Anda di halaman 1dari 10

Recovery besi dan titanium serta regenerasi asam dari larutan hasil

pelindian konsentrat pasir besi dalam larutan asam klorida


menggunakan metode distilasi
Alfred Gurninga , M. Zaki Mubarok

Program Studi Teknik Metalurg i, Faku ltas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung,
Jalan Ganesha 10, Bandung, Indonesia 40132

a
Email: alfred.gurning@gmail.com

Abstrak

Pasir besi merupakan ko moditas mineral yang terdapat hampir di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia. Selain
besi, pasir besi juga mengandung titanium. Jalur h idro metalurg i melalui proses pelindian dalam asam klorida
dan recovery Ti dan Fe dari larutan hasil pelindian merupakan salah satu metode untuk mengekstraksi besi dan
titanium yang terdapat pada pasir besi. Pada paper ini dibahas hasil-hasil percobaan recovery besi dan titanium
dari larutan hasil pelindian konsentrat pasir besi dari Bengkulu dengan metode distilasi, regenerasi asam klorida
dan pemisahan serbuk TiO2 dari besi dengan cara pelarutan kembali campuran presipitat hematit (Fe2 O3 ) dan
rutil (TiO2 ) dalam asam nit rat. Hasil penelit ian menunjukkan distilasi larutan hasil pelindian konsentrat pasir
besi (rasio Fe/Ti 10) dalam larutan HCl 8M dalam rentang suhu operasi 225-450o C mengendapkan baik Fe
maupun Ti masing-masing dalam bentuk hemat it dan rutil. Percobaan distilasi pada suhu 225o C dengan jenis
umpan adalah larutan hasil pelindian dalam HCl yang dilakukan oksidasi dengan H 2 O2 65wt%, menghasilkan
presipitasi Fe terendah yaitu 29,99% dengan presipitasi Ti mencapai 97,63%. Dalam rentang suhu destilasi 225-
450o C presipitasi Ti dalam bentuk TiO2 mencapai >95%. Persentase regenerasi asam tertinggi diperoleh pada
distilasi larutan HCl yang ditambahkan H2 O2 sebesar 77,3% pada suhu 335o C yang menghasilkan presip itat
hematit dan rutil dengan ukuran terkecil (537,5 n m). Pelindian kembali presipitat dalam larutan HNO3 8M
menghasilkan persentase pemisahan Fe dari Ti sebesar 84,6% dengan Ti yang ikut terlarut hanya 2,4%.
Kata kunci: Pasir bes i, pelindian, distilasi, regenerasi asam, presipitasi.

PENDAHULUAN

Pasir besi merupakan sumber mineral besi dengan kuantitas terbesar di Indonesia selain besi laterit. Potensi dan
sebaran dari pasir besi banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia seperti Pantai Barat Su matra, Pantai
Selatan Jawa, Kalimantan, Su lawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Malu ku dan Papua [1]. Komponen mineral
utama dalam pasir besi di Indonesia umumnya adalah titanomagnetit (Fe2 (FeTi) O4 ), hematit (Fe2 O3 ) dan ilmenit
(FeTiO3 ). Berdasarkan kandungan mineralnya tersebut, maka pasir besi tidak saja dapat menjad i sumber bahan
baku untuk memp roduksi besi namun juga berpotensi menjadi sumber bahan baku untuk ekstraksi t itaniu m..

Proses ekstraksi besi dan titanium dari konsentrat pasir besi dapat dilaku kan baik dengan jalur p iro metalurgi
maupun hidrometalurgi. Pada proses peleburan konsentrat pasir besi, titanium yang terdapat dalam pasir besi
akan terbawa ke dalam terak. Menurut Zhang, Zhu dan Cheng, (2011), proses ekstraksi Ti dari ilmenit dan terak
dengan jalur hidro metalurgi dapat dilakukan dengan 4 metode, yaitu melalu i pelindian dalam larutan asam
sulfat, pelindian dalam larutan HCl, pelindian dalam larutan kaustik dan metode elektrokimia [2]. Olanipeku m,
(1999)[3], telah mempelajari kinetika pelindian ilmenit dari Nigeria dalam larutan asam klorida, sementara
Sasiku mar, dkk. (2004) melaporkan hasil penelit ian yang mempelajari pengaruh aktivasi mekanik pada
pelindian ilmenit daalam larutan asam sulfat [4]. Fathia, (2015)[5] telah melaku kan penelitian ekstraksi titaniu m
dan besi dari konsentrat pasir besi dari Bengkulu dan menganalisis kinetika pelind iannya dalam asam klorida.
Fathia, (2015), melaporkan bahwa pelindian konsentrat pasir besi dari Bengkulu dengan fraksi ukuran -
200+325 mesh dalam asam klo rida 8M pada suhu 90o C selama 8 jam menghasilkan ekstraksi titaniu m sebanyak
91,4% dengan besi yang ikut terlarut 80,7%.
Asam klorida dip ilih untuk pelindian konsentrat pasir besi karena kemampuannya untuk melarutkan Fe dan Ti.
Salahsatu permasalahan dalam pelindian pasir besi dengan asam klorida adalah konsumsi asam yang tinggi
karena baik besi dan titaniu m kedua-duanya larut. Dibutuhkan teknologi untuk memisahkan Ti dan Fe yang
terlarut sekaligus meregenerasi asam agar asam dapat dipakai kembali dan konsumsinya dapat diminimalkan.
Biaya untuk pengadaan asam merupakan ko mponen utama biaya operasi sehingga konsumsi asam untuk
pelindian harus ditekan seminimal mungkin. Teknologi regenerasi asam klorida yang umu mnya dipakai di
industri adalah pirohidrolisis. Kelemahan dari teknologi pirohidro lisis ini adalah membutuhkan konsumsi energi
yang tinggi karena dilakukan pada suhu yang tinggi (600-900o C) dan menghasilkan polusi karena dihasilkan
produk pembakaran minyak yaitu gas karbon dioksida dan karbon monoksida. Telah dikembangkan beberapa
teknologi baru untuk proses regenerasi asam klorida, salahsatunya adalah dengan metode distilasi[6].

Distilasi dapat menjadi alternatif yang baik sebagai proses untuk meregenerasi asam pelindian, karena konsumsi
energinya yang lebih rendah dan tidak menghasilkan polusi hasil pembakaran minyak bumi (bila pemanasannya
dilakukan dengan listrik). Salah satu teknologi regenerasi asam dengan metode distilasi yang sudah diterapkan
di industri sebagai pengganti pyrohydrolysis adalah teknologi hydrothermal acid regeneration [7]. Teknologi ini
telah digunakan dalam skala industri untuk meregenerasi asam klorida dari larutan hasil proses pickling baja di
pabrik baja. Perlu dipelajari keefektifan metode distilas i untuk regenerasi asam dari larutan hasil pelindian
konsentrat pasir besi dalam larutan asam klorida. Regenerasi asam ini diharapkan dapat dilakukan secara
simu ltan dengan proses pemisahan besi dan titaniu m dari larutan hasil pelindian dalam asam klorida. Pada paper
ini dibahas hasil-hasil percobaan recovery besi dan titanium dari larutan hasil pelindian konsentrat pasir besi
Bengkulu dan regenerasi asam menggunakan metode distilasi.

MATERIAL DAN METODE PERCOB AAN

Sampel konsentrat pasir besi yang digunakan dalam penelitian in i berasal dari daerah Bengku lu. Ko mposisi
kimia sampel konsentrat pasir besi hasil analisis dengan X-Ray Fluoroscence (XRF) dan mineral yang dominan
dalam sampel hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) ditunjukkan masing-masing pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian kegiatan percobaan diawali dengan preparasi sampel konsentrat pasir besi dengan melakukan
sampling, milling, dan sieving. Selanjutnya sampel yang sudah dipreparasi dilakukan percobaan -percobaan
pelindian dengan larutan asam klorida pada 3 kondisi yang berbeda . Kondisi pertama pelindian dilakukan
dengan larutan HCl pada suhu 90o C. Pada kondisi kedua, larutan HCl dicampur dengan methanol 98% dan
pelindian dilakukan pada suhu 65o C, sementara pada kondisi ketiga pelindian dengan HCl diikuti dengan proses
oksidasi besi(II) menjadi besi(II) setelah pelindian dengan penambahan H 2 O2 65wt% sebanyak 20mL. Pada
semua kondisi tersebut, pelindian dilakukan dengan konsentrasi HCl 8M, fraksi ukuran konsentrat -200+350
mesh, nisbah padat/cair (S/ L) 1/ 20 (gr/ mL) dan kecepatan pengadukan 300 rp m selama 8 jam. Selama proses
pelindian, d ilakukan pengambilan sampel larutan sebanyak 5 kali yaitu pada menit ke-60, 120, 240, 360 dan 480
(jam ke -8). Sampel larutan yang diambil kemudian dilaku kan analis is dengan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) untuk menentukan konsentrasi Fe dan Ti terlarut pada berbagai waktu pelindian.

Persen ekstraksi besi dan titanium pada berbagai kondisi percobaan sebagai fungsi waktu ditentukan dengan
menghitung massa Fe dan Ti yang larut dibandingkan dengan massa Fe dan Ti dalam sampel yang dilindi.
Larutan hasil pelindian kemudian didistilasi menggunakan heating mantle. Kondensat hasil distilasi kemudian
dianalisis menggunakan AAS untuk penentuan massa besi dan titanium yang terkondensasi. Kondensat
kemudian dit itrasi menggunakan NaOH 1M dengan indikator phenopthalein untuk pengukuran konsentrasi
asam yang berhasil diregenerasi. Sisa larutan distilasi kemud ian diencerkan hingga 500 mL dengan akuades ,
kemudian disaring menggunakan kertas saring. Presipitat yang tersaring kemudian dikeringkan menggunakan
oven, sementara larutan filt rat dianalisis menggunakan AAS. Presipitat hasil distilasi yang telah disaring
kemudian dianalisis dengan XRD, Scanning Electron Microscope (SEM), Particle Size Analyser (PSA) dan
AAS. Sebagian presipitat dilindi lagi menggunakan HNO3 memisahkan Ti dan Fe dari presipitat, dimana
diharapkan Fe larut dan Ti tetap sebagai TiO2 .
Tabel 1. Ko mposisi kimia sampel konsentrat pasir besi dari Bengku lu y ang digunakan dalam penelit ian

Senyawa % Unsur %
Fe2 O3 84,58 Fe 59,155
TiO2 9,09 Ti 5,448
Al2 O3 1,6 Al 0,8467
SiO2 1,48 Si 0,6917
MgO 1,43 Mg 0,862
MnO 0,86 Mn 0,666
CaO 0,52 Ca 0,3716
P 2O5 0,23 P 0,1003
ZnO 0,092 Zn 0,0739
K2 O 0,037 K 0,0307
SO3 0,013 S 0,0052
CuO 0,006 Cu 0,0048
NiO 0,001 Ni 0,00078

Gambar 1. Hasil analisis XRD sampel konsentrat pasir besi dari Bengku lu

HAS IL DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan Pelindi an.


Pelindian dengan menggunakan methanol sebagai pelarut HCl d ilakukan dengan hipotesis bahwa pnggunaan
methanol dapat meningkatkan persen ekstraksi Ti. Hasil penelitian sebelu mnya yang dilaku kan oleh Habib, dkk.
(2006)[8] menunjukkan bahwa penggunaan methanol sebagai pelarut asam klorida dapat meningkatkan persen
ekstraksi besi dan titanium pada pelindian ilmen it karena methanol mencegah terjadinya hidrolisis besi maupun
titanium dan meningkatkan kelarutan dari besi dan titaniu m pada proses pelindian dalam asam klorida. Pelindian
dengan menggunakan metanol sebagai pelarut HCl dilaku kan pada suhu 65°C karena titik d idih dari metanol
yang lebih rendah dari air, sehingga tidak memungkinkan untuk dilaku kan pada suhu yang lebih tinggi seperti
pada percobaan pelindian HCl dalam air tanpa penambahan methanol. Berbeda dengan hasil penelitian Habib,
penggunaan methanol tidak dapat menaikkan persen ekstraksi Fe (Gambar 2) maupun persen ekstraksi Ti
(Gambar 3). Pelindian yang hanya dapat dilakukan sampai suhu 65°C menjad i alasan lebih rendahnya persen
ekstraksi pelindian menggunakan HCl berpelarut methanol dibandingkan dengan HCl berpelarut air. Suhu yang
rendah menyebabkan laju pelindian Fe dan Ti dalam larutan padat titanomagnetit menjadi lambat dan tidak
mencapai level yang memadai selama 8 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa ikatan kimia Fe -Ti pada mineral
titanomagnetit berbeda dengan ikatan yang ada pada ilmen it dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
mendapatkan persen ekstraksi Fe dan Ti yang tinggi.

Gambar 2. Ekstraksi Fe pada percobaan pelindian dalam HCl 8M dengan pelarut air dan methanol

Gambar 3. Ekstraksi Ti pada percobaan pelindian dalam HCl 8M dengan pelarut air dan methanol

Hasil Percobaan Distilasi untuk Recovery Ti, Fe dan Regenerasi Asam


Percobaan distilasi larutan hasil pelindian konsentrat pasir besi untuk mempresipitasi Fe dan Ti sebagai
oksidanya secara simu ltan dengan regenerasi asam dilakukan dengan variasi kondisi pelindian dan suhu operasi
(suhu heating mantel). Pelindian dilaku kan dengan 3 kondisi seperti telah dijelaskan sebelumnya (yaitu dengan
HCl 8M dalam air, dengan HCl 8M dalam methanol dan dengan HCl + oksidasi menggunakan H2 O2 ), sementara
suhu pemanasan divariasikan pada 225o C, 335o C dan 450o C untuk setiap kondisi larutan sehingga total
dilakukan 9 percobaan distilasi. Hasil percobaan distilasi yaitu persen presipitasi Fe, persen presipitasi Ti dan
persen regenerasi asam dari proses distilasi pada 3 suhu yang berbeda untuk 3 kondisi larutan hasil pelindian
konsentrat pasir besi disajikan pada Tabel 2.

Untuk 3 kondisi larutan hasil pelindian, didapatkan bahwa Ti dan Fe kedua-duanya terpresipitasi dari larutan
dimana presipitasi Ti lebih mudah dibandingkan dengan presipitasi Fe yang ditunjukkan oleh persentase
presipitasi yang lebih tinggi pada suhu pemanasan yang sama. D istilasi dalam rentang suhu 225-450o C
menghasilkan presipitasi Ti dalam bentuk TiO2 >95%. Kondisi yang diingin kan adalah persen presipitasi Ti
setinggi mungkin dengan persen presipitasi Fe yang rendah. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2, kondisi ini
diperoleh pada percobaan distilasi pada suhu 225o C dengan jenis umpan adalah larutan hasil pelindian dalam
HCl yang dilakukan oksidasi dengan H2 O2 65wt%, d imana presipitasi Ti mencapai 97,63%, sementara
presipitasi Fe 29,99%. Adanya H2 O2 dalam larutan menyebabkan larutan lebih cepat menguap sehingga saat
sebagian besar Ti telah terhidrolisis men jadi TiO2 , ketersediaan air untuk reaksi hid rolisis besi telah terbatas
sehingga Fe yang terpresipitasi menjadi Fe 2 O3 rendah. Hidro lisis Fe dan Ti dari larutan hasil pelindian pasir bes i
dalam larutan asam klo rida membentuk Fe 2 O3 dan TiO2 berlangsung melalu i reaksi-reaksi berikut [9,10]:
2FeCl3 + 3H2 O  Fe2 O3 + 6HCl (1)
TiOCl2 + 2H2 O  TiO(OH)2 + 2HCl  TiO2 .H2 O + 2HCl (2)
o
Pada semua kondisi larutan umpan, distilasi dalam rentang suhu pemanasan 225-450 C menghasilkan regenerasi
HCl 61,66-77,29%. Kondensat asam hasil proses distilasi memiliki konsentrasi asam rata-rata sekitar 6M dari
semula sekitar 8M. Asam yang tidak berhasil d iregenerasi hilang dalam bentuk uap HCl yang tidak dapat
terkondensasi yang masih tertinggal dalam labu bulat distilator hingga percobaan distilasi selesai. Laju
regenerasi asam memiliki kecenderungan yang linier terhadap waktu distilasi. Profil regenerasi asam terhadap
waktu pada distilasi dengan suhu 335o C untuk larutan hasil pelindian yang dioksidasi dengan H2 O2
diilustrasikan pada Gambar 4. Laju regenerasi asam yang linier terhadap waktu ini karena pembentuka
kondensat dengan volume dan konsentrasi asam yang konstan terhadap waktu. Konsentrasi asam dala m
kondensat relatif konstan yang berkisar antara 5,5-6 M asam. Konsentrasi kondensat yang konstan ini
berkorelasi dengan titik azeotrop distilasi HCl yaitu tit ik maksimu m kondensasi HCl.

Tabel 2. Persen presipitasi Fe, persen presipitasi Ti dan persen regenerasi asam dari proses distilasi pada 3 suhu
yang berbeda untuk 3 kondisi larutan hasil pelindian konsentrat pasir besi
% Regenerasi
Kondisi larutan Suhu (o C)* %Presipitasi Fe %Presipitasi Ti
Asam
225 38,49 97,43 61,66
HCl 335 49,59 98,35 70,83
450 74,54 97,64 72,92
225 44,59 96,36 71,17
HCl+Methanol 335 78,00 97,38 68,45
450 38,47 95,56 66,57
225 29,99 97,63 74,27
HCl+H2 O2 335 56,81 97,45 77,29
450 49,98 96,87 74,63
*suhu yang dimaksuda adalah suhu heating mantel untuk pemanasan dan buka n suhu larutan yang didistilasi

Gambar 4 Profil regenerasi asam terhadap waktu pada distilasi dengan suhu 335 o C untuk larutan hasil pelindian
yang dioksidasi dengan H2 O2
Hasil percobaan menunjukkan peningkatan suhu tidak sebanding dengan peningkatan rata-rata laju kondensasi
asam dalam mo l/ menit. Peningkatan suhu sebesar 1,5 kali dari 225°C men jadi 335°C menyebabkan peningkatan
laju rata-rata kondensasi asam sebesar 2-3 kali, sementara peningkatan suhu sebesar 2 kali dari 225°C men jadi
450°C menyebabkan peningkatan laju rata-rata kondensasi asam sebesar 3-5 kali. Peningkatan laju rata-rata
kondensasi berarti peningkatan produktivitas meningkat, namun peningkatan suhu operasi berarti pula
penambahan energi untuk pemanasan yang berkorelasi dengan penambahan biaya operasi.

Karakterisasi Presipitat Fe dan Ti


Hasil analisis XRD yang disajikan pada Gambar 5-7 menunjukkan keberadaan 2 mineral utama pada presipitat
hasil distilasi larutan pelindian konsentrat pasir besi Bengkulu yaitu hematit (Fe2 O3 ) dan rutil (TiO2 ). Perbedaan
senyawa yang teridentifikasi terjad i pada presipitat hasil distilasi larutan pelindian yang menggunakan HCl
berpelarut metanol yaitu terbentuk pseudorutil. Pseudorutil atau FeO.TiO 2 adalah mineral transisi besi dan
titanium. Pseudorutil kemungkinan terjadi karena hidrolisis yang tidak sempurna karena kurangnya ketersediaan
air untuk reaksi h idrolisis hemat it dan rutil. .

Gambar 5. Hasil analisis XRD presipitat dari percobaan distilasi larutan pada 450°C (hasil pelindian dalam
larutan HCl tanpa methanol dan tanpa oksidasi dengan H2 O2 )

Gambar 6. Hasil analisis XRD presipitat dari percobaan distilasi larutan pada 335°C (hasil pelindian dalam
larutan HCl + methanol)
Gambar 7. Hasil analisis XRD presipitat dari percobaan distilasi larutan pada 335°C (hasil pelindian dalam
larutan HCl + H2 O2 )

Ukuran rata-rata presipitat ditentukan dari hasil distilasi larutan pelindian dengan HCl pada suhu 450 o C, larutan
pelindian dengan HCl dalam methanol pada suhu 335o C dan larutan pelindian dengan HCl+H2 O2 pada suhu
335o C. Ukuran rata-rata presipitat hasil analisis PSA untuk ket iga kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 8.
Hasil analisis ukuran rata-rata butiran presipitat seperti disajikan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa presipitat
yang terbentuk merupakan nanoparticle. Berdasarkan standard dari US Environ mental Protection Agency,
nanoparticle adalah serbuk yang memiliki ukuran dibawah 10 mikro meter [11]. Berdasarkan standar dari US
Environmental Protection Agency ini, ukuran dari presipitat hasil distilasi larutan pelindian dengan HCl pada
suhu 450o C tergolong sebagai coarse nanoparticle, sementara presipitat hasil distilasi larutan pelindian dengan
HCl dalam methanol pada suhu 335o C dan dengan HCl+H2 O2 pada suhu 335o C keduanya tergolong fine
nanoparticle. Suhu distilasi yang lebih tinggi menghasilkan ukuran partikel presipitat yang lebih kasar. Distilasi
larutan hasil pelindian HCl yang dioksidasi dengan20 ml H2 O2 65wt% menghasilkan presipitat dengan ukuran
terkecil yaitu 537,5 n m. Konsentrasi oksigen terlarut dalam larutan dari d issosiasi H2 O2 menyebabkan dispersi
dari presipitat yang terbentuk selama d istilasi sehingga dihasilkan uku ran kristal yang lebih kecil.

Gambar 8. Ukuran rata-rata presipitat dari 3 kondisi distilasi hasil analisis dengan PSA

Analisis SEM juga dilaku kan terhadap presipitat yang dihasilkan dari 3 kondisi distilasi diatas. Hasil analisis
SEM seperti yang disajikan pada Gambar 9-11 memperkuat fakta yang diperoleh dari hasil analisis ukuran
partikel dengan PSA. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa presipitat dari distilasi larutan hasil pelindian
yang dioksidasi dengan H2O2 pada suhu 335oC mempunyai ukuran paling halus, sementara ukuran yang lebih
kasar dihasilkan masing-masing dari distilasi larutan hasil pelindian yang ditambahkan methanol dan tanpa
penambahan methanol. Penampakan mikro kristal presipitat juga menunjukkan adanya 2 jenis mineral yang
berbeda yaitu yang berbentuk granular halus yaitu TiO2 dan yang berbentuk seperti pelat dan berukuran lebih
besar yaitu Fe 2 O3 . Mengacu pada publikasi Kim, (1999)[9], yang melakukan analisis serbuk ultrafine TiO2 yang
dipresipitasi dari larutan aqueous TiOCl2 , penampakan mikro serbuk TiO2 berbentuk granul.

Gambar 9. Foto SEM p resipitat dari percobaan distilasi pada suhu 450o C untuk larutan hasil pelindian dalam
HCl tanpa methanol dan tanpa oksidasi dengan H2 O2

Gambar 10. Foto SEM presipitat dari percobaan distilasi pada suhu 335o C untuk larutan hasil pelindian dalam
HCl + methanol

Gambar 11. Foto SEM presipitat dari percobaan distilasi pada suhu 335o C untuk larutan hasil pelindian dalam
HCl + H2 O2

Penghilangan Fe dari Presipitat TiO2 deng an Pelindian dalam HNO3


Pemisahan Fe dari presipitat TiO2 dicoba dilakukan dengan melakukann pelindian presipitat yang mengandun g
TiO2 dan Fe2 O3 dalam larutan HNO3 . Profil persen pelarutan Fe dan Ti sebagai fungsi waktu pada konsentrasi
asam nitrat 2M, 8M dan 15M disajikan masing-masing pada Gambar 12 dan 13. Terlihat bahwa persen Fe
terlarut cenderung turun terhadap waktu karena Fe yang telah larut teroksidasi kembali o leh HNO3 dan
terpresipitasi kembali sebagai Fe 2 O3 . Untuk mencegah terpresipitasi kembalinya Fe ini, pelindian perlu
dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga mengurangi kemungkinan Fe teroksidasi kembali. Berbeda
dengan persen pelarutan Fe, Ti terlarut pada proses pelindian presipitat sangat rendah. Ti terlarut juga cenderung
menurun terhadap waktu. Kondisi terbaik yang diperoleh untuk pelind ian presipitat adalah pada konsentrasi
HNO3 8M dengan waktu 120 men it dimana pada kondisi in i diperoleh persentase pemisahan Fe sebesar 84,6%
dengan Ti yang ikut terlarut hanya 2,4%.

Gambar 12. Profil persen pelarutan Fe sebagai fungsi waktu pada pelind ian presipitat dalam asam nit rat dengan
konsentrasi 2M, 8M dan 15M

Gambar 13. Profil persen Ti terlarut sebagai fungsi waktu pada pelindian presipitat dalam asam nitrat dengan
konsentrasi 2M, 8M dan 15M

KES IMPULAN

Distilasi larutan hasil pelindian konsentrat pasir besi (rasio Fe/Ti 10/ 1) dalam rentang suhu operasi 225-450o C
mengendapkan baik Fe maupun Ti dalam bentuk hematit dan rutil . Persen presipitasi Fe tert inggi dipero leh pada
percobaan distilasi larutan pada suhu 335o C hasil pelindian dengan penambahan metanol yaitu sebesar 78%.
Percobaan distilasi pada suhu 225o C dengan jenis umpan adalah larutan hasil pelindian dalam HCl yang
dilakukan oksidasi dengan H2 O2 65wt% menghasilkan presipitasi Fe terendah yaitu 29,99% dengan presipitasi
Ti mencapai 97,63%. Titaniu m leb ih mudah terpresipitasi dibandingkan dengan besi. Untuk semua jenis
pelarut dalam rentang suhu 225-450o C, presipitasi Ti dalam bentuk TiO2 mencapai >95%. Regenerasi asam
tertinggi diperoleh pada distilasi larutan yang ditambahkan H 2 O2 sebesar 77,3% pada suhu 335o C. Laju
regenerasi asam linier terhadap waktu dengan laju regenerasi tertinggi diperoleh dari larutan hasil pelindian
dengan penambahan H2 O2 . Distilasi dari larutan hasil pelindian dengan HCl yang dioksidasi H2 O2 menghasilkan
presipitat dengan ukuran terkecil yaitu 537,5 n m. Pelarutan kembali presipitat dalam larutan HNO3 8M selama 2
jam menghasilkan persentase pemisahan Fe dari Ti sebesar 84,6% dengan Ti yang ikut terlarut 2,4%.

DAFTAR PUS TAKA

[1] Informasi dari http://www.tekmira.esdm.go.id/ data/ Pasir Besi/ Potensi.asp ? xdir=PasirBesi&co mm


Id=26& co mm=Pasir Besi, d iakses pada 26 September 2016..

[2] W. Zhang, Z. Zhu, and C.Y. Cheng, A literature review of titaniu m metallurgical processes,
Hydrometallu rgy Vol. 108, 2011, pp. 177-188.

[3] E. Olanipekun, A kinetic study of the leaching of a Nigerian ilmen ite ore by hydrochloric acid ,
Hydrometallu rgy, Vo l. 53,1999, pp. 1-10.

[4] C. Sasiku mar, et.al, Effect of mechanical activation on the kinetics of sulfuric acid leach ing of beach sand
ilmenite fro m Orissa, India, Hydro metallurgy Vol. 75, 2004, pp. 189-204

[5] A. Fathia, Pelindian Titaniu m dari Pasir Besi Bengkulu dalam Larutan Asam Klo rida dan Analisis
Kinetikanya, Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 2015.

[6] Demopoulos, George P., et al., New technologies for HCl regeneration in chloride hydrometallurgy, World
of Metallurgy-ERZM ETALL 61.2, 2008, pp. 89-98.

[7] Info rmasi dari http://www.siemag.s ms-group.com/en/recovery_of_fluids.html, diakses 20 Agustus 2016

[8] M.A. Habib, et al., leaching of non-treated ilmenite by HCl-CH3OH-H2O mixture and its kinetics, Indian
journal of chemical technology 13.1, 2006.

[9] S. Kim, Ho mogeneous precipitation of TiO2 ultrafine powders from aqueous TiOCl2 solution, Journal of the
American Ceramic Society Vo l. 82, 1999, pp. 927-932

[10] I. Girg in, Leach ing of ilmen ite in HCl-H2 O, HCl-CH3 OH-H2 O and HCl-CH3 OH solutions,
Hydrometallu rgy Vol. 24, 1990, pp. 127-134.

[11] Informasi dari http://web. archive. org/ web/ 20101203205130/ http:// www.
epa.gov/apti/bces/module3/category/category.htm, d iakses pada 26 September 2016.

Anda mungkin juga menyukai