Dosen Pengampu :
Asisten :
Disusun Oleh :
2021
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Kehidupan kita baik secara
langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh laut. Salah satu pengaruh dari laut
terhadap manusia adalah biota laut yang kita konsumsi. Ada yang mengonsumsi untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari, ada yang untuk pengobatan tradisional ataupun
medis.
Makanan dan oksigen merupakan 2 hal yang saling berkaitan di laut karena
kedua hal tersebut difotosintesis oleh organisme autotrof, yaitu fitoplankton.
Fitoplankton melakukan fotosintesis hingga menghasilkan glukosa dan oksigen. Jika
jumlah fitoplankton meningkat, maka produk fotosintesis meningkat sehingga
kapasitas suatu daerah untuk menampung biota laut menjadi lebih besar. Oleh karena
itu penting bagi kita untuk menghitung nilai produktivitas primer yang dihasilkan.
Dengan mengetahui nilai produktivitas ini, kita mampu memperkirakan
1
kenakeragaman biota laut di suatu daerah. Oleh karena itu dalam praktikum ini akan
mempelajari tentang NPP dari cara mengukur hingga mengolah data NPP.
1.2. Tujuan
2
BAB II
TEORI DASAR
2.1. Definisi Produktivitas Primer
Produktivias primer diartikan sebagai laju produksi karbohidrat(zat
organik) dalam satuan waktu dan volume tertentu. Produktivitas primer memiliki
peran dalam siklus karbon dan rantai makanan bagi organisme heterotrof
(Nuzapril et al.,2017) oleh karena itu, produktivitas primer perairan menjadi
faktor penting dalam pemantauan kualitas perairan laut. Produktivitas primer
menggambarkan jumlah pembentukan bahan organik baru per satuan waktu.
Proses produktivitas primer terbentuk melalui proses kegiatan fotosintesis oleh
fitoplankton dan tanaman air (Boyd 1979). Selain itu, proses produktivitas primer
juga dapat berlangsung dengan kemosintesis, tetapi hanya proses fotosintesis saja
yang akan dibahas pada modul ini. Proses fotosintesis dilakukan untuk membuat
jaringan baru dan menggerakkan metabolisme.
3
sehingga energi matahari diperoleh lebih banyak untuk berfotosintesis.
Penyerapan cahaya di atmosfer, sudut datangnya sinar dan transparansi air
memengaruhi kapasitas cahaya matahari menembus air yang menentukan
kedalaman zona fotik. Peningkatan jumlah energi di permukaan air
mengabsorbsi, memantulkan, dan meneruskan (transmisi) radiasi matahari
yang dating, absorbs cahaya oleh air, panjang gelombang, lintang geografi,
dan musim bergantung pada kondisi atmosfer seperti debu, awan, waktu,
dan gas-gas. Dalam proses fotosintesis, panjang gelombang cahaya yang
digunakan di antara 400-700 nm yang biasa disebut dengan
photosynthetically available radiation (PAT atau PhAR). Fotosintesis
umumnya bertambah sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya sampai
pada nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Di bawah nilai optimum
tersebut, cahaya merupakan pembatasan sampai suatu kedalaman yang
menyebabkan nilai fotosintesis sama dengan nilai respirasi, sedangkan di
atas cahaya tersebut justru akan menghambat fotosintesis (cahaya inhibisi).
b. Suhu
c. Nutrien
Nutrien sangat berpengaru terhadap pertumbuhan dan perkembangan
plankton. Nutrien-nutrien ini terdiri dari makro nutrien (O, C, N, P, S, K,
Mg, dan Ca) dan mikro nutrien (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Si, Mo, Cl, Co, dan
Na) yang dibagi melalui proses fotosintesis. Nutrien yang paling
berpengaruh besar yaitu nitrogen (dalam bentuk NO3) dan fosfor (dalam
bentuk PO4). Kedua unsur ini merupakan faktor pembatas bagi
produktivitas plankton di perairan. Silika juga sangat penting terhadap
perkembangan organisme autotrof terutama plankton jenis alga diatom
untuk membentuk frustule dan spikule. Perairan yang kaya dengan nutrien
dan organisme autotroakan memiliki nilai produktivitas primer yang tinggi.
4
Oleh karena itu, perairan estauri memiliki produktivitas yang tinggi jika
dibandingkan dengan perairan laut lepas dan perairan air tawar karena
menjadikan daerah sebagai trap nutrien.
5
BAB III
METODOLOGI
3.1.Metode
Metode botol gelap-terang yang dilakukan dengan horizontal dan vertical dan
metode pengamatan menggunakan citra satelit dengan data yang sudah diunduh di
dalam laman http://sites.science.oregonstate.edu/ocean.productivity/index.php adalah
metode yang digunakan praktikum modul 3 oseanografi biologi kali ini.
1. GPS Handheld
2. Alat tulis
3. Log sheet
4. Papan jalan
5. Botol kaca (botol bening/transparan, botol yang dilapisi lakban hitam,
6. botol yang dilapisi solatip, dan botol coklat)
7. DO meter celup
8. Tali tambang
9. Kabel tis
10. Pemberat
11. Pelampung (jerigen 2L)
12. Aqua dm
6
6. Inkubasi in situ dilakukan selama 4-5 jam di titik-titik yang ditentukan,
waktu masa inkubasi dicatat.
7. Setelah inkubasi selesai, DO dan temperatur pada masing-masing botol
diukur lalu dicatat pada Log Sheet.
7
5. File akan langsung diunduh dalam format gz atau gzip. Pastikan PC
telah terpasang aplikasi WinRAR (atau semacamnya) agar file yang
telah diunduh dapat di-extract.
6. Format file data yang telah di-extract adalah hdf
b) Pengunduhan Aplikasi untuk Visualisasi Data
1. Browser dibuka lalu situs https://www.giss.nasa.gov/tools/panoply/
dicari
2. PC dipastikan telah terpasang Java Runtime Environment.
3. Pilihan Download Panoply diklik.
4. Aplikasi Panoply yang sesuai dengan program PC Anda diunduh.
c) Pengolahan Data Melalui Aplikasi
1. Aplikasi Panoply dibuka.
2. Open file data dipilih dengan format hdf yang telah di-extract.
3. Bagian dengan judul “npp” diklik lalu ditekan pilihan Create Plot.
4. Tipe Color contour plot dipilih dengan “fakeDim1” sebagai sumbu-X
dan “fakeDim0” sebagai sumbu-Y. Lalu ditekan Create.
5. Gambar yang divisualisasikan akan terbalik. Untuk memutarbalikkan
gambar, pada menu Plot, Swap Y Axis Bounds dipilih.
6. Data telah tervisualisasikan dengan baik.
7. Untuk menyimpan visualisasi data, menu File ditekan lalu dipilih Save
Image As.
8
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Hasil
Vertikal set 1
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8.8 31.5 11:36
6:54
Botol Terang set 1 6.4 28.9 18:30
Botol dengan Solatip -
7.3 28.7 18:30 6.9 1.5 -0.9 -2.4
set 1 1565.22
-
6.7 28.9 18:30 6.9 2.1 -0.3 -2.4
Botol Coklat set 1 1565.22
-
8.1 29 18:30 6.9 0.7 -1.7 -2.4
Botol Gelap set 1 1565.22
Tabel 1. Perhitungan NPP Vertikal Daerah A Set 1
Vertikal set 2
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8.8 31.5 11:36
6:54
Botol Terang set 2 6.5 28.8 18:30
Botol dengan Solatip -
8.1 28.8 18:30 6.9 0.7 -1.6 -2.3
set 2 1500
-
6.9 28.7 18:30 6.9 1.9 -0.4 -2.3
Botol Coklat set 2 1500
-
6.9 28.8 18:30 6.9 1.9 -0.4 -2.3
Botol Gelap set 2 1500
Tabel 2. Perhitungan NPP Vertikal Daerah A Set 2
Horizontal
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8.9 32.2 11:32
