Anda di halaman 1dari 11

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidyahNya kepada kita semua sehingga makalah ini dapat menyelesaikan
dengan tepat pada waktunya. Walaupun saya sadar bahwa makalah masih jauh apa yang
menjadi harapan dari pembimbing. Namun sebagai awal pembelajaran dan agar
menambah spirit, bukan sebuah kesalahan jika saya mengucapkan kata syukur..
Kesalahan dalam makalah ini jelas ada. Namun bukanlah kesalahan yang tersengaja
melainkan karena kekhilafan dan kelupaan. Dari kesemua kelemahan tersebut kirannya
dapat dimaklumi.

Terimakasih saya ucapkan pula kepada teman-teman yang telah memberikan


banyak saran dan pengetahuannya sehingga menambah hal yang baru bagi saya.
Terutama sumbangannya dalam hal materil yaitu referensi yang berkaitan dengan
makalah ini.

Demikian, harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan
menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula, amien…!!!

Blangkejeren Juli 2018

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1.Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3.Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
1.4.Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... 3


2.1. Pengertian Wayang............................................................................ 3
2.2. Sejarah/ Asal Usul Wayang ............................................................... 3
2.3. Ciri-ciri Wayang ................................................................................ 4
2.4. Jenis-Jenis Wayang ........................................................................... 5
2.6. Proses Pembatan Wayang ................................................................ 6

BAB III. PENUTUP ....................................................................................... 7


3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Balakang Masalah


Sebelum Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu dan Budha telah berkembang
dan mendarah daging selama ratusan tahun. Wayang kulit adalah salah satu wujud
kebudayaan yang telah berkembang. Sulit untuk mencabut suatu kebudayaan yang telah
tertanam dengan begitu kuat kemudian diganti dengan kebudayaan yang bernafaskan Islam.
Dalam suatu pertunjukan wayang kulit, biasanya menceritakan suatu lakon yang
mengungkapkan suatu permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat dan cara
penyelesaiannya. Lakon mempunyai maksud dan tujuan cerita yang dimainkan dalam wayang
kulit (Poerwandarminta, 1995: 552)
Kesenian wayang kulit mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kesenian yang
lainnya, kelebihannya adalah karena wayang kulit mempunyai kedudukan dan fungsi yang
cukup menonjol dalam kehidupan masyarakat. Dimana wayang kulit dapat digunakan sebagai
media pendidikan termasuk didalamnya pendidikan agama, media penerangan dan media
hiburan.
Wayang adalah sebuah seni pertunjukan khas Indonesia yang sudah sangat populer
baik itu di dalam atau luar pulau Jawa. Karya seni ini sudah dikenal masyarakat sejak zaman
pra sejarah. Kemudian pada saat masuknya pengaruh Hindu dan Budha, cerita dalam wayang
mulai mengadopsi kitab Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India. Lalu pada masa
pengaruh Islam, wayang oleh para wali digunakan sebagai media dakwah yang tentunya
dengan menyisipkan nilai-nilai Islam. Seni pewayangan merupakan perpaduan dari berbagai
seni seperti seni musik, seni ukir, seni lukis, kesusastraan, dan falsafah ( Sri Mulyono, :1979:
6)

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Wayang
2. Bagaimana Sejarah wayang?
3. Apa ciri-ciri wayang ?
4. Apa Saja Jenis-Jenis Wayang
5. Bagaimana Proses Pembuatan Wayang Secara Umum?

1
1.3. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Wayang !
2. Mengetahui Sejarah Wayang !
3. Mengetahui Ciri-ciri Umum Wayang !
4. Mengetahui Jenis-Jenis Wayang !
5. Mengetahui Proses Pembuatan Wayang Secara Umum !

1.4. Manfaat
1. Mengenal dan mengapresiasi salah satu budaya tradisional, yaitu seni wayang.
2. Meningkatkan kecintaan terhadap kesenian tradisional, terutama yang berasal dari
daerah sendiri.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Wayang
Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol
di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni
musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, wayang adalah boneka tiruan orang dan lain sebagainya yang
terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan lain sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk
memerankan tokoh di pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan lain sebagainya),
biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang.

2.2. Sejarah/Asal-Usul Wayang


Asal-usul wayang di dunia ada dua pendapat. Pertama, bahwa wayang berasal dan
lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan
dkemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil
penelitian sarjana-sarjana Barat, diantaranya Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan ini cukup kuat karena seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan
sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa, yakni Punakawan tokoh
yang terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong hanya dalam
pewayangan Indonesia dan tidak ada di Negara lain. Selain itu nama dan istilah teknis
pewayangan semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna) dan bukan bahasa lain.
Pendapat kedua diduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan
agama Hindu ke Indonesia. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya
pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahuripan (976-1012), yakni ketika
kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan
cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain naskah
sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja
Dyah Balitung (989-910) yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga
India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana
dan Mahabarata ke Bahasa Jawa Kuna, tetapi mengubahnya dan menceritakan kembali
dengan memasukkan falsafah Jawa Kuna kedalamnya.

3
Wayang sebagai satu pergelaran dan tontonan sudah dimulai ada sejak zaman
pemerintahan raja Airlangga. Kata “wayang” diduga berasal dari kata “wewayangan” yang
artinya bayangan. Untuk lebih menjawakan budaya sejak awal jaman Kerajaan Majapahit
diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Sejak itulah cerita-cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan
Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama
Islam, diantaranya para Wali Sanga.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga member pengaruh besar
pada budaya wayang, terutama konsep religi dari falsafah wayang itu. Sejak zaman Kartasura,
pengubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata semakin jauh dari
aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang,
termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam.

2.3. Ciri-ciri Wayang


1. Wayang Bersifat “Momot Kamot”. Wayang merupakan media pertunjukan yang dapat
memuat segala aspek kehidupan manusia (momot kamot). Pemikiran manusia, baik
terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum maupun pertahanan
keamanan dapat termuat di dalam wayang.
2. Wayang Mengandung Tatanan, Tuntunan, dan Tontonan. Di dalam wayang dikandung
tatanan, yaitu suatu norma atau konvensi yang mengandung etika (filsafat moral).
Norma atau konvensi tersebut disepakati dan dijadikan pedoman bagi para seniman
dalang. Di dalam pertunjukan wayang dikandung aturan main beserta tata cara
mendalang dan bagaimana memainkan wayang, secara turun temurun dan mentradisi,
lama kelamaan menjadi sesuatu yang disepakati sebagai pedoman (konvensi).
3. Wayang Merupakan Teater Total. Pertunjukan wayang dapat dipandang sebagai
pertunjukan teater total, artinya menyajikan aspek-aspek seni secara total (seni drama,
seni musik, seni gerak tari, seni sastra, dan seni rupa). Dialog antar tokoh
(antawecana), ekspresi narasi (janturan, pocapan, carita), suluk, kombangan,
dhodhogan, kepyakan, adalah unsur-unsur penting dalam pendramaan.

4
2.4. Jenis- Jenis Wayang
Di Indonesia, ada beragam jenis wayang. Wayang hadir dalam berbagai bentuk,
ukuran, dan medium, termasuk dalam bentuk gulungan gambar, kulit, kayu, dan topeng.
Namun, ada 5 jenis wayang yang paling populer yang akan saya sebutkan di bawah ini.
Mereka adalah:

1. Wayang beber
Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang
tertua di Indonesia. Dalam pertunjukan narasi ini,
lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang
dalang. Wayang beber tertua dapat ditemukan di
Pacitan, Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah
Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga
menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti
kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi
Sekartaji.

2. Wayang kulit
Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling
populer adalah wayang kulit atau wayang kulit purwa.
Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau
atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di
Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali
menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan
Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat
serta mitos sering digunakan.

3. Wayang Klitik (atau Karucil)


Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun
terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga
menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata
“klitik” berasal dari suara kayu yang bersentuhan di
saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian,
misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama

5
wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri,
dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini
dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.

4. Wayang golek

Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga


dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling
populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek,
yaitu wayang golek papak cepak dan wayang golek
purwa. Wayang golek yang banyak dikenal orang
adalah wayang golek purwa. Kisah-kisah yang
digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam,
seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir
Hamzah, pamannya Nabi Muhammad a.s.

5. Wayang wong
Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang
menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh
yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional.
Cerita yang sering digunakan adalah Smaradahana.
Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai
hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi
bentuk kesenian populer.

2.5. Proses Pembuatan Wayang.

Wayang terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan
mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan
menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini
menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting
karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa
digunakan dalam wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.

6
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu
India. Berdasarkan asal-usul wayang, ada dua pendapat, pertama bahwa wayang berasal dari
Pulau Jawa khususnya Jawa Timur, pendapat yang kedua bahwa wayang berasal dari India
dibawa ke Pulau jawa oleh agama Hindu. Wayang berasal dari cerita Ramayana dan
Mahabarata dn menjadi pertunjukkan dan tontonan, namun seiring dengan beiringan
masuknya Islam ke Jawa, sebagai bentuk dakwah Islam di Jawa wayang menjadi salah satu
bentuk akulturasinya.
Bentuk akulturasinya pada tokoh puntadewa, bima, arjuna, nakula-sadewa, dan yang
lain. Nilai pergelaran wayang diisyaratkan dengan nilai-nilai islam oleh para walisanga.
Adapun beberapa bentuk akulturasi Islam dengan kesenian wayang diantaranya; Kalimah-
Syahadah dipersonifikasikan dalam tokoh Puntadewa atau Samiaji sebagai saudara tua dari
Pandawa, shalat lima waktu dipersonifikasikan dalam tokoh Bima, zakat dipersonifiksikan
dengan tokoh ketiga dalam Pandawa yakni Arjuna. puasa Ramadhan dan Haji,
dipersonifikasikan dalam tokoh kembar Nakula-Sadewa.
Akulturasi yang dilakukan oleh walisanga dalam pagelaran wayang di daerah Jawa
tidak lepas dari misi dakwah yang diemban oleh Sunan Kalijaga, dengan melihat realitas
sosial pada saat itu yang menunjukan kentalnya kesenian wayang dalam kehidupan
masyarakat, mendorong sunan Kalijaga untuk menjadikan wayang sebagai salah satu metode
dalam dakwahnya, yaitu dengan memasukan ajaran-ajaran maupun nilai-nilai Islam seperti
aqidah, akhlak, dan ritual-ritual peribadatan dalam Islam.

7
DAFTAR PUSTAKA

ejournal.stain.pwt.ac.id (diakses pada 24 Mei 2012, pukul 15.25 WIB)


Sri Mulyono. 1979. Wayang dan Karakter Manusia. Jakarta:Gunung Agung
Tim penyusun Sena Wangi. 1999. Ensiklopedia Wayang. Jakarta: Sena Wangi
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
http://mediaonlinenews.com/dunia/asal-usul-wayang-kulit (dikases pada Minggu, 27 Mei
2012 pukul 09.57 WIB)
http://etd.eprints.ums.ac.id/4818/1/G000040007.pdf (diakses pada 24 Mei 2012, pukul
15.20 WIB)
http://hgbudiman.wordpress.com/2010/11/12/wayang-dawah-akulturasi-di-masa-
madya/ (diakses pada Minggu, 27 Mei 2012 pukul 09.53 WIB.)

Anda mungkin juga menyukai