Disusun Oleh
Elmadhita Anzani (11161137)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Rule of Law (Penegakkan Hukum) Peningkatan dan Kesadaran Hukum”. Tak lupa
shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut – pengikutnya sampai akhir zaman.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
dimasa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………11
B. Saran ……………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hukum, mulai dari norma,
nilai, tata krama, hingga hukum perundang-undangan dalam peradilan. Sayangnya
hukum di Negara Indonesia masih kurang dalam proses penegakkannya, terutama
penegakkan hukum di kalangan pejabat-pejabat dibandingkan dengan penegakkan
hukum dikalangan menengah ke bawah. Hal ini terjadi karena di Negara kita, hukum
dapat dibeli dengan uang. Siapa yang memiliki kekuasaan, dia yang memenangkan
peradilan.
Dengan melihat kenyataan seperti itu, pembenahan peradilan di Negara kita dapat
dimulai dari diri sendiri dengan mempelajari norma atau hukum sekaligus memahami
dan menegakkannya sesuai dengan keadilan yang benar. Dalam bahasan ini dibahas
supaya keadilan dapat ditegakkan, maka akan terkait semua aspek yang ada
didalamnya yang mempengaruhi dan menjadi penentu apakah keadilan dapat
ditegakan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
ii
BAB II
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law.
Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan
yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum
merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of
ii
Man”, yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan
oleh hukum atau nomos. Dalam negara hukum yang demikian ini, harus diadakan
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada
hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum
hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat atau democratische rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat,
ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan
belaka atau machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional
democracy yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat) Asshid
diqie, 2005: 69-70).
Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan:
a. Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat terutama keadilan sosial.
ii
Adanya perlindungan konstitusional
Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Pemilihan umum yang bebas.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat
Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
Pendidikan kewarganegaraan
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah
rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesama warga Negara
maupun pemerintah.
Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka :
b. Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya
yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakkan
secara adil juga memihak pada keadilan.
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain :
ii
o Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
o Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika;
o Kasus perdagangan wanita dan anak.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh
kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
D. Penegakkan Hukum
Pengertian penegakkan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas
dan sempit. Dalam arti luas, penegakkan hukum itu mencakup pada nilai-nilai
keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tatapi dalam arti sempit, penegakkan hukum
itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu,
penerjemahan perkataan “Law Enforcement” ke dalam bahasa Indonesia dalam
menggunakan perkataan “Penegakkan Hukum” dalam arti luas dapat pula digunakan
istilah “Penegakkan Peraturan” dalam arti sempit.
Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri
dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” atau dalam istilah “ the rule of law
and not of a man” versus istilah “ the rule by law” yang berarti “the rule of man by
law” Dalam istilah “ the rule of law” terkandung makna pemerintahan oleh hukum,
tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah “ the rule of just law”.
Dalam istilah “the rule of law and not of man”, dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh
ii
hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah “the rule by law” yang
dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar
sebagai alat kekuasaan belaka.
Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakkan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegakkan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma
hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakkan hukum dapat
kita tentukan sendiri batas-batasnya Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek
dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subyeknya maupun obyeknya atau
kita batasi haya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya hanya menelaah aspek-
aspek subyektif saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan
gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait dengan tema penegakkan
hukum itu.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang
mempengaruhi, yaitu:
ii
dapat diwujudkan secara nyata.
Namun selain ketiga faktor diatas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakkan
hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih
menyeluruh lagi. Upaya penegakkan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai negara hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatr indonesia. Hukum tidak mungkin
akan tegak, jika hukum itu sendiri atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai
keadilan yang hidup didalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin
keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak
sesuai, lain dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan hanya
berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaharuan hukum atau
pembuatan hukum baru.
Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yaitu
:
Pembuatan hukum (the legislation of law atau Law and rule making). Sosialisasi,
penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of
law),
Penegakkan hukum (the enforcement of law). Ketiganya membutuhkan dukungan
Administrasi hukum (the administration of law) yang efektif dan efisien yang
dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab (accountable).
Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat disebut
sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan terhadap ketiga agenda
tersebut diatas. Dalam arti luas, The administration of law itu mencakup pengertian
pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu sendiri dalam
pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauh mana sistem
dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah
dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels),
keputusan-keputusan administrasi Negara (beschikings), ataupun penetapan dan
putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai
ke daerah-daerah. Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses
masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka?. Jika
akses tidak ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada
aturan yang tidak diketahuinya?.
Meskipun ada teori “fiktif” yang diakui sebagai doktrin hukum yang bersifat
universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan
masyarakat (social reform), dan karena itu ketidak tahuan masyarakat akan hukum
tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosial dan pembudayaan hukum secara sistematis
dan bersengaja.
ii
Tindakan atau cara apakah yang sekiranya efektif untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat? Tindakan drastis, misalnya memperberat ancaman hukum atau
dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang
saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk
beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran
hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan
tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.
ii
G. Kasus Gayus
Tambunan
Gayus Halomoan Tambunan adalah seorang pegawai pajak, yang usianya masih
30 tahun. Tapi sepak terjangnya sudah menggegerkan masyarakat Indonesia. Kasus
bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin.
Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp
395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas.
Dalam kasus pajak ini Gayus dibidik Polri dengan 3 pasal, yakni pasal
penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Pada persidangan di PN Tangerang
tanggal 3 Maret 2010 ia dituntut satu tahun penjara, tetapi dinyatakan bebas dan tidak
bersalah.
Pada tanggal 8 September 2010 gayus mulai diadili antara lain, didakwa
memperkaya diri serta menyuap penyidik dan hakim. Gayus menyatakan pada
persidangan 29 September 2010 uang miliknya diperoleh dari pekerjaan saat menjadi
ditjen pajak.
Pada saat statusnya berada ditahanan, seperti diketahui Gayus pergi ke kuala lumpur
pada 30 September 2010 dan Macao 24-26 September dengan identitas palsu,
demikian pula pada bulan itu ia yang seharusnya berada di balik jeruji mampu melihat
pertandingan tenis di Bali bersama istrinya.
Pada tanggal 22 December 2010, Gayus dituntut 20 tahun penjara dan divonis 7
ii
tahun penjara pada 19 Januari 2010, di PN Jakarta Selatan ia dinyatakan terbukti
menyalahgunakan wewenang saat menjadi pegawai pajak, menyuap polisi dan hakim,
serta memberikan keterangan palsu pada saat penyidikan.
H. Hubungan Antara
Kasus Gayus dan Rule
Of Law
Jika kita ulas baik – baik, Kasus mafia pajak gayus tambunan ini memiliki
hubungan yang erat dengan ‘Rule Of Law’. Pada ‘Rule Of Law’sangat diperlukan
untuk sebuah Negara agar tercapai suatu keadilan yang dapat dinikmati oleh seluruh
warga negaranya. Pada kasus Gayus, terjadi ketidakadilan :
2. Aparat hukum yang seharusnya menjadi payung sebuah Negara hukum tidak
bekerja semestinya tetapi bekerja sebaliknya. Yaitu, memberikan keleluasaan
bagi koruptor untuk keluar dari jeruji besi pada saat menjalani masa hukuman
asal memiliki uang. Hal ini sangat menodai aparat penegak hukum , sehingga
dapat dilihat tidak adanya persamaan dimata hukum.
ii
Ketiga hal diatas yaitu, supremasi hokum, persamaan dimata hukum dan
terlindungnya HAM pada kasus gayus benar-benar telah dilanggar.
Gayus juga dinyatakan melanggar pasal 5 ayat (1) a, UU no. 31/1999 (tipikor), berkaitan
dengan ini Gayus melakukan penyuapan sebanyak 750 juta dolar Amerika, diduga diberikan
kepada beberapa orang Penyidik Bareskrim Mabes Polri, hal itu dilakukan supaya mereka tidak
memblokir rekeningnya d salah satu bank, supaya tidak menyita rumahnya, dan supaya
memindahkan pemeriksaan atas dirinya yang asalnya di Mabes Polri menjadi di hotel.
Pasal berikutnya yang menjadi pelanggaran Gayus adalah pasal 22 jo pasal 22 UU no.
31/1999 (tipikor) pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Berkenaan dengan Gayus yang memberikan
keterangan palsu kepada penyidik menyangkut kepemilikan rekening di salah satu bank yang isi
rekeningnya berjumlah miliaran rupiah.
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat :
(1) yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan
untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
(2) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena
si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
Kasus ini juga masuk dalam kasus pidana, karena berkaitan dengan adanya upaya penggelapan
dana negara. Penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal
372 , yang isinya :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah Selain kasus penggelapan, juga terdapat
ii
adanya upaya untuk menguntungkan diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam pasal 378
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun
Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di
dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto
Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan adanya pengalihan uang dengan cara dialirkan ke
rekening lain, yang ketika dicek saldo rekening gayus, hanya ditemukan nominal Rp.
400.000.000,00, yang tidak sesuai dengan laporan yang diperoleh dari penyidikan.
Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena
berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan
negara, khususnya dalam hal keuangan negara.
ii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada tidaknya Rule of Law pada suatu Negara ditentukan oleh “Kenyataan”.
Apakah rakyat dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil didalam
hukum, baik sesama warga Negara maupun pemerintah.
Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka :
b. Rule of lay yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada budaya
yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakan dan negara, harus ditegakkan
secara adil juga memihak pada keadilan.
Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal
UUD 1945. Agar kita dapat menikmati keadilan maka seluruh aspek Negara harus
bersih, jujur, mentaati undang-undang, juga bertanggung jawab, dan menjalankan UU
1945 dengan baik.
ii
B. Saran
Sebagai seorang warga Negara yang baik haruslah menjunjung menjadi seseorang
yang menjunjung tinggi hukum serta kaidah-kadiah agar tercipta keamanan,
ketentraman, dan kenyamanan. Mempelajari Undang-Undang 1945 berserta butir-
butir nilainya dan menjalankan apa yang menjadi tuntutannya agar terjadi kehidupan
yang stabil dan taat hukum. Dalam suatu penegakan hukum di suatu Negara seperti
Indonesia, maka seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakan dan diharapkan
aspek-aspek tersebut dapat mentaati hukum, maka akan terciptalah pemerintahan dan
kehidupan Negara yang harmonis, selaras dengan keadaan dan sesuai dengan apa
yang diharapakan yaitu suatu bangsa yang makmur, damai, serta taat hukum.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
-koran harian KOMPAS
-http://nasional.vivanews.com
- http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/rule-of-law/
ii
ii