Botol Terang set 6:58
7 29.1 18:30
1
Botol dengan -
7.9 29.2 18:30 6.966667 1 -0.9 -1.9
Solatip 1227.27
-
7.9 29.2 18:30 6.966667 1 -0.9 -1.9
Botol Coklat 1227.27
-
7.5 29.1 18:30 6.966667 1.4 -0.5 -1.9
Botol Gelap 1227.27
Tabel 3. Perhitungan NPP Horizontal Daerah A
9
Vertikal set 1
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 31.5 12:12
6:00
Botol Terang set 1 3.3 28.5 18:12
Botol dengan Solatip
3.3 28.5 18:12 6 8.7 0 -8.7 -6525
set 1
Botol Coklat set 1 4.2 28.5 18:12 6 7.8 -0.9 -8.7 -6525
Botol Gelap set 1 3.2 28.5 18:12 6 8.8 0.1 -8.7 -6525
Tabel 4. Perhitungan NPP Vertikal Daerah B Set 1
Vertikal set 2
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 31.5 12:12
6:00
Botol Terang set 2 3.3 28 18:12
Botol dengan Solatip -
3.6 28.5 18:12 6 8.4 -0.3 -8.7
set 2 6525
-
3 28 18:12 6 9 0.3 -8.7
Botol Coklat set 2 6525
-
3.4 28 18:12 6 8.6 -0.1 -8.7
Botol Gelap set 2 6525
Tabel 5. Perhitungan NPP Vertikal Daerah B Set 2
Horizontal
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 32.2 12:12
Botol Terang set 6:00
4.6 29.3 18:12
1
Botol dengan
4.8 29.3 18:12 6 7.2 -0.2 -7.4 -5550
Solatip
Botol Coklat 4.9 29.1 18:12 6 7.1 -0.3 -7.4 -5550
Botol Gelap 2.9 29.3 18:12 6 9.1 1.7 -7.4 -5550
Tabel 6. Perhitungan NPP Horizontal Daerah B
10
Vertikal set 1
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8 31.6 11:45
7:31
Botol Terang set 1 7.7 28.7 19:16
Botol dengan Solatip -
6.5 29 19:16 7.516667 1.5 1.2 -0.3
set 1 179.601
-
7.3 28.7 19:16 7.516667 0.7 0.4 -0.3
Botol Coklat set 1 179.601
-
6.7 28.8 19:16 7.516667 1.3 1 -0.3
Botol Gelap set 1 179.601
Tabel 7. Perhitungan NPP Vertikal Daerah C Set 1
Vertikal set 2
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8 31.6 11:45
7:31
Botol Terang set 2 6.9 28.9 19:16
Botol dengan -
6.9 28.9 19:16 7.516667 1.1 0 -1.1
Solatip set 2 658.537
-
8.2 28.5 19:16 7.516667 -0.2 -1.3 -1.1
Botol Coklat set 2 658.537
-
8 28.3 19:16 7.516667 0 -1.1 -1.1
Botol Gelap set 2 658.537
Tabel 8. Perhitungan NPP Vertikal Daerah C Set 2
Horizontal
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 8.3 31.5 11:41
Botol Terang set 7:35
7.3 28.8 19:16
1
Botol dengan -
7.1 28.9 19:16 7.583333 1.2 0.2 -1
Solatip 593.407
-
8.1 28.8 19:16 7.583333 0.2 -0.8 -1
Botol Coklat 593.407
-
8.1 28.7 19:16 7.583333 0.2 -0.8 -1
Botol Gelap 593.407
Tabel 9. Perhitungan NPP Horizontal Daerah C
11
Vertikal set 1
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 17.3 23.4 9:15
7:13
Botol Terang set 1 9.4 28.2 16:28
Botol dengan Solatip
9.8 28 16:28 7.216667 7.5 -0.4 -7.9 -4926.1
set 1
Botol Coklat set 1 7.8 28 16:28 7.216667 9.5 1.6 -7.9 -4926.1
Botol Gelap set 1 7.2 27.8 16:28 7.216667 10.1 2.2 -7.9 -4926.1
Tabel 10. Perhitungan NPP Vertikal Daerah D Set 1
Vertikal set 2
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 17.3 23.4 9:15
7:13
Botol Terang set 2 10.4 27.3 16:28
Botol dengan Solatip -
9.6 28.3 16:28 7.216667 7.7 0.8 -6.9
set 2 4302.54
-
7.5 28.5 16:28 7.216667 9.8 2.9 -6.9
Botol Coklat set 2 4302.54
-
6.8 28.1 16:28 7.216667 10.5 3.6 -6.9
Botol Gelap set 2 4302.54
Tabel 11. Perhitungan NPP Vertikal Daerah D Set 2
Horizontal
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 15.3 23.2 9:15
Botol Terang set 7:13
8.4 28.1 16:28
1
Botol dengan -
7.5 28.5 16:28 7.216667 7.8 0.9 -6.9
Solatip 4302.54
-
7.9 28 16:28 7.216667 7.4 0.5 -6.9
Botol Coklat 4302.54
-
8.1 28.1 16:28 7.216667 7.2 0.3 -6.9
Botol Gelap 4302.54
Tabel 12. Perhitungan NPP Horizontal Daerah D
12
Vertikal set 1
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 30 11:00
6:12
Botol Terang set 1 3.3 28 17:12
Botol dengan Solatip -
3 28 17:12 6.2 9 0.3 -8.7
set 1 6314.52
-
3.6 28.5 17:12 6.2 8.4 -0.3 -8.7
Botol Coklat set 1 6314.52
-
3.4 28 17:12 6.2 8.6 -0.1 -8.7
Botol Gelap set 1 6314.52
Tabel 13. Perhitungan NPP Vertikal Daerah E Set 1
Vertikal set 2
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 30 11:00
6:12
Botol Terang set 2 3.3 28.5 17:12
Botol dengan Solatip -
4.2 28.5 17:12 6.2 7.8 -0.9 -8.7
set 2 6314.52
-
3.3 28.5 17:12 6.2 8.7 0 -8.7
Botol Coklat set 2 6314.52
-
3.2 28.5 17:12 6.2 8.8 0.1 -8.7
Botol Gelap set 2 6314.52
Tabel 14. Perhitungan NPP Vertikal Daerah E Set 2
Horizontal
DO Temperatur Waktu GPP -
Sampel (mg/L) (oC) Pengukuran Time Respirasi GPP Respirasi NPP
Botol Awal 12 30 11:00
Botol Terang set 6:12
4.6 28.5 17:12
1
Botol dengan -
4.9 27.5 17:12 6.2 7.1 -0.3 -7.4
Solatip 5370.97
-
4.8 28 17:12 6.2 7.2 -0.2 -7.4
Botol Coklat 5370.97
-
2.9 27 17:12 6.2 9.1 1.7 -7.4
Botol Gelap 5370.97
Tabel 15. Perhitungan NPP Horizontal Daerah E
13
Gambar 1. NPP Dunia Januari 2008
14
Gambar 3. NPP Dunia Maret 2008
15
Gambar 5. NPP Dunia Mei 2008
16
Gambar 7. NPP Dunia Juli 2008
17
Gambar 9. NPP Dunia September 2008
18
Gambar 11. NPP Dunia November 2008
4.2.Perhitungan
19
𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖 = (𝐼𝐵 − 𝐷𝐵)
Keterangan :
(mg/liter)
(mg/liter)
Keterangan :
4.3. Analisis
Metode oksigen dan metode citra satelit sudah dijelaskan oleh modul II
praktikum oseanografi, namun untuk metode citra satelit hanya dijelaskan
pengunduhan dan pengolahan data saja. Metode untuk pengukuran NPP lainnya
20
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan metode C14, metode
klorofil, metode analisis kurva oksigen dan metode citra satelit (Michael, 1995).
1. Air contoh diambil sama seperti air contoh DO (2 botol terang & 1 botol
gelap) pada kedalaman tertentu.
2. Ditambahkan 1ml larutan NaH 14CO3 ( 14C-labelled carbonate) ke salah satu
botol terang & botol gelap (volume 125 ml).
3. Dikocok secara merata dan segera diinkubasikan ke perairan di kedalaman
semula
4. Lalu, dibiarkan 4 jam (pukul 10.00-14.00), NaH 14CO3 yang digunakan
mengandung radioaktif 1- 10μCi/ml (biasanya 2 μCi/ml).
5. Pada 1 botol terang yang tersisa, digunakan sampel untuk mengukur
temperatur, pH & alkalinitas total.
6. Setelah inkubasi, sampel disaring dengan membran filter untuk memekatkan
sel-sel fitoplankton.
7. Selanjutnya, 14C terasimilasi dihitung dengan “Planchet counting” atau
Liquid scintillation (kilauan) counting (Geiger-Muller detector).
21
diukur absorban klorofil-a dengan Spektrofotometer pada ƛ = 665.2 dan 652.4
nm. Metode ini memiliki kelebihan langkah kerja yang mudah, alat dan bahan
yang mudah ditemukan, dan proses perhitungan yang mudah, namun
kekuarangannya terletak pada model klorofil- fo yang masih untuk skala
laboratorium. Nilai klorofil-a ditentukan dengan rasio asimilasi untuk tumbuhan
atau ekosistem dengan pergram klorofil, dapat dihitung dengan rumus (Chen et
al., 2017):
𝑃 = 𝐾 × 𝑟 × 𝑐 (𝐶ℎ𝑙𝑎) × 𝐷𝐻,
Dimana:
22
Gambar 13. Alur Kerja Metode Klorofil
Estimasi produktivitas primer perairan berdasarkan nilai konsentrasi
klorofil-a dapat ditentukan dengan ektrak dari citra satelit (Ma et al., 2014;
Shuchman et al., 2013; Kahru et al., 2015). Metode ini mempunyai kelebihan
sangat cepat didapat datanya, tak perlu biaya yang tinggi, tak perlu ke lapangan,
dan hanya memerlukan alat software untuk mengolah datanya. Namun metode ini
cukup sulit digunakan oleh orang awam dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang
mempunyai ilmu dasar di bidangnya. Satelit secara rutin telah menyediakan
beberapa variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu
permukaan laut. Data yang telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan
untuk membuat model estimasi produktivitas primer, sehingga estimasi
produktivitas primer lebih cepat dan efisien (Ma et al. 2014). Keakuratan
pengukuran dengan metode ini tergantung pada citra satelit yang digunakan
dalam analisis data (Zhang & Han 2015; Nuzapril et al. 2017). Model-model yang
dikembangkan oleh Shuchman et al., 2013 (0.92) Hill et al. (2013) dan Hill and
Zimmerman (2010) korelasi antara konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas
primer perairan sebesar 0,81 dan 0,86. Hill et al. (2013); Ma et al. (2014); Kahru
23
et al. (2015), menyatakan bahwa model hubungan empiris sederhana antara
produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a ekstraksi citra satelit dapat
diaplikasikan dengan asumsi bahwa nilai integrasi konsentrasi klorofil-a dari
permukaan sampai kedalaman eufotik homogen sehingga konsentrasi klorofil-a
citra satelit dianggap konstan diseluruh zona eufotik. Hasil penelitian Nuzapril et
al. (2017) mendapatkan bahwa analisis spasial citra satelit dengan melihat sebaran
chlorofil dapat dilakukan untuk mengestimasi produktivitas primer di suatu
wilayah perairan (R=0.64).
24
tersebut diplot pada sebuah koordinat, dengan konsentrasi oksigen pada sumbu Y
dan waktu dalam sumbu X. Produktivitas primer dihitung melalui pembacaan
pulsa oksigen dengan memasukkan dalam persamaan:
𝛿𝐶
= 𝐾2(𝐶𝑠 − 𝐶) + 𝐵𝑃𝑃 + 𝑅
𝛿𝑇
dimana:
Pada daerah A , didapat NPP per hari sebesar -1565.22 sampai dengan -
1227.27 (mg C/m3 /jam). Hasil tersebut merupakan NPP kedua tertinggi dari 5
daerah, karena suhu perairan di sana cenderung hangat dalam rentang 31.5-32.2
o
C pada siang hari pukul 11.36 dan 28.7 – 29.2oC pada sore hari. Hasil penelitian
EPPLEY (dalam LEVINTON 1982) di laboratorium menunjukkan kenaikan suhu
air sampai tingkat tertentu menyebabkan laju pertumbuhan fitoplankton
meningkat, namun setiap spesies fitoplankton juga berpengaruh terhadap
pengaruh suhu ini. Kenaikan suhu seterusnya akan memperlambat laju
pertumbuhan dan pada suhu yang lebih tinggi lagi laju pertumbuhan menjadi nol.
Dengan meningkatnya pertumbuhan fitoplankton, semakin meningkat pula
25
NPPnya, namun tetap dipengaruhi oleh intensitas cahaya di daerah tersebut. Pada
perairan tersebut saat diambil sampel air awal memiliki oksigen terlarut sebesar
8.8 mg/L dimana nilai ini akan dipakai untuk mencari nilai konsumsi oksigen
(respirasi), dari hasil didapat nilai respirasi yang kecil sekitar 0.7-1.9 dan semakin
kecil respirasi yang didapat semakin besar NPP, hal ini dipengaruhi oleh
organisme yang mengonsumsi oksigen yang terlarut, seperti jumlah zooplankton.
NPP / hari dari daerah B yang didapat sekitar -6525 sampai -5550 (mg C/m3
/jam), ini merupakan NPP urutan ke-4 dari 5 daerah. Alasan utama mengapa NPP
daerah B sangat kecil adalah faktor respirasinya yang begitu besar daripada GPP,
hal ini disebabkan oleh faktor biologi berupa jumlah zooplankton atau organisme
lainnya yang mengonsumsi oksigen terlarut dalam botol, walaupun DO awal
terbilang besar yaitu 12 mg/L, namun respirasinya besar yang ditentukan dari
mengurangi dengan DO akhir tiap botol gelap. DO awal yang besar didukung oleh
faktor fisika berupa temperatur perairan yang hangat dengan nilai sekitar 28-
32.2oC, dan menurut penelitian yang disebut di bagian daerah A rentang suhu ini
dapat terjadi fotosintesis optimum, namun masih belum bisa menyelisihi respirasi
yang terjadi pada sistem tersebut.
Lalu, pada daerah D didapat NPP berkisar antara -4926,1 sampai -4302,54
(mg C/m3 /jam). Nilai tersebut merupakan nilai tertinggi 3 dari 5 daerah. Nilai
tersebut didapat dari DO awal yang besar, namun akibat dari respirasi yang besar
membuar NPP di daerah D menempati urutan ke-3. Di daerah D memiliki suhu
paling rendah dari 5 daerah lainnya, hal ini juga yang menyebabkan NPP yang
diukur kecil, selain itu , penyebab dari respirasi yang besar adalah dari organisme
konsumen O2 yang sangat banyak yang berupa zooplankton.
26
Terakhir adalah daerah E yang memiliki NPP kisaran -6314,52 sampai -
5370, 52 (mg C/m3 /jam). Nilai tersebut adalah nilai terendah setelah daerah B
dari 5 daerah. Walaupun mempunyai DO awal yang tinggi yaitu 12 mg/L dan
suhu yang hangat sekitar 27-30oC, hal tersebut tertutupi oleh faktor biologi berupa
respirasi yang tinggi, sekitar 7,1 – 9,1 sehingga nilai NPP yang didapat menjadi
kecil.
Pada bulan Januari dan Februari, Belahan bumi bagian utara sedang
mengalami musim dingin. Sedangkan bumi bagian selatan memiliki suhu yang
lebih hangat. Dengan meningkatnya suhu di bagian bumi selatan, terlihat
produktivitas primernya juga meningkat.
Pada bulan Maret dan April 2008 di bumi bagian tropis memiliki NPP
tertinggi dari belahan bumi lainnya, terutama pada perairan Cina di Asia, Moroko,
Barat, Sahara, Senegal, dan Gambia pada benua Afrika terjadi peningkatan NPP
dikarenakan pada bulan ini terjadi masa peralihan musim hujan ke musim
kemarau pada bumi bagian tropis atau pada garis khatulistiwa, sedangkan pada
belahan bumi lainnya misalnya di Eropa dan Amerika latin baru terlihat
peningkatan NPP pada bulan April 2008, karena pada masa inilah bumi bagian
utara mengalami musim semi, dan bumi bagian selatan mengalami musim gugur.
Pada saat itu kondisi untuk berfotosintesis masih bisa optimum.
27
Nilai produktivitas primer dunia di perairan dekat pantai disebut dengan
daerah estuari, daerah tersebut dan tropis memiliki nilai produktivitas yang lebih
tinggi dibanding yang lainnya karena ketersediaan nutriennya lebih tinggi dan
cahaya di daerah tersebut tergolong cukup di sepanjang tahun. Akibatnya adalah
organisme autotrof dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Rangkuti et al.,
2017).
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penggunaan alat ukur kualitas air yang berupa DO Meter untuk mengukur kualitas
air akan berbeda beda tergantung tipe DO Meter apa yang digunakan. Penggunaan alat DO
Meter dapat dilihat pada bagian metodologi dan juga bisa berdasarkan tugas akhir
praktikum dengan menonton video di platform Youtube. Untuk penghitungan nilai HPP
bersih daerah A didapat nilai HPP vertikal dan nilai HPP horizontal. Dan untuk faktor-
faktor lingkungan eksternal yang memengaruhi produktivitas primer suatu perairan yaitu,
suhu, nutrien, dan cahaya. Perbedaan intensitas cahaya yang memengaruhi produktivitas
primer, hal ini dapat dilihat berdasarkan metode botol gelap terang, hasil pengamatan botol
gelap terang digunakan untuk mengukur laju fotosintesis pada bagian terang dan mengukur
laju respirasi pada bagian gelap. Terdapat beberapa metode dlaam pengambilan data
produktivitas primer antara lain, botol gelap terang, metode radioaktif, klorofil, metode
satelit, dan lain-lain. Kemudian untuk variasi nilai HPP di dunia dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti waktu, musim dan lokasi daerah tersebut. Hal ini karena NPP dipengaruhi
oleh cahaya daerah, karena tiap daerah berbeda-beda zona waktu dan karen arotasi bumi
maka akan memengaruhi nilai HPP.
5.2. Saran
1. Dalam teknis pelaksanaan akan lebih baik jika praktikan dapat menonton bagaimana
data mentah di modul didapatkan dalam bentuk video.
2. Lebih baik apabila dijelaskan bagaimana rumus NPP didapatkan, agar praktikan
mengetahui hal -hal kecil yang ternyata penting dalam perhitungan
29
DAFTAR PUSTAKA
Hill V.J., Matrai; P.A, Olson, E. Suittles; S., Codispoti; L.A. Zimmerman, R.C., 2013.Synthesis
of Integrated Primary Production in the Artic Ocean: II. In situ and Remotely Sensed
Estimates. Progress in Ocenanography 1(10): 107-125
Kahru et al. 2015. Optimized multi-satellite merger of primary production estimates in the
California Current using inherent optical properties. Journal of Marine Systems, 147 :
94–102
Kim M.S., et al., 2014. Carbon stable isotope ratios of new leaves of Zostera marina in the mid-
latitude region: Implications of seasonal variation in productivity. Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology, 461 : 286–296.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jembe.2014.08.015
Ma S., Tao Z., Yang X., Member, IEEE, Yu Y., Zhou X., Ma W, Li Z.. 2014. Estimation of
Marine Primary Productivity from Sattelite-Derived Phytoplankton Absorption Data.
IEEE J Select Topics Apl Earth Observ Remote Sens, 7(7): 3084-3092.
Nuzapril M, Setyo Budi Susilo, James P. Panjaitan. 2017. Hubungan Antara Konsentrasi
Klorofil-A Dengan Tingkat Produktivitas Primer Menggunakan Citra Satelit Landsat8.
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 8 (1) : 105-114
Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystem Third Edition. Academic Press,
London.
Wetzel, R.G. dan Likens, G.E. 200. Limnological Analyses. 3nd. Springer-Verlag. New York.
Zhang, C., and Han, M., 2015. Mapping Chlorophyll-a Concentration in Laizhou Bay
UsingLandsat-8 OLI data. Proceedings of the 36th IAHR World Congress. Netherland.
Taylor, D.J., Green N.P.O., Stout, G.W., (1998), Ilmu Biologi. Cambridge University
Press, Cambridge
30
Sahabuddin. 2017. PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN.
https://bppbapmaros.kkp.go.id/wp-content/uploads/2017/04/PLT-Unhas-
Produktivitas-dan-Kesuburan-Perairan.pdf. (diakses pada 30 Oktober 2021)
31
LAMPIRAN
32