Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOLOGI LAUT

EFEKTIFITAS PRODUKTIVITAS PRIMER DI LAUT

Makalah ini untuk memenuhi tugas suatu matakuliah yang dibina oleh

Dosen Endik Deni Nugroho, S. Pd., M. Pd

Disusun Oleh

Jumarni NPM. 1840603001

Pirman NPM. 1840603049

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pembimbing mata
kuliah “Biologi Laut”.

Dalam proses pengerjaan makalah ini, penyusun menemukan banyak kekurangan


dikarenakan keterbatasan ilmu serta wawasan yang dimiliki penyusun. Dengan semua
kekurangan yang dimiliki penyusun, diharapkan kepada para pembaca makalah ini
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan kita bersama.

Penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kesalahan


dalam penulisan kata dan kalimat dalam makalah ini. Semoga makalah dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Tarakan, 20 Oktober 2019

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................................................2

C. Tujuan ...........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3

A. Produktivitas Primer perairan .......................................................................................3

B. Metode Pengukuran Produktivitas Primer ....................................................................3

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer ...........................................5

BAB III PENUTUP .........................................................................................................12

A. Kesimpulan .................................................................................................................12

B. Saran ...........................................................................................................................12

Daftar Pustaka .................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produktivitas primer merupakan laju penambatan atau penyimpanan energi


(cahaya matahari) oleh komunitas autotrof di dalam sebuah ekosistem perairan.
Produktivitas itu sendiri terdiri dari produktivitas primer (produsen) dan
produktivitas sekunder (konsumen: zooplankton, ikan, benthos dll) (Asriana &
Yuliana, 2012)

Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh


organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu merombak bahan anorganik
menjadi bahan organik yang langsung dapat dimanfaatkan oleh organisme itu
sendiri maupun organisme lain dengan bantuan energi matahari maupun
melalui mekanisme kemosintesis. Dalam konsep produktivitas, di kenal istilah
produktivitas primer kotor (gross primery productivity) dan produktivitas
primer bersih (net primery productivity). Produktivitas primer kotor merupakan
laju total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk
respirasi selama jangka waktu tertentu disebut juga produksi total atau
asimilasi total. Produktivitas bersih merupakan laju penyimpanan bahan
organik di dalam jaringan setelah di kurangi untuk pemanfaatan untuk respirasi
selama jangka waktu tertentu. Nybakken (1992), Odum (1996), dan Wetzel
(2001).

Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon


dan rantai makanan, serta peranannya sebagai pemasok kandungan oksigen
terlarut diperairan. Pengukuran produktivitas primer merupakan satu syarat
dasar untuk mempelajari struktur dan fungsi ekosistem ekosistem perairan
(Tamire & Magistou, 2014). Produktivitas primer bersih merupakan kunci
pengukuran kesehatan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya laut. Tingkat
produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran bahwa, suatu

1
perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk
pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya
biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan
ekosistem perairan. Produktivitas perairan yang terlalu tinggi dapat
mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan yang terlalu rendah dapat
memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin. Dengan kata
lain, produktivitas perairan juga dapat digunakan dalam pengelolaan
sumberdaya perairan dan pemantauan kualitas perairan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud produktivitas primer?

2. Bagaimana cara mengukur produktivitas primer?

3. Apa saja kah faktor yang mempengaruhi produktivitas primer?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui produktivitas primer

2. Untuk mengetahui cara mengukur produktivitas primer

3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produktivitas primer

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Produktivitas Primer Perairan

Produktivitas merupakan hasil dari proses fotosintesis fotoplankton dan


tumbuhan air dimana di dalam air akan dihasilkan senyawa organik dan oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh organik akuatik (Sinurat, 2009).
Produktivitas primer ialah laju pembentukkan senyawa-senyawa organik yang
kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jadi biasanya produktivitas primer di
anggap sebagai padanan fotosintesis. Namun yang dimaksud dengan produktivitas
primer disini terbatas pada tumbuhan saja. Jumlah seluruh bahan organik yang
terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor, atau
produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini di gunakan tumbuhan untuk
kelangsungan proses-proses hidup, yang secara kolektif disebut respirasi. Produksi
primer bersih ialah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor
setelah sebagian di gunakan tumbuhan untuk respirasi. Produksi primer bersih
inilah yang bersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain.

Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya di nyatakan dalam


jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per
interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per
m2 per hari (gC/m2/hari), atau satuan-satuan lainnya yang lebih tepat.

B. Metode Pengukuran Produktivitas Primer

Produktivitas primer perairan dapat di ukur dengan beberapa cara:

1. Metode Botol Terang Gelap

Metode klasik yang telah lama digunakan untuk menetapkan produktivitas


primer ialah metode botol terang-gelap. Pada metode ini digunakan dua buah

3
botol yang identik. Sebuah botol sepenuhnya tembus cahaya, sedangkan botol yang
lain dibuat sama sekali tidak tembus cahaya dengan mengecatnya menggunakan cat
hitam atau membungkusnya dengan kertas alumunium. Tiap botol diisi air laut
dengan volume yang sama dan di ambil dari kedalaman yang sama di perairan laut
yang hendak di tetapkan produkktivitas primernya. Dengan demikian, air laut yang
diisikan kedalam kedua botol juga mengandung fitoplankton dan zooplankton yang
secara alamiah hidup dalam perairan. Selain mengambil air laut untuk dimasukkan
ke dalam botol-botol tersebut dari lokasi yang sama, diambil pula contoh air untuk
di tentukan kadar oksigennya.

Setelah botol terang dan botol gelap diisi denagn air laut dan ditutup. Keduanya
digantung di kedalaman air laut yang di ambil. Dalam botol gelap fotosintesis tidak
dapat berlangsung, tetapi respirasi fitoplakton dan zooplankton tetap berlangsung
dan oksigen air laut dalam botol tersebut akan dikonsumsi. Sebaliknya, dalam botol
terang fotosintesis berlangsung dengan laju melebihi laju laju respirasi sehingga
akan terjadi penimbunan oksigen karena oksigen tidak dapat keluar dari botol.
Setelah suatu waktu tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, kedua botol di angkat
keluar air, kemudian dibuka dan kadar oksigen dalam air diukur. Biasanya metode
analisis yang digunakan ialah metode Winkler. Berdasrkan nilai-nilai kadar oksigen
akhir dalam kedua botol (setelah keduanya direndam dalam air untuk beberapa
lama) dan nilai kadar oksigen awal (yaitu kadar oksigen dalam kedua botol sebelum
digantungkan dalam perairan), laju fotosintesis dalam kedua botol dapat dihitung.
Air laut yang telah dimasukkan dalam botol terang dan botol gelap telah
mengandung suatu kadar oksigen tertentu (kadar oksigen awal = Oa). Dalam botol
terang oksigen ini digunakan oleh organisme-organisme untuk respirasi, tetapi pada
waktu yang sama fitoplankton menghasilkan lebih banyak oksigen melalui
fotosintesis. Jadi kadar oksigen akhir dalam botol terang ialah kadar oksigen yang
dihasilkan fotosintesis ditambah denagn kadar oksigen awal di kurangi kadar
oksigen yang dikonsumsi untuk respirasi. Karena kadar oksigen awal (Oa) telah
diketahui, untuk menetapkan berapa banyak oksigen yang dihasilkan melalui
fotosintesis, perlu diketahui berapa banyak oksigen yang dikonsumsi untuk
respirasi. Bila respirasi tidak berlangsung dan dalam botol terang hanya
berlangsung fotosintesis, meningkatnya kadar oksigen akan lebih besar daripada

4
yang sebenarnya. Disinilah peran botol gelap, karena dalam botol gelap hanya
respirasilah yang berlangsung sehingga kadar oksigen akan menjadi lebih kecil
daripada kadar oksigen awal. Karena volume kedua botol sama dan jangka waktu
penggantungan dalam airpun sama, berkurangnya kadar oksigen dalam botol gelap
merupakan ukuran bagi respirasi total dalam botol terang. Kemudian untuk
menghitung laju fotosintesis hanya diperlukan beberapa perhitungan sederhana.
Pertama, baik dalam botol terang maupun dalam botol gelap kadar oksigen akhir
dikurangi dengan kadar oksigen awal. Bagi botol terang nilai yang diperoleh ialah
fotosintesis bersih atau kelebihan fotosintesis terhadap respirasi. Nilai yang
diperoleh botol gelap ialah jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh respirasi.
Fotosintesis kotor ialah nilai yang diperoleh dengan menambahkan jumlah oksigen
yang dikonsumsi untuk respirasi dengan fotosintesis bersih.

2. Metode Klorofil

Pengukuran produktivitas primer dengan klorofil dapat dilakukan dengan 2


cara, yaitu ekstrak klorofil dari organisme autotrof dan menggunakan citra satelit.

1. Menyaring plankton Metode kerja pengukuran konsentrasi klorofil-a yaitu


diambil 1000 ml sampel air, disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman CNM 0, 45 µm, Selanjutnya dimasukkan ekstrak dengan 10 ml
larutan aseton, diaduk sampai campuran berwarna hijau, diukur absorban
klorofil-a dengan Spektrofotometer pada ƛ = 665.2 dan 652.4 nm. Nilai
klorofila ditentukan dengan rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem
dengan pergram klorofil, dapaat dihitung dengan rumus (Chen et al., 2017): c
(Chla) (µg mL−1) = 16.72 × OD665.2 − 9.16 × OD652.4. selanjutnya nilai
Produktivitas primer dapat ditentukan dengan P = K × r × c (Chla) ×DH,
Dimana: P = produktivitas primer, (mgC m−3 d −1 ); r = koefisien asimilasi
(3,2) c (Chl a) = nilai klorofil-a (mg m−3 ); DH = waktu penyinaran dalam
satu hari K = konstanta (1,97) Chen et al. (2017), mengembangkan suatu
formula pengukuran produktivitas primer dengan menggabungkan nilai
klorofil dan densitas fitoplankton yng disebut model clorofilfo. Model ini
masih tahap awal, dan masih untuk skala laboratorium. Berikut digambarkan
alur kerja penentuan produktivitas perairan dengan model tersebut.

5
2. Citra Satelit

Dewasa ini pengukuran produktivitas primer lebih dikembangkan dengan


menggunakan sensor satelit (Ma et al., 2017; Nuzapril et al. 2017). Estimasi
produktivitas primer perairan berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a dapat
ditentukan dengan ektrak dari citra satelit (Ma et al., 2014; Shuchman et al.,
2013; Kahru et al., 2015). Satelit secara rutin telah menyediakan beberapa
variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan
laut. Data yang telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk
membuat model estimasi produktivitas primer, sehingga estimasi produktivitas
primer lebih cepat dan efisien (Ma et al. 2014). Keakuratan pengukuran
dengan metode ini tergantung pada citra satelit yang digunakan dalam analisis
data (Zhang & Han 2015; Nuzapril et al. 2017). Model-model yang
dikembangkan oleh Shuchman et al., 2013 (0.92) Hill et al. (2013) dan Hill
and Zimmerman (2010) korelasi antara konsentrasi klorofil-a dengan
produktivitas primer perairan sebesar 0,81 dan 0,86. Hill et al. (2013); Ma et al.
(2014); Kahru et al. (2015), menyatakan bahwa model hubungan empiris
sederhana antara produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a ekstraksi
citra satelit dapat diaplikasikan dengan asumsi bahwa nilai integrasi
konsentrasi klorofil-a dari permukaan sampai kedalaman eufotik homogen
sehingga konsentrasi klorofil-a citra satelit dianggap konstan diseluruh zona
eufotik. Hasil penelitian Nuzapril et al. (2017) mendapatkan bahwa analisis
spasial citra satelit dengan melihat sebaran chlorofil dapat dilakukan untuk
mengestimasi produktivitas primer di suatu wilayah perairan (R=0.64).
Gambar model pengukuran produktivitas primer perairan dengan citra satelit
(Kirk, 2011) Distribusi produktivitas primer dari analisis citra satelit
menunjukkan bahwa nilai produktivitas primer lebih tinggi berada di sekitar
perairan yang dekat dengan daratan dan semakin rendah ke arah laut lepas. Hal
tersebut karena pada daerah pesisir Karimun Jawa dihuni oleh ekosistem
penting seperti ekosistem karang, lamun dan mangrove yang mempunyai
nutrien tinggi. Asriyana dan Yuliana, (2012); Ma et al. (2017); Nuzapril et al.
(2017) menyatakan bahwa perairan laut lepas lebih sedikit menerima pasokan

6
unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan laut untuk menghasilkan produksi
primer.

3. Metode Radioaktif

Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam


sistem. Misalnya karbon aktif (14C) dapat di introduksi melalui suplai
karbondioksida yang nantinya di asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau
untuk mendapatkan perkiraan produktivitas. Tehnik ini sangat mahal dan
memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode
lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan
penghancuran terhadap ekosistem. Kim et al. (2014) melakukan pengukuran
produktivitas lamun dengan metode radio isotop δ13C.

Langkah-langkah pengukuraan 14C (Wetzel & Liken, 2000;


Mercado-Santana et al., 2017):

1. Air contoh diambil sama seperti air contoh DO (2 botol terang & 1
botol gelap) pada kedalaman tertentu

2. Tambahkan 1ml larutan NaH 14CO3 ( 14C-labelled carbonate) ke


salah satu botol terang & botol gelap (volume 125 ml) kocok merata,
segera inkubasikan ke perairan di kedalaman semula

3. Biarkan 2 jam (pk 10.00-14.00), NaH 14CO3 yang digunakan


mengandung radioaktif 1- 10μCi/ml (biasanya 2 μCi/ml)

4. Pada 1 botol terang yang tersisa, gunakan sampel untuk mengukur


temperatur, pH & alkalinitas total.

5. Setelah inkubasi, saring sampel dengan membran filter untuk


memekatkan sel-sel fitoplankton.

6. Selanjutnya 14C terasimilasi dihitung dengan “Planchet counting” atau


Liquid scintillation (kilauan) counting (Geiger-Muller detector):

7
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer

a. Suhu

Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan


meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu
bukan lah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tetapi lamanya
musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun
dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada
gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh pada produktivitas, secara langsung suhu berperan dalam mengotrol
reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung ,
misalnya suhu berperan dalam membentuk sratifikasi kolam perairan yang
akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.

b. Cahaya

Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki


peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan
energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis
dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan
lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan
berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktifitas
primer. Pada ekosistem terrestrialseperti hutan hujan tropis memiliki produktivitas
yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar
matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang
(Wiharto, 2007). Sedangkan pada ekosistem perairan, laju pertumbuhan
fitiplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju
pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan
berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.

8
c. Nutrient

Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam


jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi
semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrient organik merupakan
faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun
bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient
pembatas (limiting nutrient), pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan
nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas. Produktivitas dilaut umumnya terdapat
paling besar diperairan dangkal dekat benua disepanjang terumbu karang, dimana
cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer per satuan luas laut terbuka
relative rendah karena nutrient anorganik khususnya nitrogen dan fosfor terbatas
ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam dimana nutrient melimpah,
namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton berada
pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan
fosfor kepermukaan.

d. Kekeruhan

Tingginya kekeruhan akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke


perairan yang akan berdampak pada penurunan produktivitas primer perairan
(Hariyadi et al., 2010). Lebih lanjut Hariyadi et al. (201) melaporkan di Muara
Sungai Cisadane ditemuukan kondisi yang ekstrim, yakni perairan keruh dan
kondisi mendung, kecerahan hanya sampai belasan centimeter saja, ini berarti
lapisan produktif hanya sekitar 30-40 cm di lapisan permukaan dibandingkan
dengan kedalaman rata-rata perairan yang sebesar 5,3 m. Kedalaman lapisan
produktif ini, yang hanya sekitar 6 - 8% dari kedalaman perairan, tergolong sangat
rendah.

9
e. Kedalaman

Kedalaman akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke suatu


perairan. Pada umumnya seiring dengan bertambahnya kedalaman maka penetrasi
cahaya yang masuk akan semakin berkurang, sehingga akan berdampak pada
produktivitas primer di perairan. Pada permukaan pada umumnya produktivitas
primer masih kecil karena intensitas cahaya yang masuk teralalu tinggi (Vallina et
al., 2017), dan akan meningkat pada kolm perairan dengan intensitas yang sesuai
dengan klorofil pitoplankton sehingga meningkatkan produktivitas primer (Vallina
et al., 2017). Seiring bertambahnya kedalaman maka akan mernrunkan penetrasi
cahaya yang semakin berkurang sehingga produktivitas primer akan berkurang.
Perbedaan kedalaman dapat mengakibatkan perbedaan nilai produktivitas primer
(Rahman, 2016; Qurban et al., 2017; Vallina et al., 2017). Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan intensitas cahaya matahari yang dapat menembus setiap
kedalaman pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya ke dalaman
perairan, sehingga aktifitas fotosintesis akan menurun, dan menurunkan pula nilai
produktivitas primer pada setiap kedalaman (Qurban et al., 2017; Vallina et al.,
2017).

f. Klorofil

Konsentrasi klorofil-a merupakan indikator utama untuk mengestimasi


produktivitas primer dan merupakan variabel penting dalam proses fotosintesis
(Nybakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana & Yuliana, 2012; Ma et al.,
2014; Lee et al., 2014; Xiao et al., 2015; Chen et al., 2017). Klorofil–a fitoplanton
adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting
didalam proses berlangsungnya fotosintesis diperairan semua sel berfotosintesis
mengandung satu atau beberapa pigmen klorofi l ( hijau coklat, merah atau
lembayung) (Wetzel, 2001; Kirk, 2011). Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi
klorofil-a sangat terkait dengan biomassa organisme autotrof yang tentunya
berkaitan dengan kondisi suatu perairan (Wetzel, 2001; Alianto et al., 2008; Kirk,
2011; Mercado-Santana et al., 2017; Vallina et al., 2017). Parameter fisik-kimia

10
yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya,
nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia
tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer.
Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi
klorofil-a di laut (Nybakken, 1992; Odum, 1996). Wetzel (2001), menjelaskan
bahwa keberadaan klorofil di perairan danau sangat di tentukan oleh adanya
kandungan fosfat di danau tersebut (Gambar 2). Hal inilah yang menyebabkan
fosfat merupakan faktor utama yang menyebakan ledakan populasi fitoplankton di
danau.

Pada umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai


akibat dari tingginya masukan nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan
air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun
demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup
tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya
proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari
tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling (Qurban et al., 2017).
Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi
nutrien (Canion et al., 2013). Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran
banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai
petunjuk produktivitas perairan (Chen et al., 2017)

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Produktivitas merupakan hasil dari proses fotosintesis fotoplankton dan


tumbuhan air dimana di dalam air akan dihasilkan senyawa organik dan oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh organik akuatik.

Produktivitas dapat diukur dengan beberapa cara misalnya dengan metode


klasik atau disebut dengan metode botol terang-gelap. Pada metode ini digunakan
dua buah botol yang identik. Sebuah botol sepenuhnya tembus cahaya, sedangkan
botol yang lain dibuat sama sekali tidak tembus cahaya dengan mengecatnya
menggunakan cat hitam atau membungkusnya dengan kertas alumunium. Tiap
botol diisi air laut dengan volume yang sama dan di ambil dari kedalaman yang
sama di perairan laut yang hendak di tetapkan produkktivitas primernya.

Metode pengukuran produktivitas primer yaitu dengan cara:

1. Metode botol terang gelap

2. Metode klorofil

3. Metode radioaktif

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer antara lain:

a. suhu

b. cahaya dan

c. Nutrient

d. Kekeruhan

e. Kedalaman

f. klorofil

12
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.

13
Daftar Pustaka

Sinurat, Gokman. 2009. Skripsi: Studi Tentang Nilai Produktivitas Primer Di


Perguruan Danau Toba. Departemen Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara: Medan.

James W. Nyabakken. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekolagi. Jakarta: PT


Gramedia.

14

Anda mungkin juga menyukai