DISUSUN OLEH :
2017
1
Kata Pengantar
Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur atas rahmat & ridho Allah
SWT, karena tanpa Rahmat & RidhoNya, penulis tidak dapat menyelesaikan
mekalah ini dengan baik.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada ibu Evi Fitriani, S.St.Pi,
M.Si sekalu dosen pengampu Pengembangan Produk Hasil Perikanan yang
membimbing penulis dalam pengerjaan tugas makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu
dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam
makalah ini kami menjelaskan tentang Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma
Cottonii) Sebagai Bahan Baku Bioetanol
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun
dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.
Penulis
2
Daftar Isi
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1
BAB 2 PEMBAHASAN
2
Keadaan warna tidak selalu tetap, kadangkadang berwarna hijau, hijau
kuning, abu-abu atau merah sering terjadi hanya karena faktor lingkungan.
Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara
proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan, 1998). Umumnya
Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat
khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Kondisi perairan yang
sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yaitu perairan terlindung
dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65 - 9,72 m,
salinitas 33 -35 ppt, suhu air laut 28-30 oC, kecerahan 2,5-5,25 m, pH 6,5-7,0 dan
kecepatan arus 22- 48 cm/detik (Wenno, 2009).
2.3 Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa (Hambali, dkk 2008). Selanjutnya dikatakan
bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi bahan yang mengandung gula. Tahap inti
produksi bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa
maupun fruktosa oleh ragi (yeast) terutama Saccharomyces sp atau bakteri
Zymomonas mobilis. Pada proses ini gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas
karbondioksida.
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hydrogendan
oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair,
tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur
dalam air dengan segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol
adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri
asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku
pembuataneter danetil ester. Etanol juga untuk campuran minuman dan dapat
digunakan sebagai bahan bakar (gasohol)
3
melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian
dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan
dan transmisi molekul, menciptakan bekas molekul dari sampel. Seperti sidik jari
tidak ada dua struktur molekulkhas yang menghasilkan spektrum inframerah
sama. Hal ini membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis
analisis. Jadi, informasi apa yang dapat disediakan FT-IR?
Dapat mengidentifikasi material yang belum diketahui
Dapat menentukan kualitas dari sampel
Dapat menentukan jumlah komponen di dalam campuran
Transformasi Fourier inframerah spektroskopi lebih disukai daripada metode
dispersive atau filter analisis spektral inframerah karena beberapa alasan:
Teknik non-destruktif
Menyediakan metode pengukuran tepat yang tidak memerlukan kalibrasi
eksternal
Meningkatkan kecepatan, menyecan hanya dalam beberapa detik
Meningkatkan sensitifitas, scan pertama dan kedua dapat ditambah untuk
rasio kebisingan acak
mekanis sederhana dengan hanya satu bagian bergerak
4
masing-masing cermin dan direkombinasi ketika bertemu kembali di beamsplitter
itu. Karena perjalanan satu garis dengan panjang tetap dan yang lainnya terus
berubah sebagai cermin yang bergerak, sinyal yang keluar interferometer adalah
hasil dari dua sinar “mengganggu” satu sama lain. Sinyal yang dihasilkan disebut
interferogram yang memiliki sifat unik bahwa setiap titik data (fungsi dari posisi
cermin yang bergerak) yang membentuk sinyal memiliki informasi tentang setiap
frekuensi inframerah yang berasal dari sumber.
Ini berarti bahwa sebagai interferogram diukur, semua frekuensi sedang
diukur secara bersamaan. Dengan demikian, hasil interferometer dalam
pengukuran sangat cepat. Karena analis memerlukan spektrum frekuensi (plot
intensitas pada masing-masing frekuensi) untuk membuat identifikasi, sinyal
interferogram diukur tidak dapat ditafsirkan secara langsung. Sebuah cara untuk
“decoding” frekuensi individu diperlukan. Hal ini dapat dicapai melalui teknik
matematika terkenal yang disebut transformasi Fourier. Transformasi ini
dilakukan oleh komputer yang kemudian menyajikan pengguna dengan informasi
spektral yang diinginkan untuk analisis.
Keunggulan ini, bersama dengan yang lain, membuat pengukuran yang
dilakukan oleh FT-IR sangat akurat dan direproduksi. Dengan demikian, teknik
yang sangat handal untuk identifikasi positif dari hampir setiap sampel. Manfaat
sensitivitas memungkinkan identifikasi bahkan dalam konten terkecil. Hal ini
membuat FT-IR menjadi alat bantu untuk pengendalian kualitas atau aplikasi
jaminan kualitas, analisis dari konten yang tidak diketahui. Selain itu, sensitivitas
dan akurasi detektor FT-IR, bersama dengan berbagai macam algoritma perangkat
lunak, telah secara dramatis meningkatkan penggunaan praktis inframerah untuk
analisis kuantitatif. metode kuantitatif dapat dengan mudah dikembangkan dan
dikalibrasi dan dapat corporated ke dalam prosedur sederhana untuk analisis rutin.
Dengan demikian, teknik Fourier Transform Infrared (FT-IR) telah
membawa keuntungan praktis yang signifikan untuk spektroskopi inframerah. Ini
telah memungkinkan banyak pengembangan teknik sampling baru yang dirancang
untuk mengatasi masalah yang menantang yang tidak mungkin dengan teknologi
yang lebih tua. Hal ini membuat penggunaan analisis inframerah hampir tak
terbatas
5
BAB 3 METODOLOGI
6
dengan menggunakan GC yang dilanjutkan dengan analisis struktur
dengan FTIR
Proses produksi Bioetanol rumput laut Eucheuma cottonii diawali dengan
proses pemasakan, dengan penambahan air sebanyak 50 kali dari berat rumput
laut. Pemasakan dilakukan samapai mendidih, dimana rumput laut larut menjadi
bubur rumput laut dan tambahan sedikit asam cuka. Bubur rumput laut kemudian
disaring untuk mendapatkan sari rumput laut, dengan pH ± 5. Selanjutnya
ditambahkan sari tauge dan gula, untuk mengkondisikan suasana yang nyaman
untuk perkembangbiakan Saccharomyces sp selama berlangsungnya proses
fermentasi
Komposisi Karbohidrat dan monosakarida pada tiap tahapan proses , dapat di
lihat pada tabel 1
Tabel 2.Komposisi Karbohidrat dan Monosakarida pada tiap tahapan proses
7
etanol berkadar 85%. Etanol yang diperoleh ini masih perlu dimurnikan lagi
hingga mencapai tingkat kemurnian > 99,5% untuk digunakan sebagai bahan
bakar (Prihardana, dkk 2008).
Pengujian produk bioetanol dilanjutkan dengan menggunakan FTIR untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada bioetanol rumput laut. Dari uji
spektroskopi FTIR dengan sampel bioetanol rumput laut didapatkan spectrum
inframerah seperti yang tampak gambar. Daerah spectrum inframerah antara
1500cm-1 ke kiri disebut daerah gugus fungsi. Sedangkan daerah 1500cm-1 ke
kanan disebut daerah sidik jari.
Hasil identifikasi gugus fungsi yang muncul dalam pengujian ini dapat dilihat
pada tabel 3.
Peak
1 2
No Hit
Area Height Area Height
83,59 99,01 16,41 0,99
1 1 Etanol 2,3,6,7-Tetramethoxy-9-phenanthrenecarboxaldehyde
2 2 Etanol E-Ethyl(Z)-3-(4-Acetylphenylthio)cinamate
3 3 Etanol Acetic acid
Dari tabel di atas terlihat bahwa komponen yang paling menonjol adalah
kompoen etanol yang mendominasi peak 1 dengan luas area 83,59% dan tinggi
puncak adalah 99,01%. Sedangkan pada peak 2 dengan luas area 16,41% dan
tinggi puncak 0,99% memperlihatkan komponen lain selain etanol. Di mana pada
hit 1 diperoleh komponen 2,3,6,7-Tetramethoxy- 9-phenanthrenecarboxaldehyde.
Pada hit 2, diperoleh komponen E-ethyl (Z)-3-(4-acetylphenylthio)cinnamate,
sedangkan pada hit 3, diperoleh Acetic acid. Dalam Prihandana, dkk (2008), asam
asetat (acetic acid) yang terdeteksi dalam bioetanol ini kemungkinan terjadi
karena adanya kontaminasi atau penguraian (oksidasi) etanol selama penyimpanan
distribusi atau pembuatan etanol.
8
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka penulis menyimpulkan
yaitu :
1. Kandungan karbohidrat dalam rumput laut Eucheuma cottonii termasuk salah
satu komponen tertinggi dalam rumput laut yaitu 29,04 %, sehingga rumput
laut patut diperhitungkan sebagai bahan baku produksi bioetanol masa depan.
2. Hasil uji etanol dengan menggunakan GC-MS menunjukan adanya komponen
lain selain etanol yang terkandung dalam bioetanol rumput laut yaitu 2,3,6,7-
Tetramethoxy-9-phenanthrenecarboxaldehyde, E-Ethyl(Z)-3-(4-
Acethylphenylthio) cinnamate dan Acetic Acid .
4.2 Saran
Didalam tulisan ini masih terdapat banyak sekali kesalahan. Untuk itu penulis
berharap para pembaca memberikan kritikan dan saran yang bersifat membangun
demi tercapainya kesempurnaan tulisan ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja. J.T., A. Zatrika, H. Purwanto dan Sri Istiani., 2006, Rumput LAut,
Pembudidayaan, Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas Perikanan
Potensial. Penebar Swadaya Jakarta.
Aslan, L.M., 1998. Budidaya rumput Laut. Penerbit anisius. Yogyakarta. 97 hal.
Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo & Rachmaniar. 1996. Pengenalan jenisjenis
rumput laut Indonesia. PUSLITBANG Oseanologi. LIPI, Jakarta. Hlm.56-
152.
Doty, M.S. 1973. Farming the red seaweed, Eucheuma, for carrageenans.
Micronesia 9:59-73
Hambali. E., S. Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri,
dan R. Hendroko., 2008. Teknologi Bioenergi. P.T. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kusnender. E. 2002. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut. Pusat Riset
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jakarta.
Prihandana R, K. Noerwijati, P. G. Adinurani, D. Setyaningsih, S, Setiadi, R.
Hendroko. 2008. BIOETANOL UBI KAYU BAHAN BAKAR MASA
DEPAN. Agromedia Pustaka.
Putra Sindy Evan, 2008. Alga LAut Sebagai Bioetarget Industri. Artikel Seawed.
Devisi Penelitian dan Pengembangan Seaweed. Devisi penelitian dan
Pengembangan Seaweed-UNDIP. Semarang.
SUSANTO, A.B. 2003. Rumput Laut Bukan Sekedar Hidup di Laut.
10