Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ISLAM NUSANTARA

ALKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA NUSANTARA

DALAM BIDANG ARSITEKTUR DAN KESENIAN

DOSEN PENGAMPU

UMI NAHDIYAH M. Pd.

DISUSUN OLEH:

1. M. Syakirul Bahron Niam (2374230010)


2. Intan Viviyanti Johar (2374230013)
3. Danang Saputra (2474230016)
4. Zulkhi Nisaa Atul Khoiriyah (2374230023)

1
KATA PENGANTAR

Penulis ucapkan syukur kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam
Nusantara dalam proses penyusunan makalah ini,kami mendapatkan bantuan,
bimbingan serta dukungan dari pihak, sehingga dalam kesempatan ini kami juga
bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Umi Nahdiyah M. Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Islam
Nusantara.
2. Semua anggota kelompok yang turut serta membantu pelaksanaan hingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini disusun untuk menjelaskan mengenai alkulturasi islam dan


budaya nusantara dalam bidang arsitektur dan kesenian. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa isi makalah ini masih belum sempurna oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca mengenai isi makalah ini.

2
DAFTAR ISI

Halaman judul……………………….……………………………………..............
1

Kata pengantar……………………….……………………………………..............
2

Daftar isi………………..........……….……………………………………..............
3

BAB I Pendahuluan……………………….……………………………………......
4
A. Latar belakang……………………….…………………………………….. 4
B. Rumusan masalah……………………….………………………………….
4
C. Tujuan……………………….……………………………………...............
4

BAB II Pembahasan……………………….…………………………………….....
5

BAB III Kesimpulan dan Saran ……………………….…………………………..


9

3
Daftar Pustaka……………………….…………………………………….............
10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di nusantara banyak terdapat bangunan yang akulturatif dan budaya non
fisik yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya lain.
Berkembangnya kebudayaan Islam di Kepulauan Indonesia telah menambah
khazanah budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan
corak kebudayaan bangsa Indonesia. Akan tetapi karena kebudayaan yang
berkembang di Indonesia sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat maka
berkembangnya kebudayaan Islam tidak menggantikan atau memusnahkan
kebudayaan yang sudah ada.
Dengan demikian terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan
kebudayaan yang sudah ada. Hasil proses akulturasi antara kebudayaan pra Islam
dengan ketika Islam masuk tidak hanya berbentuk fisik kebendaan seperti seni
bangunan, seni ukir atau pahat, dan karya sastra tetapi juga menyangkut pola
hidup dan kebudayaan non fisik lainnya.
B. Rumusan Masalah

4
1. Bagaimana alkulturasi seni bangunan antara kebudayaan pra-Islam dengan
kebudayaan Islam?
2. Bagaimana alkulturasi kesenian antara kebudayaan pra-Islam dengan
kebudayaan Islam?
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan utama untuk mengetahui alkulturasi
seni bangunan atau arsitektur dan kesenian antara kebudayaan pra-Islam dengan
kebudayaan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat menarik dan
alkulturatif. Banyak ditemui menara, masjid, dan bangunan lain di zaman
perkembangan Islam yang nampak ada perpaduan unsur budaya.
1. Masjid
Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak
ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan pra Islam yang
telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Ditinjau
dari segi etimologi, masjid berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
sajada-sujud-masjad/masjid. Sujud mengandung arti taat, patuh, dan
tunduk dengan hormat. Makna-makna ini diekspresikan secara
lahiriahnya dalam bentuk meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan
kaki ke bumi. Tempat yang dibangun khusus untuk melakukan sujud
seperti ini secara rutinitas disebut masjid. Dalam ilmu tata bahasa

5
Arab atau gramatikal bahasa Arab kata masjid dinamakan ismu
makan, yaitu kata benda yang menunjukkan pada arti tempat. Jadi
masjid berarti tempat bersujud. Inilah pengertian sehari-hari bagi
umumnya umat Islam, masjid sebagai bangunan tempat mendirikan
shalat bagi umat Islam.1
Corak bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai
perbedaan bila dibandingkan dengan corak masjib-masjid di negara
lain. Kekhasan corak tersebut mungkin disebabkan faktor
keuniversalan yang terkandung dalam pengertian masjid menurut
hadist, dan tidak adanya aturan yang tercantum dalam ayat-ayat al
Quran bagaimana seharusnya membuat bangunan masjid kecuali
arahnya menghadap kiblat. Dengan demikian, dalam dunia Islam,
kalangan arsitek dan masyarakat Muslim mempunyai kebebasan
untuk berkreasi membuat bangunan masjid.2
Ada banyak masjid di Indonesia yang memperlihatkan
kekhasan arsitektur diantaranya adalah Masjid Agung Demak, Masjid
Agung Banten, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung
Yogyakarta, Masjid Agung Surakarta, Masjid Angke Jakarta, dan
masih banyak lainnya. Kekhasan masjid-masjid kuno tersebut
antaranya:
1) Denahnya segi empat atau bujur sangkar dan berbentuk
pejal.
2) Atapnya bertumpang atau bertingkat dua, tiga, empat,
lima, atau lebih dan makin ke atas makin lancip.
3) Mempunyai serambi di depan atau di samping rungan
utama.
4) Di depan atau di samping masjid biasanya terdapat kolam.
5) Di sekitar masjid diberi pagar tembok dengan satu, dua,
atau tiga buah gerbang.

1
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Grafiti Press, 1990).
2
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara,(Jakarta; PT. Gramedia: 2009), hal. 237.

6
Dan ada juga beberapa masjid yang memperlihatkan corak budaya
lokalnya misalnya masjid di Sumatera yang bagian atap masjid
berbentuk seperti atap rumah gadang.

Kekhasan masjid-masjid kuno beratap tumpang yang berasal


dari abad ke-16 sampai 18 Masehi tersebut, tak lain mengambil
bentuk bangunan masa pra-Islam islam yang biasa disebut meru. Yang
mulai dikenal dengan relief-relief candi di Jawa Timur seperti pada
candi Surawana, Penataran, Kedaton dan masih banyak lainnya.3
Pijper berpendapat bahwa bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia
tak ada persamaan dengan negeri-negeri Islam lain, memiliki
kekhasan yang di pengaruhi bangunan candi.4

2. Makam
Makam-makam yang lokasinya di dataran dekat masjid agung,
bekas kota pusat kesultanan antara lain makam sultan-sultan Demak
di samping Masjid Agung Demak, makam raja-raja Mataram-Islam
Kota Gede (D.I. Yogyakarta), makam sultan-sultan Palembang,
makam sultan-sultan di daerah Nanggroe Aceh, yaitu kompleks
makam di Samudera Pasai, makam sultan-sultan Aceh di Kandang
XII, Gunongan dan di tempat lainnya di Nanggroe Aceh, makam
sultan-sultan Siak Indrapura (Riau), makam sultan-sultan Palembang,
makam sultan-sultan Banjar di Kuin (Banjarmasin), makam sultan-
sultan di Martapura (Kalimantan Selatan), makam sultan-sultan Kutai
(Kalimantan Timur), makam Sultan Ternate di Ternate, makam sultan-
sultan Goa di Tamalate, dan kompleks makam raja-raja di Jeneponto
dan kompleks makam di Watan Lamuru (Sulawesi Selatan), makam-
makam di berbagai daerah lainnya di Sulawesi Selatan, serta
kompleks makam Selaparang di Nusa Tenggara.
Di beberapa tempat terdapat makam-makam yang meski tokoh
yang dikubur termasuk wali atau syekh namun, penempatannya
berada di daerah dataran tinggi. Makam tokoh tersebut antara lain,
3
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara,(Jakarta; PT. Gramedia: 2009), hal. 239.
4
Pijper, 1947:275.

7
makam Sunan Bonang di Tuban, makam Sunan Derajat (Lamongan),
makam Sunan Kalijaga di Kadilangu (Demak), makam Sunan Kudus
di Kudus, makam Maulana Malik Ibrahim dan makam Leran di
Gresik (Jawa Timur), Makam Datuk Ri Bkalianng di Takalar
(Sulawesi Selatan), makam Syaikh Burhanuddin (Pariaman), makam
Syaikh Kuala atau Nuruddin ar-Raniri (Aceh) dan masih banyak para
dai lainnya di tanah air yang dimakamkan di dataran.
Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi atau di
bukit-bukit masih menunjukkan kesinambungan tradisi yang
mengandung unsur kepercayaan pada ruh nenek moyang yang
sebenarnya dikenal dalam pengejawantahan pendirian punden-punden
berundak Megalitik. Tradisi itu diteruskan pada masa kebudayaan
indonesia hindu buddha yang diwujudkan dalam bentuk bangunan-
bangunan yang disebut candi.
Setelah masa hindu buddha di indonesia mengalami
keruntuhan dan tidak ada lagi ada pendirian bangunan candi, unsur
seni bangunan masih terus dipertahankan dan berkembang pada masa
islam di indonesia melalui proses akulturasi. Di samping bangunan
makam ada tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari
ajaran islam. Misal, di atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari
ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, 2 tahun, dan 1000 harinya
diadakan selamatan.
Selamatan adalah unsur kebudayaan pra-islam, tetapi doa-
doanya menurut doa islam. Hal ini jelas menunjukkan perpaduan
antara kebudayaan islam dan pra-islam. Dan selanjutnya barulah
kuburan diabadikan, artinya diperkuat dengan bangunan atau batu.
Bangunan ini biasa disebut kijing. Di atas kijing sering di dirikan
semacam rumah atau cungkup dalam islam ada juga istilah masjid
makam.
B. Kesenian

8
Di indonesia, islam juga menghasilkan banyak kesenian yang
bertujuan untuk menyebarkan ajaran islam. Kesenian tersebut, misalnya
sebagai berikut
1. Permainan debus
Permainan debus yaitu tarian yang pada puncaknya para
penari melakukan atraksi menusukkan benda tajam ketubuhnya
tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan
ayat-ayat dalam al-quran dan sholawat nabi. Tarian ini biasa
terdapat di Banten dan Minangkabau.
2. Wayang
Wayang, termasuk wayang kulit. Sudah berkembang sejak
zaman hindu, akan tetapi pada zaman islam terus dikembangkan.
Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan
pertunjukkan wayang golek.
3. Tari saman
Tari saman oleh N Fardhilah, tari saman ini merupakan
tarian tradisional yang dikembangkan dari sebuah permainan
rakyat, yaitu Tepuk Abe. Tarian ini diciptkan oleh Syekh Saman
sekitar abad 14M, seorang penyebar agama islam di aceh. Maka
dari itu, nama tari saman diambil dari nama penciptanya.
Tarian ini digunakan oleh Syekh Saman sebagai media dakwah
agama islam pada saat itu. Pertujukan tarian saman sempat
ditentang pada masa penjajahan Belanda. Belanda
mengansumsikan bahwa tarian ini menyebarkan unsur magis yang
dapat menyesatkan.

Masih banyak lagi kesenian alkulturatif di Indonesia ini, poin penting


dari percampuran budaya islam dan pra-islam ini bertujuan untuk
mengenalkan atau mengejarkan ajaran – ajaran islam bagi penduduk lokal
pada wilayah tersebut.

BAB III

9
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan
akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini
terutama masjid, makam, serta masih banyak bangunan – bangunan
lainnya.Budaya Islam di Indonesia menghasilkan kesenian bernafas Islam guna
bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam seperti debus, seudati, dan wayang.
Bisa disimpulkan bahwanyasa hadirnya islam di nusantara khususnya di
Indonesia sangat amat berdampak bagi kehidupan masyarakat asli daerah
tersebut. Adapun kesenian – kesenian ini sangat penting kita jaga dan lestarikan
karena banyak mengandung unsur – unsur agama dan kehidupan pada zaman
tersebut.
B. Saran
Belajar sejarah Indonesia tentang Akulturasi dan Perkembangan budaya
Islam ini sangat penting karena di samping mendapatkan pemahaman tentang
berbagai perubahan dalam kebudayaan Islam, tetapi juga mendapatkan pelajaran
tentang nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir, 1990, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Jakarta:

Grafiti Press.

Uka Tjandrasasmita, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta; PT. Gramedia.

Tjahjono, Gunawan (dkk). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur.

Jakarta: Direktorat Geografi Sejarah, Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata.

11

Anda mungkin juga menyukai