Anda di halaman 1dari 9

Perbandingan Endoskopi Saat Tidur yang Diinduksi Obat dan

Manuver Muller dalam Mendiagnosa Henti napas Saat Tidur


Karena Obstruksi dengan Menggunakan
Sistem Klasifikasi VOTE

Mustafa C¸elik , Kamïl Hakan Kaya, Arzu Karaman Koc¸, Fatma Tülin Kayhan
Bakırköy Dr. Sadi Konuk Training and Research Hospital, Department of
Otorhinolaryngology --- Head and Neck Surgery, Istanbul, Turkey
Diberikan 3 November 2015; Diterima 24 May 2016
Tersedia online 20 June 2016

Abstrak
Pendahuluan: Pengetahuan mengenai lokasi sumbatan dan pola kolapsnya saluran napas
sangat penting dalam menentukan jenis operasi dan talalaksana medis bagi pasien dengan
Sindroma Henti Napas Saat Tidur Karena Obstruksi (OSAS). Sampai saat ini, beberapa uji
diagnostik dan prosedur telah dikembangkan.
Tujuan : Untuk menentukan apakah Endoskopi Saat Tidur yang diinduksi obat (Drug
Induced Slep Endoscopy/DISE) atau Manuver Muller (MM) lebih baik dalam menentukan
lokasi sumbatan dan pola kolaps saluran napas atas pada pasien dengan OSAS
Metode : Penelitian ini mengikutsertakan 63 pasien ( 52 laki-laki dan 11 perempuan) yang
didiagnosa dengan OSAS. Usia berkisar antara 30 tahun sampai 66 tahun dengan rata-rata
usia 48,5 tahun. Semua pasien dilakukan pemeriksaan DISE dan MM dan hasil
pemeriksaan ini dikelompokkan berdasarkan lokasi/tingkatan dari sumbatan sesuai dengan
klasifikasi VOTE. Hasil dari amsing-masing pemeriksaan dianalisa berdasarkan tingkatan
lokasi saluran napas atas dan dibandingkan dengan analisa statistik. (Cohen’s kappa
statistik test)
Hasil : Terdapat kesesuaian statistik secara signifikan antara hasil pemeriksaan dengan
menggunaka DISE dan MM yang melibatkan daerah anteroposterior (73%), lateral (92,1),
dan konfigurasi konsentrik (74,6) dari velum. Hasil dari daerah lateral orofaring juga
mengunjukkan kesesuaian dari uji yang dilakukan (58,7%). Hasil dari konfigurasi lateral
dari epiglotis juga menunjukkan kesesuaian dari uji yang dilakukan (87,3%). Tidak
terdapat kesesuaian yang signifikan dari uji statistik pada dua pemeriksaan yang melibatkan
anteroposterior dari lidah (23,8%) dan epiglotis (42.9%).
Kesimpulan : Sebagai kesimpulan, DISE memiliki beberapa keunggulan mulai dari
tingkat keamanan, kemudahan, dan dapat dipercaya, dimana lebih baik dari MM dalam hal
kemampuan untuk mendiagnosa lokasi sumbatan dan pola kolapsnya saluran napas atas.
Namun, MM dapat memberikan informasi mengenai pola kolaps daripada faring. Lebih
lanjut kami merekomendasikan penggunaan klasifikasi VOTE yang dikombinasikan
dengan DISE.

1
Pendahuluan
Pada tahun 1973, Guilleminault pertama kali memperkenalkan henti napas
saat tidur karena obstruksi (OSA) sebagai suatu sindrom yang dikarakteristikan
sebagai episode berulang dari henti napas akibat kolaps berulang dari saluran napas
atas. OSA biasanya mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
dan gangguan tidur.1 OSAS bisa mengakibatkan juga kantuk yang berlebihan di
siang hari, nyeri kepala di pagi hari, konsentrasi menurun, penyakit jantung paru-
paru dan jantung pembuluh darah dan penurunan kualitas hidup.2,3
Poysomnography, pertama kali diperkenalkan 1965 oleh Gastaut,
digunakan untuk mendiagnosa dan menilai tingkat keparahan dari OSAS.4 Namun,
pengetahuan mengenai lokasi dari sumbatan dan pola dari kolapsnya saluran napas
penting untuk menentukan jenis operasi dan tatalaksana medis yang tepat bagi
pasien dengan OSAS. Sampai saat ini, beberapa uji diagnostik dan prosedur telah
dikembangkan. Endoskopi hidung dengan fiber-optik pertama kali digunakan oleh
Weitzzman dan Hill untuk mendiagnosa pasien dengan OSAS.5,6 Pada tahun 1978,
Manuver Muller (MM) diperkenalkan oleh Borowiecki dan teman-teman.7 untuk
menentukan lokasi kolaps dari saluran napas pada pasien dengan OSAS. Sher dan
teman-teman.8 menyarankan MM sangat berguna untuk menentukan prosedur
operasi yang tepat pada pasien dengan OSAS. Penelitian sebelumnya menentukan
fisiologi dari saluran napas atas berbeda pada kondisi sadar dan saat tidur. Pada
tahun 1991, Croft dan Pringle memperkenalkan Endoskopi Saat Tidur, dimana
dilakukan pemeriksaan endoskopi pada saat pasien tidur yang diinduksi dengan
obat tidur untuk memperlihatkan kolapsnya dari saluan napas atas.9
Pada penelitian ini, kami membandingkan dua pemeriksaan, DISE dan MM,
berdasarkan kemampuan dalam menentukan lokasi dan tingkat kolaps saluran
napas atas, dan karakteristiknya berdasarkan klasifikasi VOTE.

Metode Penelitian
Kami melakukan telaah data yang dikumpulkan secara retrospektif dari
November 2013 sampai dengan Agustus 2014 di Departemen THTKL Rumah Sakit
kami. Terdapat 63 pasien yang termasuk dalam penelitian, yang terdiri dari 52 laki-
laki dan 11 orang perempuan, dengan rata-rata usia 48,5 ± 8,9 tahun (range, 30-66
tahun). Kami memasukkan pasien dengan index apnea-hypopnea lebih dari 5, yang
ditentukan melalui pemeriksaan tidur. Pasien di eksklusi jika memiliki karakteristik
sebagai berikut: index apnea-hypopnea kurang dari 5, usia kurang dari 18 tahun,
Index Massa Tubuh (BMI) lebih dari 40, riwayat operasi gangguan tidur
sebelumnya, ASA grade 3-4 dan pasien yang menolak terapi operatif. Setiap pasien
dipantau berdasarkan Skala Tidur Epworth (ESS), index apnea-hipopnea (AHI),
BMI, dan lingkar leher.
Untuk semua pasien OSAS dalam penelitian ini, MM dan DISE dilakukan
oleh ahli bedah yang sama. Dekongestan hidung topikal dan anestesi topikal
(lidocain 10%) diberikan pada kedua rongga hidung. Pasien diposisikan posisi
terlentang pada meja operasi dengan lampu dimatikan. Laringokopi fleksibel fiber-
optik dimasukkan melalui rongga hidung yang sudah diberikan obat anestesi topikal
ke arah laring dan hasil pemantauan direkam secara digital. Pola, lokasi dan derajat

2
kolapsnya saluran napas atas dikarakteristikkan berdasarkan klasifikasi VOTE.
Bagian saluran napas atas yang dievaluasi: velum, dinding lateral orofaring, lidah,
dan epiglotis. Semua pasien diberikan informasi yang dibutuhkan sebelum
melakukan MM, dimana pasien diharuskan untuk menjaga inspirasi maksimal
dengan glotis terbuka dalam keadaan saluran hidung dan mulut tertutup. Manuver
yang sama dilakukan pada setiap level saluran napas. Derajat kolaps saluran napas
atas dibagi menjadi tiga kelompok: sumbatan total, sumbatan sebagian/parsial, dan
tidak ada sumbatan, semua berdasarkan klasifikasi VOTE. DISE juga dilakukan
pada semua pasien dalam kamar operasi yang tenang dan pasien diposisikan pada
posisi terlentang. Pertama, diberikan atropin (0,5mg/kg) untuk mengurangi sekresi
saluran napas atas, kemudian dekongestan hidung topikal dan anestesi lokal
(lidokain 10%) diberikan juga pada kedua rongga hidung. Selama prosedur,
oximeter dan ritme jantung dimonitor oleh tim anestesi dan suplementasi oksigen
diberikan melalui sungkup (atau jika memungkinkan dengan menggunakan kanul
hidung). Sedasi dilakukan dengan menggunakan titrasi propofol dosis standar
menggunakan infus dengan permulaan kecepatan 50-70mcg/kg/menit. Untuk
pasien yang mengorok atau terdapat sumbatan henti napas, dimasukkan
laringoskopi fleksibel fiber-optik melalui rongga hidung yang sudah diberikan
anestesi lokal. Pada pemeriksaan DISE ini, digunakan sistem klasifikasi VOTE
untuk mengevaluasi kolaps dari saluran napas atas. Semua tindakan endoskopi
dilakukan oleh ahli bedah yang sama. Semua pasien sudah diberikan penjelasan
secara baik dan menandatangani surat persetujuan tindakan medis. Protokop dari
penelitian ini sudah diakui oleh Komite Etik Rumah Sakit di Rumah Sakit yang
sama. (Nomer Komite Etik 2014/164).

Analisa Statistik
Software Statistik, Number Cruncher Statistical System (NCSS) 2007
(UT,USA) digunakan untuk analisa statistik. Data dievaluasi dengan metode
deskriptif (untuk rata-rata/mean, standar deviasi, nilai tengah/median, range
interkuartil). Hasil dari kedua pemeriksaan dianalisa dengan menggunakan uji
statistik Cohen’s kappa. Yang hasilnya dinyatakan signifikan jika nilai ap < 0,05.

Hasil Penelitian
Nilai rata-rata AHI dari seluruh pasien yaitu 33,8 ±20,5 kejadian/hand range
5 sampai 94,6 kejadian/hand. BMI 29,2 ± 4,3 kg/m2 dan range dari 19,6 sampai
38,3 kg/m2. Rata-rata lingkar leher adalah 41 ± 3,1 cm dengan nilai rentang antara
33 sampai 46 cm. Rata-rata ESS yaitu 9,5 ± 6,4 dengan nilai rentang dari 0 sampai
24. Hasil ini dirangkum dalam tabel 1.
Dari 63 pasien, 30 pasien memiliki susunan velum anteroposterior, 5 pasien
pada susunan konfigurasi lateral, dan 27 pasien susunan konfigurasi konsentrik dari
hasil pemeriksaan MM dan DISE. Masing-masing susunan konfigurasi velum ini,
terdapat kesesuaian yang signifikan pada dua pemeriksaan dalam mendiagnosis
velum yang berhubungan dengan sumbatan. (anteroposterior, 73%; ĸ = 0.55, p <
0.05),lateral, 92.1%; ĸ = 0.348, p < 0.05), dan konsentrik, 74.6%; ĸ = 0.555, p <
0.05) (Gambar. 1).

3
Kedua teknik endoskopik mengidentifikasi 50 pasien yang memiliki
sumbatan yang ada hubungannnya dengan daerah orofaring pada daerah susunan
konfigurasi lateral (58.7%; ĸ = 0.414, p < 0.05) dimana tidak didapatkan pada
konfigurasi anteroposterior atau konsentrik dari masing-masing tindakan. (Gambar
2)
Pada daerah lidah, 20 pasien dengan susunan konfigurasi anteroposterior
didiagnosa dengan kolaps saluran napas atas berat saat dilakukan pemeriksaan
dengan metode MM dibandingkan dengan 51 pasien saat dilakukan dengan
pemeriksaan DISE. Hal ini menunjukkan ketidaksesuasian dari kedua pemeriksaan
dalam mendiagnosa kolaps daripada lidah derajat berat. (76.2%; ĸ = 0.026, p >
0.05) (Gambar 3).
Pada daerah epiglotis ( susunan konfigurasi anteroposterior), didapatkan 11
pasien mengalami kolaps yang berat pada pemeriksaan MM dibandingkan dengan
39 pasien pada pemeriksaan DISE, hal ini menunjukkan kesesuaian antara dua
metode pemeriksaan (57,1%; ĸ = 0.107, p > 0.05). Sebaliknya, pada susunan
konfigurasi lateral, 5 pasien diperiksa dengan MM terdiagnosa mengalami derajat
kolaps saluran napas berat dibandingkan dengan 9 pasien yang diperiksa dengan
DISE yang menunjukkan kesesuaian yang signifikan (87,3%; ĸ = 0.383, p > 0.05)
(Gambar 4).

4
Pembahasan
Identifikasi lokasi/daerah dan pola dari kolaps saluran napas atas penting
dalam menentukan terapi yang tepat pada pasien dengan OSAS. Lebih lanjut,
masing-masing pasien memiliki lokasi dan pola kolaps saluran napas atas yang
berbeda, sesuai dengan derajat keparahan dari OSA. Sehingga dengan
penatalaksanaan yang akurat pada pasien dengan OSAS akan mengurangi biaya
pengeluaran yang tidak diperlukan.10,11
Beberapa metode pemeriksaan sudah digunakan untuk mendiagnosa daerah
spesifik dari kolaps saluran napas atas.12,13 Pada tahun 1977, Weitzman dkk.,5

5
memperkenalkan pemeriksaan endoskopi untuk mengindentifikasi daerah kolaps
saluran napas atas pada pasien OSAS. Salah satu teknik pemeriksaan yang sudah
digunakan yaitu MM. MM bisa dilakukan pada pasien dengan OSAS untuk
menentukan daerah sumbatan dari saluran napas atas, pemeriksaan MM murah dan
mudah dilakukan dan memberikan informasi yang berguma dalam menentukan
daerah lokasi sumbatan saluran napas atas. Pada penelitian saat ini, MM dilakukan
pada posisi terlentang, berbeda dengan penelitian sebelumnya. Mekanisme yang
bertanggung jawab dalam memperparah OSA pada posisi terlentang masih belum
jelas. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan efek gravitasi terhadap ukuran dan
bentuk saluran napas atas. Saluran napas daerah faring yang lebih kecil pada posisi
terlentang membuat lebih mudah terjadinya kolaps saluran napas atas. Namun,
penelitian mengenai ukuran faring pada dua posisi ini masih belum konsisten.2,3
Sampai saat ini, efek posisi terhadap saluran napas atas ketika tidur pada pasien
dengan OSA masih belum jelas. Berdasarkan pengetahuan kami, belum ada
penelitian yang fokus membahas interaksi antara posisi terlentang dan posisi duduk
pada saat melakukan MM. MM bersifat subjektif dan dapat menghasilkan hasil
yang berbeda pada pemeriksa yang berbeda.10,12 Terriset dkk.14 melaporkan
meskipun pengalaman dari pemeriksa berbeda-beda, MM cukup tinggi tingkat
kesesuaian diantara pemeriksa, dan pemeriksaan yang berguna. Namun terdapat
satu batasan yaitu pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan pasien sadar, dan berat
ringan dari kolaps berbeda antara keadaan sadar dan tidak sadar, yang diakibatkan
karena perbedaan dari tonus otot faring bagian atas. Untuk alasan ini, beberapa
penelitian menitikberatkan pada endosopi yang dilakukan dalam keadaan tidur.
Borowiecki dkk.7 tidak melihat adanya obstruksi di tingkat laring pada pemeriksaan
10 pasien dengan henti napas saat tidur dan hipersomnia saat tidur. Croft dan
Pringle15 memperkenalkan DISE pada tahun 1991. Pada pemeriksaan ini,
endoskopi secara langsung memperlihatkan kolaps saluran napas atas pada pasien
dengan posisi berbaring.
DISE sering digunakan dalam praktik sehari-hari. Namun, pengetahuan kita
mengenai keunggulan DISE tidak jelas dikarenakan kompleksitas dari sistem
klasifikasi yang digunakan untuk membandingkan hasil pada berbagai penelitian.15-
18

Beberapa penelitian membandingkan hasil yang didapatkan dari


pemeriksaan MM dan DISE. Soares dkk.19 melaporkan metode endoskopi
menghasilkan diagnosa yang mirip dengan kolaps retropalatal pada 53 pasien
OSAS. Namun, DISE mengindikasikan insidensi yang lebih tinggi dari kolaps
retrolingual berat dibandingkan dengan MM.
Lebih lanjut, Cavaliere dkk.20 menunjukkan bahwa penggunaan MM lebih
baik dalam mendiagnosa obstruksi laring pada pasien OSAS. Secara keseluruhan,
data yang membandingkan DISE dan MM dalam hal mengindentifikasi lokasi dan
pola dari kolaps saluran napas atas masih sedikit.
Pada penelitian ini, kami membandingkan diagnosa dari lokasi dan derajat
kolaps dari saluran napas atas berdasarkan sinstem klasifikasi VOTE, diantara dua
metode endoskopi. MM merupakan pemeriksaan yang dinamis, sedangkan VOTE
merupakan sistem klasifikasi yang statis dalam mengidentifikasi lokasi dan pola

6
kolaps saluran napas atas, sehingga perbandingan hasil dari metode yang berbeda
ini menjadi kurang ideal. Namun, tidak ada sistem klasifikasi dinamis yang
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan pola kolaps saluran napas pada
berbagai kepustakaan. Sistem klasifikasi VOTE memberikan informasi yang
berguna pada obstruksi statis saluran napas atas dan obstruksi ini dibagi
berdasarkan konfigurasi anteroposterior, lateral dan konsentrik. Sehingga hal ini
tidak cukup dalam identifikasi pasti dari kolaps saluran napas atas. Sistem
klasifikasi VOTE mengandung unsur struktur yang paling sering terkena, derajat
keparahan dan konfigurasi dari obstruksi yang berhubungan. Meskipun sistem
klasifikasi VOTE tidak menggambarkan tingkat obstruksi saluran napas atas secara
pasti, namun memberikan informasi yang bernilai untuk mengidentifikasi lokasi
dan pola kolaps saluran napas atas. Belum ada konsensus yang menyetujui
mengenai standar baku sistem klasifikasi utuk identifikasi kolaps saluran napas
atas. Lebih lanjut, penggunaan sistem skoring universal bisa memfasilitasi asesmen
ilmiah pada penelitian yang dilakukan pada suatu tempat, juga pada penelitian
multisenter, sehingga memungkinkan untuk membandingakan dari berbagai hasil
penelitian.17,20 Kekurangan data menyebabkan hal-hal yang kontroversial tidak
terlihat. Klasifikasi VOTE merupakan metode penilaian secara kualitatif yang
mengukur derajat obstruksi saluran napas atas yang fokus pada struktur primer yang
berkontribusi pada kolaps saluran napas atas dan hubungannya pada keparahan
kolaps.20,21 Keparahan yang berhubungan dengan kolaps saluran napas dan
klasifikasinya bergantung pada pengalaman dan keakuratan ahli bedah.17 Obstruksi
saluran napas atas dikelompokkan menjadi tanpa obstruksi, obstruksi sebagian dan
total yang secara umum berguna dalam pemilihan tatalaksana pasien dengan OSAS
karena sulit untuk menentukan persentase pasti dari obstruksi dari pasien.
Uvula dan palatum mole merupakan faktor utama yang berperan dalam
kolapsnya velofaring pada pasien dengan OSAS.16,22 Obstruksi pada bagian ini bisa
berupa kolaps dengan konfigurasi anteroposterior, lateral, atau konsentrik.21 Pada
penelitian ini, terdapat kesesuaian yang signifikan secara statistik antara dua
prosedur pada semua konfigurasi dengan dasar obstruksi yang terkait area
velofaring.
Tonsil, jaringan pada dinding lateral faring yang mengandung otot dan
jaringan lemak disekitar parafaring kesemuanya berkontribusi pada kolapsnya
orofaring pada pasien OSAS.12,13 Obstruksi pada bagian ini bisa muncul melalui
kolaps dari konfigurasi lateral dan konsentrik.23 Kami melihat kesesuaian yang
signifikan secara statistik pada diagnosa obstruksi yang terkait area orofaringpada
konfigurasi lateral diantara kedua metode ini.
Obstruksi yang berhubungan dengan lidah sering ditemukan pada pasien
OSAS dan sebagian besar diidentifikasi pada konfigurasi antero posterior.23
Dilatasi dari tonus otot lidah lebih jelas terlihat pada pasien dengan OSAS.22-24 Pada
penelitian kami, adanya obstruksi lidah serta derajat keparahannya berbeda pada
kedua metode pemeriksaan, pada MM kolaps berat pada 20 pasien dan pada
pemeriksaan DISE sebanyak 51 pasien pada konfigurasi anteroposterior lidah.
Penelitian terkini, adanya obstruksi lidah lebih tinggi daripada penelitian
sebelumnya pada beberapa literatur. Variabel perancu yang ada meliputi sedasi

7
yang terlalu dalam, skoring Mallampati yang tinggi, pengamatan yang terlalu
sensitif dan pemeriksaan yang terlalu lama. Pada penelitian terkini juga tidak
digunakan pengamatan dengan menggunakan index bispektral untuk menentukan
tingkat sedasi secara objektif. Sehingga, tidak bisa dipastikan tingkat sedasi pada
setiap pasien sama. Yang kedua, terdapat heterogenitas antara kedua penelitian
yang dilakukan dengan penelitian yang dipublikasikan dengan dasar skoring
Mallampati. Selanjutnya, ahli bedah yang berpengalaman bisa mempengaruhi hasil
dari identifikasi lokasi dan pola kolaps dari saluran napas atas. Secara umum,
beberapa variabel berbeda-beda pada setiap pasien OSA seperti usia, index massa
tubuh, riwayat operasi sebelumnya, variabel cephalometri, jenis kelamin, ras
dimana berkontribusi pada heterogenitas antara penelitian saat ini dengan yang
sudah diterbitkan.
Kami tidak melihat adanya kesesuaian yang siknifikan pada kejadian
epiglotitis berat akibat kolaps dari konfigurasi antero-posterior dengan
menggunakan MM dibandingkan dengan DISE, tetapi terjadi pada konfigrasi
lateral. Penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dibutuhkan
untuk mendukung hubungan yang tinggi yang diamati dalam penelitian ini antara
MM dan DISE pada saat mendiagnosa epiglotitis terkait obstruksi dari konfigurasi
lateral.
Pada penelitian prospektif yang dilakukan Gregorio dkk.1 melaporkan
bahwa obstruksi retroglosal dideteksi pada endoskopi saat tidur dibandingkan
dengan pemeriksaan MM. Dalam kata lain, DISE bukan pada keadaan tidur yang
alami. Pada keadaan tidur yang alami, terdapat penurunan dari tonus otot
genioglosus ketika tidur NREM dan REM yang lebih jelas pada pasien dengan
OSAS dibandingkan dengan pasien normal. Pada keadaan penurunan kesadaran
akibat sedasi dari obat propofol, penurunan dari tonus otot genioglosus juga terjadi
dan berkontribusi pada kolaps dari dasar lidah.
Batasan pada peneltian ini terdapat pada jumlah sampel, kekurangan dari
tingkat sedasi dan kekurangan dari segi sistem acak. Jika metode penelitian ini
dilakukan sistem acak dengan jumlah sampel yang lebih besar, maka penelitian ini
akan memberikan hasil yang lebih bermakna.

Kesimpulan
Kami menyimpulkan terdapat kesesuaian statistik yang signifikan dari
diagnosis dari sumbatan yang berhubungan dengan velum dan orofaring antara
pemeriksaan MM dan DISE. Secara kontras kami tidak mendapatkan kesesuaian
antara kedua teknik pemeriksaan ini dalam mengindentifikasi sumbatan pada
daerah idah dan epiglotis. Namun, MM bisa dilakukan pada pasien OSAS untuk
menentukan lokasi sumbatan saluran napas atas karena pemeriksaannya murah dan
mudah dilakukan juga dapat memberikan informasi mengenai pola kolaps dari
faring. Kami menyarankan pemeriksaan DISE yang valid, aman, pemeriksaan yang
mudah dilakukan untuk mengidentifikasi derajat dari kolaps saluran napas atas pada
berbagai level saluran napas. Kami juga merekomendasikan menggunakan
kalsifikasi VOTE sebagai kombinasi dalam pemeriksaan DISE.

8
Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak memiliki konflik kepentingan dengan pihak
manapun.

Anda mungkin juga menyukai