Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KEANEKARAGAMAN GEN
A.PENGERTIAN
Keanekaragaman gen adalah keanekaan individu di dalam suatu
spesies. Keanekaan ini disebabkan oleh perbedaan genetis antar individu. Gen
adalah factor pembawa sifat yang dimiliki oleh setiap organisme serta dapat
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keanekaragaman genetik ini
merupakan tingkat keanekaragaman hayati yang paling luas/besar. Hal ini disebabkan
karena setiap organisme atau individu memiliki variasi komposisi susunan gen masing-
masing yang diwariskan dari induknya. Sehingga antar organisme memiliki karakteristik
yang berbeda. Karena variasi genetik inilah di dunia ini tidak ada makhluk hidup yang sama
persis dan membuat semakin banyak variasi dari keanekaragaman tingkat gen itu sendiri.

B. KONDISI KEANEKARAGAMAN GENETIK


Musliadi (2011) menyatakan bahwa ancaman terhadap keanekaragaman hayati di
Indonesia umumnya disebabkan oleh kerusakan dan pemanfaatan yang berlebihan.
Fenomena perubahan iklim akhir-akhir ini juga merupakan suatu ancaman serius bagi
keberlangsungan hidup keanekaragaman hayati di Indonesia. Dengan naiknya suhu
global rata-rata permukaan bumi sebesar 1,5 – 2,5oC risiko kepunahan tumbuhan dan
hewan akan meningkat menjadi sebesar 20-30 %. Adapun ancaman terhadap
keanekaragaman hayati, yaitu:
1) Perubahan ekosistem
Ancaman yang paling utama dalam pelestarian keanekaragaman hayati adalah
terjadinya perubahan ekosistem. Perubahan ekosistem ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor baik faktor dari alam maupun akibat aktivitas manusia yang merugikan
bagi lingkungan. Dengan berubahnya ekosistem yang sejatinya menjadi habitat asli
dari suatu organisme maka dapat mengancam keberadaan suatu organisme lokal.
Akibatnya organisme tersebut tidak dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi
lingkungan barunya, sehingga mengurangi sifat genetik yang mampu diwariskan
kepada keturunannya dan merubah kenampakan maupun sifat yang dimiliki atau
bahkan dapat menyebabkan kepunahan suatu organisme karena seleksi alam.
2) Perburuan dan perdagangan illegal satwa liar
Perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar merupakan ancaman serius bagi
kelangsungan hidup satwa tersebut. Tingginya harga barang-barang kerajinan yang
berasal dari bagian tubuh satwa liar merupakan pemicu peningkatan perburuan dan
perdagangan ilegal satwa liar.
Kuota tangkap monyet ekor panjang kembali naik. Untuk tahun 2008,
berdasarkan rekomendasi dari LIPI, kuota tangkap keseluruhan adalah 5.100 ekor,
dengan rincian 2.000 ekor untuk induk penangkaran, 3.000 untuk riset biofarma, dan
100 ekor untuk PS IPB. Kuota tangkap ini belum disahkan oleh Departemen
Kehutanan atau masih dalam proses. Pada tahun 2007, kuota tangkap monyet ekor
panjang 4.100. Sedangkan pada tahun 2006, kuota tangkap dari alam untuk monyet
ekor panjang adalah 2.000 ekor yang dimanfaatkan hanya untuk pengganti induk
tangkar.
Jika rekomendasi LIPI tersebut disahkan, tentunya mengancam keberadaan
monyet ekor panjang di alam. Belum lagi pada banyak kasus, kuota tangkap banyak
disalahgunakan untuk penangkapan dengan tujuan perdagangan ilegal. Kuota tangkap
dari alam yang dikontrol pemerintah secara resmi pada tahun 2007 hanya 4.100 ekor.
Akan tetapi berdasarkan pantauan, penangkapan dari alam yang dijual bebas di pasar
burung di Pulau Jawa dan Bali pada tahun 2007 tidak kurang dari 5.000 ekor. Belum
lagi di pulau-pulau lain yang masih banyak eksplotasi monyet ekor panjang ini.
3) Konflik Manusia dan satwa
Konflik antara manusia dan satwa liar cenderung semakin meningkat. Konflik
ini terjadi karena aktivitas manusia di sekitar habitat satwa liar semakin tinggi yang
mengganggu ketersediaan air, satwa mangsa dan ruang jelajah bagi satwa liar tersebut.
Kerusakan tanaman pertanian dan perkebunan serta ternak sering terjadi akibat konflik
antara manusia dan satwa liar. Namun pada akhirnya seringkali satwa liar yang
berkonflik dengan manusia ini yang menjadi korban.
Berdasarkan hasil patroli Wildlife Response Unit di sekitar Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, pada sekitar bulan Maret dan April 2008 telah terjadi konflik
antara manusia dan harimau yang mengakibatkan kerugian 5 ekor kambing, 3 ekor
anjing dan 1 orang korban jiwa serta 1 ekor harimau.
4) Sumber Daya Genetik
Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya genetik (SDG) belum
memanfaatkan SDG asli Indonesia secara optimal. Banyak SDG yang dibudidayakan
dan dimanfaatkan di Indonesia berasal dari negara lain. Sebaliknya, negara lain sudah
banyak memanfaatkan SDG yang berada di Indonesia. Banyak SDG Indonesia diteliti
dan dimanfaatkan negara lain untuk dijadikan obat komersial dan dipatenkan. Apabila
pemanfaatan SDG Indonesia ini terus dibiarkan, kondisi ini akan menjadi ancaman
bagi kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Penggunaan varietas unggul secara
monokultur, juga akan menggusur varietas lokal dan mempersempit basis genetis
tanaman pertanian yang akhirnya berpotensi terhadap kepunahan varietas lokal
tersebut.
5) Aspek Kultural Sumber Daya Hayati di Indonesia
Indonesia memiliki kurang lebih 350 etnis dengan keanekaragaman agama,
kepercayaan, dan adat istiadatnya. Dalam upacara ritual keagamaan atau dalam
upacara adat banyak sekali sumber daya hayati yang dipergunakan. Sebagai contoh,
ummat Islam menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa pada setiap hari raya
korban, sedangkan umat nasrani memerlukan pohon cemara setiap natal. Umat Hindu
membutuhkan berbagai jenis sumber daya hayati untuk setiap upacara keagamaan
yang dilakukan. Banyak jenis pohon di Indonesia yang dipercaya sebagai pengusir roh
jahat atau tempat tinggal roh jahat seperti beringin, bambu kuning (di Jawa). Upacara
kematian di Toraja menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang dianggap mempunya
nilai magis untuk ramuan memandikan mayat misalnya limau, daun kelapa, pisang dan
rempah-rempah lainnya. Disamping itu dipergunakan pula kerbau belang. Pada
upacara ngaben di Bali dipergunakan 39 jenis tumbuhan. Dari 39 jenis tersebut banyak
yang tergolong penghasil minyak atsiri dan bau harum seperti kenanga, melati,
cempaka, pandan, sirih dan cendana. Jenis lain yaitu dadap dan tebu hitam diperlukan
untuk, kelapa gading diperlukan untuk menghanyutkan abu ke sungai.
C. Upaya pelestarian keanekaragaman hayati tingkat gen
Menurut Naomi (2013), agar keanekaragaman makhluk hidup dapat terus lestari dan
mampu memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada manusia, pemanfaatannya harus
secara bijaksana. Beberapa usaha penyelamatan dan pelestarian keanekaragaman
makhluk hidup sebagai berikut.
1) Sistem tebang pilih dengan cara memilih tanaman yang bila ditebang tidak sangat
berpengaruh terhadap ekosistem.
2) Peremajaan tanaman dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan hasil
dengan mempersiapkan tanaman pengganti.
3) Penangkapan musiman yang dilakukan pada saat populasi hewan paling banyak dan
tidak pada saat kondisi yang dapat mengakibatkan kepunahan. Contohnya tidak
berburu pada saat musim berkembang biak.
4) Pembuatan cagar alam dan tempat perlindungan bagi tumbuhan dan hewan langka
seperti suaka margasatwa dan taman nasional. Tempat-tempat tersebut melindungi
flora atau fauna yang sudah terancam punah.
Perlindungan (konservasi) keanekaragaman hayati bertujuan untuk melindungi flora
dan fauna dari ancaman kepunahan. Konservasi dibagi dua macam, yaitu:
1) In Situ
In situ adalah konservasi flora dan fauna yang dilakukan pada habitat asli.
Misalnya memelihara ikan yang terdapat di suatu danau yang dilakukan di danau
tersebut, tidak dibawa ke danau lain atau sungai. Ini dilakukan agar lingkungannya
tetap sesuai dengan lingkungan alaminya. Meliputi 7 kategori, yaitu cagar alam, suaka
margasatwa, taman laut, taman buru, hutan, atau taman wisata, taman provinsi, dan
taman nasional.
2) Ex Situ
Ex situ adalah konservasi flora dan fauna yang dilakukan di luar habitat asli,
namun kondisinya diupayakan sama dengan habitat aslinya. Perkembangbiakan hewan
di kebun binatang merupakan upaya pemeliharaan ex situ. Jika berhasil
dikembangbiakan, sering kali organisme tersebut dikembalikan ke habitat aslinya.
Contohnya, setelah berhasil ditangkar secara ex situ, jalak Bali dilepaskan ke habitat
aslinya di Bali. Misalnya: konservasi flora di Kebun Raya Bogor dan konservasi fauna
di suaka margasatwa Way Kambas, Lampung.

Anda mungkin juga menyukai