Anda di halaman 1dari 23

COMBUSTIO LUKA BAKAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari

peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari – hari

sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai

orang tua dengan kelainan yang berat, melakukan pembedahan yang berlangsung berjam-jam

dengan aman tanpa rasa sakit sedikit pun adalah akibat dukungan tindakan anestesi yang

canggih.

Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani a = tanpa dan aesthesis = rasa, sensasi yang berarti

keadaan tanpa rasa sakit. Sedangkan anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang

mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan

keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian

bantuan hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan

nyeri menahun.

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus

dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu

operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari

persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan

pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa

anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Total Intra Venous Anestesia merupakan salah satu macam anestesi umum. Anestesi umum

adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran

dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,

analgesi, dan relaksasi otot.

1.2 BATASAN MASALAH

Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, status anastesi secara

singkat dan pembahasan mengenai anastesi pada debridement.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:

 Melaporkan kasus general anestesi pada debridement.

 Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

 Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan

Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan

Kepanjen Malang.

BAB II

STATUS PENDERITA

1.1 IDENTITAS PENDERITA

 Nama : Ny. W

 Umur : 26 tahun

 Alamat : Pagelaran
 Kelamin : Perempuan

 Pekerjaan : IRT

 Status : Menikah

 Pendidikan : SMA

1.2 ANAMNESA

1. Masuk rumah sakit tanggal : 30 November 2011 jam 07.30

1. Keluhan utama : Luka bakar karena tersiram air panas

2. Keluhan penyerta :

Pasien datang ke RSUD Kanjuruhan dengan keluhan adanya luka bakar karena

tersiram air panas pada lengan kiri, perut, punggung, serta paha kanan dan kiri. Keluarga

pasien mengatakan sebelumnya pasien pingsan kemudian menabrak panci yang berisi air

panas. Kulit pada tubuhnya yang terkena siraman air panas mengelupas hingga berwarna

kemerahan dan ada juga yang berbentuk gelembung-gelembung seperti berisi cairan.

Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien sempat di guyur dengan air, pasien tidak mengeluh

sesak.

1. Riwayat penyakit dahulu : Alergi (-), batuk menahun/batuk darah (-), sesak (-),

kejang(-), sebelumnya pasien telah menjalani operasi curettage.

2. Riwayat penyakit keluarga : Darah tinggi (-), Kencing manis (-), Alergi (-),

batuk menahun/batuk darah (-), sesak (-), sakit jantung (-)

3. Riwayat pengobatan : (-)

1.3 PEMERIKSAAN FISIK PRE-OPERATIF

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit, regular

Suhu : 36,5o C

Keadaan Umum

Konjungtiva Anemis : -/-

Gigi : Caries (-)

Sianosis :-

Saluran Napas Bagian Atas

Obstruksi : tidak

Mallampati : Derajat 1

Sistem Pernapasan

Batuk : (-) Sputum : (-)

Wheezing : (-/-) Sesak napas : (-)

Bentuk Dada

Ekspansi Normal : (+)

Perkusi : Sonor

Auskultasi

Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Sistem Kardiovaskuler
Auskultasi bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Kulit tampak engelupas, hiperemi (+)

Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : edema (-/-), kulit tampak mengelupas, hiperemi (+)

Status lokalis :

 Lengan kiri :9%

 Badan Depan :9%

 Badan Belakang :9%

 Tungkai : 18 %

Total : 45%

Kedalaman luka à derajat II A

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab Darah tanggal 30 November 2011

Hemoglobin 12,5 g/dL

Hematokrit 36,8 %

Erotrosit 4,36 juta/cmm

Leukosit 20.300 sel/cmm

Trombosit 391.000 sel/cmm


Masa Perdarahan 1’00”

Masa Pembekuan 10’30”

HBsAg Non Reaktif

1.5 RESUME

Ny. W umur 26 tahun datang dengan keluhan luka bakar karena tersiram air panas pada

lengan kiri, perut, punggung, serta paha kanan dan kiri. Kulit yang terkena siraman air panas

mengelupas hingga berwarna kemerahan dan ada juga yang berbentuk gelembung-gelembung

seperti berisi cairan. Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien sempat di guyur dengan air.

Pemeriksaan fisik didapatkan Tensi 110/70 mmHg, Nadi 92 x/menit, pernafasan 18

x/menit, suhu 36,5o C. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, pemeriksaan status

lokalis didapatkan total luas luka bakar 45% dan kedalaman luka derajat II A.

1.6 DIAGNOSIS

Combustio grade II A dengan luas 45%

1.7 PENATALAKSANAAN

ü Medikamentosa

1) Terapi cairan : (% luka bakar x BB (kg) x 4 cc)

45 x 50kg x 4cc = 9000cc/24jam

Hari I = ½ x 9000cc = 4500cc dalam 8 jam

½ x 9000cc = 4500cc dalam 16 jam


Hari II = ½ x 9000cc/24jam = 4500cc/24jam

2) Cefotaxim 3 x 1g iv

3) Ketorolac 3 x 30mg iv

ü Bedah

Pro Debridement

1.8 LAPORAN ANESTESIA


STATUS ANESTESI

KETERANGAN UMUM

Nama penderita : Ny. S Umur : 28 thn, JK : P , Tgl : 01 Desember 2011

Ahli bedah : dr. W, Sp.OG Ahli anastesi : dr.W, Sp.An

Ass. Bedah :- Prwt. Anastesi : -

Diagnose Pra bedah : Luka Bakar derajat II dengan luas %

Jenis pembedahan : Debridement

Diagnose pasca bedah : Post Debridement

Jenis anastesi : TIVA

KEADAAN PRABEDAH

Keadaan umum : gizi kurang/cukup/gemuk/anemis/sianosis/sesak

Tekanan darah :100/70 Nadi: 80x/mnt Pernapasan : 18x/mnt, Suhu : 36,5°C, Berat badan : ±

50 kg, Golongan darah : -

Hb: 12,5 gr%, Lekosit : 20.300 /uL, PVC : 36,8%, Lain-lain : -

Penyakit-penyakit lain: – STATUS FISIK ASA: 1234 Elektif darurat

PREMEDIKASI : S. Atropin……mg Valium……………mg Petidin…………mg

DBP…….mg Lain-lain……………Jam :………………IMIV Lain-lain Efek:…….

POSISI : Supine/prone/lateral/lithotomic/lain-lain AIRWAY : masker

muka/endotraheal/traheostomi/ lain-lain

TEKNIK ANASTESI : Semi closed/closed/spinal/Epidural/Blok Saraf/Lokal/lain2


PERNAPASAN : SPONTAN/ASSISTED/KONTROL

Mulai anestesi : pukul 08.55 WIB

Selesai anestesi : pukul 09.55 WIB

OBAT ANESTESI

1. Sedacum 2mg 3. Ketamin 100mg 5. Ketamin 25mg

2. Metoclorpramide 10mg 4. Ketamin 50mg 6. Ketorolac 30mg

RR N TD Waktu

40 220

36 180

32 160

28 160 140

24 140 120

20 120 100

16 100 80

12 80 60

8 60 40

40 20

0 0

Anest Operasi

O2 2 Lmnt

N2O … Lmnt

Halotan.vol%

Etran…..vol%

Isofluran …%
Infus Transfusi

Keterangan : V sistolik O nadi A->anastesi mulai O-> operasi mulai

ˆ diastolic X napas <-A anastesi berakhir <-O operasi berakhir


Jumlah cairan didapat : Jumlah perdarahan : minimal

Maintenance = 2cc x 50 kgBB = 100cc/jam

SO = 5cc x 50 kgBB = 250cc/jam__

350cc/jam

DO = RL 500 cc

Pasca Bedah di Ruang Pemulihan

Keadaan Umum : Sadar

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : Baik

Aldrete Skore :9

NO PENILAIAN NILAI

Merah muda 2

Pucat 1

Sianotik 0
1. WARNA

2. PERNAFASAN Dapat bernafas dalam dan batuk 2


Dangkal namun pertukaran udara

adekuat 1

Apnea atau obstruksi 0

Tensi menyimpang <20% dari

normal
2
Tensi menyimpang 20-50%
1
dari normal

Tensi menyimpang >50% dari normal 0


3. SIRKULASI

Sadar, siaga dan orientasi 2

Bangun namun cepat kembali tertidur 1

Tidak berespon 0
4. KESADARAN

2
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan

Dua ekstremitas dapat digerakkan 1

Tidak bergerak 0
5. AKTIVITAS

Instruksi Pasca Bedah

Awasi : Vital sign dan kesadaran tiap 15 menit

Posisi : Berbaring terlentang sampai sadar baik

Makan/minum : Sadar baik, pusing (-), mual (-), muntah (-) coba minum
Infus/transfusi : RL 1500 ml/24 jam

Obat-obatan : Ketorolac 3x30mg

Lain-lain : Bila tensi <90mmHg beri extra RL 500ml dalam 30 menit, bila perlu beri

ephedrine 10mg

Follow up tgl 02 Desember 2011

S = nyeri (+), mual muntah (+)

O = KU : cukup, vital sign : T = 100/70 mmHg, N = 86, S = 36,8˚C

A = post debridement hari I

P = RL 25 tpm

Cefotaxime 3x1g

Metronidazole 3x500mg

Ranitidin 2x1amp

Ketorolac 3x30mg

Follow up tgl 03 Desember 2011

S = nyeri (+), mual muntah (-)

O = KU : cukup, vital sign : T = 100/70 mmHg, N = 88, S = 36,5˚C

A = post debridement hari II

P = RL 25 tpm Ranitidin 2x1amp


Cefotaxime 3x1g Ketorolac 3x30mg

Metronidazole 3x500mg

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

COMBUSTIO

Combustio atau Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan

kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam

(Syamsuhidayat, 2007).

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber,

penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6

tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut :

1. Luka bakar derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak

dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan

terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

1. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses

eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2

(dua) bagian :

 Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan

dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

 Derajat II dalam / deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan

epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan

disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

1. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai

jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa

elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat

sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang

dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung

sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine

atau rule of Wallace:

1. Kepala dan leher : 9%

2. Lengan masing-masing 9% : 18%

3. Badan depan 18% : 36%

4. Tungkai masing-masing 18% : 36%

5. Genetalia perineum : 1%

Total : 100 %

ANESTESI
Definisi

Anestesi merupakan suatu peristiwa hilangnya sensasi, perasaan nyeri bahkan hilangnya

kesadaran sehingga memungkinkan dilakukan pembedahan. Tujuan anestesi yaitu :

 Hipnotik

 Analgesi

 Relaksasi otot

Penyebab kematian pada tindakan anestesi berupa aspirasi, tidak adekuatnya pernafasan

sehingga pasien mengalami hipoksia, tidak berfungsi dengan baik mesin anestesi, reaksi

alergi.

Klasifikasi anestesi, yaitu :

1. Anestesi Umum

2. Anestesi Lokal

3. Anestesi Regional

ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal

terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum :

1. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau

induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat

digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral

dikombinasikan dengan cara lain.

2. Parekteral. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi

yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan oksigen)

dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan

parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat

anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat

memberi anestesi yang adekuat.

BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM

1. INHALASI dengan Respirasi Spontan

A. Sungkup wajah

B. Intubasi endotrakeal

C. Laryngeal mask airway (LMA)

2. INHALASI dengan Respirasi kendali

A. Intubasi endotrakeal

B. Laryngeal mask airway

3. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)

A. Tanpa intubasi endotrakeal

B. Dengan intubasi endotrakeal

ANESTESI INTRAVENA

Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesia,

tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic

misalnya thiopental, ketamin, dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya

menggunakan propofol.

a) Tiopental

Thiopental (pentotal,tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning,

berbau belerang, biasanya dalam bentuk ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan

dilarutkan dalam aquades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg). Thiopental hanya
boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikkan perlahan-lahan

dihabiskan dalam 30-60 detik.

Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan

menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan menyebabkan vasokontriksi dan

nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi

lidokain. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan thiopental akan menyebabkan pasien

berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi nafas.

Thiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diduga

dapat melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Kontra

indikasinya adalah status asmatikus, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnue berat, asma

bronchial, versi ekstraksi, miastenia gravis. Keuntungannya adalah induksi mudah dan cepat,

tidak ada delirium, masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan nafas, sedangkan

kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernafasan, depresi kardiovaskular,

cenderung menyebabkan spasme taring, relaksasi otot perut dan bukan analgetik.

Thiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas,

sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi. Thiopental dapat

diberikan secara kontinyu pada kasus tertentu di unit perawatan intensif, tetapi jarang

digunakan untuk anestesia intavena total.

b) Propofol

Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25%

gliserol dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh

GABA. Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena sering


menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg

intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untu anestesia intravena total 4-12

mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intesif 0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya

boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan

pada wanita hamil tidak dianjurkan. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena

besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.

c) Ketamin

Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthesia. Indikasi pemakain

ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan nafas yang sulit, prosedur diagnosis,

tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk dan asma. Ketamin (ketalar)

kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan

kabur dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya diberikan midazolam (dormikum) atau diazepam (vallum)

terlebih dahulu dengan dosis 0,05-0,08 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg.

Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan

10% (1 ml = 100 mg).

d) Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid

tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan
kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg

dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

PENATALAKSANAAN

Persiapan pre bedah dilakukan oleh pasien sebelumnya, sehingga diperlukan kunjungan pra

anestesi yang bertujuan untuk mengurangi kesakitan operasi, meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan. Penilaian yang dilakukan sebelumnya meliputi identitas penderita,

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, status fisik. Anamesis dilakukan

untuk mengetahui riwayat pasien seperti, hipertensi, jantung, asma, alergi tidaknya terhadap

makanan tertentu atau sesaat sebelum minum obat, serta riwayat operasi.

Hal ini dikarenakan terdapat obat-obatan tertentu yang dapat menimbulkan efek samping

sampai 3 bulan, seperti halotan. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan gigidan pemeriksaan

fisk sistemik tentang keadaan umum seperti inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi semua

system organ. Pemeriksaan laboratorium harus sesuai indikasi. Pemeriksaan yang biasa

dilakukan seperti darah rutin dan urinalisa. Pada pasien diatas 50 tahun dilakukan

pemeriksaan EKG dan foto thorax. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium dapat dinilai kebugaran pasien atau menggunakan penialain dari ASA.

Klasifikasi ASA :

• ASA I asien sehat organic, fisiologik, psikiatri, biokimia.

• ASA II asien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

• ASA III asien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

• ASA IV asien dengan penyakit sistemik berat, sehingga tak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
• ASA V asien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

1. A. Premedikasi

Pemberian obat premedikasi bertujuan :

ü Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan

ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesik).

ü Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi.

ü Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi.

ü Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pasca anestesi.

ü Menciptakan amnesia.

ü Mengurangi stress fisiologis (takikardi, nafas cepat).

ü Mengurangi keasaman lambung/isi cairan lambung.

ü Mengurangi reflex yang membahayakan.

1. B. Induksi Anestesi

Tindakan anestesi dengan cara intravena yaitu dengan induksi bolus dengan kecepatan 30 –

60 detik. Selama induksi intravena perlu dimonitoring tanda-tanda vital sign, pemberian

oksigen. Obat yang biasa sering dipakai adalah propofol dengan dosis 2-3 mg/kgBB iv dan

ketamin dengan dosis 1 – 4,5 mg/kgBB iv.

1. C. Post Anestesi
Stress pasca operasi sering terjadi gangguan nafas, kardiovaskular, mual-muntah, menggigil,

kadang-kadang perdarahan. Pasca operasi berada di ruang recovery. Di unit ini pasien dinilai

tingkat pulih sadarnya.

 Observasi dan monitor tanda vital (nadi, tensi, respirasi)

 Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan (tekanan darah dan nadi

cepat) atau karena hipoksia (tekanan darah turun dan nadi cepat) misal karena

perdarahan (hipovolemia).

 Bila kesakitan beri analgetik NSAID/Opioid.

 Jika hipoksia cari sebabnya dan atasi penyebabnya (obstruksi jalan nafas) karena

secret/lender atau lidah jatuh ke hipofharing).

 Oksigen via nasal kanul 3-4 liter, selama pasien belum sadar betul tetep diberikan.

 Pasien dapat dikirim kembali ke bangsal/ruangan setelah sadar, reflek jalan nafas

sudah aktif, tekanan darah dan nadi dalam batas-batas normal.

 Pasien bisa diberi makan dan minum jika flatus sudah ada, itu bukti peristaltik

usus sudah normal.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ny. W umur 26 tahun datang ke RSUD Kanjuruhan dengan keluhan luka bakar karena

tersiram air panas pada lengan dan tangan kiri, perut, punggung, bokong, serta paha kanan

dan kiri. Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien pingsan kemudian menabrak panci

yang berisi air panas. Kulit pada tubuhnya yang terkena siraman air panas mengelupas hingga
berwarna kemerahan dan ada juga yang berbentuk gelembung-gelembung seperti berisi

cairan. Sebelum dibawa ke rumah sakit pasien sempat di guyur dengan air.

Pemeriksaan fisik didapatkan Tensi 100/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, pernafasan 18

x/menit, suhu 36,5o C. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leikositosis, pemeriksaan status

lokalis didapatkan total luas luka bakar 45% dan kedalaman luka derajat II A., Hasil lab. Tgl

30 November 2011: Hb 12,5 gr/dL, Status Anestesi: KU : Cukup, Airway : clear,

Breathing : spontan, GCS: E4V5M6, Status Fisik : ASA II, Diagnosis : Combustio grade II A

dengan luas 45%, Penatalaksaan : Debridement. Teknik anestesi : TIVA.

DAFTAR PUSTAKA

David S. Perdanakusuma. 2006. Penanganan Luka bakar. Airlangga University Press.

Katzung, G.B. (1998). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi Keenam. Alih Bahasa Staf

Dosen FK Universitas Sriwijaya. Jakarta: EGC


Latief, Said. A. Suryadi, Kartini. A. Dachlan, M. Ruswan. (2001). Petunjuk Praktis

Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UI:

Jakarta.Pharos Indonesia (2009).

M Sjaifudin Noer. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press.

Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Diakses pada

tanggal 07 Desember 2011

R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.

EGC.

Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care

Nursing Clinics of North America, 3(2),185

Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),

Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.

Anda mungkin juga menyukai