Anda di halaman 1dari 3

1.

Makam Tralaya

Kompleks Makam Tralaya di Desa


Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto memang memiliki fungsi utama
sebagai tempat pemakaman. Fungsi makam itu
semakin meluas apabila dihubungkan dengan
angka tahun dan hiasan yang tertera pada
beberapa nisannya. Pada salah satu sisi
beberapa nisan terdapat angka tahun 1376 –

1611 M (Damais, 1995: 228-249). Berdasaran angka tahun tersebut dapat diberi makna bahwa pada
tahun 136 M telah ada orang Islam yang dikubur di Tralaya. Hal itu dapat dimaknai lebih luas
berdasarkan keletakan Makam Tralaya di bekas wilayah ibukota kerajaan Majapahit, sehingga dapat
digunakan sebagai petunjuk bahwa pada masa Majapahit sudah ada komunitas orang yang
beragama Islam.

Pada sisi yang lain dari beberapa nisan Makam Tralaya terdapat inskripsi beraksara dan berbahasa
Arab yang berupa doa dan kutipan ayat-ayat Al Qur’an. Inskripsi yang berupa doa merupakan
permohonan ampun kepada Allah. Doa yang dipahatkan pada nisan tersebut sangat cocok dengan
nifas kematian, sehingga diperkirakan bahwa pada masa itu sudah terdapat ulama Islam di ibukota
Majapahit sehingga dapat memilih doa inskripsi berbahasa dan beraksara Arab di beberapa nisan
Makam Tralaya juga berisi kutipan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist, dan doa yang berhubungan dengan
keimanan dan kematian (Kusen, Sumiaji, Inajati, 1993:110).

Beberapa inskripsi Arab tersebut masih sering diucapkan sebagai doa dalam upacara peguburan
maupun khotbah untuk mengingatkan orang pada keimanan Islam. Penulisan kutipan itu di nisan
kubur mungkin juga untuk mengingatkan orang pada keimanan Islam. Penulisan kutipan itu di nisan
kubur mungkin juga untuk mengingatkan para peziarah pada pokok-pokok ajaran Islam (Kusen,
Sumijati, Inajati, 1998: 110). Pemilihan ayat-ayat yang sesuai untuk ditempatkan di makam
menunjukkan telah adanya ulama Islam pada masa itu. Adanya ulama Islam pada masa Majapahit
dapat dihubungkan dengan sebutan beberapa bagian makam di kompleks Makam Tralaya dengan
tokoh ulama Islam pada masa itu, seperti makam Syekh Jumadil Qubro, Sunan Ngudung, dan
sebagainya. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada masa Majapahit telah ada masyarakat Islam
yang terorganisir dengan ulama sebagai pemimpinnya.

Berdasarkan kajian, ada beberapa inskripsi Arab pad nisan Makam Tralaya yang kurang lengkap
[

atau salah tulis, seperti tulisan “tahibbu” pada salah satu nisan yang seharusnya“tuhibbu” (Damais,
1995 : 275). Hal itu dapat menunjukkan bahwa penulisnya mungkin bukan orang yang ahli
berbahsa Arab atau mungkin orang yang baru masuk Islam. Pada masa Majapahit tentu banyak ahli
pahat karena ditemukan arca-arca batu dari masa itu yang memiliki kualitas pahatan bagus, tetapi
mereka tentu belum pandai berbahasa dan menulis aksara Arab sehingga penulisan prasasti
beraksara dan berbahasa Arab sangat mungkin terjadi kesalahan.
Sementara itu, beberapa motif hias yang ditemukan dibeberapa nisan, seperti motif teratai, lontar,
dan surya/matahari (Surya Majapahit) dapat dimaknai lebih luas. Motif hias bunga teratai biasanya
banyak ditemukan pada pengarcaan dewa-dewi dalam agama Hindu dan Buddha. Motif ini biasanya
dihubungkan dengan air sebagai lambang kesuburan (Van der Hoop, 1949 : 258). Motif lontar yang
ditemukan bersamaan dengan hiasan sinar dapat dihubungkan dengan dunia tasawuf dalam Islam.
Hiasan motif lontar yang digulung pita dapat melambangkan ilmu pengetahuan, karena orang yang
berilmu dijanjikan akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah. Sementara itu, motif surya
dipakai sebagai simbol perwujudan, seperti bentuk roda matahari dan cakra (Van der Hoop, 1949 :
284). Daam konteks Islam, hiasan surya dapat dihubungkan dengan cahaya (an nuur) yang
melambangkan petunjuk Ilahi.

Motif hias pada nisan makam Tralaya dapat dimaknai bahwa pada masa Majapahit telah ada
akulturasi dan toleransi antara budaya Hindu-Buddha dan Islsam karena pada satu benda terdapat
simbol dari dua unsur budaya tersebut. Pada satu nisan terdapat hiasan teratai, lontar dan surya yang
sebelumnya merupakan lambang-lambang dari agama Hindu- Buddha tetapi juga dipakai pada
monumen Islam.(un)

2. Batu Nisan Makam Malulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy


lahir di Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Maulana
Ibrahim bersaudara dengan Maulana Ishak yang merupakan
ayah dari Sunan Giri, Ibrahim dan Ishak adalah anak dari
seorang ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubro.
Maulana Malik Ibrahim menikah dengan putrid raja dan
memiliki 2 orang putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel)
dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri.

Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 dan dimakamkan di kampong Gapura, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur. Proses pemugaran makam pertama kali dilakukan pada tahun 1910, pada saat
itu keadaan makam dan batu nisan sudah tidak lagi utuh, ada beberapa bagian yang hilang. Dalam
cungkup terdapat tiga makam dengan ornament dan ukuran yang berbeda. Tiga makam itu yaitu
sebelah kiri merupakan makam Maulana Malik Ibrahim, disebelahnya makam sang istri yaitu
Syayyidah Siti Fatimah, dan yang terakhir makam sang putera Syekh Maulana Maghfur, yang sisi
depannya dihiasi dengan relief ayat-ayat Al-qur’an dan makam dilindungi dengan pagar kayu
sampai dengan tahun 2014, sedangkan pada tahun 2015 pagar diganti dengan pagar jeruji besi. Pada
batu nisan terdapat tulisan arab yang berarti “ini adalah makam almarhum seorang yang dapat
diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang
Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi
kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama : Malik Ibrahim
yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga
menempatkan di surge. Ia wafat pada Senin 12 Rabi’ul Awwal 822 Hijriah.

Makam dikelilingi beberapa makam orang-orang terdahulu, serta banyak terdapat pohon kamboja
dan pohon lainnya yang cukup rindang. Disediakan juga lorong panjang dan lebar untuk para
peziarah saat peringatan Haul Maulana Malik Ibrahim yang jatuh pada 12 Rabi’ul Awwal. Diujung
lorong terdapat cungkup lagi yang didalamnya terdapat makam Maulana Ishak, beliau adalah
saudara kandung Maulana Malik Ibrahim dan makam Syekh Maulana Makhrubi.

2. Batu Nisan Makam Putri Cempa

Di sebelah timur laut dari Kolam Segaran ada komplek


makam yang dikelilingi tembok. Di dalam komplek itu ada
kelompok makam khusus dipagari tembok tersendiri.
Letaknya lebih tinggi dari yang lain pada teras yang
berukuran ± 3,60 x 3,60 meter.

Makam ini oleh penduduk dikenal sebagai makam Putri


Cempa. Lingkungan makam ini sudah sering mengalami
perubahan. Pada makam itu terdapat sebuah batu bertulis
yang memuat angka tahun 1370 C atau 1448 AD. jadi
menunjukkan masa akhir Majapahit.

Bagaimana asalnya komplek makam ini disebut makam Putri Cempa tidaklah jelas. Mungkin di
tempat itu memang dimakamkan seorang putri atau anggota keluarga raja yang berasal dari Campa.
Dalam sejarah dapat diketahui bahwa hubungan antara Indonesia dengan Campa atau negara-negara
di Asia Tenggara itu sudah berlangsung lama sejak sebelum zaman Majapahit. Dalam zaman
pemerintahan Hayam Wuruk pengaruh Campa itu nampak gelas pada arsitektur Candi Puri, makam
Putri Cempa ada makam Islam yang termasuk tua. Selain itu di Trowulan juga kita dapati lagi
beberapa makam Islam yang periodenya lebih jelas karena ma- sing-masing makam memuat angka
tahun. Makam tersebut terletak di kompleks makam Tralaya .

Anda mungkin juga menyukai