Anda di halaman 1dari 19

THE RULE OF LAW

Makalah ini untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan

Dosen : Lenny Lukitasari, S.E., MM

Disusun Oleh
Elmadhita Anzani (11161137)

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM PENDIDIKAN STRATA I
PROGRAM STUDI FARMASI
2016

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Rule of Law (Penegakkan Hukum) Peningkatan dan Kesadaran Hukum”. Tak lupa
shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut – pengikutnya sampai akhir zaman.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
dimasa mendatang.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Bandung, 6 Desember 2016

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………1


B. Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1
C. Tujuan ………………………………………………………………1

BAB II

RULE OF LAW (PENEGAKAN HUKUM)

A. Latar Belakang Rule of Law ………………………………………… 2


B. Pengertian Rule of Law ……………………………………………………… 2
C. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law ……………………… 5
D. Penegakan Hukum …………………………………………………………… 6
E. Aparatur Penegak Hukum ……………………………………………………… 7
F. Kesadaran Hukum Masyarakat ……………………………………………………9
G. Kasus Gayus Tambunan
H. Hubungan Antara Gayus Tambunan Dengan Rule Of Low
I. Penyelesaian Kasus Gayus Tambunan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………11
B. Saran ……………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hukum, mulai dari norma,
nilai, tata krama, hingga hukum perundang-undangan dalam peradilan. Sayangnya
hukum di Negara Indonesia masih kurang dalam proses penegakkannya, terutama
penegakkan hukum di kalangan pejabat-pejabat dibandingkan dengan penegakkan
hukum dikalangan menengah ke bawah. Hal ini terjadi karena di Negara kita, hukum
dapat dibeli dengan uang. Siapa yang memiliki kekuasaan, dia yang memenangkan
peradilan.

Dengan melihat kenyataan seperti itu, pembenahan peradilan di Negara kita dapat
dimulai dari diri sendiri dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami
dan menegakkannya sesuai dengan keadilan yang benar. Dalam bahasan ini dibahas
supaya keadilan dapat ditegakkan, maka akan terkait semua aspek yang ada
didalamnya yang mempengaruhi dan menjadi penentu apakah keadilan dapat
ditegakan.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah :


1. Apa pengertian Rule of Law?
2. Bagaimana pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law di Indonesia?
3. Bagaimana kesadaran hukum di masyarakat?

C. Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui dan menjelaskan :


1. Pengertian Rule of Law.
2. Pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law di Indonesia.
3. Kesadaran hukum di masyarakat.

ii
BAB II

RULE OF LAW ( PENEGAKKAN HUKUM )


PENINGKATAN DAN KESADARAN HUKUM

A. Latar Belakang Rule of Law

Di awali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan


pemerintahan Negara. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi
Konstitusional Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi
negara hukum.Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke-19,
seiring dengan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law adalah konsep tentang
common law, yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law,
bukan rule by the man.

B. Pengertian Rule Of Law

Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun


penyelenggaraan negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-
undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-
undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law. Misalnya gerakan
revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme di Eropa lainnya, baik dalam
melawan kekuasaan raja, bangsawan maupun golongan teologis. Oleh karena itu
menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of Law
sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960: 546). Berdasarkan bentuknya sebenarnya
Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal.

Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara


mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of Law
berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam suatu negara.

Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law.
Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan
yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum
merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.

Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of

ii
Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan
oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada
hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum
hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat atau democratische rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat,
ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan
belaka atau machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional
democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat) Asshid
diqie, 2005: 69-70).

Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan:

a. Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;

b. Kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan


makmur;

c. Untuk memajukan “kesejahteraan umum” dan “keadilan social”;

d. Disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indoensia itu dalam suatu “Undang-


Undang Dasar Negara Indonesia”;

e. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”;

f. Serta dengan mewujudkan suatu “keadilan social” bagi seluruh rakyat


Indonesia.

Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat terutama keadilan sosial.

Adapun unsur – unsur Rule Of Law menerurut AV Dicey terdiri dari :

Supremasi hukum, dalam artian tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga


seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat.
Terjamin hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengandilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut
rule of law adalah :

ii
Adanya perlindungan konstitusional
Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Pemilihan umum yang bebas.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat
Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
Pendidikan kewarganegaraan
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah
rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesama warga Negara
maupun pemerintah.

Untuk membangun kesadaran di masyarakat maka perlu memasukkan materi


instruksional Rule of Law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah
Kewarganegaraan (Kwn).

C. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law

Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka :

a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada


corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing
setiap bangsa.

b. Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya
yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.

c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakkan
secara adil juga memihak pada keadilan.

Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang


memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan
lain. Asumsi dasar hukum progresif bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan
sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak
hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang
dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum
dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.

Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain :

o Kasus korupsi KPU dan KPUD;


o Kasus illegal logging;

ii
o Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
o Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika;
o Kasus perdagangan wanita dan anak.

Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh
kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.

D. Penegakkan Hukum

Penegakkan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau


berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakkan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu
melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya
itu, penegakkan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakkan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,
aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Pengertian penegakkan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas
dan sempit. Dalam arti luas, penegakkan hukum itu mencakup pada nilai-nilai
keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tatapi dalam arti sempit, penegakkan hukum
itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan “Law Enforcement” ke dalam bahasa Indonesia dalam
menggunakan perkataan “Penegakkan Hukum” dalam arti luas dapat pula digunakan
istilah “Penegakkan Peraturan” dalam arti sempit.

Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri
dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” atau dalam istilah “ the rule of law
and not of a man” versus istilah “ the rule by law” yang berarti “the rule of man by
law” Dalam istilah “ the rule of law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum,
tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah “ the rule of just law”.
Dalam istilah “the rule of law and not of man”, dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh

ii
hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah “the rule by law” yang
dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar
sebagai alat kekuasaan belaka.

Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakkan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegakkan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma
hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakkan hukum dapat
kita tentukan sendiri batas-batasnya Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek
dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subyeknya maupun obyeknya atau
kita batasi haya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya hanya menelaah aspek-
aspek subyektif saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan
gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait dengan tema penegakkan
hukum itu.

E. Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak


hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak
hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum,
jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur
terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya
yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang
mempengaruhi, yaitu:

Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat, sarana dan prasarana


pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya,
Budaya kerja ytang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan
aparatnya.
Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang
mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun
hukum acaranya.
Upaya penegakkan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga
aspek itu, sehingga proses penegakkan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal

ii
dapat diwujudkan secara nyata.

Namun selain ketiga faktor diatas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakkan
hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih
menyeluruh lagi. Upaya penegakkan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai negara hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatr indonesia. Hukum tidak mungkin
akan tegak, jika hukum itu sendiri atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai
keadilan yang hidup didalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin
keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak
sesuai, lain dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan hanya
berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaharuan hukum atau
pembuatan hukum baru.

Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yaitu
:

Pembuatan hukum (the legislation of law atau Law and rule making). Sosialisasi,
penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of
law),
Penegakkan hukum (the enforcement of law). Ketiganya membutuhkan dukungan
Administrasi hukum (the administration of law) yang efektif dan efisien yang
dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab (accountable).
Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat disebut
sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan terhadap ketiga agenda
tersebut diatas. Dalam arti luas, The administration of law itu mencakup pengertian
pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu sendiri dalam
pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauh mana sistem
dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah
dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels),
keputusan-keputusan administrasi Negara (beschikings), ataupun penetapan dan
putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai
ke daerah-daerah. Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses
masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka?. Jika
akses tidak ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada
aturan yang tidak diketahuinya?.

Meskipun ada teori “fiktif” yang diakui sebagai doktrin hukum yang bersifat
universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan
masyarakat (social reform), dan karena itu ketidak tahuan masyarakat akan hukum
tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosial dan pembudayaan hukum secara sistematis
dan bersengaja.

F. Kesadaran Hukum Masyarakat

ii
Tindakan atau cara apakah yang sekiranya efektif untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat? Tindakan drastis, misalnya memperberat ancaman hukum atau
dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang
saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk
beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran
hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan
tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.

Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat


dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum
masyarakat. Seperti yang telah diketengahkan di muka maka kesadaran hukum erat
hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan
merupakan suatu ”blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman
tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan
demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai.
Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat.
Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan
nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah
mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat
usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan
pendidikan. Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau
insidentil sifatnya, tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan
terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu yang lama.
Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan pendidikan yang intensif
hasil peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum baru dapat kita lihat hasilnya
yang memuaskan sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal yang
harus kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita sambut dengan tekad yang bulat
untuk mensukseskannya. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara
intensif daripada cara lain yang bersifat drastis. Pendidikan yang dimaksud di sini
bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak
sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah kepada
masyarakat luas.

ii
G. Kasus Gayus
Tambunan

Gayus Halomoan Tambunan adalah seorang pegawai pajak, yang usianya masih
30 tahun. Tapi sepak terjangnya sudah menggegerkan masyarakat Indonesia. Kasus
bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin.
Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp
395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas.

Dalam kasus pajak ini Gayus dibidik Polri dengan 3 pasal, yakni pasal
penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Pada persidangan di PN Tangerang
tanggal 3 Maret 2010 ia dituntut satu tahun penjara, tetapi dinyatakan bebas dan tidak
bersalah.

Mantan Kepala Bareskrim Polri Susno Duadji mengungkapkan adanya makelar


kasus pajak senilai 25 miliar yang melibatkan Gayus (pada 12 Maret 2010). Pada
tanggal 25 Maret gayus dimasukan dalam daftar pencarian orang , dan Gayus berhasil
dibawa dari Singapura yang kepergiannnya menggunakan identitas palsu.

Pada tanggal 8 September 2010 gayus mulai diadili antara lain, didakwa
memperkaya diri serta menyuap penyidik dan hakim. Gayus menyatakan pada
persidangan 29 September 2010 uang miliknya diperoleh dari pekerjaan saat menjadi
ditjen pajak.
Pada saat statusnya berada ditahanan, seperti diketahui Gayus pergi ke kuala lumpur
pada 30 September 2010 dan Macao 24-26 September dengan identitas palsu,
demikian pula pada bulan itu ia yang seharusnya berada di balik jeruji mampu melihat
pertandingan tenis di Bali bersama istrinya.

Pada tanggal 22 December 2010, Gayus dituntut 20 tahun penjara dan divonis 7

ii
tahun penjara pada 19 Januari 2010, di PN Jakarta Selatan ia dinyatakan terbukti
menyalahgunakan wewenang saat menjadi pegawai pajak, menyuap polisi dan hakim,
serta memberikan keterangan palsu pada saat penyidikan.

H. Hubungan Antara
Kasus Gayus dan Rule
Of Law

Jika kita ulas baik – baik, Kasus mafia pajak gayus tambunan ini memiliki
hubungan yang erat dengan ‘Rule Of Law’. Pada ‘Rule Of Law’sangat diperlukan
untuk sebuah Negara agar tercapai suatu keadilan yang dapat dinikmati oleh seluruh
warga negaranya. Pada kasus Gayus, terjadi ketidakadilan :

1. Korupsi dalam jumlah besar yang merugikan masyarakat banyak dihukum


dengan hukuman yang ringan dari seharusnya. Ini menunjukan bahwa tidak
adanya supremasi hukum di negara kita, dimana hakim, kepolisian dan
kejaksaan dapat bekerjasama untuk meringankan hukuman seseorang.

2. Aparat hukum yang seharusnya menjadi payung sebuah Negara hukum tidak
bekerja semestinya tetapi bekerja sebaliknya. Yaitu, memberikan keleluasaan
bagi koruptor untuk keluar dari jeruji besi pada saat menjalani masa hukuman
asal memiliki uang. Hal ini sangat menodai aparat penegak hukum , sehingga
dapat dilihat tidak adanya persamaan dimata hukum.

3. Rakyat Indonesia sebagian besar telah menjalankan kewajibanya melakukan


pembayaran pajak, sehingga pemanfaatan pajak merupakan Hak Asasi Rakyat
Indonesia. Akan tetapi terdapat oknum – oknum di kepegawaian pajak yang
menyalahgunakan kewenangan nya sehingga merugikan Hak Asasi
masyarakat Indonesia.

ii
Ketiga hal diatas yaitu, supremasi hokum, persamaan dimata hukum dan
terlindungnya HAM pada kasus gayus benar-benar telah dilanggar.

I. Penyelesaian Kasus Gayus Tambunan

Gayus juga dinyatakan melanggar pasal 5 ayat (1) a, UU no. 31/1999 (tipikor), berkaitan
dengan ini Gayus melakukan penyuapan sebanyak 750 juta dolar Amerika, diduga diberikan
kepada beberapa orang Penyidik Bareskrim Mabes Polri, hal itu dilakukan supaya mereka tidak
memblokir rekeningnya d salah satu bank, supaya tidak menyita rumahnya, dan supaya
memindahkan pemeriksaan atas dirinya yang asalnya di Mabes Polri menjadi di hotel.

Selanjutnya Gayus Tambunan dinyatakan bersalah atas pelanggaran pasal 6 ayat(1)a, UU


no.31/1999 (tipikor), berhhubungan dengan hal ini Gayus perbah menjanjikan akan memberikan
uang 40 ribu dolar Amerika kepada PN Tangerang yang bernama Muhtadi Asnun, supaya dapat
mempengaruhi majelis hakim.

Pasal berikutnya yang menjadi pelanggaran Gayus adalah pasal 22 jo pasal 22 UU no.
31/1999 (tipikor) pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Berkenaan dengan Gayus yang memberikan
keterangan palsu kepada penyidik menyangkut kepemilikan rekening di salah satu bank yang isi
rekeningnya berjumlah miliaran rupiah.

Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat :

(1) yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan
untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;

(2) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena
si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.

Kasus ini juga masuk dalam kasus pidana, karena berkaitan dengan adanya upaya penggelapan
dana negara. Penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal
372 , yang isinya :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah Selain kasus penggelapan, juga terdapat

ii
adanya upaya untuk menguntungkan diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam pasal 378

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun

Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di
dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto
Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan adanya pengalihan uang dengan cara dialirkan ke
rekening lain, yang ketika dicek saldo rekening gayus, hanya ditemukan nominal Rp.
400.000.000,00, yang tidak sesuai dengan laporan yang diperoleh dari penyidikan.

Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena
berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan
negara, khususnya dalam hal keuangan negara.

ii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap Negara tentu memerlukan hukum agar tercipta ketertiban di dalamnya.


Rule of Law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan
mewujudkan keadilan. Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu
orang-orang yang jujur, tidak memihak, dan hanya memikirkan keadilan, tidak
terkotori oleh hal-hal yang buruk. Aparatur penegak hukum juga berperan penting
dalam penegakkan hukum yang adil dalam suatu Negara.

Ada tidaknya Rule of Law pada suatu Negara ditentukan oleh “Kenyataan”.
Apakah rakyat dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil didalam
hukum, baik sesama warga Negara maupun pemerintah.

Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka :

a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada


corak masyarakan hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing
setiap bangsa.

b. Rule of lay yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya
yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.

c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakan dan negara, harus ditegakkan
secara adil juga memihak pada keadilan.

Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal
UUD 1945. Agar kita dapat menikmati keadilan maka seluruh aspek Negara harus
bersih, jujur, mentaati undang-undang, juga bertanggung jawab, dan menjalankan UU
1945 dengan baik.

ii
B. Saran

Sebagai seorang warga Negara yang baik haruslah menjunjung menjadi seseorang
yang menjunjung tinggi hukum serta kaidah-kadiah agar tercipta keamanan,
ketentraman, dan kenyamanan. Mempelajari Undang-Undang 1945 berserta butir-
butir nilainya dan menjalankan apa yang menjadi tuntutannya agar terjadi kehidupan
yang stabil dan taat hukum. Dalam suatu penegakan hukum di suatu Negara seperti
Indonesia, maka seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakan dan diharapkan
aspek-aspek tersebut dapat mentaati hukum, maka akan terciptalah pemerintahan dan
kehidupan Negara yang harmonis, selaras dengan keadaan dan sesuai dengan apa
yang diharapakan yaitu suatu bangsa yang makmur, damai, serta taat hukum.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Hombar Pakpahan, Kesadaran Hukum Masyarakat ,


http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/kesadaran-hukum-masyarakat.html

Nasrul, Rule Of Law Dan Hak Asasi Manusia, http://one.indoskripsi.com/judul-


skripsi-makalah-tentang/rule-law-dan-hak-asasi-manusia, January 16th 2010

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Penegakan Hukum ,


http://www.djahu.depkumham.go.id/detail_artikel.php?artid=7, Jumat, 02-Mei-2008

Winarno. 2007. Paradigma Baru “Pendidikan Kewarganegaraan” Panduan Kuliah Di


Perguruan Tinggi. PT.Bumi Aksara;Jakarta

Sumber:
-koran harian KOMPAS
-http://nasional.vivanews.com
- http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/rule-of-law/

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai