Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CORONARY SYNDROME (ACS)

1. Tinjauan Teori Penyakit


a. Definisi
Sindrom koroner akut (ACS) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sekelompok kondisi yang dihasilkan dari iskemia
miokard akut (aliran darah ke otot jantung) Kondisi yang terkait dengan
berbagai tingkat penyempitan atau penyumbatan arteri koroner satu atau
beberapa yang menyediakan darah, oksigen, dan nutrisi ke jantung
(Torpy, et all 2008).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA
adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang
disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non
ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST
elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur
plak aterosklerosis yang tak stabil (Andra, 2006)
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupaka spectrum akut dan berat
yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari coroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah (Kumar, 2007).
b. Etiologi
Menurut Wasid (2007) SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:
1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan).
2. Stress emosi, terkejut.
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung
meningkat.
Menurut (Trisnohadi, 2006) ACS dipengaruhi oleh

1. Rupture plak
Rupture plak dapat menyebabkan terjadinya oklusi subtotal atau total
dari pembuluh coroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan
agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus.
Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark
sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis berat akan terjadi angina tak stabil.
2. hrombosis dan agregasi trombosit
Terjadinya thrombosis setelah plak tergaggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa yang
dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak
tak stabil.
3. Vasospasme
Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus
pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Adanya spasme sering
kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
4. Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadi proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel. Adanya perubahan bentuk dari lesi karena
bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh darah.

c. Klasifikasi
Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut
menurut Braunwald (1993) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1
bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis:
1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.
2. Kelas B: Primer.
3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah
diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat,
dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.

d. Tanda Dan Gejala


ACS NSTEMI timbul sebagai nyeri dada atau rasa tidak nyaman
yang berlangsung selama 20 menit atau lebih. Nyeri digambarkan
sebagai tekanan, rasa seperti diikat, rasa berat, seperti terbakar, atau
sensasi seperti diperas atau diremas, biasanya di dada bagian tengah atau
epigastrum; keluhan ini dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang,
atau punggung.
Rasa tidak nyaman dapat disertai kelemahan, dyspnea, diaphoresis,
atau ansietas, yang tidak hilang dengan NTG. Pasien diabetes mungkin
tidak menunjukkan tanda dan gejala IMA klasik. Pasien lansia dapat
mengalami, sesak, edema paru, pusing dan perubahan status mental
(Jones & Fix, 2009).
Brunner & Suddarth, 2002 dan Torpy, et all (2008) menyebutkan
tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ACS adalah :
a. Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan, diremas
atau rasa penuh
b. Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak nyaman
di kedua lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c. Sesak nafas
d. Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing

e. Patofisiologi

ACS merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah


ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara
suplay O2 ke iokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat
menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan
metabolisme aerobik menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat
yang merangsang timbulnya nyeri. Hal ini terjadi pada pla coroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut
fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur
maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa
membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi
faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut fase acute thrombosis
‘trombosi akut’.Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage
dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur
plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab
terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan
antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan
faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh
karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan
petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai
nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP
meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor
maupun vasodilator lokal.Jika mengalami aterosklerosis maka segera
terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak).Disfungsi
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO)
oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini
dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis,
perokok, hipertensi, dan gagal jantung.Diduga masih ada beberapa
enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga
merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan
inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang
menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding
pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner
akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi
itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
(yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada
faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara
langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai
proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner,
menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut
yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak
aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi
plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang
menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut,
khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/
latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut,
udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari
suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya
dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah
meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah
beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi

f. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
2. Ekokardiogram
3. Marker jantung (troponin I, CK, CKMB, Mioglobin, Protein
reaktif C).
g. Penatalaksanaan
1. Fokus pada penjalaran nyeri, sesak, dan diaphoresis
2. Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan lab marker jantung
3. MONA: Morfin, O2, NTG, dan aspirin 160-325 mg, per oral. Jika
alergi aspirin, berikan ticlopidin (ticlid) atau clopidogrel (Plavix)
4. Berikan O2 tambahan untuk mempertahankan SpO2 > 90 %
5. Berikan tablet NTG SL atau bentuk semprot
6. Berikan morfin IV 2-4 mg setiap 15 menit sampai nyeri terkontrol
(pantau adanya hipotensi dan depresi pernapasan)

h. Komplikasi
1. Syok Kardiogenik
2. Aritmia Malignant
3. Gagal jantung
4. Mechanical rupture, VSD
5. Gangguan hantaran
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Umum
Meliputi identitas klin dan identitas penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Meliputi keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (riwayat perawatan, operasi,
pengobatan), kecelakaan yang pernah dialami dan riwayat alergi
4. Riwayat Psikologi dan Spiritual
Meliputi riwayat psikologi (tempat tinggal, lingkungan rumah, hubungan
antar anggota keluarga), riwayat spiritual (xsupport system, kegiatan
keagamaan), riwayat hospitalisasi (pemahaman keluarga tentang sakit &
rawat inap di rumah sakit)
5. Pola Fungsi Kesehatan (11 pola fungsional Gordon)
Meliputi pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan, pola nutrisi, pola
eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan istirahat, pola kognitif-
perseptual, pola persepsi diri/konsep diri, pola seksual dan reproduksi,
pola peran hubungan, pola manajemen coping stress dan pola keyakinan
nilai.
6. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum klien, pemeriksaan fisik head to toe, pengkajian
data fokus, data penunjang.

B. Data fokus
Meliputi Data Subjektif (data yang didapatkan langsung dari klien), Data
Objektif (data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indra).
C. Diagnosa Keperawatan
1. Dx1 : Nyeri b/d agen cidera injuri (biologis, kimia, psikologis, fisik)
2. Dx2 : Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung
3. Dx3 : Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan
4. Dx4 : Kelebihan volume cairan b/d asupan cairan berlebih
5. Dx5 : Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
6. Dx6 : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan
7. Dx7 : Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif

D. Intervensi
1. Dx1 : Nyeri akut b/d agen cidera injuri (biologis, kimia, psikologis,
fisik)
Tujuan dan kriteria hasil :
NOC : Pain level, Pain Control, Comfort Level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam. Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri klien.
b. berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
d. Kolaborasi: Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Dx2 : Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC :
a. Cardiac Pump effectiveness
b. Circulation Status
c. Vital Sign Status
d. Tissue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan selama x 24 jam. Penurunan kardiak output
klien teratasi dengan kriteria hasil :
a. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
d. Tidak ada penurunan kesadaran
e. AGD dalam batas normal
f. Tidak ada distensi vena leher
g. Warna kulit normal
Intervensi :
a. Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
b. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.
c. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen.
d. Kolaborasi dengan tim medis lainya untuk theraphy selanjutnya.

3. Dx3 : Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Respiratory Status Respiration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pola
nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil :
a. Respirasi normal
b. Irama nafas normal
c. Tidak sesak saat istirahat
Intervensi:
a. Monitor respirasi dan status O2
b. Posisikan Klien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Ajarkan tehknik relaksasi
d. Kolaborasi dalam pemberian theraphy oksigen

4. Dx4 : Kelebihan volume cairan b/d asupan cairan berlebih


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Electrolit and acid base balance, Fluid balance, Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :
a. Terbebas dari edema, efusi dan anaskara
b. Bunyi nafas bersih
c. Terbebas dari kelelahan
Intervensi:
a. Kaji lokasi dan luas edema
b. pasang urine kateter jika diperlukan
c. berikan informasi pada pasien tentang prosedure yang dilakukan.
d. kolaborasi pemberian terapi obat

5. Dx5 : Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi


ventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Respiratory Status : Gas exchange, Respiratory Status,
Ventilation Vital Sign Status.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ..x 24 jam
diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil :
a. TTV normal
b. Dapat mendemonstrasika batuk efektif
c. Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
Intervensi :
a. Monitor respirasi dan status o2.
b. Posisikan pasien untuk memksimalkan ventilasi.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat tambahan (o2, suction).
d. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk terapi selanjutnya.

6. Dx6 : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen


dengan kebutuhan
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Self Care : ADLs
Konservasi Energi, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24
jam diharapkan pasien bertoleransi terhadap aktivitasnya dengan kriteria
hasil :
a. TTV normal
b. Mampu melakukan aktivitas
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Intervensi :
a. Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktivitas.
b. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan.
c. Berikan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
d. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk merencanakan terapi yang
tepat.

7. Dx7 : Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Knowledge : disease proccess, Knowledge : Health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
kurang pengetahuan teratasi dengan kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit ,
kondisi, prognosis dan program pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu melanjutkan prosedur secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim medis lainnya.
Intervensi :
a. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.
b. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan secara tepat
c. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
d. Kolaborasi pilihan terapi atau penanganan.
PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson. J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa Widyawati. Editor Eny M. Edisi ke-7.
Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth. 2012. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Arif Mansjoer, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai