Anda di halaman 1dari 10

Laporan pendahuluan

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian

Usia lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dikutip dari buku karangan Yusuf
(2015) lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Sedangkan
menurut Stanley (2007) lanjut usia adalah semua masyarakat mengolongkan individu berdasarkan
karakteristik sosial yang penting (misalnya status kekerabatan dan jernis kelamin), semua masyarakat jug
menggolongakan orang-orang menurut umur. Untuk semua budaya pada masa sekarang yang datanya
tersedia, masing-masing sedikitnya memiliki satu kategori “tua”. Namun, kronologis waktu yang spesifik
pada saat seseorng masuk pada kategori ini sangat bervariasi dia antara kelompok budaya yang berbeda,
berkisar antara usia 45 samapi 75 tahun.

2.1.2 Klasifikasi

Dikutip dari buku karangan Yusuf (2015) usia lanjut diklasifikasikan oleh World Health Organization
(WHO) , yaitu sebagai berikut:

1. Usia pertengahan (middle age) : 45–59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) : 60–74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) : 75–90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun

2.1.3 Teori proses menua

Menurut Yusuf (2015) Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut.

1. Teori Biologi

1) Teori genetik dan mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul (DNA) dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya penuaan.
2) Teori nongenetik

Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori, di antaranya adalah sebagai berikut:

(1) Teori rantai silang (cross link)

Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan
jaringan yang kaku pada proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan reaksi kimianya
menjadi lebih kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas,
kekacauan, dan hilangnya fungsi.

(2) Teori fisiologis

Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan
rusak (wear and tear theory).

(3) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).

(4) Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory)

Metabolisme di dalam tubuh memproduksi suatu zat khusus. Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu yang
tidak tahan terhadap zat khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

(5) Teori immunology slow virus

Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan limfoid
mengakibatkan tidak adanya keseimbangan di dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan
menurun.

(6) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.

(7) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Radikal bebas terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet
makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen
pada proses penuaan.

(8) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Sosial

1) Teori interaksi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-
hal yang dihargai masyarakat. Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 43).

(1) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan masing-masing.

(2) Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.

(3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan biaya.

(4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.

(5) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

2) Teori penarikan diri

Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang lanjut
usia secara perlahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan
ganda (triple loss), yaitu sebagai berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 45).

(1) Kehilangan peran (loss of role).

(2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).

(3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).

3) Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972) yang menyatakan bahwa penuaan
yang sukses bergantung pada bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut
lebih penting dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999:
46).

4) Teori kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus kehidupan lanjut usia, sehingga
pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut
usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah
walaupun ia menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).

5) Teori perkembangan

Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lanjut usia pada saat muda
hingga dewasa. Menurut Havighurst dan Duval, terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang
harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut:

(1) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.

(2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.

(3) Menemukan makna kehidupan.

(4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

(5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

(6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.

(7) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.

3. Teori Psikologis

Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya
perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.

1) Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of human needs)

Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan mulai dari yang terendah
kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi
diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin tua usia
individu maka individu akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai
aktualisasi diri, maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat
yang ada di dalamnya, otonomi, kreatif, independen, dan hubungan interpersonal yang positif.

2) Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)

Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang
telah mencapai lanjut usia cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang
masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan
ekstrovertnya, tetapi lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri, serta melihat
orang dan bergantung pada mereka.

3) Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of life)

Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah integritas ego vs
menghilang (ego integrity vs disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas perkembangan ini,
maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal
mencapai tahap ini, maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan.

4) Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with compensation)

Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen yaitu sebagai berikut.

(1) Seleksi

Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau harus ada
peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.

(2) Optimalisasi

Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih dimilikinya untuk meningkatkan
kehidupannya.

(3) Kompensasi

Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena proses penuaan diganti dengan aktivitas lain
yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi lanjut usia.

2.2 Konsep Dasar Osteoporosis

2.2.1 Pengertian

Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas


tulang dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang
yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. Osteoporosis
merupakan hasil interaksi kompleks yang menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
2.2.2 Penyebab

Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progesif sejalan dengan usia, yang dimulai sekitar 30
atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi
osteoporosis. Pada individu yang berusia 70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering
ditemukan.

Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia dekade keempat atau kelima,
pada wanita penipisan tulang yang melebihi signifikan terjadi selama dan setelah menopause.
Penurunan estrogen pascamenopause tampak sangat berperan dalam perkembangan ini pada populasi
wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja untuk mempertahankan densitas tulang belum
jelas, diperkirakan bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi
osteoklas pada hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan
besar pada aktivitas osteoklas. Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok sangat
rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan
tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami
osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat dari pada wanita (sekitar 30%),
dan kadar hormon produktif tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia
memiliki tulang yang kurang padat dari pada pria yang lebih muda.

Untuk pria dan wanita, penyebab lain osteoporosis adalah penurunan aktivitas fisik dan ingesti obat
tertentu, termasuk kortikosteroid dan beberapa antasid yang mengandung alumunium yang
meningkatkan eliminasi kalsium. Terbukti bahwa bahkan pria dan wanita yang sangat tua dapat secara
signifikan meningkatkan densitas tulang dengan melakukan aktivitas menahan beban tingkat sedang.
Riwayat keluarga juga berperan dalam menentukan resiko masa depan individu. Densitas tulang terbukti
menurun pada wanita menyusui walaupun kembalinya ke densitas yang mendekati normal terjadi
setelah penyapihan

2.2.3 Klasifikasi

1. Osteoporosis primer

a. Tipe 1, adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopouse

b. Tipe 2, terjadi pada orang lanjut usia, baik pria mupun wanita

2. Osteoporosis sekunder. Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang


erosit (misalnya mieloma multipel, hipertiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk
tulang(misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien

3. Osteoporosis ideopatik. Osteoporosis ideopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui


penyebabnya dan ditemukan pada :

a. Usia kanak-kanak (juvenil)


b. Usia remaja (adolesen)

c. Wanita pra-menopouse

d. Pria usia pertengahan

2.2.4 Faktor resiko

1. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah

· Usia, lebih sering terjadi pada lansia

· Jenis kelamin, tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Perbedaan ini mungkin di
sebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.

· Ras, kulit putih mempunyai resiko paling tinggi

· Riwayat keluarga/keturunan, sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini. Pada keluarga yang
mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang
sama

· Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra menyebabkan penyakit
ini. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang
rendah dan diatas usia 70 tahun dengan BMI (berat badab dibagi kuadrat tinggi badan) yang rendah

· Tidak pernah melahirkan

2. Faktor risiko yang dapat diubah

· Merokok

· Devisiensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, perokok berat,
peminum alkohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ketulang. Oleh karena itu proses pembentukan tulang oleh osteoblas
menjadi melemah. Dampak konsumsi alkohol pada osteoporosis berhubungan dengan jumlah alkohol
yang berlebihan akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang.
Mengkonsumsi atau minum kopi lebih dari tiga cangkir per hari menyebabkan tubuh selalu ingin
berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang bersama air kencing. Kekurangan
protein dan kalsium pada masa kanak-kanak dan remaja menyebabkan tidak tercapainya masa tulang
yang maksimal pada waktu dewasa.

· Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobiliasi dengan penurunan penyangga berat badan
merupakan stimulasi penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintregasi merupakan penentu dari
puncak massa tulang
· Gangguan makan (anoreksia nervosa)

· Menopouse dini(menopouse yang terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal, yaitu kadar estrogen
plasma yang kurang. Disini kadar estrogen menurun. Dengan menurunnya kadar estrogen, resorpsi
tulang menjadi lebih cepat sehingga terjadi penurunan massa tulang yang banyak. Bila tidak segera
diintervensi, akan cepat terjadi osteoporosis

· Penggunaan obat-obat tertentu seperti(diuretik, glukokortikoid, antikonvulsan, hormon tiroid


berlebihan, kortikostiroid)

2.2.5 Gambaran klinis

3 Nyeri tulang.

Nyeri terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari

4 Deformitas tulang.

Dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang dapat
menyebabkan medula spenalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis

• Walaupun berlanjut secara membahayakan, osteoporosis mungkin tidak berhubungan dengan


berbagai gambaran klinis kecuali jika patah tulang terjadi. Nyeri dan deformitas biasanya menyertai
patah tulang.

• Dengan melemah dan kolapsnya korpus vertebra, tinggi individu dapat berkurang atau terjadi
kifosis (kadang-kadang disebut dowager’s hump)

• Pada tahun 2004, U.S. Surgeon General mengidentifikasi fraktur trauma rendah sebagai kejadian
sentinel yang menunjukkan kesehatan tulang yang buruk harus dianggap sebagai indikasi untuk skrining
densitas tulang, bahkan pada individu berusia muda atau orang lain yang tidak dianggap beresiko tinggi
mengalami osteoporosis

4.1.1 Komplikasi

• Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, kolumna vertebralis, dan panggul.

• Hospitalisasi, penempatan di nursing home, dan penurunan kemampuan untuk melakukan


aktivitas hidup sehari-hari dapat terjadi etelah fraktur osteoporosis.

4.1.2 Penatalaksanaan

5 Diet
6 Memberikan kalsium dosis tinggi

7 Pemberian vitamin D dosis tinggi

8 Pemasangan penyangga tulang belakang(spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

9 Pencegahan dengan menghindari faktor risiko ostoporosis (misal rokok, mengurangi konsumsi
alkohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik)

10 Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjad

• Pencegahan osteoporosis dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja dengan pembentukan
kebiasaan berolahraga dan nutrisi yang baik sepanjang hidup dan untuk memperkuat tulang.

• Cairan sangat penting dalam penatalaksanaan

• Fosfat oral dapat diberikan

• Obat-obatan spesifik untuk mengatasi hiperkalsemia, termasuk steroid dan diuretik yang
mengeluarkan kalsium, dapat digunakan

• Eksisi kelenjar paratiroid melalui pembedahan dapat diperlukan

(Corwin, 2009)

(Maryam & Ekasari, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Stanley, M. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Yusuf. Ah. dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika,

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Nugroho, W. (2008). Keerawatan gerontik & geriatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai