Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep dasar lansia


Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun
(Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara
terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam
Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998
Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan
tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).

B. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
1. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
C. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).

D. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia
lanjut. Yang menonjol antara lain:
1. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap
ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif
dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
(“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa
saja dilakukan.
5. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
E. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).

F. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau
tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).

Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu bila
tekanan sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau
lebih.

G. Etiologi

Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :

1. Hipertensi primer / essensial

Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan


faktor keturunan dan lingkungan.

2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan
pembuluh darah dan penyakit ginjal.

 Fakor faktor penyebab


a) Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang
berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri dan
kematian premature.
b) Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada
wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat,
sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
c) Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit
putih.
d) Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan
kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden
hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama.
Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit
arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor faktor utama
untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan dengan hipertensi.

H. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan
struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
I. Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertens
i
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriole
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Gangguan sinkop munurun
kepala pola tidur Afterload
Nyeri dada Resti injuri
meningkat
Respon RAA
Gangguan
perfusi Penurunan Fatique
jaringan Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

Kelebihan volume cairan


edema
J. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah
menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor
risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

K. Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik
pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 Sakit kepala

 Kelelahan

 Mual

 Muntah

 Sesak nafas

 Gelisah

 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.

 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.

L. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia. BUN / kreatinin
: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal. Glucosa : Hiperglikemi (DM
adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.

a) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

b) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P


adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

c) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.


d) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

M. Komplikasi

Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah

1. Insufisiensi koroner dan penyumbatan

2. Kegagalan jantung

3. Kegagalan ginjal

4. Gangguan persyarafan

N. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

a) Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat


menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

b) Aktivita

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.

2. Farmakologik

Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien, sasarkan


pertimbangan dan prisif sebagai berikut:

a) Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal, contoh
agen beta bloker ACE.

b) Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi. Contoh:
diuretic dengan beta bloker.
c) Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA
yang lain

d) Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan
kepatuhan.

e) Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada tekanan
darah normal tinggi.
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Aktivitas/ Istirahat

a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

b. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan


penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi, perspirasi.

b. Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis,
suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.

3. Integritas Ego

a. Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple


(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

b. Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan


meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu).

5. Makanan/cairan
a. Gejala : Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun)
Riwayat penggunaan diuretic

b. Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.

6. Neurosensori

a. Genjala : Keluhan pening/pusing, sakit kepala, subojksipital (terjadi saat bangun


dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur, epistakis).

b. Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek,


proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.

7. Nyeri/ ketidaknyaman

Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala

8. Pernafasan

a. Gejala : Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea,


batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

b. Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas


tambahan (krakties/mengi), sianosis.

9. Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan


Afterloadvasokontriksi.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
4. Perubahan Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik pola hidup menotong.

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan


kurang pengetahuan atau daya ingat.

C. Intervensi Keperawatan

1. Curah jantung atau penurunan resiko tinggi terhadap peningkatan


Afterloadvasokontriksi

Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi

Kriteria hasil:

a. Klien dapat beristirahat dengan tenang

b. Irama dan frekuensi jantung stabil dalam batas normal (80 100 x / menit dan
reguler)

c. Tekanan darah dalam batas normal (TD <140/90 mmHg, N = 80 -100x/menit, R =


16 22 x/i, S = 36 -37o

Intervensi

a. Observasi tanda-tanda vital tiap hari, terutama tekanan darah.

Rasional : perbandingan dari tekanan yang meningkat adalah gambaran dari


keterlibatan vaskuler

b. Observasi warna kulit, kelembapan dan suhu

Rasional : hal-hal tersebut mengidentifikasikan adanya dekompensasi/penurunan


curah jantung

c. Catat adanya edema umum/ tertentu


Rasional : dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal dan vaskuler

d. Beri posisi yang nyaman ; meninggikan kepala tempat tidur

Rasional : penurunan resiko peningkatan intracranial

e. Anjurkan teknik relaksasi ;tarik napas dalam

Rasional : memberikan kenyamanan dan memaksimalkan ekspansi paru

f. Kolaborasi Pemberian diuretik Vasodilator Pembatasan cairan dan diet Na

Rasional : mengurangi beban jantung.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan

Aktivitas klien tidak terganggu dengan kriteria hasil Peningkatan dalam toleransi
aktivitas Tanda vital dalam batas norma

Intervensi :

a. Kaji respon klien terhadap aktivitas

Rasional : menetukan pilihan intervensi selanjutnya

b. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : mengetahui parameter membantu dan mengkaji respon fisiologi


terhadap aktivitas

c. Observasi adanya nyeri dada, pusing keletihan dan pingsan.

Rasional : bila terjadi indikator, keletihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivita

d. Ajarkan cara penghematan energy

Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2


e. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas.

Rasional : kemajuan aktivitas terhadap mencegah meningkatnya kerja jantung


tiba-tiba.

3. Gangguan rasa nyaman : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan


vaskuler serebral

Tujuan :

Klien merasa nyaman

Kriteria Hasil :

a. Sakit kepala hilang

b. Pusing/pening hilang

Intervensi :

a. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : meminimalkan stimulasi/meningkatkan reabsorpsi

b. Berikan kompres dingin, ajarkan teknik relaksasi

Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memblok


respon simpatis efektif dan menghilangkan sakit kepala.

c. Beri penjelasan cara untuk meminimalkan aktivitas vasokontrisi

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala.

d. Bantu pasien dalam ambulansi sesuai kebutuhan

Rasional : pening/pusing selalu berkaitan dengan sakit kepala

e. Kolaborasi dalam pemberian analgesikom dan penenang


4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic

Tujuan :

Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh teratasi

Kriteria hasil :

a. BB ideal sesuai dengan tinggi dan berat badan

Intervensi :

a. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara kegemukan dan hipertensi

Rasional : kegemuakn adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi

b. Kaji masukan kalori harian dan pilihan diet

Rasional : menetukan pilihan intervensi lebih banyak

c. Bicarakan/diskusikan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi


masukan garam lemak dan gula sesuai indikasi

Rasional : makanan seperti tinggi garam, lemak dan gula menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang menyebabkan predisposisi hipertensi

d. Timbang berat badan tiap hari

Rasional : mengenai pemasukan hidrasi klien dengan adanya


peningkatan/penurunan Hipertensi

e. Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional : memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi diit individu


5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional

Tujuan :

- Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya

- Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi

- Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langka untuk menghindari


atau mengubahnya

- Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif

Intervensi :

a. Kaji keefektifan srategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya


kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam
rencana pengobatan

Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang,


mengatasi hipertensi kronik,dan mengitegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam
kehidupan sehari-hari

b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka


rangsang,penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi/
menyelesaikan masalah

Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaktif mungkin merupakan


indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama tekanan
darah diastolik.

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan ke mungkinan strategi


untuk mengatasinya.

Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah


respon seseorang terhadap stresor.
d. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan

Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang


berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam regimen terapeutik

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan


kurang pengetahuan atau daya ingat

Intervensi :

a. Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal. Jelaskan tentang hipertensi
dan efeknya pada jantung, pembuluh darah ginjal dan otak

Rasional : memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan tekanan


darah dan mengklarifikasikan istilah medis yang sering di gunakan. Pemahaman
bahwa tekanan darah tinggi dapat terjadi tanpa gejalah ini adalah untuk
memungkinkan pasien untuk melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa
sehat

b. Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan
baik saat menggambarkan tekanan darah pasien dalam batas yang di inginkan.

Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka


dengan penyampaian ide terkontrol akan membantu pasien untuk memahami
kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan / medikasi.

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler yang


dapat di ubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, pola hidup
monoton, merokok dan minum alcohol

Rasional : faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang


hipertensi dan penyakit kardiovaskulert serta ginjal
d. Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien membuatkan rencana
dalam menghentikan merokok

Rasional : nikotin dapat meningkatkan katekolamin, mengakibatkan peningkatan


frekuensi jantung jantung, TD, dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan
dan meningkatkan beban kerja miokardium.

e. Sarankan pasien untuk sering mengubah posisi,olah raga kaki saat berbaring

Rasional : menurunkan bendungan vena perifer yang dapat di timbulkan oleh


vasodilator dan duduk/berdiri terlalu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002

Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995

Doenges, Moorhouse & Geissler. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC; Jakarta.

Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001

Heni Rokhaeni,dkk. 2001. Keperawatan Kardiovaskuler Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
EGC: Jakarta.

Mansjoer,arif.dkk.2001. Kapita Selekta kedokteran , Ed-3, jilid I. Jakarta:FKUI Media


Aesculapius

Slamet Suyono. 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi ketiga. EGC: Jakarta.

Kumar, Vinay. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7.
Jakarta : EGC.

Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica.

Anda mungkin juga menyukai