono, 2011 terdapat perubahan pada sifat psikokimia
hidrolisis asam dan reaksi dan rheology yang cukup signifikan,
photokimia UV untuk sehinnga nilainya mendekati nilai pada
produksi pati termodifikasi tepung terigu.
dari tapioka
8 Modifikasi tapioca dengan Sari et al, 2012 Peningkatan daya kembang pada tapioca
kombinasi proses hidrolisa terhidrolisis dapat dilakukan dengan
asam dan oksidasi hydrogen peroksida, yang memiliki
hydrogen peroksida untuk keuntungan yaitu tidak bergantung pada
meningkatkan daya kondisi iklim dan produk yang
kembang dihasilkan lebih homogeny.
9 Modification of cassava Gunorubon dan Modifikasi dengan cross-linking
starch for industrial uses Kekpugile, 2012 menggunakan empat reagen yang
berbeda (ammonium fosfat, natirum
asetat, natirum asetat dinetralkan dengan
asam adipat dan natrium asetat
dinetralkan dengan asam fumarat)
menunjukkan pati termodifikasi
memiliki perbaikan sifat fungsional
seperti kadar abu, pH, kadar air, suhu
gelatinisasi, daya kembang, kelarutan
meningkat dan viskositas

10 The structure and Bajer et al, 2013 Modifikasi berbagai jenis pat (jagung,
properties of different lilin jagung, gandum dan kentang )
types of starch exposed to dengan radiasi sinar UV, diperoleh

24
UV radiation : a bahwa perubahan paling kecil terjadi
comparative study pada pati kentang
11 Modification of cassava Sumardiono et al., 2016 Memodifikasi pati singkong dengan
starch using combination hidrolisis asam laktat dan pemanasan
process lactic acid gelombang mikro terhadap sifat
hydrolysis and micro wave fisikokimia dan rheologi pati singkong .
heating to increase coated Hidrolisis paling dengan konsentrasi
peanut expansion quality asam, waktu hidrolisis, dan waktu
pengeringan adalah 1%, 15 menit, dan 3
jam. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perubahan sifat rheologi
psikokimia dan signifikan antara pati
yang dimodifikasi dan pati gandum
sebelum dimodifikasi. Hal ini terbukti
dari meningkatnya nilai swelling power
dan kelarutan pati, bila dibandingkan
dengan sebelum
mengalami modifikasi.
12 Combination process Sumardiono et al., 2016 Modifikasi pati singkong dengan metode
method of lactic acid kombinasi hydroxylation asam laktat dan
hydrolysis and hydrogen oksidasi hidrogen peroksida untuk
peroxide meningkatkan ekspansi baking. kondisi
oxidation for cassava optimum pati termodifikasi adalah 1,5%
starch modification b / b konsentrasi H2O2, suhu oksidasi 50
C, dan pH 3. Hal ini ditunjukkan oleh
kekuatan pembengkakan 6,82%,
kelarutan 0,02%, dan ekspansi baking
7,20 cm3 / gram. Semakin tinggi
konsentrasi H2O2 semakin tinggi pula
swelling power, kelarutan, dan ekspansi
baking.
13 Physicochemical Sumardiono dan Proses modifikasi pati sagu belum
Properties of Sago Starch Rakhmawati, 2017 dilakukan secara menyeluruh. Ada
Under Various banyak metode lain yang belum
Modification Process: An melakukan modifikasi pada metode pati
Overview sagu. Metode yang sering digunakan
adalah hidrolisis asam. Manfaat dari
setiap hasil penelitian pati yang

25
dimodifikasi dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi
komoditas dan meningkatkan nilai
ekonomi sagu sebagai bahan utamanya.
14 Modification Chemical Sumardiono et al., 2017 Modifikasi pati dengan menggunakan
and Physical Modification esterifikasi dan pengeringan dengan
of Cassava Starch Using menggunakan metode pengeringan
Lactic Acid and Ethanol matahari. Semakin tinggi konsentrasi
Under Oven and Solar asam laktat dan etanol maka semakin
Drying banyak daya bengkak yang cenderung
meningkat. Untuk daya pembengkakan,
pati singkong hanya mencapai 15,31 g /
g dan ekspansi baking juga lebih besar
pada tepung terigu. Pati yang
dimodifikasi dengan menggunakan
konsentrasi esterifikasi 1% dan
pengeringan dengan menggunakan
metode pengeringan matahari
menghasilkan daya pembengkakan
sebesar 15,31 dan tingkat perkembangan
adonan 565,40% yang lebih baik
daripada pengeringan oven.

26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Bahan dan Alat


3.1.1. Bahan dan Alat pada Metode Esterifikasi
3.1.1.1. Bahan yang Digunakan pada Metode Esterifikasi
1. Pati Tapioka
2. Asam Laktat
3. Etanol 96%
4. Aquadest
3.1.1.2. Alat yang Digunakan pada Metode Esterifikasi
1. Pengaduk 6. Timbangan digital
2. Waterbath 7. Centrifuge
3. Beaker glass 8. Pipet tetes
4. Oven 9. Kompor listrik
5. Rotary UV dryer

Pengamatan:
3.1.1.3. Gambar Alat Utama Esterifikasi
 Swelling power
Asam Laktat + Etanol Air  Solubillity
 Baking Ekspansion
Pati  Gugus karboksil
Etil Laktat + Tapioka  Gugus karbonil
Air

Pati Termodifikasi
Starch
Slurry

Esterifikasi

Blower:
Memasukan udara kering panas Pati Termodifikasi
kedalam alat pengering rotary

Gambar 3.1 Rangkaian Skema Alat Penelitian Esterifikasi

27
3.1.2. Bahan dan Alat pada Metode Hidrolisis
3.1.2.1. Bahan yang Digunakan pada Metode Hidrolisis
1. Pati Tapioka
2. Aquadest
3. Asam laktat
3.1.2.2. Alat yang Digunakan pada Metode Hidrolisis
1. Pengaduk 6. Timbangan digital
2. Waterbath 7. Centrifuge
3. Beaker glass 8. Pipet tetes
4. Oven 9. Kompor listrik
5. Rotary UV dryer
3.1.2.3. Gambar Alat Utama Hidrolisis

Pati
Asam Laktat Tapioka
+ air

Pati Termodifikasi
Starch
Slurry

Hidrolisa

Blower:
Memasukan udara kering panas Pati Termodifikasi
kedalam alat pengering rotary

Gambar 3.2 Rangkaian Skema Alat Penelitian Hidrolisis

3.1.3. Bahan dan Alat pada Metode Etanol


3.1.3.1. Bahan yang Digunakan pada Metode Etanol
1. Pati Tapioka
2. Aquadest
3. Etanol

28
3.1.3.2. Alat yang Digunakan pada Metode Etanol
1. Pengaduk 6. Timbangan digital
2. Waterbath 7. Centrifuge
3. Beaker glass 8. Pipet tetes
4. Oven 9. Kompor listrik
5. Rotary UV dryer
3.1.3.3. Gambar Alat Utama Etanol

Pati
Etanol + air Tapioka

Pati Termodifikasi
Starch
Slurry

Etanol

Blower:
Memasukan udara kering panas Pati Termodifikasi
kedalam alat pengering rotary

Gambar 3.3 Rangkaian Skema Alat Penelitian Etanol

29
3.2.Rancangan Penelitian
3.2.1. Rancangan Penelitian dengan Metode Esterifikasi
Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan tahapan penelitian ditunjukkan pada
bagan rancangan percobaan seperti yang disajikan pada gambar berikut

Asam Laktat dan etanol Aquadest


Tahap Persiapan Ester
konsentrasi 1% w/w 24 jam

Esterifikasi 20 menit
Pati Tapioka Asli
Sistem rotary UV dan Oven
 Suhu udara kering yang
Pengeringan masuk: 40°C, 45°C, 55°C,
65°C, 73°C
 Kecepatan putaran: 10 rpm,
Tapioka 16 rpm (untuk rotary UV
Termodifikasi dryer)

Uji Hasil

Swelling solubility Baking SEM FTIR


power ekspansi

Uji Banding

Pembahasan dan
Kesimpulan

Gambar 3.4. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Esterifikasi

30
3.2.2. Rancangan Penelitian dengan Metode Hidrolisis

Asam Laktat Aquadest


konsentrasi 1% w/w

Hidrolisis selama 20
Pati Tapioka Asli menit
Sistem rotary UV dan Oven
 Suhu udara kering yang
Pengeringan masuk: 40°C, 45°C, 55°C,
65°C, 73°C
 Kecepatan putaran: 10 rpm,
Tapioka 16 rpm (untuk rotary UV
Termodifikasi dryer)

Uji Hasil

Swelling solubility Baking SEM FTIR


power ekspansi

Uji Banding

Pembahasan dan
Kesimpulan

Gambar 3.5. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Hidrolisis

31
3.2.3. Rancangan Penelitian dengan Metode Hidrolisis

Etanol Aquadest
konsentrasi 1% w/w

Etanol selama 20 menit


Pati Tapioka Asli
Sistem rotary UV dan Oven
 Suhu udara kering yang
Pengeringan masuk: 40°C, 45°C, 55°C,
65°C, 73°C
 Kecepatan putaran: 10 rpm,
Tapioka 16 rpm (untuk rotary UV
Termodifikasi dryer)

Uji Hasil

Swelling solubility Baking SEM FTIR


power ekspansi

Uji Banding

Pembahasan dan
Kesimpulan

Gambar 3.6. Rancangan Diagram Alir Penelitian Metode Etanol

3.3.Variabel
3.3.1. Variabel Tetap
Pada percobaan ini variabel tetap yang digunakan adalah kesamaan jenis
dan merk tepung tapioka, jumlah tepung tapioka 1000 gram, waktu perisapan
esterterifikasi 24 jam, waktu esterifikasi, hidrolisis dan etanol masing-masing
20 menit pada kondisi suhu ruangan 25°C , waktu pengeringan rotary UV

32
dan oven 20 menit dan konsentrasi asam laktat dan etanol masing-masing
yaitu 1% w/w.
3.3.2. Variabel Berubah
Pada percobaan ini variabel berubah yang digunakan adalah kondisi
operasi pada tahap pengeringan menggunakan alat pengering sinar UV dengan
sistem rotary:
a. Metode percobaan : esterifikasi, hidrolisis dan etanol
b. Kecepatan putaran rotary : 10 rpm, dan 16 rpm
c. Suhu udara kering yang masuk : 40°C, 45°C, 55°C, 65°C dan 73°C
d. Jenis pengering : Rotary UV dryer dan oven

3.1.Variabel yang diamati (Respon)


Hasil percobaan yang akan dianalisa meliputi, pengujian swelling
powe, solubility, baking ekspansi, analisa SEM dan analisa FTIR.

Tabel 3.1 Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai


Metode dalam Pengeringan Rotary UV

No Metode Suhu Kecepatan Respon


(°C) putar
(rpm) Solubility Swelling Baking
(%) Power ekspansi
(gr/gr) (ml/gr)
1 Hidrolisis 40 10
2 + Sinar UV 16
3 45 10
4 16
5 55 10
6 16
7 65 10
8 16
9 73 10
10 16
11 Esterifikasi 40 10
12 + Sinar UV 16
13 45 10

33
14 16
15 T
55 10
16 a 16
17 b 65 10
18 e 16
19 l 73 10
20 16
21 Ethanol 3+ 40 10
22 Sinar UV. 16
23 2 45 10
24 16
D
25 55 10
a
26 16
t
27 65 10
a
28 16
29 73 10
H
30 16
a
sil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metoda dalam
Pengeringan Oven

No Metode Suhu Respon


(°C)
Solubility Swelling Baking
(%) Power ekspansi
(gr/gr) (ml/gr)
1 Hidrolisis + 40
2 Oven 45
3 55
4 65
5 73
6 Esterifikasi 40
7 + Oven 45
8 55
9 65

34
10 73
11 Ethanol + 40
12 Oven 45
13 55
14 65
15 73

3.4.Prosedur Penelitian
3.4.1. Tahap Esterifikasi
3.4.1.1. Tahap Persiapan Ester
1. Mencampurkan asam laktat dengan etanol dengan konsentrasi 1%v/v
dalam 2000 ml aquadest
2. Campuran didiamkan selama 24 jam.

3.4.1.2. Tahap Esterifikasi dengan Tepung Tapioka


1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Siapkan tepung tapioka (basis kering) sebanyak 1000 gr.
3. Melarutkan tepung tapioka yang telah disiapkan sebelumnya dengan
larutan ester dalam beaker glass 2 liter di atas magnetic stirrer.
4. Nyalakan pengaduk, setting pengaduk pada kecepatan skala 8.
5. Proses esterifikasi dilakukan selama 20 menit pada suhu ruangan (25°C).

3.4.1.3. Pengeringan Sistem Rotary Sinar UV


1. Produk tapioka yang telah terseterifikasi kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan ester.
2. Siapkan rangkaian alat pengering sistem rotary sinar UV.
3. Memasukan tapioka basah yang telah teresterifikasi ke dalam rangkaian
alat.
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.
6. Tapioka termodifikasi siap dianalisa.

35
3.4.1.4. Pengeringan Oven
1. Produk tapioka yang telah terseterifikasi kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan ester.
2. Siapkan rangkaian alat pengering oven
3. Memasukan tapioka basah yang telah termodifikasi ke dalam oven
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.
6. Tapioka termodifikasi siap dianalisa.

3.4.2. Tahap Hidrolisis


3.4.2.1. Tahap Hidrolisis dengan Tepung Tapioka
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Siapkan tepung tapioka (basis kering) sebanyak 1000 gr.
3. Melarutkan tepung tapioka yang telah disiapkan sebelumnya dengan
larutan asam laktat 1%v/v ke dalam aquadest 2000 ml dalam beaker glass
2 liter di atas magnetic stirrer.
4. Nyalakan pengaduk, setting pengaduk pada kecepatan skala 8.
5. Proses hidrolisis dilakukan selama 20 menit pada suhu ruangan (25°C).

3.4.2.2. Pengeringan Sistem Rotary Sinar UV


1. Produk tapioka yang telah terhidrolisis kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan asam laktat.
2. Siapkan rangkaian alat pengering sistem rotary sinar UV.
3. Memasukan tapioka basah yang telah termodifikasi ke dalam rangkaian
alat.
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.

36
3.4.2.3. Pengeringan Oven
1. Produk tapioka yang telah tershidrolisis kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan ester.
2. Siapkan rangkaian alat pengering oven
3. Memasukan tapioka basah yang telah termodifikasi ke dalam oven
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.
6. Tapioka termodifikasi siap dianalisa.

3.4.3. Tahap Etanol


3.4.3.1. Tahap Etanol dengan Tepung Tapioka
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Siapkan tepung tapioka (basis kering) sebanyak 400 gr.
3. Melarutkan tepung tapioka yang telah disiapkan sebelumnya dengan
larutan etanol 1%v/v ke dalam aquadest 2000 ml dalam beaker glass 2
liter di atas magnetic stirrer.
4. Nyalakan pengaduk, setting pengaduk pada kecepatan skala 8.
5. Proses hidrolisis dilakukan selama 20 menit pada suhu ruangan (25°C).

3.4.3.2. Pengeringan Sistem Rotary Sinar UV


1. Produk tapioka yang telah termodifikasi kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan asam laktat.
2. Siapkan rangkaian alat pengering sistem rotary sinar UV.
3. Memasukan tapioka basah yang telah termodifikasi ke dalam rangkaian
alat.
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.

37
3.4.3.3. Pengeringan Oven
1. Produk tapioka yang telah termodifikasi kemudiann di saring untuk
memisahkan tepung dengan sisa larutan ester.
2. Siapkan rangkaian alat pengering oven
3. Memasukan tapioka basah yang telah termodifikasi ke dalam oven
4. Setting waktu pengeringan 20 menit dan kondisi temperatur udara kering
yang masuk sesuai dengan variabel percobaan.
5. Setelah selesai dikeringkan, tapioka tersebut diayak melalui ayakan 100
mesh untuk mendapat serbuk halus dan homogen.
6. Tapioka termodifikasi siap dianalisa.

3.5.Uji Analisa

1. Uji Solubility (Kainuma et al., 1967)


Tepung tapioka hasil pengeringan diambil 1 gr dan dilarutkan dalam 20 ml aquadest,
kemudian larutan dipanaskan dalam water bath dengan temperatur 60° C selama 30
menit. Supernatant dipisahkan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 20 menit lalu diambil 10 ml untuk dikeringkan dalam oven dan dicatat berat
endapan keringnya.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


% 𝑆𝑜𝑙𝑢𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑢𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑎𝑛𝑡

2. Pengujian Swelling power (Leach et al., 1959)


Tepung tapioka hasil pengeringan diambil 0,1 gr dan dilarutkan dalam aquadest 10
ml. Kemudian larutan dipanaskan menggunakan water bath dengan temperatur 60° C
selama 30 menit. Supernatant dipisahkan menggunakan centrifuge dengan kecepatan
2500 rpm selama 15 menit. Swelling power dihitung dengan rumus:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑎
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

38
3. Analisa SEM (Hossain et al., 2014)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan metode analisa dimana elektron
mikroskopik yang menghasilkan gambaran sampel dengan cara scanning sampel
tersebut menggunakan sinar yang difokuskan dari elektron. Elektron-elektron tersebut
berinteraksi dengan elektron-elektron pada sampel, menghasilkan berbagai sinyal
yang dapat terdeteksi sebagai informasi mengenai topografi permukaan sampel dan
juga komposisinya. SEM mampu menghasilkan resolusi yang lebih kecil dari ukuran
1 nanometer. Analisis SEM dapat digunakan untuk memeriksa permukaan fitur,
tekstur dan partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop optik standar.
Bentuk alat SEM dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.7. Alat SEM

4. Pengujian Baking Ekpansion (Demiate et al., 2000)


Membuat adonan dengan mencampurkan tepung sagu termodifikasi sebanyak 5 gram
dan air hingga kalis. Adonan kemudian dibentuk menjadi pilus dengan diameter 1 cm.
Pilus kemudian digoreng hingga matang. (Kusumaningrum & Sumardiono, 2012).
Analisa pengembangan volume :
Pembuatan pilus sebanyak 5 kali agar data yang didapat lebih beragam dan mewakili
sampel. Mengukur diameter pilus saat awal (Di) maupun akhir (D). Volume pilus
diukur dengan asumsi pilus berbentuk bulat sempurna. Baking ekspansi dihitung
dengan cara :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑙𝑢𝑠 𝑚𝑙
Baking ekspansion = (𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑙𝑢𝑠

39
5. Analisis FTIR (Vijayachitra et al., 2013)
FTIR (Fourrier Transform Infra Red) merupakan teknik untuk menganalisa bahan-
bahan organik, polimer, coatings, gas, sampel biologi, bahan anorganik dan mineral.
Prinsip kerja dari FTIR adalah memancarkan sinar inframerah pada sampel, kemudian
ditampilakn dalam bentuk grafik yang terdiri atas absorbansi dan juga panjang
gelombang. Ketika radiasi inframerah melewati materi, beberapa intensitas melewati
tanpa berinteraksi dengan molekul, sementara sisanya berinteraksi dengan molekul
dan diserap. Analisa gugus yang terdapat dalam sampel dilakukan dengan cara
interpretasi spektrum hasil absorpsi sinnar inframerah oleh sampel. Bentuk alat FTIR
dapat dilihat ppada gambar 3.4.

Gambar 3.8 Alat FTIR

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Percobaan
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pati tapioka menggunakan asam laktat
dan etanol dengan variabel berubah yaitu metode, jenis pengering, suhu pengering dan
kecepatan putar rotary. Hasil penelitian didapatkan dengan melakukan beberapa analisa
terhadap pati tapioka termodifikasi seperti solubility, swelling power, baking ekspansi
(tingkat pengembangan), analisa SEM dan FTIR. Berdasarkan hasil seluruh analisa
diperoleh hasil terbaik pada pati tapioka.

Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai


Metode dalam Pengeringan Rotary UV

No Metode Suhu Kecepatan Respon


(°C) putar
(rpm) Solubility Swelling Baking
(%) Power ekspansi
(gr/gr) (ml/gr)
1 Hidrolisis 40 10 8,7 11,1 1,7
2 + Sinar UV 16 8,6 11,1 1,8
3 45 10 8,6 13,1 2,9
4 16 9,4 14,7 2,9
5 55 10 12,9 12,9 3,0
6 16 13,5 13,3 3,0
7 65 10 16,9 16,0 3,2
8 16 18,8 16,4 3,2
9 73 10 19,3 10,5 3,0
10 16 20,4 9,7 4,2
11 Esterifikasi 40 10 7,7 9,7 2,0
12 + Sinar UV 16 7,4 10,8 2,2
13 45 10 9,1 13,7 2,5
14 16 10,3 14,2 2,5

41
15 55 10 12,1 11,2 2,6
16 16 12,5 13,0 2,7
T
17 65 10 16,9 14,1 2,8
a
18 16 17,8 14,8 2,8
b
19 73 10 18,0 14,0 2,7
e
20 16 18,9 15,7 3,0
l
21 Ethanol + 40 10 6,7 9,1 1,3
22 Sinar UV 16 6,0 9,4 1,5
4
23 45 10 7,2 10,5 1,7
.
24 16 8,4 11,9 1,7
2
25 55 10 9,8 10,7 1,8
26 16 9,8 9,4 1,9
D
27 a 65 10 13,1 9,8 1,7
28 t 16 14,7 10,2 1,9
29 a 73 10 14,0 10,5 1,3
30 16 15,2 11,0 1,0

Hasil Penelitian Modifikasi Tapioka dengan Berbagai Metoda dalam


Pengeringan

No Metode Suhu Respon


(°C)
Solubility(%) Swelling Baking
Power ekspansi
(gr/gr) (ml/gr)
1 Hidrolisis + 40 6,8 12,7 1,2
2 Oven 45 6,3 15,2 1,7
3 55 9,7 14,1 1,9
4 65 11,3 9,9 2,2
5 73 14,2 13,9 2,0
6 Esterifikasi 40 5,6 9,7 1,2
7 + Oven 45 6,1 10,0 1,0
8 55 7,8 12,0 1,4
9 65 9,2 9,5 1,6

42
10 73 11,5 9,3 1,5
11 Ethanol + 40 5,7 11,5 1,0
12 Oven 45 6,0 12,7 1,2
13 55 7,1 14,3 0,9
14 65 8,9 12,1 1,2
15 73 10,6 10,2 1,0

4.2.Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Solubility

Kelarutan merupakan kemampuan pati untuk terabsorbsi dalam air sehingga tidak
terjadi emulsi (Zulaidah, 2011). Jumlah pati yang larut dalam air dapat diukur dengan
mengeringkan supernatan yang dihasilkan. Pada penelitian yang dilakukan, yang
disajikan pada table 4.1, 4.2 dan 4.3 dan meninjau dari jenis metode dan pengering yang
digunakan yaitu menggunakan hidrolisis asam, etserifikasi dan etanol serta
menggunakan pengeringan sinar UV dan oven. Dengan modifikasi hidrolisa asam
diperoleh hasil solubility yang lebih besar dibanding dengan pati biasa, hal ini
disebabkan perubahan pada sifat rheologi dan psikokimia pati.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil yang di dapat dari pengaruh metode,
jenis pengering, suhu pengering dan kecepatan putar terhadap solubility dapat dilihat
sesuai dengan gambar 4.1, 4.2 dan 4.3 di bawah ini
25

20
Solubillity (%)

15

10
10 rpm Hidrolisis
10 rpm Ethanol
5
10 rpm Esterifikasi

0
40 45 50 55 60 65 70
Suhu (◦C)

Gambar 4.1 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Solubility

43
25

20

Solubillity (%) 15

10 16 rpm Hidrolisis
16 rpm Ethanol
5
16 rpm Esterifikasi

0
40 45 50 55 60 65 70
Suhu (◦C)

Gambar 4.2 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Solubility

Pada Gambar 4.1 dan gambar 4.2 dibandingkan hasil antara perbedaan kecepatan
putaran prngeringan UV. Dapat diamati mengenai pengaruh kecepatan putar pada alat
rotary UV yang digunakan. Jika diamati dari segi pengaruh kecepatan putar alat rotary
UV maka rata-rata tidak terlalu signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai solubility
pada kecepatan putar yang berbeda (10 rpm dan 16 rpm) serta suhu udara pengering dan
metode yang sama (55°C dan esterifikasi) maka didapatkan nilai sebesar 12,1% dan
12,5%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh
Chaudhurier et al bahwa kecepatan putar rotary tidak berpengaruh signifikan terhadap
transfer panasnya (Chaudhurier et al, 2009). Transfer panas akan mempengaruhi suhu
(Rukmi dan Siwi, 2010), hubungan antara suhu dengan kelarutan pati panas akan
melemahkan ikatan hidrogen sehingga struktur pati terutama daerah yang memiliki
banyak molekul amilosa dan percabangan amilopektin menjadi meregang (Rukmi, 2010)
karena pada saat hidrolisa, terjadi penambahan amylose yang menyebabkan ikatan
amylopectin semakin melemah dan putus setelah dilakukan pemanasan (Dutta, et al.,
2011). Hal ini sudah sesuai dengan penelitian lainnya dimana pada saat pati di panaskan
struktur kristal dari pati akan terpotong dan menyebabkan kenaikan solubility (Angela, et
al., 2013). Dengan demikian, nilai solubillity yang diperoleh tidak terlalu signifikan
dengan kecepatan putar yang berbeda.

44
16
14
12

Solubillity (%)
10
8
6 Hidrolisis

4 Etanol
Ester
2
0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)

Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Solubility

Pada penelitian yang dilakukan, yang disajikan pada gambar 4.1, 4.2 dan 4.3
yang meninjau dari jenis metode yang digunakan yaitu menggunakan hidrolisis asam,
etserifikasi dan ethanol. Berdasarkan gambar 4.1, 4.2 dan 4.3 diperoleh nilai sollubility
untuk masing-masing variabel berkisar antara 5,6 – 20, 4 %. Dengan modifikasi hidrolisa
asam diperoleh hasil kelarutan yang lebih besar dibanding dengan pati biasa, nilai
kelarutan pati biasa. Daerah amorf adalah bagian yang dapat mengembang dan mudah
mengalami reaksi kimia seperti hidrolisis oleh asam atau bereaksi oleh suatu gugus
fungsional (Liu, 2005). Penambahan derajat keasaman pada pati, akan dikuti dengan
penambahan gugus karbonil (C-0) dan gugus karboksil (C-O-O-H), Gugus karbonil
sangat berpengaruh terhadap proses degradasi amilosa, sehingga semakin meningkatnya
degradasi amilosa maka pasta yang terbentuk akan semakin sedikit (Kesselmans et al,
2004) ataupun tidak menunjukan profile pasting (Palma Rodriguez et al. 2012). Ketika
struktur pati membentang, pati akan lebih mudah menyerap air dan memiliki
pembengkakan (daya bengkak) sehingga kelarutan meningkat.
Selain itu apabila dilihat dari jenis pengeringan, solubility dengan metode
pengeringan sindar UV memiliki nilai solubility yang lebih besar daripada menggunakan
oven. Hal ini disebabkan karena pengaruh radiasi sinar UV. Radiasi sinar UV ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan mengembang dari tepung
termodifikasi. Hal ini sesuai dengan teori Demiate (1999) yaitu semakin lama jumlah
tapioka dan asam yang disinari dengan lampu UV berarti makin tinggi intensitas radiasi
yang mempengaruhi sifat pati terhidrolisis. Hal ini menyebabkan rantai pati cenderung
45
lebih pendek dan mudah menyerap air. Selain itu. amilosa dan amilopektin terdegradasi
oleh energi radiasi dari sinar UV pada alat pengering serta proses hidrolisis dengan asam
laktat yang dapat menurunkan molekul pati (Henry et al., Omojola et al, 2011). Hal
tersebut juga penurunan viskositas dimana ikatan antar molekul juga akan rendah,
sehingga pengikatan air akan lebih mudah (Anindya dan Haryadi, 2014).
Kemudian dalam mengkaji pengaruh suhu udara pengeringan terhadap nilai
solubility tapioka termodifikasi, maka penelitian dilakukan dengan suhu udara pengering
sebesar 40, 45, 55, 65 dan 73°C. Secara umum nilai solubility tapioka termodifikasi lebih
tinggi dibandingkan dengan tapioka murni. Kenaikan pada kelarutan pati termodifikasi
ini disebabkan oleh struktur pati yang mengalami peregangan akibat adanya kenaikan
suhu akibat pemanasan. Panas akan melemahkan ikatan hidrogen sehingga struktur pati
terutama daerah yang memiliki banyak molekul amilosa dan percabangan amilopektin
menjadi meregang (Rukmi, 2010) karena pada saat hidrolisa, terjadi penambahan
amylose yang menyebabkan ikatan amylopectin semakin melemah dan putus setelah
dilakukan pemanasan (Dutta, et al., 2011). Hal ini sudah sesuai dengan penelitian lainnya
dimana pada saat pati di panaskan struktur kristal dari pati akan terpotong dan
menyebabkan kenaikan solubility (Angela, et al., 2013). Pada gambar 4.1, 4.2 dan 4.3
juga dapat dilihat bahwa nilai solubility yang diperoleh sangat bervariasi. Perbedaan nilai
solubility pada tapioka termodifikasi dapat terjadi karena perbedaan kadar amilosa dan
amilopektin. Charles et al (2003) melaporkan bahwa pati yang memiliki kandungan
amilosa yang berbeda akan memiliki nilai swelling power dan solubility yang berbeda.
Menurut Fleche (1985), ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-
molekul tersebut mulai menyebar ke media yang ada di luarnya. Molekul yang pertama
keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Selama pemanasan
akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi,
granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. Pola kelarutan dapat diketahui
dengan cara mengukur berat supernatan yang telah dikeringkan. Terdapat korelasi positif
terjadi antara amilosa dengan kelarutan pati.

4.3.Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Swelling Power

Swelling power merupakan suatu sifat yang mencirikan daya kembang suatu
bahan, dalam hal ini kekuatan tepung untuk mengembang. Swelling power terjadi karena

46
pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Daramola dan
Osanyinlusi, 2006). Peristiwa swelling power terjadi karena adanya ikatan non kovalen
antara molekul-molekul pati dan terjadi pada daerah amorf (tidak beraturan) granula pati
(Bamforth, 2003). Pada saat pengembangan, terjadi ketegangan antar kristal dan
cenderung terjadi distorsi. Pemanasan lebih lanjut akan menyebaban disosiasi daerah
heliks ganda dan memutus struktur amilopektin pada kristal. Rantai amilopektin yang
putus menjadi terhidrasi dan membengkak (Pimpa et al., 2007). Ikatan hidrogen yang
melemah selama proses pemanasan menyebabkan terjadinya hidrasi air oleh granula pati.
Peningkatan nilai swelling power diduga disebabkan oleh sifat hidrofilik pada granula
pati sehingga mampu berikatan dengan hidrogen pada molekul air (Zhu, 2014).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil yang di dapat dari pengaruh metode,
jenis pengering, suhu pengering dan kecepatan putar terhadap swelling power dapat
dilihat sesuai dengan gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 di bawah ini

18
16
Swelling Power (gr/gr)

14
12
10
8
10 rpm Hidrolisis
6
10 rpm Ethanol
4
10 rpm Esterifikasi
2
0
40 45 50 55 60 65 70
Suhu (◦C)

Gambar 4.4 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Swelling Power

47
18
16

Swelling Power (gr/gr)


14
12
10
8
16 rpm Hidrolisis
6
16 rpm Ethanol
4
16 rpm Esterifikasi
2
0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (◦C)

Gambar 4.5 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Swelling Power

Pada Gambar 4.4 dan gambar 4.5 dibandingkan hasil antara perbedaan
kecepatan putaran prngeringan UV. Dapat diamati mengenai pengaruh kecepatan putar
pada alat rotary UV yang digunakan. Jika diamati dari segi pengaruh kecepatan putar alat
rotary UV maka rata-rata tidak terlalu signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai
swelling power pada kecepatan putar yang berbeda (10 rpm dan 16 rpm) serta suhu udara
pengering dan metode yang sama ( 65°C dan hidrolisis ) maka didapatkan nilai sebesar
16 gr/gr dan 16,4 gr/gr. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaudhuri
et al, (2009) bahwa kecepatan putar rotary UV tidak akan memberikan hasil yang
berpengaruh signifikan terhadap transfer panasnya. Transfer panas akan mempengaruhi
suhu, dimana semakin tinggi suhu menyebabkan melemahnya ikatan hidrogen yang
menghubungkan antara amilosa-amilopektin, amilosa-amilosa, dan amilopektin-
amilopektin sehingga granula pati akan mudah terhidrasi oleh air. Air yang terserap pada
setiap granula pati akan menjadikan granula-granula pati mengembang (Hee Young An,
2005). Dengan demikian, nilai swelling power dengan perlakuan variabel kecepatan
putar, tidak memberikan hasil yang signifikan (Rukmi dan Siwi, 2010).

48
16
14

Swelling Power (gr/gr)


12
10
8
6 Hidrolisis
4 Ethanol

2 Ester

0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)

Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Swelling Power

Berdasarkan gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 diperoleh nilai swelling power untuk
masing-masing variabel berkisar antara 9,1 – 16,4 g/g. Pada variabel dengan metode
hidrolisa pengering rotary UV dengan suhu udara masuk 65ºC dan kecepatan putar 16
memberikan nilai swelling power paling tinggi yaitu 16,4 g/g. Perlakuan asam
menyebabkan amilosa dan amilopektin pada granula pati terurai sebagian. Kondisi ini
mengakibatkan molekul-molekul air dan udara dapat berpenetrasi masuk kedalam
granula dan terperangkap pada susunan amilosa dan udara berubah menjadi uap air
sehingga terjadi pengembangan volume (Ambarsari et al., 2011). Nilai swelling power
diduga disebabkan oleh sifat hidrofilik pada granula pati sehingga mampu menyerap air
(Lee et al. 2005) dan membengkak ketika dipanaskan dengan adanya air (Zhu, 2014).
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi daya ikat air dengan granula pati antara lain yaitu
perbandingan amilosa dan amilopektin, bobot molekul amilosa dan amilopektin,
distribusi bobot molekul, derajat percabangan, dan panjang dari cabang molekul
amilopektin terluar yang dapat berperan dalam kumpulan ikatan (Yuan et al., 2008).
Selain itu apabila dilihat dari jenis pengeringan, swelling power dengan metode
pengeringan sindar UV memiliki nilai swelling power yang lebih besar daripada
menggunakan oven. Hal ini disebabkan karena pengaruh radiasi sinar UV. Radiasi sinar
UV ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan mengembang dari tepung
termodifikasi. Hal ini sesuai dengan teori Demiate (1999) yaitu semakin lama jumlah
tapioka dan asam yang disinari dengan lampu UV berarti makin tinggi intensitas radiasi
yang mempengaruhi sifat pati terhidrolisis. Hal ini menyebabkan rantai pati cenderung

49
lebih pendek dan mudah menyerap air. Selain itu. amilosa dan amilopektin terdegradasi
oleh energi radiasi dari sinar UV pada alat pengering yang dapat menurunkan molekul
pati (Henry et al., Omojola et al, 2011). Molekul pati yang semakin kecil memudahkan
air yang terserap pada setiap granula pati sehingga akan menjadikan granula-granula pati
mengembang (Hee Joung An, 2005) dan saling berhimpitan sehingga meningkatkan nilai
swelling powernya.
Kemudian dalam mengkaji pengaruh suhu udara pengeringan terhadap nilai
swelling power tapioka termodifikasi, maka penelitian dilakukan dengan suhu udara
pengering sebesar 40, 45, 55, 65 dan 73°C. Secara umum nilai swelling power tapioka
termodifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka murni. Peningkatan swelling
power akibat pemanasan suspense pati pada suhu yang semakin tinggi disebabkan kadar
amilosa yang semakin tinggi atau amilopektin dalam pati lebih rendah. Amilosa berada
pada daerah amorf granula pati. Rahman (2007) menyatakan bahwa daerah amorf
merupakan daerah yang renggang dan kurang padat, sehingga mudah dimasuki air.
Bagian amorf merupakan bagian yang lebih mudah menyerap air (Haryadi, 2006).
Semakin banyak amilosa pada pati, maka daerah amorf akan semakin luas, sehingga
penyerapan air akan semakin besar. Menurut Jading dkk. (2011), swelling power pada
pati dipengaruhi oleh daya serap air. Semakin besar daya serap air menyebabkan
swelling power meningkat.

4.4.Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Baking Ekspansi

Kapasitas baking ekspansi dari suatu tepung dapat dinyatakan dalam spesifik
volume dari adonan tepung yang telah dipanggang (Fraco et al., 2010). Pada proses
pemanggangan ini terjadi fenomena secara fisik, kimia dan biologi yangmenentukan
kualitas suatu produk. Perpindahan panas dan perpindahan massa terjadi secara continue
dan saling berhubungan. Baking ekspansion secara langsung berhubungan dengan
struktur granula pati, dimana struktur ini bervariasi tergantung pada sumber dan kultivar
tanaman. (Dias et al., 2011). Menurut Matz (1992), tingkat pengembangan dan tekstur
dari makanan ringan (snack) dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Pati yang
memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberikan karakter produk yang

50
fragile (mudah pecah), sedangkan amilosa akan memberikan tekstur yang lebih tahan
terhadap kemudahan untuk pecah (renyah).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil yang di dapat dari pengaruh metode,
jenis pengering, suhu pengering dan kecepatan putar terhadap baking ekspansi dapat
dilihat sesuai dengan grafik 4.7, 4.8 dan 4.9 di bawah ini.

3.5

3
Baking Ekspansi (ml/gr)

2.5

1.5

1 10 rpm Hidrolisis

0.5 10 rpm Ethanol


10 rpm Ester
0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)

Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 10 rpm terhadap Baking Ekspansi

4.5
4
Baking Ekspansi (ml/gr)

3.5
3
2.5
2
1.5
16 rpm Hidrolisis
1
16 rpm Ethanol
0.5 16 rpm Ester
0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)

Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Rotary UV 16 rpm terhadap Baking Ekspansi

Pada Gambar 4.7 dan gambar 4.8 dibandingkan hasil antara perbedaan kecepatan
putaran prngeringan UV. Dapat diamati mengenai pengaruh kecepatan putar pada alat

51
rotary UV yang digunakan. Jika ditinjau dari metode yang sama dan suhu udara
pengering yang sama (Hidrolisis dan 73°C) serta kecepatan putar rotary yang berbeda
(10 dan 16 rpm) maka akan didapatkan nilai baking ekspansi sebesar 3 dan 4.2 gr/gr.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan putar tidak terlalu signifikan
terhadap kenaikan nilai baking ekspansi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Chaudhuri et al., (2009) bahwa kecepatan putar rotary tidak berpengaruh signifikan
terhadap transfer panasnya. Transfer panas akan dipengaruhi suhu, sesuai dengan
penelitian Rukmi dan Siwi (2010), bahwa semakin tinggi suhu menyebabkan
melemahnya ikatan hydrogen yang menghubungkan antara amilosa-amilopektin,
amilosa-amilosa dan amilopektin-amilopektin sehinkgga granula pati akan mudah
terhidrasi oleh air. Pada saat pemanggangan air berubah menjadi uap air (Ambarsari., et
al, 2011) dan menyebabkan tekanan yang tinggi yang mana menghasilkan gaya dorong
untuk ekspansi yang besar pula (Bertolini et al., 2001 dan Vatanaschurat et al., 2003).
Dengan demikian, nilai baking ekspansi yang diperoleh tidak terlalu signifikan dengan
kecepatan yang berbeda.

2.5

2
Baking Ekspansi (ml/gr)

1.5

1
Hidrolisis
0.5 Ethanol
Ester
0
40 45 50 55 60 65 70 75
Suhu (°C)

Gambar 4.9 Pengaruh Suhu Pengering pada Metode Hidrolisis, Esterifikasi dan Etanol
dengan Jenis Pengering Oven terhadap Baking Ekspansi

Selanjutnya apabila dibandingkan terhadap jenis metode, yang disajikan pada


gambar 4.7, 4.8 dan 4.9 yaitu menggunakan hidrolisis asam, etserifikasi dan ethanol.
Dengan modifikasi hidrolisa asam diperoleh hasil daya kembang yang lebih besar
dibanding dengan pati biasa, nilai baking ekspansi pati biasa adalah hanya sebesar 2
gr/gr. Hal ini disebabkan perubahan pada sifat rheologi dan psikokimia pati. Menurut
52
Wang dan Wang (2003), peningkatan baking expansion akibar pembentukan gugus
karbonil dan karboksil saat reaksi oksidasi. Gugus karbonil dan karboksil akan
memengaruhi peningkatan kapasitas hidrasi pati tapioka. Peningkatan kapasitas hidrasi
pati ini akan berkontribusi terhadap peningkatan ikatan air pada molekul pati. Kelarutan
pati termodifikasi meningkat karena adanya substitusi gugus OH dalam pati yang
menyebabkan pati lebih cepat terlarut dalam air dan lebih cepat mengembang
(Dwiastarini, 2010). Modifikasi menggunakan hidrolisis asam laktat menunjukan nilai
baking ekspansi yang paling besar dibandingkan dengan mentode esterifikasi dan etanol.
Hal ini dikarenakan modifikasi tapioka dengan menggunakan asam merupakan proses
pemasukan/penggantian atom H kedalam gugus OH pada pati sehingga membentuk
rantai yang cenderung lebih panjang dan dapat mengubah sifat sifat psikokimia dan sifat
rheologi dari pati (Pudjihastuti dan Sumardiono, 2015). Selain itu reaksi radiasi UV
menyebabkan depolimerasi parsial molekul amilosa dan membentuk ikatan baru dengan
hidrogen yang menyebabkan air menjadi mudah di serap sehingga membuat butiran pati
membengkak dan bersatu dengan satu sama lain sehingga meningkatkan kemampuan
baking ekspansi (Sumardiono dkk, 2018). Sehingga semakin banyak gugus H maka
semakin banyak gugus OH yang tersubstitusikan dibandingkan dengan metode yang
dilakukan dengan penambahan ethanol karena gugus fungsional alkohol adalah gugus
hidroksil atau gugus OH (Siregar, 1988).
Selain itu apabila dilihat dari jenis pengeringan, baking ekspansi dengan metode
pengeringan sindar UV memiliki nilai baking ekspansi yang lebih besar daripada
menggunakan oven. Hal ini disebabkan karena pengaruh radiasi sinar UV. Radiasi sinar
UV ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan mengembang dari tepung
termodifikasi. Hal ini sesuai dengan teori Demiate (1999) yaitu semakin lama jumlah
tapioka dan asam yang disinari dengan lampu UV berarti makin tinggi intensitas radiasi
yang mempengaruhi sifat pati terhidrolisis. Hal ini menyebabkan rantai pati cenderung
lebih pendek dan mudah menyerap air. Air yang terserap pada setiap granula pati akan
menjadikan granula - granula pati mengembang (Hee Joung An, 2005) dan saling
berhimpitan sehingga meningkatkan kemampuan mengembang tepung. Dalam penelitian
Fan, Mitchell, dan Blanshard (1999) terkait baking expansion pati yang dihidrolisa
dengan asam laktat dan disinari UV menunjukkan bahwa saat viskositas meningkat,
tekanan internal gelembung pati juga meningkat dan menimbulkan tegangan tarik yang
lebih besar pada permukaan sel yang mengakibatkan pecahnya sel pada akhir
pemanggangan. Selain itu Bertolini et al. (2001) menemukan bahwa baking expansion
53
pati saat dipanggang/digoreng dapat dikaitkan dengan meningkatnya tekanan oleh uap
air yang menghasilkan dorongan untuk ekspansi yang lebih besar. Kemudian
viskositasnya rendah selama proses depolimerisasi yang akan mengurangi resistansi
untuk mengembang.
Kemudian dalam mengkaji pengaruh suhu udara pengeringan terhadap nilai
baking expansion tapioka termodifikasi, maka penelitian dilakukan dengan suhu udara
pengering sebesar 40, 45, 55, 65 dan 73°C. Secara umum nilai baking ekspansi tapioka
termodifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka murni. Hasil tersebut
menunjukan bahwa tapioka termodifikasi memberikan karakteristik baking ekspansi
yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fraco et al., (2010) dan
Vatanasuchart et al., (2005) bahwa kombinasi antara asam laktat dan sinar UV dapat
meningkatkan baking ekspansion dengan berturut-turut sebesar 8,08 ml/gr dan 9,06 -
12,23 ml/gr. Hal ini berhubungan dengan pembahasan sebelumnya dimana terjadi
peningkatan nilai swelling power, diduga disebabkan oleh sifat hidrofilik pada granula
pati sehingga mampu menyerap air. Dengan meningkatnya kapasitas hidrasi
menyebabkan jumlah air terikat semakin banyak sehingga penguapan air dan tekanan
dari dalam bahan sebagai pendorong terjadinya ekspansi selama proses pemanggangan
semakin meningkat (Bertolini dkk., 2010 dan Vatanasuchart et al., 2003). Gugus yang
mensubstitusi gugus OH dalam pati kemungkinan dipengaruhi oleh temperature. Secara
umum temperature berhubungan dengan laju reaksi. Semakin tinggi teperature maka
reaksi akan berlangsung lebih cepat (Dwiastarini, 2010). Dalam proses pemanggangan,
perpindahan panas terjadi sebagai kombinasi konduksi, konveksi atau radiasi terhadap
adonan. Dengan transfer panas, transfer massa dapat terjadi berdasarkan empat tahap
yaitu (1) penguapan air, (2) pergerakan air ke dalam fase gas, (3) air kondensasi dan (4)
difusi air. Selain panas yang dihasilkan oleh oven dalam proses pemanggangan, radiasi
UV juga mempengaruhi karakteristik pati termodifikasi dalam ekspansi pemanggangan.
Reaksi radiasi UV menyebabkan depolimerisasi parsial molekul amilosa dan membentuk
ikatan baru bersama hidrogen sehingga air lebih mudah diserap (Sumardiono dkk, 2018).

4.5.Pengaruh Metode, Jenis Pengering, Suhu Pengering dan Kecepatan Putar Rotary
Terhadap Ukuran dan Bentuk Granula Pati Melalui Analisa SEM

SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan metode analisa elektron


mikroskopik yang menghasilkan gambaran sampel untuk mengetahui struktur morfologi

54
suatu sampel dengan cara scanning sampel tersebut menggunakan sinar yang difokuskan
dari sebuah elektron absorpsi yang menghasilkan berkas elektron pada suatu tegangan
dipercepat 2-30 kV(Carr, 1970). Elektron ini berinteraksi dengan elektron dalam sampel,
menghasilkan berbagai sinyal yang dapat dideteksi sebagai informasi tentang morfologi
permukaan sampel dan komposisi. SEM cocok untuk digunakan dalam situasi itu
membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan pembesaran 20 kali hingga 500.000
kali (Sumardiono dkk., 2017).
Ukuran granula yang diamati menggunakan SEM ditunjukkan dalam perbesaran
1000 kali pada gambar 4.10 – gambar 4.16. Sampel yang digunakan dalam analisis ini
adalah modifikasi pati dan pati yang belum dimodifikasi (blanko). Sampel dianalisis
dengan menggunakan SEM memiliki variabel jenis metode yaitu hidrolisis, ethanol dan
esterifikasi. dan jenis pengeringan yaitu dengan menggunakan sinar UV dan oven. Dapat
dilihat bahwa ukuran butiran dan granular bentuk masing-masing sampel lebih besar dari
pati yang memiliki belum dimodifikasi. Ukuran dan bentuk sampel lainnya sampel tidak
memiliki perbedaan yang sangat signifikan yang bisa dilihat pada Gambar 4.10 - gambar
4.16

Gambar 4.10 Hasil SEM Blanko

Berdasarkan gambar tersebut dapat di simpulkan bahwa terjadi perubahan


ukuran dari pati asli sebelum di modifikasi yang disajikan pada gambar 4.10 dengan pati
yang telah termodifikasi yang disajikan pada pada gambar 4.11 hingga gambar 4.16
dimana pati termodifikasi memiliki ukuran pati yang lebih kecil di bandingkan dengan
pati aslinya hal tersebut menunjukan adanya reaksi yang terjadi karena penambahan

55
asam (Putri dkk, 2011). Selain dapat dilihat permukaan pati termodifikasi memiliki
struktur yang lebih rapuh di lihat dari banyaknya korosi pada struktur pati dibandingkan
dengan permukaan pada pati asli. Selain itu dengan bantuan sinar UV dapat memperkecil
ukuran granula pati. Hal ini disebabkan karena adanya ikatan rantai amilopektin yang
putus dan menyebabkan ukuran pati semakin kecil (Dutta, et al., 2011).

Gambar 4.11 Hasil SEM Pati Gambar 4.12 Hasil SEM Pati
Termodifikasi Metode Termodifikasi Metode
Esterifikasi Dengan Esterifikasi Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven

Apabila ditinjau antara hasil SEM pada gambar 4.11 dan 4.12 terdapat
perbedaan ukuran di antara keduaanya. Perubahan ukuran tersebut dapat disebabkan
karena adanya perubahan fisik yang diakibatkan adanya modifikasi yang dilakukan salah
satunya asam laktat dan irradiasi sianr UV. Pada pati yang dimodifikasi sebagian
granula dan permukaan kasar ditunjukan oleh pati yang difermentasi dan diasamkan.
Seperti Sotomayor dkk. (1999) melaporkan pada penelitiannya terhadap modifikasi pada
kacang miju-miju bahwa granula tepung lentil menjaga integritas internal, tetapi rongga
di tengah mungkin menjadi bukti perubahan struktural selama fermentasi. Dan dapat
dilihat pada gambar di atas terdapat rongga-rongga di tengah pada pati yang
termodifikasi, hal ini terjadi karena adanya perubahan struktural saat ditambahkan asam.
Menurut Putri dkk. (2011), Fermentasi pati oleh L. amylophyllus menunjukkan
permukaan yang tidak rata memiliki sejumlah lubang menyeluruh dengan diameter besar
kerusakan granula pati.

56
Gambar 4.13 Hasil SEM Gambar 4.14 Hasil SEM
Pati Termodifikasi Pati Termodifikasi
Metode Etanol Dengan Metode Etanol Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven

Sedangkan apabila ditinjau dari hasil SEM pada gambar 4.13 dan 4.14
dapat dilihat permukaan pati pada gambar 4.13 memiliki struktur yang lebih rapuh di
lihat dari banyaknya korosi pada struktur pati dibandingkan dengan permukaan pada pati
asli. Selain itu pada gambar 4.13 ukuran patinya lebih kecil, dikarenakan dengan bantuan
sinar UV dapat memperkecil ukuran granula pati. Hal ini disebabkan karena adanya
ikatan rantai amilopektin yang putus dan menyebabkan ukuran pati semakin kecil (Dutta,
et al., 2011).

Gambar 4.15 Hasil SEM Pati Gambar 4.16 Hasil SEM Pati
Termodifikasi Metode Termodifikasi Metode
Hidrolisis Dengan Hidrolisis Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven

Selanjutnya, apabila ditinjau dari gambar 4.15 dan 4.16 struktur pati pada gambar
4.15 lebih berdekatan dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan hasil SEM di gambar
4.16. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Vatanasuchart et al., (2013)
57
dan Vatanasuchart et al., (2005) bahwa kombinasi hidrolisis asam laktat dan irradiasi
sinar UV dapat memperkecil ukuran granula pati. Hal ini disebabkan karena adanya
ikatan rantai amilopektin yang putus dan menyebabkan ukuran pati semakin kecil (Dutta,
et al., 2011). Selain itu banyaknya korosi pada struktur pati termodifikasi disebabkan
oleh proses hidrolisis menggunakan asam, dimana hidrolisis dapat menyebabkan struktur
pati menjadi lebih amorf yang sebagian besar terjadi di bagian amilosa.
(Atichokudomchaiet al., 2000)..

4.6.Perbandingan Tepung Tapioka Termodifikasi Menggunakan berbagai Metode dan


Jenis Pengeringan yang berbeda dengan Tepung Tapioka Murni Menggunakan
FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Spektrum inframerah transformasi Fourier (FTIR) dapat digunakan untuk


menyelidiki struktur komposisi biologis atau kelompok kimianya dan komposisi dan
struktur kelompok fungsional molekuler dapat ditentukan dengan menganalisis posisi,
lebar, dan intensitas spektrum yang diperoleh dalam sistem biologis kompleks saat
mengandalkan algoritma tertentu. Kelebihan metode FTIR memungkinkannya untuk
memeriksa respons awal terhadap rangsangan dengan sensitivitas tinggi melalui perolehan
spektrum yang cepat dari jumlah sampel yang sangat kecil (Wei et al., 2015). Pada gambar
dapat dilihat panjang gelombang tertentu menghasilkan puncak absorbansi panjang
gelombang tertentu yang menunjukkan keberadaan spesifik kelompok fungsional
(Sumardiono dkk., 2017). Terlihat bentuk gelombang dan absorbansi antara murni dan
diubah tapioka hampir sama. Kelompok fungsional yang sama karena komponen
penyusun utama pati adalah amilosa dan amilopektin (Demiate dkk., 2000) dan proses
modifikasi hidrolisis asam laktat dikombinasikan dengan radiasi UV menyebabkan
pemecahan ikatan hanya amilopektin untuk membentuk amilosa (Berolini, 2001). Radiasi
UV umumnya lebih banyak menyebabkan perubahan fisik seperti penurunan kadar air
dibandingkan dengan perubahan kimia serta penurunan derajat kristalisasi (Bajer dkk.,
2012).

58
23
22
20

18

16

14

%T
12

10

4
3
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370
cm-1

Gambar 4.17 Hasil Analisa FTIR Blanko

37 29
34 28
32 26
30 24
28 22
26
24 20
22 18
20
%T

%T

16
18 14
16
14 12
12 10
10 8
8
6
6
4 4
3 2
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370
cm-1 cm-1

Gambar 4.18 Hasil Analisa FTIR Pati Gambar 4.19 Hasil Analisa FTIR Pati
Termodifikasi Metode Esterifikasi Dengan Termodifikasi Metode Esterifikasi Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven
46 23
22
40 20

35 18

30 16

14
25
%T

%T

12
20
10
15
8
10 6

5 4
2 3
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370
cm-1 cm-1

Gambar 4.20 Hasil Analisa FTIR Pati Gambar 4.21 Hasil Analisa FTIR Pati
Termodifikasi Metode Etanol Dengan Termodifikasi Metode Etanol Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven

59
56 30
28
50
26
45 24
22
40
20
35 18
%T

%T
30 16
14
25
12
20 10
15 8
6
10 4
6 2
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 370
cm-1 cm-1

Gambar 4.22 Hasil Analisa FTIR Pati Gambar 4.23 Hasil Analisa FTIR Pati
Termodifikasi Metode Hidrolisis Dengan Termodifikasi Metode Hidrolisis Dengan
Pengeringan UV Pengeringan Oven

Dari hasil analisa diketahui terdapat gugus fungsional tertentu yang terdapat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Murni
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1082,10 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1157,51 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1368,85 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,55 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3402,28 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

Tabel 4.4 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi
dengan Pengering Rotary UV
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1156,68 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1241,14 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1365,19 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,47 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3402,24 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

60
Tabel 4.5 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Esterifikasi
dengan Pengering Oven
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1082,25 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1157,60 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1367,10 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,99 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3400,07 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

Tabel 4.6 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Etanol dengan
Pengering Rotary UV
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1156,71 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1241,15 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1366,69 CH3 bend ~1375 Alkana
2933,12 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3401,51 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

Tabel 4.7 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Etanol dengan
Pengering Oven
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1082,24 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1157,67 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1369,52 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,55 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3400,05 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

61
Tabel 4.8 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Hidrolisa dengan
Pengering Rotary UV
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1155,51 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1241,36 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1365,26 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,82 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3401,08 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

Tabel 4.9 Hasil Analisa FTIR pada Pati Tapioka Termodifikasi Metode Hidrolisa dengan
Pengering Oven
Peak Molecular Wavenumber Functional
Detected Motion (cm-1) Group
1082,12 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1157,12 C-O stretch 1260-1000 Alkohol
1367,39 CH3 bend ~1375 Alkana
2932,68 C-H stretch 2950-2800 Alkana
3396,92 O-H stretch 3400-3300 Alkohol

Dari hasil analisa FTIR dapat dilihat pada tabel di atas menunjukan bahwa antara
pati alami dan pati yang termodifikasi mengalami perubahan serapan pada bilangan
gelombang tertentu.
Berdasarkan peakdetected terlihat adanya peningkatan gugus karbonil (C-O) dari
pati tapioka asli dengan pati tapioka termodifikasi, gugus tersebut adalah yang mampu
mensubstitusi gugus OH pada pati (Dwiastarini, 2010). Dapat dilihat dari tabel 4.3 hingga
tabel 4.9 baik pada berbagai metode dan jenis pengering terjadi peningkatan gugus
karbonil. Peningkatan gugus karbonil pati disebabkan karena modifikasi pati melibatkan
reaksi hidrolisis, reaksi esterifikasi dan reaksi dengan etanol . Pada gambar terlihat bentuk
analisa FTIR yang relatif sama antara pati tapioka asli dengan yang dimodifikasi, hal ini
mengindikasikan bahwa gugus fungsional penyusun granula pati termodifikasi pada
dasarnya tetap utuh (Makmoon et al., 2013).

62
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
1. Modifikasi pati tapioka dengan proses hidrolisa asam laktat, esterifikasi dan
penambahan ethanol dengan pengeringan oleh irradiasi sinar UV dan oven
memberikan pengaruh terhadap sifat fisikokimia pati tapioka dan hasil terbaik
dimiliki oleh metode hidrolisis asam laktat berbantuan sinar UV dengan hasil pada
swelling power, solubility, dan baking expansion berturut-turut adalah 16,4 gr/gr,
20,4 % dan 4,2 gr/ml.
2. Hasil SEM pada metode hidrolisis bebrbanturan pengeringan sinar UV didapatkan
struktur granula pati yang lebih berdekatan dan ukurannya lebih kecil dibanding
dengan hasil SEM metode yang menggunakan pengeringan oven.
3. Hidrolisa dengan asam dan irradiasi UV pada pati menyebabkan pemutusan rantai
amilopektin dan membentuk struktur amorf pada pati termodifikasi dan bentuk
analisa FTIR yang relatif sama antara pati tapioka asli dengan yang dimodifikasi,
hal ini mengindikasikan bahwa gugus fungsional penyusun granula pati
termodifikasi pada dasarnya tetap utuh.
5.2.Saran
1. Perlu dilakukan analisa sampel kandungan amilosa dan amilopektin dari hasil
penelitian.
2. Perlu dilakukan uji tekstur dan gizi terhadap pati tapioka modifikasi sebelum di
komersialkan skala rumah tangga.
3. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai waktu pengeringan pati terhidrolisa

63
DAFTAR PUSTAKA

Agudelo, A., Varela, P., Sanz, T., dan Fiszman, S. 2014. Formulating Fruit Fillings.
Freezing And Baking Stability Of A Tapioca Starch-Pectin Mixture Model. Food
Hydrocolloids. 40 :203-213.
Ambarsari, I., Haryadi., Cahyanto, M.Nur. 2011. Karakteristik Tepung Hasil Modifikasi Chip
Ubikayu Dengan Asam Laktat Dan Hidrogen Peroksida.
Amin, M. 2006. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Labu Kuning Serta
Konsentrasi Ragi Terhadap Mutu Roti Tawar. Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
An, Hee- Young. 2005. Effects Of Ozonation And Addition Of Amino Acids On Properties. A
Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana State University and
Agricultural and Mechanical Collage. Dong- A University.
Angela M.P.D., Eduard F.T, Abadi J., 2013. Physicochemical and baking expansion
roperties of peroxide oxidized sago starch with different UV irradiation. As. J. Food
Ag-Ind. 2014, 7(01), 006-012.
Anindya, Agnes Swasti, dan Haryadi. 2014. Oksidasi Hancuran singkong Menggunakan
H2O2 dan Asam Laktat dengan Katalisator Ferrous Sulfate Heptahydrate untuk
meningkatkan Baking Expanson. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Atichokudomchai, N., Shobsngob, S., Chinachoti, P.,Varavinit, S. 2001. A Study of some
physicochemical properties of high-crystalline tapioca starch.Starch/Starke. 53:
577–581.
Atichokudomchai, N., Varavinit, S., dan Chinachoti, P. 2004 . A Study Of Ordered Structure
n Acid Modified Tapioca Starch By 13 C CP/ MAS Solid State NMR. Carbohydrate
Polymers. 58 : 383-389.
Atichokudomchai,N., Varavinit,S., Chinachoti,P. 2002. Gelatinization transitions of acid
modified tapioca starches by differential scanning calorimetry. Starch/Starke. 54:
296–302.
Bajer, D., Kaczmarek, H., dan Bajer , K. 2013. The Structure and Properties Of Different
Types Of Starch Exposed To UV Radiation: A Comparative Study. Carbohydrate
Polymers. 98:477-482
Bamforth, Dr. Charles W. (2003). Barley and Malt Starch in Brewing : A General Review.
Master Brewers Association of the Americas (MBAA TQ) Vol. 40 No.2 pp : 89 – 97.
64
BeMiller, J. N. 2011. Pasting, Pastte And Gel Properties Of Starch – Hydrocolloid
Combinations. Carbohydrate Polymers. 86: 386-423
BeMiller, J., dan Whistler, R. 2009. Starch Chemistry and Technology. Food Science and
Technology, International Series.
Bergthaller, W. 2004. Development in potato starch. Dalam : A.C. Eliasson (Ed). Starch in
Food: Structure, Function, And Application. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Bertolini, A. C., Mestres, C., Colonna, P., & Raf, J.. Carbohydr. Polym., 44, 269–271. (2001)
Bertolini, A. C., Mestres, C., Lourdin, D., Della Valle, G., & Colonna, P. (2001).
Relationship between thermomechanical properties and baking expansion of sour
cassava starch (polvilho azedo). Journal of the Science of Food and Agriculture, 81,
429–435.
Bertolini,A. C. , Mestres, C. And Colonna, P. 2000. Rheological properties of acidified and
UV-irradiated starches. Starch/starke. 52: 340-344
Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. 1985. Starch Convertion Technology. Applied Science
Publ., London.
Blennow, A. 2004. Starch Bioengineering. Dalam : A.C. Eliasson (Ed). Starch in food :
structure, function, and application. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Cavallini, M. Et al., 2009. Effect of acid-ethanol treatment followed by ball milling on
structural and physicochemical characteristics of cassava starch.
Chaudhuri, Bodhisattwa., Muzzio, Fernando., dan Tomassone, M. Silviana. 2009.
Experimentally validated computations of heat transfer in granular materials in
rotary calciners. Powder Technology. 198: 6-15.
Chen, Y., Huang, S., Tang, Z., Chen, X., dan Zhang, Z. 2011. Structural Changes Of
Cassava Starch Granules Hydrolyzed By A Mixture Of A-Amylase And
Glucomylase.. Carbohydrate Polymers. 85: 272-275.
Daramola, B., Osanyinlusi, S.A. (2006). Investigation on modification of cassava starch
using active components of ginger roots (Zingiber officinale Roscoe). African
Journal of Biotechnology Vol. 5(10). pp : 917 – 920.
Demiate, I., Dupuy, N., Huvenne, J. P., Cereda, M. P., and Wosiacki, G. 2000. Relationship
betweet baking behavior of modified cassava starch and chemmical structures
determined by FTIR spectroscopy. carbohydr,polym. 42: 149-158. Di dalam Franco
et al., 2010. Effect of Lacic Acid and UV irridiation on the Cassava and corn
starches.

65
Dias, A. R. G., Zavareze, E. D. R., Elias, M. C., Helbig, E., da Silva, D. O., dan Ciacco, C. F.
2011. Pasting, Expansion And Textural Properties Of Fermented Cassava Starch
Oxidised With Sodium Hypochlorite. Carbohydrate Polymers. 84: 268-275.
Dutta, H., Sanjib K.P., Dipankar K., Charu L.M. 2011. Effect of acid concentration and
treatment time on acid–alcohol modified jackfruit seed starch properties.
Department of Food Processing Technology, School of Engineering, Tezpur
University, Assam: India.
Dwiastarini, N. N. 2010. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Asam Asetat pada Proses
Modifikasi Pati Jagung secara Asetilasi terhadap Karakteristik Pati dan Aplikasinya
sebagai Edible Film. Akademisi Analisis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia
Malang
Dziedzic, S. Z. Dan M. W. Kearsley. 1995. The technology of starch production. Di dalam
Wahyuningtyas, I. dan Rodiansyah, M. Modifikasi Tapioka dengan Asam Laktat
dan Etanol dalam Pengering Rotary UV untuk meningkatkan Daya Kembang.
Universitas Diponegoro
Eguchi, S., Kitamoto, N., Nishinari, K., dan Yoshimura, M. 2013. Food Hydrocolloids
Effects Of Esteri Fi Ed Trapioca Starch On The Physical And Thermal Properties Of
Japanese White Salted Noodles Prepared Partly By Residual Heat. Food
Hydrocolloids. 1-11.
Fan, J. Y., Mitchell, J. R., & Blanshard, J. M. V. (1999). A model for the oven rise of dough
during baking. Journal of Food Engineering, 41, 69–77.
Fen, H.L. 2007. Physicochemical and Functional Properties of Enzyme Modified Tapioca
Starches. Thesis. Faculty of Sains, Universiti Sains Malaysia.
Fiedorowicz, M., Tomasik, P., Lim, S., dan Kore, S. 1999. Molecular Distribution And
Passting Properties Of UV-Irradiated Corn Starches. Starch/Starke. 51:126-131
Fleche, G, 1985, Chemical modifikation and degradation of starch, Di dalam G.M.A. Van
Beynum dan J.A. Roels, ed, Starch conversion technology, Applied Science Publ.,
London.
Flenche, G. 1985. Chemical modification and degradation of starch. Di dalam Koswara,
Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook pangan
Franco, C. M. L., Ogawa, C., Rabachini, T., Rocha, T.D. S., Cereda, M. P., dan Jane, J. 2010.
Effect Of Latic Acid and UV Irradiation On The Cassava and Corn Starches.
Brazilian Archieves Of Biology and Technology. 53: 443-454

66
Ghaffar T, Irshad M, Anwar Z, Aqil T, Zulifqar Z, Tariq A, et al. Recent trends in lactic acid
biotechnology: a brief review on production to purification. Journal of Radiation
Research and Applied Sciences 2014;7:222e9.
Greendwood, C. T. Dan Munro, D. N. 1979. Carbohydrates. Di dalam Wahyuningtyas, I. dan
Rodiansyah, M. Modifikasi Tapioka dengan Asam Laktat dan Etanol dalam
Pengering Rotary UV untuk meningkatkan Daya Kembang. Universitas Diponegoro
Gunorubon, J. A., dan Kekpugile, K. D. 2012. Modification Of Cassava Starch For Industrial
Uses. International Journal of Engineering and technology. 2: 913-919.
Haryadi (2006). Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hee-Young An. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of
Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana
state University and Agricultural and Mechanical College.
Henry F., L.C. Costa, Chodur, C.A. (2010). Influence of Ionizing Radiation on Physical
Properties of Native and Chemically Modified Starches. Radiation Physics and
Chemistry: 75-82.
Herawati, H. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient Dari Tapioka Termodifikasi.
Jurnal Litbang Pertanian. 31: 68-76
Hermassson, A., dan Svegmark, K. 1996. Developments In The Understanding Of Starch
Functionality. Food Science & Technology. 71: 345-353.
Heyman,B., Vos, W. H. De, Meeren, P. Van Der., dan Dewettnick, K. 2014. Food
Hydrocolloids Gums Turning The Rheological Properties Of Modified Maize Starch
Pastes: Differences Between Guar And Xanthan. Food Hydrocolloids. 39: 85 – 94
Hodge, J.E. dan Osman, E. M. 1976. Carbohydrates. Di dalam Food Chemistry. D.R.
Fennema, ed. Macl Dekker, Inc. New York dan Basel
Hoover,R. 1995. Starch retrogradation. Food Review Internationa. 11: 331-346.
Hossain, M., Mondal, I. H.,dan Sharif, R. 2014. Stucture of Starch-ionic Surfactant
Complexes Studied by Ternary Phase, XRD and Scanning Electron Microscopy.
Oriental Journal of Chemistry. 30: 71-79.
Jading, A., Tethool, E., Payung, P. dan Gultom, S. (2011). Karakteristik fisikokimia pati sagu
hasil pengeringan secara fluidisasi menggunakan alat pengering cross flow fluidized
bed bertenaga surya dan biomassa. Reaktor 13(3): 155-164.
Jayakody, L., Hoover, R. 2002. The effect of lintnerization on cereal starch granules. Food
Res. Int., 35: 665–680.

67
Jerachaimongkol, S., Chonhenchob, V., Naivikul, O., dan Poovarodom, N. 2006.
Modification Of Cassava Starch By Esterification And Properties Of Cassava Starch
Ester Films. Kasetsart. 151 : 148-151.
Kainuma K, odat T., dan Cuzuki S. 1967. Study of starch Phosphates Monoester. J. Technol,
Soc. Starch 14: 24-28.
Kantouch dan Tawfik. S.,1998. Gelatinization of Hypochlorite Oxidized Maize Starch in
Aqueous Solutions. Starch 50 Nr.2-3.S.114-119.
Kaur, B., Arif, F., Bhat, R., dan Karim, A. A. 2012. Progress In Starch Modification In The
Last Decade. Food Hydrocolloids. 26: 398-404.
Kim, Y., dan Robyt, J. F. 2000. Enzyme Modification Of Starch Granules: Formation And
Retention Of Cyclomaltodextrins Inside Starch Granules By Reaction Of
Cyclomaltodextrin Glucanosyltransferase With Solid Granules. Carbohydrate
Research. 328: 509-515.
Kimaryo, V.M., Massawi, G.A., Olasupo, N.A., Holzapfel, W.H., 2000. The use of a starter
culture in the fermentation of cassava for the production of ‘Kivunde’, a traditional
Tanzanian food product. International Journal of Food Microbiology 56, 179–190.
Klein, B., Pinto, V. Z., Vanier, N.L., Zavareze, E. D., Colussi, R., dan do Evangelho, J. A.
2013. Effect Of Single And Dual Heat-Moisture Treatments On Properties Of Rice,
Cassava And Pinhao Starches. Carbohydrate Polymers. 98: 1578-1584.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook pangan.
Le. Q., Lee, C., Kim, Y., Lee, S., Zhang, R., Withers, S. G., Kim, Y., dan Park, K. 2009.
Amylolytically-Resistant Tapioca Starch Modified By Combined Treatment Of
Branching Enzyme And Maltogenic Amylase. Carbohydrate Polimers. 75: 9-14.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ. 1959. Structure Of The Starch Granules. African
Journal of Biotechnology Vol. 5 (10), pp. 917-920. 16 may 2006.
Lee, J.S., Kumar, R.N., Rozman, R.N., Azemi, B.M.N. 2005. Pasting, swelling, sollubility
properties of UV initiated starch-graft-poly(AA). Food Chemistry. 91: 203-211.
Leonel, M., de Freitas, T.S., dan Mischa, M.M. 2009. Physical Characteristics Of Extruded
Cassava Starch. Scientia Agricola. 66: 486-493
Lopes MS, Jardini AL, Filho RM. Poly (lactic acid) production for tissue engineering
applications. Procedia Engineering 2012;42:1402e13.
Lunelli BH, Lasprilla AJR, Martinez GA, Jardini AL, dan Filho. R. M. 2010. Polly (Lactic
Acid) Brazilian Production From Renewable Feedstock For Applicaton In Tissue

68
Enggineering. In : 6th Latin American Congres of Artificial Organs and
Biomaterials, Gramodo, RS, Brazil.
Ma, W. P., Robyt, J. F., 1987. Preparation and characterization of soluble starches having
different molecular sizes and composition by acid hydrolysis in different alcohols.
Carbohydr Res.,16: 283–297.
Majzoobi, M., Rowe, A. J., Connock, M., Hill, S. E., dan Harding, S. E. 2003. Partial
Fractionation Of Wheat Starch Amylose and Amylopectin Using Zonal
Ultracentrifugation. Carbohydrat Polymers. 52:269-274.
Makmoon R.A., Foungfuchat, N. dan Jiratumnukul. 2013. Modified Tapioca Starch As
Rheology Modifier Inacrylic Dispersion System Progessing Organic Coatings. 76 :
959-962.
Manchun, S., Nunthanid, J., Limmatvapirat, S., dan Sriamornsak, P. 2012. Effect Of
Ultrasonic Treatment On Physical Properties Of Tapioca Starch. In T. Tunkasiri
(Ed). Advanced materials research (pp. 294-297). Switzerland: Trans
TechPublications.
Matz, S.A. (1992). Bakery Technology and Engineering. Texas: Pan-Tech International,Inc.
Hal. 31-32.
Mingli, N.L.V., 1995. Cassava processing and dietary cyanide exposure in Tanzania.
Doctorate Thesis, Uppsala University, Sweden, 9–69.
Miyazaki,M., Huung, P. V., Maeda, T dan Morita, N. 2006. Recent Advances In Application
Of Modified Starches For Breadmaking. Food Science & Technology. 17:591-599.
Moorthy SN. (2004). Physicochemical and functional properties of tropical tuber starches:
areview. Starch Starke 54:559-592.
Murillo, C. E. C., Wang, Y. I., dan Perez, L. A. B. 2008. Morphological, Psycochemical and
Srtuctural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches. Starch/ starke Vol
60, 634-645
Nabeshima, E. H., dan Grossmann, M.V.E. 2001. Functional Properties Of Prege-Latinized
And Cross-Linked Cmurphyassava Starch Obtained By Extrusion With
Sodiumtrimetaphosphate. Carbohydrates Polymers. 45: 347-353.
Narayanan, N., Roychoudhury, K. P. dan Srivastava, A. 2004. L(+) Lactic Acid
Fermentation And Its Product Polymerization. Electronic Journal of Biotechnology.
7
Numfor et al. 1994. Physicochemical Changes In Cassava Starch and Flour Associated With
Fermentation: Effect On Textural Properties.
69
Nwokocha, L. M., Aviara, N., Senan, C., dan Williams, P. A. 2009. A Comparative Study Of
Some Properties Of Cassava (Manihot Esculenta, Crantz) and Cocoyam ( Colocasia
Esculenta Linn) Starches. Carbohydrate Polymers. 76: 362-367
Ortega-ojeda, F. E., Larsson, H., dan Eliasson, A. 2004. Gel Formation In Mixtures Of
Amylose and High Amylopectin Potato Sartch. Carbohydrate Polymers. 57: 55-56
Perez-Sira, E., dan Gonzalez-Parada, Z. 1997. Functional Properties Of Cassava (Mani-Hot
Esculanta Crantz) Starch Modified By Physical Methds. Starch-Starke. 49: 49-53.
Pimpa, B., Muhammad, S.K.S., Hassan, M.A., Ghazali, Z., Hashim, K. and Kanjanasopa, D.
2007. Effect of electron beam irradiation on physicochemical properties of sago
starch. Songklanakarin J. Sci. Technol. 29(3) : 759-768.
Polaczek, E., Starzyk, F., Tomasik, P., 1999. Starch-alcohol complexes.Carbohydr.
Polym.,39, 37–42 .
Production andutilization(pp.281–300).Wallingford,UK:CABI.
Pudjihastuti, I., dan Sumardiono, S. 2011. Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi
Hidrolisis Asam Dan Reaksi Photokimia UV Untuk Produksi Pati Termodifikasi
Dari Tapioka. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia ”Kejuangan”.Yogyakarta.
Putri, W. D. R., Haryadi, D. W., Marseno dan Cahyanto, M. N. 2011. Effect of
biodegradation by Lactic Acid Bacteria on physical properties of cassava starch.
Agricultural Technology Faculty, Brawijaya University, Veteran Street.
Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Sciencce Publ. London.
Rahman, A.M. (2007). Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan
Mocal (Modifi ed Cassava Flour) sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang
Salut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rajan, A., Prasad, V. S., dan Abraham, T. E. 2006. Enzymatic Esterification Of starch Using
Recovered Coconut Oil. International Journal Biological Macromolecules. 39:265-
272
Rajan, A., Sudha, J. D., dan Abraham, T. E. 2008. Enzymatic Modification Of Cassava
Starch By Fungal Lipase. Industrial Crops and Product. 27: 50-59
Ren, G., Li, D., Wang, L., Ozkan, N., dan Mao, Z. 2010. Morphological Properties And
Thermoanalysis Of Micronized Cassava Starch. Carbohydrate Polymers. 79: 101-
105.
Rickard, J.E., J.M.V. Blanshard, adn M, Asaoka. 1992. Effects Of Cultivar and Growth
Season On The Gelatinization Properties Of Cassava (Manihot Esculenta) Starch. J.
Sci. Food Agric. 59: 53-58
70
Robyt, J. F., Choe, J., Fox, J. D., Hahn, R. S., Fuchs, E. B., 1996. Acid modification of starch
granules in alcohols: Reactions in mixtures of two alcohols combined in different
ratios.Carbohydr. Res., 283: 141–150.
Roy, J. K., Borah, A., Mahanta, C. L. dan Mukherjee, A. K. 2013. Cloning And
Overexpression Of Raw Starch Digesting α-Amylase Genefrom Bacillus Subtilis
Stain AS01a In Escherichia Coli and Apllication Of The Purified Recombinant α-
Amylase (AmyBS-I) In Raw Starch digestion and Baking Insdustry. Journal Of
molecular Catalysis B: Enzymatic. 97: 118-129
Rukmi, W., dan Siwi, K. 2010. Studi Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar
Putih (Ipoema batatas Var Sukuh) sebagai Efek Modifikasi Menggunakan Metode
Heat MoistureTreatment.Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
Sangseethong, K., Termvejsayanon, N., Sriroth, K. 2010. Characterization Of
Physicochemical Properties Of Hypochlorite And Peroxide Oxidized Cassava
Straches. Carbohydrate Polimers. 51: 17-24.
Santayanon, R., dan Wootthikanokkhan, J. 2003. Modificaion Of Cassava Starch By Using
Propionic Anhydride And Properties Of The Starch-Blended Polyester
Polyurethanes. Carbohydrates Polymers. 51: 17-24.
Sari, P., Siregar, D. M., dan Sumardiono, S. 2012. Modifikasi Tapioka Dengan Kombinasi
Proses Hidrolisa Meningkatkan Daya Kembang. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri. 1:86-91
Singh, S., dan Singh, N. 2013. Relationship Of Polymeric Proteins And Empirical Dough
Rheology With Dynamic Rheology Of Dough And Gluten From Different Wheat
Varieties. Food Hydrocolloid. 33: 342-348.
Sotomayor, C., Madrid, J.F., Fornal, J., Sadowska, J., Olsztyn, Urbano, G., Granada and
Vidal-Valverde, C. 1999. Lentil Starch Content and its Microscopical Structure as
Influenced by Natural Fermentation. Starch/Stärke 51; 152–156.
Sriroth K., Kuakoon P., Kunruedee S., dan Christopher O. 2002. Modification of Cassava
Starch. Paper of X International Stacrh Convention, Cracow, Poland.
Sujka, M. and Jamroz, J. 2007. Starch granule porosity and its changes by means of
amylolysis. International Agrophysics 21: 107 – 113.
Sumardino, S., Pudjihastuti, I., Hartanto, H., Budiyono and Sophiana, I. A. 2016.
Combination Process Method of Lactic Acid Hydrolysis and Hydrogen Peroxide
Oxidation for Cassava Starch Modification. International Seminar on Fundamental
and Application of Chemical Engineering
71
Sumardiono, S., and Rakhmawati, Rizki Bintari. 2017. Physicochemical Properties of Sago
Starch Under Various Modification Process: An Overview. International Seminar on
Fundamental and Application of Chemical Engineering
Sumardiono, S. dan Pudjihastuti, P. 2015. Pengembangan Proses Modifikasi Cassava dengan
Hidrolisis Asam Laktat dan UV untuk Substitusi Terigu Dalam Produk Pangan.
Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro
Sumardiono, S., Djaeni, M., Jos, Bakti., Pudjihastuti,I., and Abdallatif, Mohamed. 2017.
Modification Chemical and Physical Modification of Cassava Starch Using Lactic
Acid and Ethanol Under Oven and Solar Drying. International Seminar on
Fundamental and Application of Chemical Engineering
Sumardiono, S., Jos, B., Firmansyah, D., Hidayatunah, J., dan Pudjihastuti, I. 2018.
Modification of Cassava Starch Using Lactic Acid Hydrolysis in The Rotary-UV
Dryer to Improve Physichocemical Properties. MATEC Web of Conferences 156,
01018 RSCE 2017
Sumardiono, S., Nurtini, S., Yuwono, D. M., Ekowati, T., dan Prasetyo, E. 2010. Modifikasi
Sifat Fisika dan Kimia Tapioka Dengan Radiasi Sinar UV Kapasitas 50kg/hari
untuk Produk Roti hingga Daya Kembang 12 (cm3/gram). Ringkasan Eksekutif
Hasil-hasil peneitian rahun 2010.
Sumardiono, S., Pudjihastuti, I., Jos, B., Taufani, M., and Yahya, F. 2016. Modification of
Cassava Starch Using Combination Process Lactic Acid Hydrolysis and Microwave
Heating to Increase Coated Peanut Expansion Quality. International Seminar on
Fundamental and Application of Chemical Engineering
Susilawati, Nurdjanah, S., dan Putri, S. 2008. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Ubi Kayu
(Manihot Esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman Dan Umur Panen Berbeda.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 13: 59 – 72
Taggart, P. 2004. Starch as an ingredients: manufacture and applications. Dalam: A.C
Eliasson (Ed). Starch in Food: Structure, Function and Application. CRC Press,
Boca Raton, Florida.
Tan, Xiaoyan et al., 2017. Effect of growth period on the multi-scale structure
andphysicochemical properties of cassava starch.
Tharanathan., Rudrapatman. 2005. Starch Value Addition by Modification, Critical Reviews
in Food Science and Nutrition, Vol 45, 371-348.
Tin Sin, Lee, Abdul R. Rahmat and Wan A.W.A. Rahman. 2012. 3 Application of Poly
(lactic Acid).
72
Udomrati, S., dan Gohtani, S. 2014. Enzymatic Esterification Of Tapioca Maltodextrin Fatty
Acid Ester. Carbohydrate Polimers. 99: 379-384.
Vatanasuchart, N., Naivikul, O., Charoenrein, S., dan Sriroth, K. 2005. Molecular Properties
Of Cassava Starch Modified With Different UV Irradiations To Enhance Baking
Expansion. Carbohydrate Polimers. 61: 80-87.
Vatanasuchart, Nednapis, & Naivikul, O. 2003. Effects Of Different UV Irradiation on
Properties Of Cassava Starch and Biscuit Expansion.
Vijayachitra, S., Madhan, M.M., dan Sacithra, R. 2013. Quantitative Analysis Of Tapioca
Starch Using FTIR Spectroscopy And Partial Least Squares. International Journal of
Computer Application.
Wang, L., Wang, Y. –J., 2001. Structures and physicochemical properties of acid-thinned
corn, potato, and rice starches. Starch/Starke. 53: 570–576.
Wang, Y., Truong, V., Wang, L., 2003. Structures and rheological properties of corn
starches as affected by acid hydrolysis. Carbohydr. Polym.,52: 327–333.
Westby,A. 2002.Cassava utilization,storage and small-scale processing.In
R.J.Hillocks,J.M.Thresh,&A.Bellotti(Eds.),Cassava:Biology.
Whistler, R.L. and Bemiller, J.N. 1997. Starch. In Carbohydrate Chemistry for Food
Scientists. Didalam Franco et al., 2010. Effect of Lacic Acid and UV irridiation on
the Cassava and corn starches.
World Health Organization. 1994. Ultraviolet radiation : Enviromental health criteria 160.
Geneva, Switzerland.
Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starchs: Properties and uses. CRC Press Boca Raton
Florida.
Xie et al., 2009. Rheological Properties Of Straches With Different Amylose/Amylopectin
Ratios. Journal of Cereal Science. 49: 371-377.
Yuan, M.L., Lu, Z.H., Cheng, Y.Q. dan Li, L.T. (2008). Effect of spontaneous fermentation
on the physical properties of corn starch and rheological characteristics of corn
starch noodle. Journal of Food Engineering 85(1): 1217.
Zhu, Fan. 2014. Composition, Structure, Physicochemical Properties And Modifications Of
Cassava Starch. Carbohydrate Polymers.
Zulaidah, A. 2011. Modifikasi Ubi Kayu Secara Biologi Menggunakan Starter Bimo-CF
Menjadi Tepung Termodifikasi Pangganti Gandum. Universitass Diponegoro,
Semarang.

73
LAMPIRAN
DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN
 Hasil Baking Ekspansi pada Setiap Metode dan Jenis Pengering

Blanko

Hidrolisis + Sinar UV Ethanol + Sinar UV

Esterifikasi + SinarUV Hidrolisis + Oven

Ethanol + Oven Esterifikasi + Oven

74
1. Perhitungan Kebutuhan Asam Laktat 1% w/w dalam Larutan
 Volume aquadest : 2000 ml
𝑔𝑟
 W Aquadest = 2000 𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙 = 2000 𝑔𝑟

 W pati tapioka : 1000 gr


𝑤 𝑝𝑎𝑡𝑖 + 𝑤 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 + 0,01 𝑥 = 𝑥
1000 𝑔𝑟 + 2000 𝑔𝑟 + 0,01 𝑥 = 𝑥
3000 𝑔𝑟 = 0,99 𝑥
𝑥 = 3030,30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Sehingga didapatkan :
1% w/w  3030,30 gram x 0,01 = 30,30 gram
30,30 gram = ρ asam laktat x kadar x V asam laktat
30,30 gram = 1,21 gram/ ml x 0,9 x V
V asam laktat = 27,82 ml

Perhitungan Kebutuhan Ethanol 1% w/w dalam Larutan


 Volume aquadest : 2000 ml
𝑔𝑟
 W Aquadest = 2000 𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙 = 2000 𝑔𝑟

 Massa pati tapioka : 1000 gr


𝑤 𝑝𝑎𝑡𝑖 + 𝑤 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 + 0,01 𝑥 = 𝑥
1000 𝑔𝑟 + 2000 𝑔𝑟 + 0,01 𝑥 = 𝑥
3000 𝑔𝑟 = 0,99 𝑥
𝑥 = 3030,30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Sehingga didapatkan :
1% w/w  3030,30 gram x 0,01 = 30,30 gram
30,30 gram = ρ ethanol x kadar x V ethanol
30,30 gram = 0,7893 gram/ ml x 0,96 x V
V ethanol = 39,98 ml

75
LEMBAR KONSULTASI

Nama / NIM : 1. Ratna Juwita Sari 21030115140162


2. Wiwik Dwi Novia K. 21030115120032
Judul : “Modifikasi Tapioka dengan Proses Hidrolisa, Esterifikasi dan
Etanol Berbantuan Pengeringan Dari Irradiasi UV dan Oven untuk
Meningkatkan Daya Kembang””
Tanggal Mulai :
Pembimbing : Dr. Siswo Sumardiono, S.T., M.T.

No Paraf
Tanggal Konsultasi Keterangan
. Mahasiswa Dosen
1 17 Mei 2018 Bab IV Revisi
2 23 Mei 2018 Bab IV Revisi
3 4 Juni 2018 Bab IV Revisi
4 11 Juni 2018 Bab IV Revisi
5 21 Juni 2018 Bab IV Revisi
6 22 Juni 2018 Bab IV Revisi
7 25 Juni 2018 Bab IV Revisi
8 26 Juni 2018 Bab IV dan Bab V Revisi
9 29 Juni 2018 Bab IV dan Bab V Revisi

Dinyatakan selesai
Tanggal : Juni 2018
Dosen Pembimbing

Dr. Siswo Sumardiono, S.T., M.T.


NIP.197509152000121001
2

Anda mungkin juga menyukai