Anda di halaman 1dari 10

Akuntansi Manajemen

Cost Volume Profit (CPV) Analysis

Kelompok: 3

Nama:

1. Luh Ade Kusuma Yanti (1607532004)


2. A.A. Istri Syania Vihira Nanda (1607532006)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Udayana
2018
Daftar Isi

1. Konsep Variable Costing .............................................................................1

2. Asumsi Variable Costing .............................................................................3

3. Interpretasi dan Perhitungan Break Even Point .....................................5

4. Daftar Rujukan ...........................................................................................8


Cost Volume Profit (CPV) Analysis

1. Konsep Variable Costing


Variable Costing merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah direct costing.
Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx
(Fery Kool, 2016, Konsep Variabel Costing, http://fekool.blogspot.co.id/2016/03/konsep-
variable-costing.html, diakses 9 Februari 2018)
Dengan menggunakan Metode Variable Costing,
a) Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur
harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam
periode terjadinya.
b) Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.
c) Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang.
Perbedaan antara konsep Variable Costing dengan Full Costing tersebut pada tujuan
utamanya, yaitu konsep variabel costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan internal
sedangkan konsep full costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan eksternal. Adanya
kedua perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan perlakuan terhadap biaya produksi tetap
yang selanjutnya mempengaruhi:

1. Penentuan besarnya harga pokok produk dan besarnya harga pokok persediaan.
2. Penggolongan dan penyajian di dalam laporan laba-rugi.
Pembahasan tentang perbedaan metode variable costing dengan metode full costing dapat
ditinjau dari segi;
1. Penentuan Harga Pokok Produk
Pada metode full costing, semua elemen biaya produksi baik tetap maupun variabel
dibebankan ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu elemen harga pokok produk meliputi:
1) BBB (raw material cost)
2) BTKL (direct labor cost)
3) BOP variabel (variable FOH)
4) BOP tetap (fixed FOH)
Sedangkan pada metode variabel costing hanya memasukkan atau membebankan biaya produksi
variabel ke dalam harga pokok produk. Elemen harga pokok produk meliputi:
1) BBB (raw material cost)
2) BTKL (direct labor cost)
3) BOP variabel (variable FOH)

Elemen biaya Full costing Variable costing


BBB(raw material cost) Rp.xxx Rp.xxx
BTKL(direct labor cost) Rp.xxx Rp.xxx
BOP variabel (variable FOH) Rp.xxx Rp.xxx
BOP tetap (fixed FOH) Rp.xxx _
Jumlah Harga Pokok Produk Rp. xxx Rp.xxx
(Tabel oleh: Fery Kool, 2016, Konsep Variabel Costing,
http://fekool.blogspot.co.id/2016/03/konsep-variable-costing.html, diakses 9 Februari 2018)
2. Penentuan Harga Pokok Persediaan
Dengan adanya perbedaan pembebanan elemen biaya produksi (production cost) kepada
produk antara metode full costing dengan metode variable costing, mengakibatkan pula
perbedaan harga pokok persediaan. Pada metode full costing BOP tetap (fixed FOH) dibebankan
ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu jika sebagian produk masih ada dalam persediaan
atau belum terjual maka sebagian BOP tetap (fixed FOH) masih melekat pada harga pokok
persediaan. Metode variable costing tidak membebankan BOP tetap (fixed FOH) ke dalam harga
pokok produk, akan tetapi BOP tetap (fixed FOH) langsung dibebankan ke dalam laba-rugi
sebagai biaya periode. Oleh karena itu produk yang masih ada dalam persediaan atau belum
terjual hanya dibebani biaya produksi variabel atau BOP tetap (fixed FOH) tidak melekat pada
harga pokok persediaan.
3. Penyajian Laporan Laba-Rugi
Perbedaan di dalam penyajian laporan laba-rugi antara metode full costing dengan variable
costing dapat ditinjau dari segi:
a. Penggolongan biaya dalam laporan laba-rugi
Pada metode full costing, biaya digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Biaya produksi, meliputi BBB (raw material cost), BTKL(direct labor cost) dan BOP
tetap (fixed FOH) maupun BOP variabel (variable FOH).
2. Biaya non produksi atau biaya periode (period cost), meliputi semua biaya yang tidak
termasuk dalam harga pokok produk sehingga harus dibebankan langsung ke laporan
laba-rugi periode terjadinya.
Pada metode variable costing, biaya digolongkan menjadi:
a) Biaya variabel (variable costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya berubah
secara proporsioanal sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini dikelompokkan
ke dalam:
 Biaya variabel produksi, yaitu BBB, BTKL dan BOP variabel.
 Biaya variabel non produksi, yaitu biaya pemasaran variabel (variable of
marketing expense), biaya adminstrasi dan umum variabel (variable of general &
administative expense), biaya finansial variabel (variable of financial expense)
b) Biaya tetap (fixed costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap pada konsep variable costing
disebut pula dengan biaya periode (period cost) atau disebut pula biaya
kapasitas(capacity cost).

2. Asumsi Variable Costing


Cost Volume Profit Analysis Dalam pengambilan keputusan jangka pendek, dibutuhkan
informasi mengenai perubahan biaya, volume dan pendapatan. Alat analisis yang penting yang
dapat digunakan untuk mengolah informasi tersebut ialah Cost Volume Profit Analysis. Cost
Volume Profit Analysis juga memungkinkan para manajer untuk melakukan analisis sensitivitas
dengan menguji dampak dari berbagai tingkat harga atau biaya terhadap laba. Dengan demikian,
titik berat dalam analisis CVP ini ialah sampai sejauh manakah perubahan biaya, volume dan
harga jual dapat mempengaruhi laba perusahaan.
Asumsi-Asumsi Cost Volume Profit Analysis didasarkan pada sejumlah asumsi, yaitu:
1) Perubahan tingkat pendapatan dan biaya hanya disebabkan oleh perubahan jumlah unit
produk (atau jasa) yang diproduksi atau dijual.
2) Biaya total dapat dipisahkan ke dalam komponen tetap yang tidak berubah mengikut
perubahan tingkat output dan komponen variabel yang berubah mengikuti
tingkat output.
3) Perilaku pendapatan total dan biaya total bersifat linear (dalam bentuk grafik).
4) Harga jual, biaya variabel per unit, serta biaya tetap total (dalam rentang yang relevan)
telah diketahui dan konstan.
5) Analisis ini mencakup satu produk atau mengasumsikan bahwa proporsi produk yang
berbeda ketika perusahaan menjual beragam produk adalah tetap konstan ketika
tingkat unit yang terjual total berubah.
6) Seluruh pendapatan dan biaya dapat ditambahkan, dikurangkan, dan dibandingkan tanpa
memperhitungkan nilai dan waktu uang.
(Fery Kool, 2016, Konsep Variabel Costing, http://fekool.blogspot.co.id/2016/03/konsep-
variable-costing.html, diakses 9 Februari 2018)
Sementara menurut Hansen dan Mowen dalam bukunya yang berjudul Managerial
Accounting tahun 2005, grafik Cost Volume Profit Analysis dibuat berdasarkan beberapa
asumsi, yaitu:
1) Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear.
2) Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap, dan biaya variabel per unit dapat
diidetifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang rentang yang relevan.
Grafik Biaya Volume Laba
3) Analisis mengasumskan apa yang diproduksi dapat dijual.
4) Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan diketahui.
5) Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti.
Analisis Break Even Point (Analisis BEP) Break Even Point atau titik impas ialah titik
dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol (Hansen
dan Mowen, 2005). Dalam keadaan impas, suatu perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita rugi, atau disebut juga zero-profit. Analisis Sensitivitas dan Ketidakpastian Analisis
sensitivitas ialah adalah teknik “bagaimana-jika” yang digunakan manajer untuk menguji
bagaimana akibatnya jika prediksi data awal tidak tercapai atau jika asumsi yang mendasarinya
berubah. Aspek lain dari analisis sensitivitas adalah marjin pengaman (margin of safety), yaitu
jumlah pendapatan yang dianggarkan (atau aktual) yang melebihi pendapatan impas. Margin of
safety dapat dihitung dengan rumus:
Margin of Safety = Total Penjualan – Titik Impas Penjualan x 100% .Margin of safety dan
margin of safety ratio yang tinggi menggambarkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang
cukup aman dan risiko kerugian pun kecil (Hansen dan Mowen, 2005). Semakin rendah margin
of safety dan margin of safety ratio maka risiko kerugian pun akan semakin meningkat.
Operating Leverage Operating leverage merupakan suatu kondisi dimana seorang manajer dapat
memperoleh laba setinggi mungkin hanya dengan menaikkan sedikit penjualan dan atau
menambah sedikit sumber daya perusahaan (aktiva). Total Operating Leverage (TOL)
merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besarnya perubahan laba akibat perubahan
penjualan pada periode tertentu. TOL dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
Laba Bersih Contribution Margin.

3. Interpretasi dan Perhitungan Break Even Point

Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)
BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami kerugian, apa
itu usaha jasa atau manufaktur, diantara manfaat BEP adalah:
1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya
dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti
Setelah kita mengetahui betapa manfaatnya BEP dalam usaha yang kita rintis, kompenen
yang berperan disini yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya
tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu biaya
variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus
dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada
biaya ini
Salah satu kelemahan dari BEP yang lain adalah Bahwa hanya ada satu macam barang
yang diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi
penjualannya (sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di jaman sekarang ini bahwa
perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya mereka menciptakan banyak produk jadi sangat
sulit dan ada satu asumsi lagi yaitu harga jual persatuan barang tidak akan berubah berapa pun
jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal ini demikian
pun sulit ditemukan dalam kenyataan dan prakteknya. (Fery Kool, 2016, Konsep Variabel
Costing, http://fekool.blogspot.co.id/2016/03/konsep-variable-costing.html, diakses 9 Februari
2018)
Titik impas adalah tingkat laba nol dimana perhitungannya dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu:

1. Metode Persamaan (Equation Method)

Metode persamaan data-data dari laporan laba rugi dapat disajikan dengan rumus

Laba = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

Pada titik impas, besarnya laba adalah nol, Oleh karenanya, Titik Impas dapat dihitung dengan
menemukan titik dimana penjualan sama dengan biaya variabelditambah dengan biaya
tetap.Untuk perusahaan Acoustic Concept, titik impas unit penjualan dapat dihitung sebagai
berikut:

Diketahui bahwa harga jual satu unit speaker dari perusahaan A senilai $250, biaya variabel per
unit diketahui sebesar $150 dan total biaya tetap diketahui sebesar $35.000

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

$250 Q = $150Q + $35.000 +0

$100 Q = $35.000

Q = $35.000 : $100 = 350 speaker


Titik impas yang ditentukan berdasarkan nilai penjualan dapat dihitung dengan mengalikan unit
yang terjual pada titik impas dengan harga jual per unit:
350 unit speaker x $250 = $87.500

Total penjualan pada titik impas X dapat juga dihitung secara langsung dengan cara berikut:

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

X = 60X + $35.000 +$0

X = $35.000 : 0,4 = $87500

Dimana X merupakan total penjualan, dengan persentase biaya variabel dari harga jual sebesar
40% dan total biaya tetap $35.000

Titik impas dapat dihitung dengan cara:

BEP = Penjualan : Harga Jual Per Unit

BEP = $ 87.500 : $250 = 350 Unit speaker

2. Metode Margin Kontribusi (Contribution Margin Method)

Untuk menentukan berapa unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dapat digunakan
rumus:

𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑻𝒆𝒕𝒂𝒑
𝑻𝒊𝒕𝒊𝒌 𝑰𝒎𝒑𝒂𝒔 (𝑼𝒏𝒊𝒕) =
𝑴𝒂𝒓𝒈𝒊𝒏 𝑲𝒐𝒏𝒕𝒓𝒊𝒃𝒖𝒔𝒊 𝒑𝒆𝒓 𝑼𝒏𝒊𝒕

Dengan contoh yang sama seperti sebelumnya, karena tiap unit speaker yang terjual
menghasilkan margin kontribusi $100 (harga jual $250 – biaya variabel $150). Karena total
biaya tetap $35.000, titik impas dapat dihitung dengan cara:

Biaya Tetap $35.000


Titik Impas = = = 350 speaker
Margin Kontribusi per Unit $100

Variasi dari metode ini menggunakan rasio margin kontribusi sebagai pengganti margin
kontribusi per unit. Hasilnya adalah titik impas penjualan yang ditentukan berdasarkan nilai
penjuala.

Biaya Tetap
Titik Impas(Penjualan) =
Rasio Margin Kontribusi

Di penjualan Acoustic Concept, perhitungannya adalah sebagai berikut:

Biaya Tetap $35.000


Titik Impas(Penjualan) = = = $87.500
Rasio Margin Kontribusi 40%

Pendekatan berdasarkan rasio margin kontribusi sangat berguna apabila perusahaan memiliki
berbagai macam produk dan akan menentukan titik impas untuk perusahaan secara keseluruhan.
(Garrison Noreen,2000)
Dari grafik di bawah terlihat bahwa untuk tiap-tiap masing unit penjualan terdapat
informasi yang lengkap setiap rupiah penjualan, biaya tetap, biaya variabel, total biaya maupun
laba atau rugi. Jadi manajemen dapat melihat jika akan memproduksi sekian unit, akan terlihat
seluruh komponen di atas. BEP melalui grafik tampak jelas ditunjukkan baik dari segi unit
maupun rupiah yang diperoleh.

Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan unsur-unsur biaya dan penghasilan


kedalam sebuah gambar grafik. Dalam gambar tersebut akan terlihat garis-garis biaya tetap,
biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan
penjualan. Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada sumbu vertikal
(sumbu Y).

Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even point dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan
sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel.
Pada cara yang kedua, besarnya contribution margin akan tampak pada gambar break even point
tersebut.
Penentuan break even point pada grafik, yaitu pada titik dimana terjadi persilangan antara garis
penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus
vertikal ke bawah sampai sumbu X akan tampak besarnya break even point dalam unit. dan
Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan tampak besarnya
break even point dalam rupiah. (Hafizh Muhammad, 2017,Rumus BEP dan Mengenal BEP
Secara Lengkap, http://www.bisnisrumahanpemula.com/rumus-bep/ ,diakses 11 Februari 2017)
Daftar Rujukan
1. Fery Kool, 2016, Konsep Variabel Costing, http://fekool.blogspot.co.id/2016/03/konsep-
variable-costing.html, diakses 9 Februari 2018
2. Hafizh Muhammad, 2017,Rumus BEP dan Mengenal BEP Secara Lengkap,
http://www.bisnisrumahanpemula.com/rumus-bep/ ,diakses 11 Februari 2017
3. Hansen,D.R. and Mowen,M.M,2009, Managerial Accounting,Thomson:South-Western
4. Garrison Noreen,2000, Akuntansi Manajerial, Salemba Empat:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai