Anda di halaman 1dari 19

RESUME KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN GANGGUAN


SISTEM INTEGUMEN: KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN
KELAMIN RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners XXXVI


Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Oleh:
Regina Julianti

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik (Djuanda, 2010). Penyakit
kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas, sistem
retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Marwali Harahap, 2000).

B. Etiologi
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang bersifat
obligat intraseluler yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti
mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan
saraf pusat. Masa membelah diri mycrobacterium leprae 12-21 hari dan masa
tunasnya antara 40 hari – 40 tahun. Mycrobacterium leprae atau kuman
hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana
dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat
tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron.
Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam
sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam
media buatan. ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh
maupun yang tidak utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi,
selanjutnya membentuk kompleks imun yang mengendap dalam vaskuler.
Reaksi tipe – 2 yang tipikal pada kulit ditandai dengan nodul – nodul
eritematosa yang nyeri, timbul mendadak, lesi dapat superfisial atau lebih
dalam. Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi
kusta antara lain : setelah pengobatan antikusta yang intensif, infeksi rekuren,
pembedahan, dan stres fisik.
C. Patogenesiss
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernafasan (SelSchwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah
penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang
belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya
yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.
Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas selular (cellular mediated immune) pasien, bila sistem imunitas
selular tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah,
berkembang kearah lepromatosa. Mycobacterium leprae berprediksi di daerah
yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons
imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat
reaksi selular dari pada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat
disebut sebagai penyakit imunologik (Arif Mansjoer, 2000).
D. Manifestasi Klinis Penyakit Kusta
Menurut Jimmy Wales (2008), tanda-tanda tersangka kusta (Suspek) adalah
sebagai berikut:
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian tubuh
b. Kulit mengkilat
c. Bercak yang tidak gatal
d. Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak berambut
e. Lepuh tidak nyeri
2. Tanda-tanda pada syaraf
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan
b. Gangguan gerak anggota badan
c. Adanya cacat (deformitas)
d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh
Gejala-gejala kerusakan saraf menurut A. Kosasih (2008), antara lain
adalah :
a. N. fasialis
Lagoftalmus
b. N. ulnaris
1) Anastesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari
manis
2) Clawing kelingking dan jari manis
c. N. medianus
1) Anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan
jari tengah
2) Tidak mampu aduksi ibu jari
3) Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah
4) Ibu jari kontraktur
d. N. radialis
1) Anastesia dorsum manus
2) Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
e. N. poplitea lateralis
Kaki gantung (foot drop)
f. N.tibialis posterior
1) Anastesia telapak kaki
2) Clow toes

E. Klasifikasi Penyakit Kusta


Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP dan WHO membagi tipe menjadi
tipe Pause Basiler (PB) dan Multi Basiler (MB). Perbedaan kedua tipe ini
dapat dilihat pada tabel di bawah (Arif Mansjoer, 2000).
Tabel 2.1 Klasifikasi/ Tipe Penyakit Kusta Menurut WHO
No. Tanda Utama PB MB
1. Lesi kulit(makula datar, 1-5 lesi 5 lesi
papul yangmeninggi, nodus) Hipopigmentasi/eritema Distribusi
Distribusi tidak simetris lebihsimetris
Hilangnya sensasiyang Hilangnya
jelas sensasi
2. Kerusakan Hanya satu cabang Banyak
saraf(menyebabkan saraf cabangsaraf
hilangnyasensasi/kelemahan
ototyangdipersarafi oleh BTA (-) BTA (+)
sarafyang terkena)
Sumber: dikutip dari WHO dalam Arif Mansjoer (2000)

F. Faktorpenyebab
a. faktor agent
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae yang
ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara
morfologik berbentuk pleomorf lurus batang panjang, sisi paralel dengan
kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron.

Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak
berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok,
termasuk massa ireguler besar yang disebut sebagai globi ( Depkes, 2007).

Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar


pada sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu
pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu, diluar tubuh manusia (dalam
kondisis tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9
hari (Desikan 1977, dalam Leprosy Medicine in the Tropics Edited by
Robert C. Hasting, 1985). Pertumbuhan optimal kuman kusta adalah
pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).

M. leprae dapat bertahan hidup 7-9 hari, sedangkan pada


temperatur kamar dibuktikan dapat bertahan hidup 46 hari, ada lima sifat
khas :
1) M.Leprae merupakan parasit intra seluler obligat yang tidak dapat
dibiakkan dimedia buatan;
2) Sifat tahan asam M. Leprae dapat diektraksi oleh piridin.
3) M.leprae merupakan satu- satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-
Dopa (D- Dihydroxyphenylalanin).
4) M.leprae adalah satu-satunya spesies micobakterium yang menginvasi dan
bertumbuh dalam saraf perifer.
5) Ekstrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen antigenik
yang Stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif
pada penderita tuberculoid dan negatif pada penderita lepromatous
(Marwali Harahap, 2000).
b. faktor host
Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.
Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

c. faktor environment
Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat. Buruknya
kondisi kesehatan lingkungan yang banyak ditemui pada warga miskin,
diduga menjadi sarang yang nyaman untuk berkembangnya kuman kusta

G. Pemeriksaan Diagnostic / Penunjang


Deteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan
tingkat kecacatan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai gejala sisa.Tingkat
keberhasilan terapi tampak lebih baik jika penyakit kusta ini dideteksi dan
ditangani secara dini.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
Gambaran klinik
Gejala klinik tersebut diantara lain :
a. Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak.
b. Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi.
c. Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik
maupun motorik.
d. Demam dan malaise.
e. Kedua tangan dan kaki membengkak.
f. Munculnya lesi-lesi baru pada kulit.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah sebagai berikut:
1). Laboratorium
a. Darah rutin: tidak ada kelainan
b. Bakteriologi:
2). Pemeriksaan histopatologi
Dari pemeriksaan ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate
limfosit yang meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi.
Diferensiasi makrofag kearah peningkatan sel epiteloid dan sel giant
memberi gambaran sel langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran
nekrosis (kematian jaringan) didalam granulosum.Dimana
penyembuhannya ditandai dengan fibrosis.

H. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta. Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam
perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon
seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat
merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat
pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering
terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

I. Pengobatan / Penatalaksanaan
Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta
dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan
insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan
untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai
berikut:
a). Tipe PB ( Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari
diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan
setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment)
meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure
dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

b). Tipe MB ( Multi Basiler)


Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln
diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari
diminum di rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis
diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12
dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan
RFT.

c). Dosis untuk anak


Klofazimin: Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur
11-14 tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu, DDS:1-2mg
/Kg BB, Rifampisin:10-15mg/Kg BB.

d). Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien
kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin
600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung
dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis
dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

e). Putus obat


Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan
DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

II. PENGKAJIAN KASUS


A. Identitas Klien dan Keluarga
Nama : Tn.B
Umur : 21 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Subang
Diagnosa Medis : Kusta
No. Rekam Medis :
Tanggal Pengkajian : 04 Desember 2018

B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien datang untuk kontrol rutin penyakitnya 1 minggu sekali.
2. Keluhan Utama
Klien datang kontrol dengan keluhan terdapat bercak-bercak merah di
kulitnya.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh ada bercak merah di area kedua lengan, punggung, badan,
kedua kaki, sehingga klien merasakan perih (nyeri). Bercak merah
berbatas tegas dengan bentuk tidak bulat, menimbul dan keras, bercak
merah tersebut dirasakan terlihat lebih jelas jika berada di cuaca yang
dingin dan dirasakan berkurang jika rutin menjalani pengobatan dengan
meminum obat. Keluhan ini disertai dengan hiperpigmentasi pada area
wajah klien.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut penuturan klien, sejak 8 tahun yang lalu klien sudah mengalami
adanya bercak merah yang awalnya hanya sedikit, lama kelamaan menjadi
semakin banyak dan menimbulkan gejala seperti lemah pada ekstremitas,
sehingga klien mengalami kesulitan untuk berjalan, kemudian klien
melakukan pemeriksaan ke puskesmas terdekat untuk mengatasi
keluhannya, lalu di diagnosa mempunyai penyakit lupus, dan klien sudah
melakukan pengobatan lupus di puskesmas selama 2 tahun. Tetapi gejala
yang dialami klien tidak berkurang, lalu klien melakukan pemeriksaan ke
rumah sakit hasan sadikin dengan menunjukkan hasil bahwa hasil
pemeriksaan terhadap penyakit lupus klien negatif, klien di diagnosis
mempunyai penyakit kusta. Klien telah melaksanakan kontrol rutin
terhadap keluhannya selama 2 bulan di poli kulit RSUP Hasan Sadikin
Bandung.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien, di keluarganya ada yang memiliki penyakit yang seperti
klien alami sekarang ini yaitu kakek klien. Klien mengatakan dalam
keluarganya tidak ada yang memiliki alergi.
6. Riwayat Psikososial Spiritual
Klien mengatakan tidak merasa malu dengan perubahan kulit pada
sebagian tubuhnya dan mengatakan penyakit ini adalah cobaan.
C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Kesadaran compos mentis
 Nadi : 80 x / menit
 Respirasi : 20 x / menit
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 BB : 60 kg
 TB : 163 cm
 Pola BAB : 1 kali sehari, tidak ada keluhan
 Pola istirahat tidur: Tidur malam ± 5 jam dengan kualitas tidak nyenyak
karena merasakan perih pada daerah lessi, klien mengatakan jarang tidur
siang.
 Pola BAK : 5 kali sehari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan
 Pola makan : 3 kali sehari, habis satu porsi. Tidak ada keluhan
 Pola minum : 1000 cc per hari

D. Pengkajian psikososial spiritual


Klien mengatakan tidak ada yang mau menerima kondisinya sekarang. Saat
dilakukan pengkajian klien tampak murung, klien tampak malu malu, klien
tampak tidak ceria, klien tampak kurang nyaman dengan kondisinya.

E. Pemeriksaan Fisik Khusus Kulit


Inspeksi
- Status dermatologis: distribusi regional
- Pada punggung, badan, kedua lengan, kedua tungkai, terdapat lesi
multiple, bentuk anular, batas tegas, sebagian rata dengan permukaan kulit
sebagian menimbul, hiperpigmentasi pada daerah muka.
Palpasi
- Merasa nyeri atau perih
F. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Mikrobakterium leprae Kerusakan
 Klien mengatakan integritas kulit
terdapat bercak merah
 Klien mengatakan Produksi sel epidermis
terdapat bercak merah
disertai gatal dan kering
bersisik pada bagian Peningkatan jumlah sel basal
kedua telapak tangan dan
kedua jari-jari kaki
 Klien mengatakan perih Lapisan sel basal epidermis ke
pada bercak merah yang stratum korneum lebih cepat
ada pada lengan,
punggung dan kaki. Terjadi maserasi

DO : Pertumbuhan sel yang abnormal


- Pada punggung, badan,
Lesi pada kulit yang ditutupi
kedua lengan, kedua
tungkai, terdapat lesi
multiple, bentuk anular, Reaksi inflamasi
batas tegas, sebagian rata
Kerusakan integritas kulit
dengan permukaan kulit
sebagian menimbul,
kering, hiperpigmentasi
pada daerah muka.
Palpasi
- Merasa nyeri atau perih
- Luka tampak kemerahan,
- Kualitas tidur tidak
nyenyak karena
merasakan perih pada
daerah lessi
2. DS : Klien mengatakan tidak Mikrobakterium leprae Gangguan Citra
ada yang mau menerima ↓ Tubuh
kondisinya sekarang Menyerang kulit dan saraf tepi
DO : ↓
- Klien tampak murung Macula, nodula, papula
- Klien tampak malu malu ↓
- Klien tampak tidak ceria Kulit terlihat rusak
- Klien Tampak kurang ↓
nyaman dengan Malu
kondisinya ↓
Inefektif koping individu

Gangguan citra tubuh

G. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
ditandai dengan adanya lesi berupa bercak merah.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh.
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama Klien : Tn.B Ruangan : Poli Kulit dan Kelamin
No. Medrek : Nama Mahasiswa : Regina Julianti
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Kerusakan integritas NOC 1. Bina hubungan saling percaya 1. Dengan terjalinnya
kulit berhubungan  Tissue integrity: skin dengan klien hubungan saling percaya
dengan kerusakan anda mucous 2. Pantau lokasi gangguan klien akan lebih leluasa
jaringan kulit Setelah dilakukan asuhan integritas kulit terhadap untuk mengungkapkan
keperawatan selama 1 x 2 perubahan warna, kemerahan, perasaannya.
jam kerusakan integritas pembengkakan, kehangatan, 2. Pemeriksaan yang
kulit klien teratasi dengan nyeri, atau tanda infeksi sistematis dapat
kriteria hasil: 3. Dorong pola makan yang dapat mengidentifikasi masalah
- Tidak ada luka atau lesi memenuhi kebutuhan nutrisi yang akan datang
baru pada kulit 4. Berikan edukasi berupa: 3. Diet tinggi protein,
- Integritas kulit yang baik - Cara merawat lesi kulit berkalori tinggi dapat
bisa dipertahankan - Menghindari paparan sinar membantu dalam proses
(sensasi, elastisitas, matahari yang terlalu kuat penyembuhan
temperatur, hidrasi, - Anjurkan klien untuk 4. Untuk mencegah
pigmentasi) memakai pakaian yang komplikasi lebih lanjut
- Perfusi jaringan baik longgar 5. Untuk memperbaiki
- Menunjukkan pemahaman - Meminimalisir trauma pada kondisi serta mempercepat
dalam proses perbaikan kulit karena akan proses penyembuhan
kulit dan mencegah memperluas lesi penyakit
terjadinya cedera berulang 5. Kolaborasi pemberian terapi
- Mampu melindungi kulit topikal dan sistemik
dan mempertahankan
kelembaban kulit serta
perawatan alami
2. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara verbal dan non 1. Untuk mengetahui dan
berhubungan dengan keperawatan selama 30 verbal respon klien terhadap memahami respon tubuh
menit diharapakan klien tubuhnya klien terhadap peubahan
perubahan bentuk
dapat : fungsi tubuhnya
tubuh. - Mampu 2. Monitor Frekuensi mengkritik 2. Untuk mengetahui sejauh
mengidentifikasi dirinya mana klien mengkritisi
kekuatan personal kondisinya
- Body image positif 3. Dorong klien untuk 3. Untuk memberikan
- Mendeskripsikan secara mengungkapakna perasaanya support dan semangat agar
factual perubahan mengetahui keluh kesah
fungsi tubuh dan sesuatu yang ingin
- Mempertanhakan diungkapakan
interaksi sosial 4. Fasilitasi kontak dengan 4. Untuk memfasilitasi
individu lain dalam kelompok individu dalam melakukan
kecil kontak langsung dengan
sesama
I. Catatan Tindakan Keperawatan
Nama Klien : Tn.B Ruangan : Poli kulit & kelamin
No. Medrek : Nama Mahasiswa : Regina Julianti
Tanggal/Jam No. Implementasi Respon Paraf
DX
04 Desember 1 - Membina hubungan saling - Klien sangat
2018 percaya dengan klien kooperatif ketika
Pukul 10.00 - Memonitor tanda-tanda diajak ngobrol oleh
WIB vital dan antopometri (BB, perawat dan klien
TB, dan lingkar perut) merasa senang bisa Regina
- Melihat lokasi gangguan bertukar pikiran
kulit di seluruh tubuh dengan perawat
- Mengkaji ukuran, warna, - Nad i: 80 x / menit,
keadaan lesi/luka Respirasi: 20 x /
- Memberikan edukasi menit, Tekanan darah:
mengenai pentingnya 120/70 mmHg, BB :
menjaga kulit dari trauma 60 kg, TB: 163 cm,
baru dan menganjurkan - Klien tampak tenang
untuk meminimalisir dan tidak merasa sakit
paparan sinar matahari namun terkadang
- Edukasi mengenai klien terllihat
pemakaian sabun yang menggaruk area kulit
mengandung moisturaizer yang terdapat bercak
untuk menjaga merah
kelembapan kulit, dan - Lokasi gangguan kulit
dengan air hangat kuku terdapat di area
- Kolaborasi obat dengan tangan dan kedua kaki
dokter serta pada punggung
dan badan.
- Klien mendapatkan
terapi obat oral
04 Desember 2 - Memberikan motivasi - Klien dapat menerima
2018 kepada klien untuk tetap motivasi tetapi masih
Pukul 09.00 semangat tetap malu-malu
WIB - Memberikan dukungan
bahwa klien masih mampu Regina
melakukan aktivitas
J. Catatan Perkembangan
Nama Klien : Tn.B Ruangan : Poli Kulit & Kelamin
No medrek : Nama Mahasiswa : Regina Julianti
No DX Tanggal/Jam SOAP Paraf
1 14 November S : Klien mengatakan akan melakukan kontrol rutin
2018 O:
Pukul 11.00 - Terdapat bercak merah pada kedua telapak tangan
WIB dan kedua kaki, punggung, dan badan.
A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi Regina
P : Lanjutkan intervensi
Berikan edukasi berupa:
- Cara merawat lesi kulit
- Menghindari paparan sinar matahari yang terlalu
kuat
- Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang
longgar
- Meminimalisir trauma pada kulit karena akan
memperluas lesi
Kolaborasi pemberian terapi topikal dan sistemik

2. 14 November S : Klien mengatakan akan percaya diri


2018 Klien mengatkan tidak akan malu
Pukul 11.00 O : Klien tampak murung
WIB A : Gangguan citra tubuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Dorong klien untuk mengungkapakna perasaanya
- Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam Regina
kelompok kecil
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek M. Gloria., Butcher K. Howard., Dochterman M. Joanne., Wagner M. Cheryl.


(2013). Nursing Intervention Clasification. Edisi Keenam. Elsevier : Canada
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions and
Classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai