Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
Yeni Rosa Sitohang
1361050247

Pembimbing :
Dr. Alfred Siahaan Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report berjudul
“Bronkopneumonia pada Anak”.

Penyusunan case report ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi kegiatan
pada kepaniteraan ilmu kesehatan anak di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia. Dalam penulisan case report ini banyak pihak yang memberikan bantuan baik
moril maupun materi sehingga case report ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr., SpA. selaku pembimbing materi case report yang selalu membagi ilmunya
kepada Penulis.
2. Kedua orang tua Penulis, yaitu Bpk. Dapot Sitohang dan Ibu Saida Silalahi yang
selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada Penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan case report ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga case report ini
dapat bermanfaat kepada yang membacanya.

Jakarta, 18 Desember 2018

Yeni Rosa Sitohang

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. 1

Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 3

Ilustrasi Kasus .............................................................................................. 4

Follow Up Pasien ........................................................................................ 9

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................... 16

I. Definisi .............................................................................................. 16

II. Epidemiologi .................................................................................... 16

III. Faktor Resiko .................................................................................. 17

IV. Patogenesis ..................................................................................... 18

V. Perjalanan Penyakit ......................................................................... 21

VI. Manifestasi Klinis ............................................................................ 22

VII.Pemeriksaan..................................................................................... 24

VIII. Penegakkan Diagnosis .................................................................25

IX. Penatalaksanaan ............................................................................... 26

Bab III Analisa Kasus .................................................................................. 29

BAB IV Daftar Pustaka ............................................................................... 31

3
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di


bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, ± 2
juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Dari taun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat teratas
penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 pneumonia merupakan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi
setelah diare. Hal ini menunjukan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian
balita di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas 2007 bahwa kematian balita di Indonesia
mencapai 15,5%, dan pada bayi 29,8%, sedangkan angka kesakita bayi 2,2% dan balita 3%.

Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah
bakteri, virus, dan jamur. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah
adenovirus, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza
virus. Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti
napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Pada umumnya, pneumonia
dikategorikan dalam penyakit yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan
adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada
saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran
pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara penularan
langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan
berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita.

4
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS
 Nama : An. M
 Umur : 1 tahun 10 bulan
 Tanggal Lahir : 25 Januari 2016
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Suku : Betawi
 Tanggal Masuk RS : 16 Desember 2017
 Tanggal Keluar RS : 19 Desember 2017

Identitas Orangtua Pasien

Nama Ayah : - Nama Ibu : Ny. N

Tanggal lahir : - Tanggal lahir``: 29 november 1995

Suku bangsa : - Suku bangsa : Betawi

Alamat : - Alamat : Menteng Sukabumi

Agama : - Agama : Islam

Pendidikan : - Pendidikan : SMA

Pekerjaan :- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan :- Penghasilan :-

Hubungan dengan orangtua : Anak kandung

5
B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien

Keluhan Utama : Sesak napas sejak 4 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Batuk dan demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

An. MBA, 1 tahun 10 bulan datang dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 4 hari
yang lalu secara tiba-tiba. Sesak tidak disertai bunyi, hilang timbul. Timbul terutama saat
pasien melakukan aktivitas fisik. Pasien juga mudah lelah saat minum susu
menggunakan botol susu/dot. Pasien sudah sempat dibawa ke puskesmas dan diberi obat
namun keluhan tidak berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh batuk dan deman.
Batuk dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul. Batuk berdahak namun dahak
tidak dapat dikeluarkan. Demam yang dialami timbul bersamaan dengan batuk.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penyakit paru saat pasien berumur 6 bulan


 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Lain / Orang Lain Serumah

 Keluarga pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya


 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat asma disangkal

Riwayat Kehamilan Ibu

Saat hamil ibu pasien secara teratur melakukan kontrol terhadap kehamilannya

 Trimester I : 1 x / bulan di Puskesmas


 Trimester II : 1 x / bulan di Puskesmas
 Trimester III : 2 x / bulan di Puskesmas

6
Ibu pasien menyangkal adanya penyakit kehamilan (Hipertensi / DM / TORCH) dan
tidak pernah terjatuh saat hamil

Riwayat Kelahiran

Pasien dilahirkan di Puskesmas, dibantu oleh bidan. Pasien lahir dengan spotan, kurang
bulan, dan langsung menangis. Berat badan lahir 2200 gram, panjang badan lahir 49 cm,
lingkar kepala tidak diketahui dan nilai APGAR tidak diketahui. Tidak ada kelainan
bawaan.

Riwayat Tumbuh Kembang

Gigi pertama : 7 bulan

Psikomotor

 Tengkurap : 4 bulan Berjalan : 12 bulan


 Duduk : 9 bulan Berbicara : 14 bulan
 Berdiri : 10 bulan Membaca/menulis : - bulan

Kesan : Perkembangan sesua dengan usia

Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR UMUM ULANGAN (UMUR)

BCG 1 Bulan

DPT/DT 2 Bulan

POLIO Lahir

CAMPAK

HEPATITIS B Lahir

MMR

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

7
Riwayat Makanan

• 0-6 bulan : ASI Eksklusif

• 6-10 bulan :ASI + susu formula 3x sehari +/- 100 cc perkali minum + bubur saring 2x
sehari 1 mangkok kecil (berisi nasi, sayur, ikan/ayam) selalu habis

• 10 bulan – sekarang : susu formula masih diberikan +/- 200 cc / kali minum sebanyak
4 x dalam sehari. Nasi tim + sayur + ikan/ayam/daging. Buah
(pisang/jeruk/melon/pepaya) diganti secara bergantian. Dimakan 2x sehari sebanyak
½ piring orang dewasa selalu habis.

Kesan : Pola makan sesuai dengan pertambahan usia, kualitas dan kuantitas makanan
cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital (16/12/2017) :
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Kompos Mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tekanan Darah :-
 Denyut Nadi : 90 x / menit, kuat angkat, isi cukup, regular
 Frekuensi Nafas : 50 x / menit, regular
 Suhu Tubuh : 38,2 °C Axilla

Status Antropometri :

 Berat Badan : 12 kg
 Tinggi Badan : 85 cm
 Lingkar Lengan atas : 16 cm
Status Gizi :

WHO Weight-for-age BOYS

• 0 SD sampai +2 SD = Berat badan cukup

WHO Length-for-age BOYS

• -2 SD sampai 0 SD = Normal

8
WHO BMI-for-age BOYS

• 0 SD sampai +1 SD = Normal

BB 12
• BMI =TB (m)2 = 0,7225 = 16,6089

Kesan : Status gizi pasien baik

Status Generalis dan Lokalis

Kepala : Normocephali (Lingkar kepala = 50 cm), ubun-ubun datar

Mata : Bentuk bulat, pupil isokor, konjungtiva anemis -/-,

sklera ikterik -/-, mata cekung -/-, air mata +/+

Telinga : Normotia, lapang/lapang, serumen -/-

Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi -,

tampak pernapasan cuping hidung

Tenggorokan : Arkus faring simetris, T1-T1

Mulut : Bibir lembab,Sianosis (-)

Leher : KGB tidak teraba membesar

Cor :

 Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 4 linea mid klavikula sinistra
 Perkusi : Batas jantung kanan dan batas jantung kiri normal
 Palpasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

 Inspeksi : Retraksi sela iga (+), pergerakan dinding dada simetris


 Palpasi : Vocal fremitus simetris
 Perkusi : Sonor/sonor
 Auskultasi : Bunyi nafas dasar bronchovesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

9
Abdomen :

 Inspeksi : Perut tampak datar, distensi abdomen (-)


 Auskultasi : Bising usus (+) 4 kali / menit
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketuk (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time <2 detik, deformitas (-), ROM baik

Kulit : Turgor baik, sianosis (-)

Pemeriksaan Neurologis :

- Refleks fisiologis : biceps ++/++, triceps ++/++, brachioradialis ++/++,


brachioulnaris ++/++
- Refleks patologis : babinski -/-, chaddock -/-, oppenheim -/-, gordon -/-, gonda,-/-
,schaeffer -/-,mendel bechtrew -/-, rosolimo -/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan di RSU PGI Cikini pada tanggal 16/12/2017
1. Hematologi
Darah Lengkap :
 LED : 3 mm/jam
 Hemoglobin : 12.9 g/dL
 Leukosit : 12.1 ribu/uL
 Eritrosit : 5.12 juta/ml
 Hematokrit : 38 %
 Trombosit : 326 ribu/uL
 Basofil : 1%
 Eosinofil : 9%
 Batang : 0%
 Segmen : 26%
 Limfosit : 58%
 Monosit : 6%

10
b. Foto thorax

E. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : Bronkopneumonia

Diagnosis Banding : Bronkiolitis

F. TATALAKSANA

Rawat Inap

Diet : Lunak (1230 kcal)

1-3 tahun = 102 kcal/kgBB/hari = 102 kcal x 12 = 1224 kcal

CIV : RL 16 tpm (makro)

Bb = 12 kg

11
10 kg x 100 cc = 1000

2 kg x 50 cc = 100

1000 + 100 = 1100

Kenaikan suhu = 38,2 c – 37,5 c = 0,7 c x 12% = 8,4%

8,4
Kebutuhan cairan = 1100 + ( 1100 x 100)

= 1100 + 92,4 = 1192,4

1192,4
Kebutuhan cairan makro = = 16,56 = 16 tpm (makro)
72

Medikamentosa :

 Cefotaxime 2x500mg (IV)


 Dexamethasone 3x2,5mg (IV)
 Inhalasi
Ventolin 1 Neb
Nacl 3cc
2x/hari
 Paracetamol syr 4x120mg (PO)

G. PROGNOSIS

Quo Ad Vitam : Bonam

Quo Ad Functionum : Bonam

Quo Ad Sanationum : Bonam

12
FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning

17/12/2017 -Sesak (+) KU : Tampak Sakit sedang Bronkopneumonia - Diet : Lunak

(06.00 -Batuk KES : Kompos Mentis - CIV : RL 16 tpm


WIB) dengan (makro)
HR : 105 x/menit
dahak
PH : 1 - Medikamentosa :
namun RR : 40 x/menit
dahak  Cefotaxime 2x500
S : 37,2 °C
tidakdapat mg (IV)
dikeluarkan TB : 85 cm  Dexamethasone
3x2,5mg (IV)
-demam (+) BB : 12 kg
 Inhalasi :
Kepala : Normocephali NaCl 3cc
ventolin 1 Neb
Mata : CA -/-, SI -/-
2x1
Leher : KGB tidak teraba  Paracetamol syr
membesar 4x120mg (PO)

THT : T1-T1

Thoraks :

I : Retraksi sela iga +,


Pergerakan dinding dada
simetris

P : Stem fremitus simetris

P : Sulit dinilai

A: BND Bronchovesikuler
Rh +/+, Wh -/-

13
Jantung :

I : Ictus cordis tidak


terlihat

P : Ictus cordis teraba

P : Sulit dinilai

A : Bunyi jantung I & II


regular, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen :

I : Perut tampak datar

A : BU (+) 4 x/menit

P : Timpani, Nyeri ketuk (-


)

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

CRT < 2 s, Edema (-)

Akral Hangat

18/12/2017 -Batuk KU : Tampak Sakit Bronkopneumonia - Diet : Lunak


berdahak, Sedang
(06.00 -CIV : RL 16 tpm
dahak sulit
WIB) KES : Kompos Mentis (makro)
keluar
PH : 2 HR : 120 x/menit - Medikamentosa :
-sesak
berkurang RR : 28 x/menit  Cefotaxime
2x500mg (IV)
-Demam(-) S : 36,6 °C
 Dexamethasone

14
TB : 85 cm 3x2,5mg (IV)
 Inhalasi :
BB : 12 kg
NaCl 3cc
Kepala : Normocephali ventolin 1 Neb
2x1
Mata : CA -/-, SI -/-
 Paracetamol syr
Leher : KGB tidak teraba 4x120mg (PO) k/p
membesar

THT : T1-T1

Thoraks :

I : Pergerakan dinding
dada simetris

P : Stem fremitus simetris

P : Sulit dinilai

A: BND Bronchovesikuler
Rh +/+, Wh -/-

Jantung :

I: Ictus cordis tidak terlihat

P : Ictus cordis teraba

P : Sulit dinilai

A : Bunyi jantung I & II


regular, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen :

I : Perut tampak datar

A : BU (+) 5 x/menit

15
P:Timpani, Nyeri ketuk (-)

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

CRT < 2 s, Edema (-)

Akral Hangat

19/12/2017 -Batuk KU : Tampak Sakit sedang Bronkopneumonia - Diet : Lunak


berkurang
(06.00 KES : Compos Mentis - CIV : RL 16 tpm
WIB) -Sesak (-) (makro)
HR : 98 x/menit
PH : 3 -Demam (-) - Medikamentosa :
RR : 23 x/menit
 Cefotaxime
S : 36,7 °C
2x500mg (IV)
TB : 85 cm  Dexamethasone
3x2,5mg (IV)
BB : 12 kg
 Inhalasi :
Kepala : Normocephali NaCl 3cc
ventolin 1 Neb
Mata : CA -/-, SI -/-
2x1
Leher : KGB tidak teraba  Paracetamol syr
membesar 4x120mg (PO) k/p

THT : T1-T1

Thoraks :

I : Pergerakan dinding
dada simteris

P : Stem fremitus simetris

P : Sulit dinilai

A: BND Bronchovesikuler

16
Rh +/+, Wh -/-

Jantung :

I : Ictus cordis tidak


terlihat

P : Ictus cordis teraba

P : Sulit dinilai

A : Bunyi jantung I & II


regular, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen :

I : Perut tampak datar

A : BU (+) 4 x/menit

P : Timpani, Nyeri ketuk (-


)

P : Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

CRT < 2 s, Edema (-)

Akral Hangat

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi
ruang alveolar. Bronkopneumonia mengacu oada inflamasi paru yang terfokus pada
area bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan
konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdeketan. Pada pneumonia lobaris
terlokalisir pada satu atau lebih lobus paru.

2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun (balita). Diperikirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kuranng 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan
nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem respiratori termasuk pneumonia.

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Berdasarkan tempat terjadinya infeksi dibagi menjadi dua bentuk :
1. community-acquired pneumonia : infeksi terjadi di masyarakat
2. hospital-acquired pneumonia : infeksi didapat di rumah sakit, pneumonia
yang di dapat di rumah sakit sering merupakan infeksi sekunder berbagai
penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum etiologinya berbeda
dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Gejala klinis, derajat beratnya
penyakit dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Penanganannya
khusus sesuai dengan penyakit dasar

2.3.2 Berdasarkan peningkatan frekuensi napas dan subkosta yang


direkomendasikan oleh WHO :
- Bayi kurang dari 2 bulan
o Pneumona berat : napas cepat atau retraksi yang berat

18
o Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler
- Anak umur 2 bulan-5 tahun
o Pneumonia ringan : napas cepat
o Pneumonia berat : retraksi
o Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi

2.4 Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh kuman (virus atau bakteri), pada pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil yaitu Streptococcus group B
dan bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita yaitu infeksi Streptococcus pneumonia,
Haemmophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus. Pada anak yang lebih
besar dan remaja, selain bakteri yang disebutkan di atas dapat disebabkan oleh
Mycoplasma pneumonia.
Di negara maju pneumonia pada ana terutama disbebakan oleh virus. Virus
yang terbanyak di temukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan
virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia,
Haemmophillus influenza tipe B dan Mycoplasma pneumoniaI.

2.5 Faktor risiko

Faktor risiko pada masa bayi adalah berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin
A, tingginya prevalens kolonisasi bateri pathogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan terhadap polusi udara (polusi industry atau asap rokok).

2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
1. Gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare

19
2. Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis

Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah dan ronki. Pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi paru dan auskultasi
umumnya tidak didapatkan kelainan.

2.6.1 Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil


Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan
dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi dari ibu melalui aspirasi meconium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Gambaran klinisnya tidak khas, meliputi serangan apnea, sianosis,
merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta dan demam. Pada bayi BBLR sering
terjadi hipotermi. Gambaran tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau
meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan
sebelum 48 jam pertama.
Pada infeksi yang disebabkan Chlamidya trachomatis umumnya bayi
mendapat infeksi dari ibu pada masa persalinan dan pada bayi berusia dibwah 2
bulan. Port d’ entrée infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori dan
vagina. Gejala timbul perlahan, berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu dan muncul pada usia 4-12 minggu. Gejala umunnya timbul gejala
infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan batuk staccato (inspirasi
diantara setiap satu kali batuk), kadang disertai muntah, umumnya tidak demam.
2.6.2 Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar
Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia,
dan kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare.Gejla respiratori
berupa takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung,
ronki dan sianosis. Pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Ronki ditemukan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi
dan takipnea adalah tanda klinis pneumonia yang bermakna. Seringkali
ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitits media, faringtis dan
laringitis. Bila terjadi efusi pleura atau empyema, gerakan dinding dada
tertinggal di daerah efusi dan jika efusi pleura bertambah berat, sesak napas

20
akan semakin bertambah beratmabh namun nyeri pleura semakin berkurang dan
berubah menjadi nyeri tumpul.

2.7 Mekanisme Pertahanan Paru


Paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak
masuk kedalam paru. Mekanisme pembersihan tersebut adalah :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
• Reepitelisasi saluran napas
• Aliran lendir pada permukaan epitel
• Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"
• Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
• Komponen mikroba setempat
• Sistem transpor mukosilier
• Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme
pertahanan melalui barrier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya
mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar
dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome
Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat
mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam
keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia"

2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :


• Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
• Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
• Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
• Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru
(saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari
total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi
infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi
pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA.
Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan
K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan

21
kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi
bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.

3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik


Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik,
humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis
merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan
fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam
keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi
memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah.
Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran
napas bawah,
bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak
gerakan silia.

4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"


Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :
• Cairan yang melapisi alveol :
a. Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SP-
B, SP C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap
bakteri oleh makrofag.
b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.
• IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
• Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
• Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus
(ada infeksi GNB, P. aeruginosa)
• Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi
dari makrofag alveolar, sitokin, leukotriene

2.8 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

22
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur.Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di
temukan jenis mikroorganisme yang sama.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Pada pneumonia bakterial
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukan prognosis yang
buruk. Leukositosis mencapai > 30.000/mm3 sering pada keadaan bakteremi
dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Kadang terdapat anemia ringan
dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan

23
darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus
dan infeksi bakteri secara pasti.
2.8.2. Rontgen Toraks
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada
pneumonia berat yang dirawat. Foto rontgen traks AP dan lateral hanya
dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki dengan atau tanpa suara napas yang
melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
1. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronovaskular,
peribroncial cuffing, dan hiperaerasi.
2. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbenuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.
3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran atelektaksis sulit dibedakan dengana pneumonia disebabkan
oleh berbagai penyebab seperti kompresi ekstrinsik pada bronkus (malformasi
kongenital, tumor,dll) dan obstruksi bronkial intrinsic (benda asing, edema,
inflamasi, bronkomalasia atau stenosis, tumor dan sumbatan mucus). Penyakit
paru noninfeksi juga dapat menyebabkan atelektasis seperti edema paru.
Pada pneumonia virus gambarannya cenderung terjadi penebalan
peribronkial, infiltrate interstisial merata dan hiperinflasi, sedangkan infiltrate
alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia
stafilokokus dapat ditemukan abses kecil dan pneumatokel.
Secara umum gambaran foto rontgen toraks tidak dapat membedakan
secara pasti pneumonia berdasarkan etiologinya.

2.8.3. Pemeriksaan Mikrobiologis

24
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat
yang di rawat di RS. Spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, dan aspirasi paru. Diagnosis
definitif bila kuman ditemukan dari spesimen darah, pungsi pleura atau
aspirasi paru. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang
mengandung ≥ 25 leukosit dan ≤ 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring kurang
bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring. Kultur
darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamidia sehingga tidak
rutin dianjurkan.

2.10 Penegakkan Diagnosis


Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Diagnosis
dapat ditegakan jika terdapat gejala demam, sianosis dan lebih dari satu gejala
respiratori yaitu takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara
napas melemah. tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi buruk sedangkan pada usia di
bawah 2 bulan adala malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan
demam/badan terasa dingin.
2.10.1 Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
1. Pneumonia berat
 Bila ada sessak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Pneumonia
 Bila tidak ada sesak napas
 Ada napas cepat dengan laju napas :
a. >50 x/menit pada usia 2 bulan-1 tahun
b. >40 x/menit pada usia 1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
3. Bukan pneumonia

25
2.10.2 Bayi berusia dibawah 2 bulan
1. Pneumonia
 Bila ada napas cepat (.60x/menit) atau sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Bukan pneumonia
 Tidak ada napas cepat atau sesak napas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
2.11 Diagnosa Banding
2.10.1 Asma
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik serta terdapat riwayat asma atau
atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Pada eksaserbasi (serangan asma)
adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif yaitu berupa
sesak napas, batuk, mengi atau dada rasa tertekan. Serangan akut biasanya
timbul akibat pajanan terhadap faktor pencetus (paling sering infeksi virus
atau alergen).
2.10.2 Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah penyakit seasonal viral yang ditandai dengan
adanya panas, pilek, batuk, dan mengi yang dapat terjadi pada bayi <2 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan inspiratory crackles dan/atau high pitched
expiratory wheeze. Penyebab tersering adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV) selain itu dapat disebabkan oleh Rhinovirus,Adenovirus,Parainfluenzae
virus, enterovirus, dan Influenza virus.
Pada bronkiolitis rhinorrhea dan nasal discharge (Pilek) sering timbul
sebelum gejala lain seperti batuk, takipnea, sesak napas dan kesulitan makan.
Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada
bronkiolitis. Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis. Banyak
penderita bronkiolitis mempunyai kesulitan makan yang berhubungan dengan
sesak napas, namun hal ini bukan dasar untuk diagnosis bronkiolitis.

26
2.12 Tatalaksana
2.10.1 Kriteria Rawat Inap
 Bayi :
o Saturasi oksigen ≤ 92%,sianosis
o Frekuensi napas ≥ 60 x/menit
o Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
o Tidak mau minum/menetek
o Keluarga tidak bisa merawat di rumah
 Anak :
o Saturasi oksigen ≤ 92%,sianosis
o Frekuensi napas ≥ 50 x/menit
o Distres pernapasan
o Grunting
o Terdapat tanda dehidrasi
o Keluarga tidak bisa merawat di rumah
2.10.2 Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen > 92%.
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balns airan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk
anak dengan pneumonia
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan beta-2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
2.10.3 Pemmberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama antibiotik oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar pathogen yang

27
menyebabkan pneumonia pada anak,ditoleransi dengan baik, dan
murah. Alternatifnya adalah eritromisin, claritromisin, azitromisin, co-
amoxiclav dan ceflacor.
- M.pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak ≥ 5 tahun
- Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C.pneumoniae dicurigai
sebagai penyebab
- Amoksisili diberikan sebagai pilihan pertama jika S.pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid ata
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam
derajat pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang di anjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol,co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime,dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena
- Rekomendasi UKK respirologi antibiotik untuk community acquired
pneumonia:
 Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin
 >2 bulan :
- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada
perbaikan dapat ditambah kloramfenikol
- Lini kedua Seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral


dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena
sebelumnya

2.10.4 Nutrisi
- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per
oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau
intravena, tetapi harus diingat pemasangan NGT dapat menekan

28
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung
kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran
terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormon antidiuretic.
2.10.5 Kriteria pulang
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
ontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

29
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Berdasarkan Tinjauan Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan sesak napas, berdasarkan keluhan dapat


dipertimbangkan adanya kelainan di paru-paru atau jantung.

Pada pasien ini didiagnosis bronkopneumonia, ditegakkan berdasarkan hasil


anamnesis yaitu didapatkan keluhan sesak napas sejak 4 hari SMRS disertai demam dan juga
batuk berdahak namun dahak tidak dapat dikeluarkan.

Berdasarkan tinjauan teori, pasien bronkopneumonia mengalami gambaran klinis


yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori. Diagnosis dapat ditegakan jika terdapat
gejala demam, sianosis dan lebih dari satu gejala respiratori yaitu takipnea, batuk, napas
cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.

Selain itu, berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami penyakit
paru saat pasien berumur 6 bulan.

3.2 Berdasarkan Tinjauan Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik saat pasien pertama kali masuk didapatkan keadaan umum
pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis (GCS : E4/V5/M6) dengan
tanda-tanda vital demam 38.2°𝐶 dengan frekuensi napas 50x/menit. Selain itu juga
ditemukan napas cuping hidung, retraksi sela iga dan pada auskultasi paru di temukan rhonki
basal halus pada kedua lapang paru.

Pada pemeriksaan hematologi (H2TL) pada tanggal 16 Oktober 2017 ditemukan


leukositosis (12.1 ribu/uL) yang menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks tanggal 16 Oktober 2017 didapatkan bercak
infiltrat pada kedua lapang paru. Kesan : Bronkopneumonia.

30
Pada teori gambaran foto thoraks bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus
merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

3.3 Berdasarkan Tinjauan Penatalaksanaan

Pada pasien ini diberikan antibiotik dan antipiretik. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis
“Bronchopneumonia”. Sehingga pengobatannya dapat dilanjutkan.

31
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Kartasasmita C B, Basir D. Buku Ajar Respirologi Ikatan Dokter Anak


Indonesia. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. P. 162-227
2. Pudjiadi H, Hegar B, Handryastuti S, Idris N S, et al. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2011. P. 323-328
3. Anwar A, Dharmayanti I. Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.2014:8:8:359-365
4. Hartati S, Nurhaeni N, Gayatri D. Faktor Risiko terjadinya Pneumonia
pada Anak Balita. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2012:13:1:13-20
5. Driver C. Pneumonia part 1 : pathology, presentation and prevention.
British Journal of Nursing. 2012:21:2:103-106
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia : Pneumonia Komuniti. 2003. Jakarta :
PDPI
7. Weber M, Handy F. Situasi Pneumonia Balita di Indonesia. Buletin
jendela Epidemiologi. 2010:3:1-10. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

32

Anda mungkin juga menyukai