Pokok Bahasan
1.1. Prinsi-prinsip Kaidah Agama
Kaidah Agama
Kaidah atau norma adalah pedoman atau ukuran berperilaku atau
bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Ada kaidah kepercayaan/agama,
kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan/adat dan kaidah hukum. Kaidah
kepercayaan/agama menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhannya,
yang didasarkan pada ajaran agama berupa perintah dan larangan serta
bertujuan untuk menyempurnakan hidup di dunia. Kaidah kesusilaan
berhubungan dengan manusia sebagai makhluk individu, berasal dari manusia
juga dan bertujuan untuk menjaga akhlak pribadi. Kaidah kesopanan
ukurannya kebiasaan, kepatutan atau kepantasan dan mempunyai tujuan untuk
pencapaian ketertiban masyarakat.
Kaidah Agama mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan yang
menjadi kepercayaannya, bisa berupa Larangan dan Anjuran bagi
pemeluknya.
Kaidah kesusilaan bersumber dari hati mengatur hubungan manusia dalam
hidup sosial agar manusia itu bersusila sesuai dengan tingkah laku yang
diinginkan masyarakat.
Kaidah Kesopanan mengatur hubungan manusia dengan manusia agar
tingkah laku manusia itu teratur dalam hubungan.sosial di masyarakat
Kaidah Hukum berasal dari hukum positif yang ada di suatu negara.
Hukum ini bersifat memaksa bagi semua individu yang tercakup dalam
negara, dan hukum dikenalkan pada masyarakat umum melalui sosialisasi
terhadap hukum itu.
Hubungannya sangat erat kaitannya yaitu Kaidah Hukum itu sebagai
"Pusat" daripada kaidah lainnya, dan kaidah lainnya termasuk kedalam
pemicu terciptanya kaidah hukum. Misalnya: Kalau ada orang yang melanggar
salah satu diantara 4 kaidah yang Anda sebutkan, pasti dia akan berhubungan
juga dengan Kaidah Hukum yang ada di negaranya, berupa sanksi-sanksi yang
tegas dan hukuman kurungan penjara. Lalu bagaimana jika norma agama? Dia
akan menerima balasan perbuatannya di akhirat, disamping itu juga dia kena
hukuman penjara "kalo terbukti bersalah".
Pengertian Agama
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta, “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam
kehidupan manusia. Ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu.
Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia.
Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti
hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu
direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-
gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan
kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul
dalam kitab suci yang harus dibaca..
Selain itu dalam al-Qur’an terdapat kata din yang menunjukkan
pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya dan nun diungkapkan
dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al-Qur’an menyebut kata din ada
menunjukkan arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat, sedangkan kata
dain diartikan dengan utang.
Sidi Gazalba memberikan definisi bahwa Agama ialah kepercayaan
kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk
ritus, kultus dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin
tertentu. Karena dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan
yang diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba
mengemukakan definisi Agama Islam, yaitu : kepercayaan kepada Allah
SWT yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk
taqwa berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.
Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari
pengertian din al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diridhoi Allah
ialah sistem yang hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia
tunduk dan patuh kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berbagai aspek
kehidupan, termasuk aqidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang
disyari`atkan Allah untuk manusia.
Harun Nasution mengemukakan delapan definisi untuk agama, yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan ghaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan kepada sesuatu ikatan ghaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini berasal
dari suatu kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul.
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala
sesuatu sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari kata Yunani yang
tersusun dari dua kata yaitu philos dan Sophia. Philos berarti senang, gemar
atau cinta, sedangkan Sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan
begitu filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Kata lain dari filsafat adalah hakikat dan hikmah, jadi kalau ada orang
yang mengatakan, “Apa hikmah dari semuanya ini?”, berarti mencari latar
belakang terdalam kejadian sesuatu dengan kajian secara filsafati, yaitu apa,
bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi, yang dalam filsafat disebut dengan
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Menurut kesimpulan Prof. Hamka, bahwa akhir filsafat itu tidak lain
daripada mengumpulkan berbagai-bagai bentuk pikiran, hanya tentang dua
soal, yaitu: ada atau tidak ada. Belum dapat filsafat itu mengemukakan soal
lain, yang ketiga, yang diluar daripada ada dan tidak ada. Dan itupun tidak
mungkin. Itu sebabnya maka bagaimanapun kemajuan filsafat, dia hanya dapat
memperkembangkan pada kedua soal itu saja. Atau memisah-misahkan soal-
soal yang timbul dari pokok filsafat, lalu dijadikan ilmu yang tersendiri, dan
dihentikan pembicaraan dari hal Yang Ada atau Tidak Ada. Dan berhenti
membicarakan bukanlah artinya bahwa soal ”ada tidak ada” tidak ada lagi.
(Hamka, Pelajaran Agama Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1984: 7)
Filsafat Agama
Filsafat Agama adalah filsafat yang membuat agama menjadi objek
pemikirannya.
Dalam hal ini, filsafat agama dibedakan dari beberapa ilmu yang juga
mempelajari agama, seperti antropologi budaya, sosiologi agama dan
psikologi agama. Kekhasan ilmu-ilmu itu adalah bahwa mereka bersifat
deskriptif.
Antropologi budaya meneliti pola kehidupan sebuah masyarakat dan
kerangka spiritual hidup. Dalam rangka itu, bentuk-bentuk penghayatan
agama dalam masyarakat itu diteliti. Antropologi mengamati dan berusaha
ikut menghayati bagaimana masyarakat yang diteliti menghayati Yang Ilahi.
Antropologi adalah ilmu deskriptif. la tidak menilai apakah penghayatan itu
baik atau buruk dan tidak berusaha untuk mengubah penghayatan itu,
melainkan berusaha untuk memahami apa yang merupakan kenyataan
keagamaan dalam masyarakat.
Sosiologi agama meneliti hubungan timbal balik antara agama dan
masyarakat, khususnya pengaruh agama terhadap kelakuan manusia dalam
masyarakat. Sosiologi agama dapat memberi petunjuk yang berharga untuk
mengetahui, apa sebenarnya kedudukan agama dalam sebuah masyarakat,
apakah agama itu masih berpengaruh, apakah masyarakat masih mentaatinya,
apakah sikap-sikap masyarakat masih dipengaruhi oleh agama.
Psikologi agama meneliti hakekat, bentuk-bentuk dan perkembangan
pengalaman religius pada individu-individu dan kelompok-kelompok.
Psikologi agama meneliti perasaan religius dalam hati, pertobatan, semangat
kenabian, dan perbedaan penghayatan keagamaan dalam masyarakat-
masyarakat sederhana dan dalam kebudayaan-kebudayaan tinggi. Segala
bentuk penghayatan keagamaan serta fungsinya dalam perkembangan
kepribadian diselidiki.
Berbeda dengan ilmu-ilmu deskriptif, filsafat agama mendekati agama
secara menyeluruh. Filsafat agama mengembangkan logika, teori pengetahuan
dan metafisika agama. Filsafat agama dapat dijalankan oleh orang-orang
beragama sendiri yang ingin memahami dengan lebih mendalam arti, makna
dan segi-segi hakiki agama-agama. Ada juga filsafat agama yang reduktif
(mau mengembalikan agama kepada salah satu kebutuhan manusia dengan
menghilangkan unsur transendensi), kritis (mau menunjukkan agama sebagai
bentuk penyelewengan dan kemunduran) dan anti agama (mau menunjukkan
bahwa agama adalah tipuan belaka).
Reduktif misalnya filsafat Immanuel Kant (salah seorang filosof
terbesar zaman modern, penganut kristen protestan yang alim) yang mau
mengembalikan peran agama sebagai penunjang moralitas manusia. Reduktif-
kritis adalah teori Durkheim yang melihat agama sebagai jaminan kekokohan
kesatuan sebuah masyarakat. Kritis, reduktif dan anti agama misalnya filsafat
Feuerbach yang mereduksikan agama pada usaha keliru manusia untuk
merealisasikan diri; Marx yang melihat agama sebagai pelarian orang yang
tertindas, dan Freud yang memahami agama sebagai gejala neurotik.
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia, antara lain adalah :
1. Karena agama merupakan sumber moral
2. Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
3. Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
4. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala
suka, maupun di kala duka.
1. Agama, sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlak atau moral, karena moral sangatlah
penting dalam kehidupan.
Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan.
Manusia tanpa moral pada hakikatnya adalah binatang. Dan manusia yang
membinatang ini sangatlah berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas
dari pada binatang buas itu sendiri.
Tanpa moral, kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan
perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab baik
buruk atau halal haram tidak lagi diperdulikan orang. Dan kalau halal
haram tidak lagi dihiraukan, ini namanya sudah Machiavellisme.
Machiavellisme adalah doktrin Machiavelli “tujuan menghalalkan segala
cara”. Kalau betul ini yang tarjadi, bisa saja kemudian bangsa dan negara
hancur binasa.
Ahmad Syauqi (penyair arab, hidup 1868 – 1932) berkata, bahwa
Tetapi agama sebagai sumber moral tidak hanya karena agama
mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, melainkan juga
karena adanya perintah dan adanya larangan dalam agama. Agama
sesungguhnya adalah himpunan perintah dan larangan Tuhan. Adalah
kewajiban manusia untuk taat terhadap semua perintah dan larangan
Tuhan ini. Dari sinilah kemudian juga lahir moral, sebab apa yang
diperintahkan oleh Tuhan selalu yang baik-baik dan apa yang dilarang-
Nya selalu yang buruk-buruk.
2. Agama, petunjuk kebenaran
Manusia adalah makhluk berakal, bahkan juga makhluk tukang bertanya.
Apa saja dipertanyakan oleh manusia dengan akalnya, untuk diketahui.
Kemudian dari akal lahirlah ilmu dan filsafat. Dengan ilmu dan filsafat ini
mungkin besarlah keinginan manusia untuk mengetahui segala sesuatu dan
makin besar kemampuannya untuk itu.
Sekarang, bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran ? Sebagai
jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus Nabi-nabi dan
Rasul-rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam
sampai dengan Nabi terakhir yaitu Muhammad SAW. Nabi-nabi dan
Rasul-rasul ini diberi-Nya wahyu atau agama untuk disampaikan kepada
manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan inilah pula
sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dahulu kala,
yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Tinggallah kewajiban manusia
untuk beriman dan patuh terhadap agama kebenaran ini.
“Agama sesungguhnya bagaikan satu gedung besar perpustakaan
kebenaran. Masukilah gedung itu dengan membuka pintunya. Tetapi
hanya dengan anak kunci istimewa pintu gedung itu dapat dibuka, yaitu
anak kunci yang bernama: iman”.
Firman Allah menyebutkan,
“Sesungguhnya telah kami turunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, agar kamu memberi kepastian hukum di antara manusia
dengan apa yang telah di tunjukkan oleh Allah kepadamu”. (QS al-Nisaa’
:105)
Dan firman-Nya pula,
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali
kamu termasuk orang-orang yan ragu”. (QS al-Baqarah :147).
3. Agama, sumber informasi metafisika
Lebih dari itu, bahkan rahasia metafisika juga termasuk hal yang ingin
di singkap oleh manusia. Padahal masalah metafisika ialah masalah ghaib-
ghaib seperti hidup sesudah mati (akhirat), Tuhan, sorga, neraka, atau hal-
hal lain yang dibalik alam nyata ini. Misalnya persoalan, kalau nyawa
bercerai dari badan, kemana gerangan sang nyawa itu pergi ? Lelakon apa
kira-kira yang bakal di alaminya ? Bagaimana sebenarnya keadaan alam
akhirat yang serba ghaib itu? Masalah-masalah pelik penuh misteri ini
ingin di ketahui oleh manusia.
Firman Allah SWT,
”Katakanlah: "tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah". (QS al-Naml : 65)
4. Agama, bimbingan rohani bagi manusia, di kala suka dan duka
Hidup manusia di dunia yang fana ini kadang-kadang juga duka.
Maklumlah dunia bukanlah sorga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu
neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan menunjukkan,
bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih
berganti.
Firman Allah SWT,
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada
kamilah kamu dikembalikan”. (QS al-Anbiya’: 35)
Hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah pada waktu
memperoleh sesuatu yang menggembirakan, dan tabah atau sabar pada
waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur dikala suka dan
sabar dikala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh
orang beriman. Dengan begitu orang beriman selalu setabil, tidak ada
goncangan-goncangan, bahkan tentram dan bahagia. Inilah hal yang
menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi.
Keadaan hidupnya seluruhnya serba baik.
Sumber ajaran Islam (Hukum Islam, Syariat Islam) itu ada tiga, yakni Al-Quran,
As-Sunnah, dan Ijtihad. Yang pertama dan kedua asalnya langsung dari Allah
SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga merupakan hasil
pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap
mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
1. Al-Quran
Secara definitif dapat dikatakan, Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang
keimanan, peribadahan, dan budi pekerti.
Al-Quran merupakan salah satu Kitabullah atau Kitab-Kitab Allah, yakni wahyu-
wahyu yang diterima para Nabi/Rasul Allah. Al-Quran adalah mukjizat terbesar
Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi
sebelumnya.
Mukjizat para nabi terdahulu lebih bersifat inderawi, yakni bisa diamati dan
dilihat langsung oleh indera penglihatan atau lainnya, untuk menampilkan rasa
takjub terhadap kaumnya. Kepada Nabi Muhammad Saw, Allah SWT
memberikan mukjizat Al-Quran yang kekal abadi sepanjang zaman sehingga
dapat disaksikan oleh semua umat manusia dari semua zaman dan tempat sampai
akhir nanti
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang
ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S.
10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang
benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).
Al-Quran tersusun dalam 114 surat dengan 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan
325.345 huruf. Al-Quran diturunkan Allah dalam dua periode:
1. Periode Makkah, yakni selama 12 tahun 13 hari. Ayat-ayatnya disebut
Ayat Makiyah. Ayat pertama turun adalah Q.S. Al-’Alaq:1-5, ketika Nabi
Muhammad berkhalwat di Gua Hira tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus
610 M yang dikenal sebagai “Malam Qadar” (Lailatul Qadr).
Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam ini benar-benar merupakan
kebenaran sejati sebagai pedoman hidup (way of life) manusia. Melalui Al-
Quranlah Allah SWT menyatakan kehendak-Nya. Mengikuti tuntunan dan
tuntutan Al-Quran berarti mengikuti kehendak-Nya.
Itulah sebabnya Allah sendiri yang menjamin keaslian Al-Quran sejak pertamakali
diturunkan. Makanya, hingga kini apa yang ada dalam Al-Quran, itu pula yang
diterima dan dicatat para sahabat Nabi Saw. Hingga kini isinya masih dalam teks
asli, tanpa sedikit pun perubahan, baik dalam jumlah surat, ayat, bahkan huruf.
Tidak tercampur di dalamnya ucapan Nabi Muhammad Saw atau perkataan para
sahabat,
Salah satu indikasi keaslian al-Quran adalah tidak adanya “Quran tandingan”
karena manusia yang paling cerdas sekaligus paling membenci al-Quran pun tidak
akan sanggup membuatnya. Allah SWT sendiri menantangnya.
“Jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad), silakan kamu membuat satu surat saja yang sama
dengannya (al-Quran). Panggilah saksi-saksi (pemuka dan para ahli) kamu
(untuk membantumu) selain Allah, sekiranya kamu benar (bisa melakukan hal
itu). Jika kamu tidak sanggup membuatnya dan sekali-kali kamu tidak akan
sanggup, takutilah api neraka yang kayu bakarnya manusia dan bantu yang
disediakan bagi orang-orang kafir (yang menentang kebenaran al-Quran)” (Q.S.
2:23-24).
Dari ayat pertama itu saja, Al-Quran sudah menunjukkan bahwa ia rahmat dan
bimbingan bagi manusia. Membaca adalah jalan untuk memperoleh ilmu. Dengan
ilmu itu manusia bisa mengenal baik dan buruk menurut Allah SWT, mengenal
dirinya, juga mengenal Tuhannya. Rahasia alam akan tersingkap denan membaca,
juga pembentukan kebudayaan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk “menaklukkan” alam.
Allah SWT mewahyukan Al-Quran tidak lain agar menjadi pedoman bagi hidup
umat manusia. Dengan pedoman itu, manusia akan menjalani kehidupan ini
dengan baik dan benar, sehingga tercipta ketentraman, keharmonisan, dan
kebahagiaan hidup.
2. As-Sunnah
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa
yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
“Kutinggalkan untuk kaliam dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama-
lamanya, selama kalian berpegang kepada keduanya, yakni Kitabullah (Quran)
dan Sunnah Rasul-Nya”.
3. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtahada, artinya mencurahkan tenaga, memeras pikiran,
berusaha keras, bekerja semaksimal mungkin. Secara terminologis, Ijtihad adalah
berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak
secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut
Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-
Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan
Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan
Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal
itu?”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah
Rasulullah?”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan
hati Rasulullah!”
Dari kedua keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Ijtihad adalah “sarana
ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas
ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Persoalannya sekarang, siapa yang berhak
melakukan Ijtihad?
Muttabi’ artinya mengikuti fatwa atau ijma’ secara kritis, yakni berusaha
memikirkan, menimbang-nimbang, dan membandingkannya dengan fatwa lain,
lalu memilih mana yang dianggap paling benar. Pekerjaan Muttabi’ disebut
Ittiba’.
Muqallid artinya mengikuti sebuah fatwa apa adanya sebagai hal yang wajib
ditaati atau diikuti, dengan tidak menggunakan pertimbangan rasio dan tidak
berusaha mengetahui sumber fatwa itu dikeluarkan. Pekerjaan Muqallid disebut
Taklid. Pekerjaan demikian tercela dalam ajaran Islam karena Islam mengajarkan
penggunaan potensi akal seoptimal mungkin.
a. Qiyas
Mashalih Mursalah adalah melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum, tidak
dianjurkan Quran dan Sunnah, tetapi sangat diperlukan untuk memelihara
kelestarian dan keselamatan agama, akal, harta, diri, dan keturunan. Misalnya,
membukukan dan mencetak Al-Quran dan Al-Hadits; menggaji muadzin, imam,
khotib, dan guru agama, serta mengadakan perayaan peringatan Hari-Hari Besar
Islam.
c. Istinbath
Namun demikian, ada pula pendapat yang tetap mengharamkan bunga pinjaman-
produktif karena tetap mengandung unsur penganiayaan --bank tidak mau tahu
apakah usaha seseorang itu untung atau rugi.
d. Istihsan
e. Ijma’
1. Kitab Suci
a. Perjanjian Lama, m enurut gereja katolik, jumlah kitab suci yang terhimpun
adalah 49 buah, selisih lebih banyak dari yang diakui protestan, kesepuluh
kitab yang tidak diakui disebut “Deuterokanomika” yaitu kitab-kitab dongeng
atau jiplakan yang tidak termasuk kanon Yahudi.
b. Perjanjian Baru, istilah ini mempunyai arti, “tata cara keselamatan yang
diadakan Allah dalam diri Yesus”. Isi perjanjian baru mencakup 27 kitab,
yang terdiri dari 4 injil, yaitu Markus (60 M), Matius (70 M), Lukas (75 M),
dan Yahya (100 M). Dari keempat ini dikarang oleh manusia, namun menurut
kepercayaan kristiani penulisnya mendapat bimbingan dari Roh Kudus yang
diinspiratori oleh Allah.
2. Tradisi
Tradisi yang ada dalam gereja dipandang sebagai sumber kebenaran, yang
disamakan dengan kitab suci. Kekuasaan gereja terbagi menjadi dua macam, yaitu
pertama, Traditio Dekratative yang artinya gereja merupakan satu-satunya badan
yang dapat menerangkan isi kitab tanpa berbuat salah. Kedua, Traditio konstituve,
yaitu gereja mempunyai tradisi yang melengkapi isi kitab Suci.
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan
ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha
Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber
air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang
abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang
artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang
maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci
Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah
wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para
maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab
yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang
diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis
buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua
kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga
dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai
kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana
dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang
berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat
wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi
merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan
Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu
yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini
mempertegas pernyataan di atas.
Sumber Ajaran Budha
Kitab Suci
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci
Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama
Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa
Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau
"keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena
terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan
Tipitaka (Pali).
Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui 8 jalan kebenaran
yang dibagi menjadi 3 tahap bagian, yaitu:
Sradha / iman
1. Percaya yang benar (Samma ditthi). Sraddha atau iman yang terdiri dari
“percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya
dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang
mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau
ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya
setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila
yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi
2. Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang
benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
3. Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan
diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan
kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
4. Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala
perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.
5. Hidup yang benar (Sama ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus
murni atu bebas dari penipuan diri
6. Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa
nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
7. Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau
emosi yang merusak kesehatan moral Semadi
8. . Semadi yang benar (Samma samadhi) Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2
bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan
atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam
agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan 4
bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang
universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu),
dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri,
teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah
masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti
lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan
kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha
dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan
demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
DAFTAR PUSTAKA