Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KEBUDAYAAN INDIA KUNO DAN ASIA


TENGGARA
Diajukan sebagai
Tugas Mata Kuliah Sejarah & Budaya Arsitektur

Disusun Oleh
NAMA : HERMANSYAH
NIM : 22102001
KELAS :A

Dosen Mata Kuliah :


NAHDATUNNISA, S.T., M.Si.

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “asal mula budaya arsitektur” ini dengan tepat
waktu guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Pendidikan.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Nahdatunissa selaku dosen
bidang studi Pengantar Pendidikan yang telah memberikan tugas ini.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan semangat kepada kami selama menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi kami sendiri selaku penulis
akan tetapi juga bermanfaat bagi para pembaca.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Kendari, 22 JUNI 2022

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah
dan teori arsitektur.

Arsitektur merupakan salah satu bentuk dari kebudayaan yang lahir dan
berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Arsitektur sudah ada sejak
manusia pertama hidup di bumi ini, untuk melindungi dirinya dari alam, baik itu terhadap
perubahan iklim dan cuaca, terhadap serangan binatang, ataupun terhadap serangan manusia
dari kelompok lainnya. Arsitektur bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari kebudayaan
manusia, yang terkait dengan berbagai segi kehidupan seperti : seni, teknologi geografi, dan
sejarah. Dari segi seni, arsitektur adalah seni untuk mendirikan bangunan dengan berbagai
macam bentuk dan ragam hiasannya. Dari segi teknologi, arsitektur adalah proses
perencanaan dan perancangan serta sistem dalam mendirikan bangunan. Dari segi geografi
dan sejarah, arsitektur adalah ungkapan fisik dari peninggalan budaya suatu masyarakat
dalam batasan tempat dan waktu tertentu. Inti dari semuanya adalah kita tidak akan dapat
memahami secara menyeluruh sebuah karya arsitektur tanpa beberapa latar belakang
pengetahuan yang mendukung. Perkembangan dan perubahan Sosial Politik; Ketersediaan
akan material dan bahan bangunan; Kemajuan pengetahuan dan teknologi; Perubahan dalam
mode dan fungsi pendukung; dan Pengaruh kebudayaan asing.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengaruh Kondisi Lingkungan Fisik Pada Arsitektur?
2. Bagaimana Pengaruh Kondisi Sosial Pada Arsitektur?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaruh Kondisi Lingkungan Fisik Pada
Arsitektur?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaruh Kondisi Sosial Pada Arsitektur?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN FISIK PADA ARSITEKTUR 

Arsitektur Islam berkembang sangat luas baik itu di bangunan sekuler maupun di


bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang sampai saat ini. Arsitektur juga telah
turut membantu membentuk peradaban Islam yang kaya. Bangunan-bangunan yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan arsitektur Islam adalah masjid, kuburan, istana, dan
benteng yang kesemuanya memiliki pengaruh yang sangat luas ke bangunan lainnya, yang
kurang signifikan, seperti misalnya bak pemandian umum, air mancur dan bangunan
domestik lainnya. Aspek Fisik adalah sesuatu yang tampak secara jelas oleh pancaindra.
Dalam hal ini sebuah bangunan dengan fasade yang memiliki bentuk dan langgam budaya
islam dan dapat dilihat secara jelas melalui beberapa budaya, seperti budaya arab, cordoba,
persia sampai peninggalan wali songo. Bentuk fisik yang biasa diterapkan dalam sebuah
bangunan sepetri penggunaan kubah, ornamen kaligrafi, dan sebagainya.

B. PENGARUH KONDISI SOSIAL PADA ARSITEKTUR

Agama Islam di Indonesia merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya.
Pengaruh kondisi sosial Islam terhadap arsitektur di Indonesia sangat banyak, dan hal
tersebut dapat dilihat dari bangunannya, contohnya seperti pada rumah adat Betawi yang
memiliki teras yang lebar dan balai yang luas. Teras dan balai merupakan peninggalan
peradaban Islam di Indonesia pada masa itu dan hal tersebut umumnnya digunakan untuk
tempat berkumpul untuk kegiatan yang berhubungan dengan ajaran umat Islam seperti untuk
mengaji, berceramah, dan lainnya.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan bagaimana proses masuknya Islam ke
Indonesia, seperti teori Gujarat yang dimana Islam masuk ke Indonesia melalui India dan hal
tersebut diperkirakan terjadi pada abad ke-12; kemudian teori kedua, teori Arab, yang dimana
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 oleh para pedagang yang berasal dari Arab;
kemudian terdapat juga teori Persia yang menjelaskan Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke-13 Masehi dan teori Cina yang menjelaskan bagaimana masuknya Islam ke Indonesia
pada abad ke-9 Masehi.

4
Peninggalan murni dari arsitektur Islam di Indonesia adalah Masjid, yang umumnya
digunakan untuk tempat beribadah bagi umat Islam, selain itu Masjid juga digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran dan pembinaan agama Islam. Masjid
memiliki nuansana Islami dan Timur Tengah. Perkembangan Masjid sendiri dipengaruhi oleh
tiga kebudayaan yaitu kebudayaan Romawi, kebudayaan Persia, dan kebudayaan Arab
Jahiliyah.
Kebudayaan Romawi berkembang pada sekitar tahun 142 sebelum masehi hingga 550
masehi, arsitektur bangsa Romawi merupakan arsitektur Yunani yang mengalami
pembaharuan dan pengembangan. Bangsa Romawi mengagumi arsitektur Yunani dan
beberapa ciri khas dari arsitektur Yunani mereka adopsi dan dikembangkan kembali.
Berakhirnya kebudayaan Romawi, dilanjutkan dengan kebudayaan baru yang terjadi sekitar
pada tahun 550 masehi hingga 1453 masehi yaitu kebudayaan Byzantium dengan pusatnya
terletak di Konstantinopel. Banyak patung-patung yang didirikan selain itu yaitu Gereja
berkubah, salah satunya Hagia Sophia di Istanbul, Turki.
Kebudayaan Persia dimulai dari kebudayaan Mesopotamia, Babilonia, Assiria dan
Sassanid. Bangsa Persia awalnya menyembah api sehingga di setiap tempat beribadah selalu
dinyalakan api. Salah satu peninggalan kebudayaan Persia adalah reruntuhan istana di
Babilonia. Kebudayaan Persia dengan kebudayaan Romawi selalu bersaing sehingga pada
tahun 541 hingga 561 terjadi peperangan besar yang berakhir perdamaian yang dimana
mengakibatan bangsa Romawi perlu membayar upeti setiap tahunnya, namun persaingan
tersebut tetap terjadi dan hal tersebut menyebabkan kemunduran dari kebudayaan Persia dan
juga kebudayaan Romawi.
Kebudayaan Arab Jahiliyah, pada masa ini orang Arab telah terbagi menjadi beberapa
suku yang dimana antara satu suku dengan lainnya saling bersaing. Hejaz, salah satu daerah
Arab, merupakan daerah yang berdaulat yang dimana tidak pernah dijajah oleh kerajaan
Persia ataupun kerajaan Romawi dan ditempat ini juga merupakan letaknya bangunan suci
umat agama Muslim, Ka’bah.
Perkembangan awal dari kebudayaan dan arsitektur Islam terjadi pada saat proses
Islamisasi, dan sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu, Buddha serta agama lokal,
Kapitayan sudah tertanam pada kebudayaan Jawa. Dikarenakan perdagangan yang terjadi
antara bangsa Arab, Cina, Champa, India, dan Persia mempengaruhi perubahan dari
kebudayaan tersebut. Contoh dari masjid tertua di daerah Jawa adalah Masjid Demak yang
didirkan pada tahun 1479 dan Masjid Cirebon yang dikonstruksi pada tahun 1500.
Ciri-ciri umum dari kedua masjid ini yaitu :

5
1.  Memiliki denah dengan bentuk persegi
2. Memiliki bentuk atap bertingkat

3. Memiliki 4 kolom utama (soko guru) yang digunakan untuk


menyangga atap

4. Tembok qibla yang membentang hingga ke bagian luar yang


membentuk miḥrāb
5. Adanya serambi ataupun teras

6. Adanya halaman yang dibatasi oleh pagar

Gambar 1. Masjid Demak dan Masjid Cirebon (Fina, n.d.)


Pada Masjid Demak, mimbarnya dibentuk dari pahatan kayu dengan gaya Jawa.
Penggunaan makara tampak dari bagian depan. Pada Masjid Cirebon juga ditemukan
penggunaan makara dalam bentuk di bagian atas suatu lengkungan. Pada permukaan kayu
terdapat pahatan flora dan daun. Ornamen dekorasi juga dijumpai pada kolom dan tiang yang
menyangga konstruksi Masjid. Bagian yang tersisa pada miḥrāb dari Masjid Demak
menampilkan corak matahari Majapahit, sementara itu pada Masjid Cirebon, bagian yang
tersisa tersebut dibatasi oleh dua kolom dengan bentuk lotus diatasnya yang juga kemudian
dikombinasikan dengan motif geometri. Terdapat juga sebuah ukiran medali batu yang
terletak diantara kedua kolom. Kemudian terdapat ukiran lotus tiga dimensi yang
menggantung dari bagian tersisa dari plafon. Kemudian pada pintu Masjid Demak, terdapat
hiasan daun yang menyerupai suatu mahkluk dan adanya sebuah bejana yang berasal dari
Champa. Pada Masjid Cirebon, lotus menjadi dekorasi yang menghiasi pintu utama dari
masjid tersebut dan pada bagian kiri dan kanan pintu didekorasi oleh motif geometri.

6
Ornamen pada masjid lama, merupakan perpaduan dari kebudayaan yang telah ada
yaitu Hindu-Buddha dengan agama Islam. Terdapat beberapa dekorasi serta simbol yang
menggambarkan kebudayaan sebelum Islam masuk ke Indonesia pada masjid-masjid tersebut
seperti makara berwujud kala dan tunas lotus. Sebagai masjid terdahulu, Masjid Demak
menjadi contoh untuk Masjid lainnya di Nusantara hingga ke abad 19.

Gambar 2. Masjid Demak dan Masjid Cirebon (Fina, n.d.)


Salah satu contoh akulturasi dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lainnya yaitu
Masjid yang terletak di jalan Tamblong nomor 27 Bandung yaitu Masjid Lautze 2 atau yang
sering disebut sebagai Masjid Cina ini didirikan oleh Haji Karim Oey di tahun 1997. Masjid
ini memiliki ukuran 7 x 6 menter dan berbentuk menyerupai kelenteng. Ekseterior serta
interior didominasi oleh warna merah. Ornamen kubah terbuat dari potongan kayu juga
menggunakan warna merah serta terdapat papan nama dari masjid ini yang mengarah ke arah
pintu, hal ini menunjukkan bahwa bangunan ini adalah masjid. Masjid ini dibangun
menyerupai kelenteng dengan tujuan agar etnis Tionghua yang beragama Islam dapat merasa
nyaman dengan suasana masjid tersebut. Nama masjid ini diambil dari salah satu jalan di
Jakarta yaitu Lautze yang kemudian menjadi tempat Lautze 1. Dinding depan masjid ini
dihiasi dengan ornamen berwarna kuning dan merah, kemudian terdapat lengkungan besar
berwarna merah sebagai gerbang pintu masuk menuju masjid.
Kubah merupakan salah satu ciri aristektur Islam. Penggunaan kubah pada masjid di
Indonesia dimulai sejak awal abad ke-20 yaitu karena pengaruh dari budaya Timur Tengah
serta India. Kubah sendiri merupakan bagian bangunan yang merupakan hasil dari akulturasi
dari arsitektur Islam dengan Barat melalui seni arsitektur Byzantium. Dikarenakan kubah
memiliki peranan penting pada arsitektur masjid, maka pada Masjid Lautze juga terdapat
sebuah kubah berwarna merah, yang merupakan perpaduan dari budaya Arab, yang dimana
kubah kayu berbentuk bawang sebagai symbol yang mewakili universalitas dari Islam.
7
Bagian terpenting lainnya lainnya, yaitu terdapat miḥrāb. Umumnya, Masjid di
Indonesia menghadap ke arah Timur dan miḥrāb menghadap ke arah sebaliknya, yaitu Barat.
Masjid ini juga mencerminkan kebudayaan Islam yang dimana arahnya menghadap ke arah
Masjidil Haram, Mekkah.
Kemudian terdapat unsur dekoratif, pada Masjid Lautze 2, beberapa unsur dekoratif
tersebut seperti pada bagian miḥrāb, mimbar, dan ornamen terdapat tulisan dengan huruf
Arab dengan warna merah yang terbuat dari kayu, hal ini menujukkan adanya unsur budaya
Arab walaupun masjid ini memiliki wujud seperti kelenteng dan adanya ciri khas dari budaya
Tionghua; kemudian di depan pintu masjid, terdapat ornamen Tionghua yang menyerupai
motif batu bata berwarna merah dan kuning keemasaan yang terbuat dari kayu; selain itu juga
terdapat ornamen Surat Al-Ikhlas yang ditulis dengan menggunakan Hànzì; kemudian, warna
merah yang umum ditemukan pada arsitektur Tionghua juga terlihat pada masjid ini ang
dimana didominasi dengan warna merah, hal ini menunjukkan adanya akulturasi dari
kebudayaan Tionghua dan bukan menjadi simbol dari suatu kepercayaan; dan terakhir,
penggunaan unsur kayu pada bangunan masjid seperti pada penyangga dan ornamen, yang
menunjukkan ciri umum dari arsitektur Tionghua.

Gambar 3. Kubah, Ornamen, serta Unsur Kayu pada Masjid Lautze 2 (Tjahjana, n.d.)

8
C. PENGARUH KONDISI POLITIK PADA ARSITEKTUR

Proses Islamisai yang mereka lakukan berbagai macam cara diantaranya


adalah, dengan cara melalui perdagangan, melalui perkawinan, pengajaran aliran
tasawuf, melalui aliran pendidikan, aliran kesenian, hingga poklitik.
Proses awal masjid berdiri dalah sebagai bangunan biasa dan seiring waktu
dan terus melakukan dakwah agama di Indonesia, maka secara tidak langsung masjid
sudah menjadi bagian islamisai di Indonesia dalam bentuk bangunan atau arsitektur.
Kita ketahui bersama bahwa sepanjang masjid telah berdiri di suatu daerah maka serta
merta ajaran agama Islam sudah masuk di wilayah tersebut dan menjadikan
penyebaran agama islam telah sampai dan penduduknya menjadikan masjid sebagai
identitas daerah tersebut sudah adayang beragama Islam. Pembangunan masjid bukan
hanya sekedar bangunan fisik saja, tetapi memiliki makna yang tersirat didalamnya.
Banyak pembangunan masjid di Indonesia terinspirasi dari pilar islami yang
terkandung dalam 2 kalimat syahadat, sejarah para sahabat rasululullah dan juga
banyak melahirkan tanda-tanda ke islaman yang dituangakan dalam setiap
pembangunan masjid di Indonesia. Seperti halnya masjid–masjid besar atau agung di
seluruh wilayah indonesia. Contoh masjid dinataranya adalah:
1. Masjid Mantingan
Masjid Mantingan dibangun sejak berdirinya Kesultanan Demak di tanah Jawa.
Berlokasi di desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah,
masjid Mantingan memiliki arsitektur yang unik karena menyerupai klenteng atau
bangunan khas tiongkok lainnya. Masjid ini menjadi saksi penyebaran Islam di
Kabupaten Jepara, tepatnya di Kecamatan Tahunan yang kala itu dihuni oleh etnis
China.
2.Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana
Hasanuddin pada tahun 1552. Arsitekturnya cukup unik karena memiliki atap
bertumpuk lima yang hampir mirip dengan pagoda China. Terdapat satu menara besar
yang menjulang tinggi untuk mengumandangkan adzan pada zaman dahulu.
3.Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten
Kudus. Masjid ini dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549. Keunikan Masjid
Menara Kudus terletak pada bangunan menaranya yang menyerupai candi khas

9
Hindu. Konon menara ini dibangun agar umat muslim di Kudus yang mualaf dari
agama Hindu tidak mengalami culture shock saat memasuki kawasan masjid.

D. PENGARUH KONDISI EKONOMI PADA ARSITEKTUR

Zaman kemunduran islam dalam berbagai bidang kehidupan, terutama bidang ekonomi
telah menempatkan umat Islam berada di anak tangga bangsa-bangsa yang terbawah. Dalam
keadaan seperti ini masyarakat muslim melihat kemajuan Barat sebagai sesuatu yang
mengagumkan. Hal ini menyebabkan sebagai kaum muslimin tergoda oleh kemajuan barat
tersebut dan berupaya untuk mengadakan reformasi dengan cara westernisasai. Ternyata jalan
yang ditempuh itu menghancurkan umat Islam itu sendiri. Keadaan tersebut menyebabkan
integritas kultur Islam terpecah dalam diri mereka sendiri, terpecah dalam pemikiran,
perbuatan dalam rumah tangga dan keluarga.
1. Ziaudin Sardar
Ziauddin Sardar adalah seorang intelektual Muslim yang juga seorang penulis Islam
progresif dan penulis kajian pemikiran Islam kontemporer, seorang saintis dan kritikus
budaya. Sardar dilahirkan pada tahun 1951 di Punjab Pakistan, besar di Hackneyh, kawasan
timur London dan bermukim di Inggris Menurutnya Islamisasi bukanlah sekadar sistesis
ilmu-ilmu modern dengan ilmu-ilmu Islam. Islamisasi harus dimulai dari aspek ontologi
denganmembangun world view dengan berpijak pada epistemologi Islam. Tanggapan
berbeda disampaikan oleh kelompok yang tidak setuju dengan Islamisasi ilmu. Kelompok
yang kontra beranggapan bahwa Islamisasi ilmu merupakan pekerjaan.
2. Islamisasi Rumah Ibadah (Masjid) di Indonesia
Berbicara tentang potensi dan fungsi masjid memang sangat banyak dan sama
banyaknya ketika membicarakan permasalahan masjid. Sebagai bagian awal akan dibicarakan
potensi dan fungsi masjid. Pertama, masjid berfungsi sebagai tempat ibadah seperti, shalat,
dzikir, dan mengaji. Fungsi ini menjadikan masjid sebagai tempat pemenuhan kebutuhan
rohani umat. Kedua, masjid mempunyai fungsi penyelesaian masalah dibidang sosial. Lewat
kegiatan yang bersifat bantuan langsung kepada masyarakat seperti, pemberian santunan bagi
fakir, miskin, dan anak terlantar, dan pemberian bantuan di bidang kesehatan. Ketiga, di
bidang pendidikan masjid juga memiliki potensi yang luas. Lewat kegiatan seperti, kajian
Islam, pengajaran AlQur’an bagi anak-anak hingga dewasa masjid akan berkontribusi bagi
pendidikan. Keempat, masjid mempunyai potensi ekonomi; apabila potensi zakat, infaq, dan
shadaqah umat.

10
BAB II
PENUTUP
1. Simpulan

Beberapa contoh di atas memberikan satu pelajaran, bahwa perilaku dan akhlak yang
dilandasi nilai-nilai Islam yang mendasari lahirnya karya arsitektur Islam, tidaklah
dibatasi oleh ruang dan waktu. Kita dapat melihat karya-karya arsitektur Islam di
berbagai belahan dunia dengan tujuan yang satu, yaitu untuk beribadah dan berserah diri
kepada Allah. Lebih lanjut, terwujudnya beberapa hasil karya arsitektur Islam yang
didasari nilai-nilai Islam dapat pula membentuk satu perilaku dan akhlak yang menuju
kepribadian dan citra diri Islam yang dibentuk dari lingkungan tersebut. Arsitektur Islam
yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami tidak mempunyai representasi bentuk yang
satu dan seragam, tetapi arsitektur Islam mempunyai bahasa arsitektur yang berbeda,
tergantung dari konteks dimana dan apa fungsi dari bangunan yang didirikan tersebut.
Karya arsitektur Islam tidak pula dibatasi oleh wilayah benua dan negara, karena kita
akan melihat kekayaan arsitektur Islam dari keragaman tempat yang membawa ciri khas
dari wilayah masing-masing negara tersebut. Dari keberagaman tersebut, akhirnya dapat
dihadirkan satu kekayaan khazanah arsitektur Islam yang melandasi lahirnya peradaban
Islam yang membawa manusia pada rahmatan lil alamin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al Faruqi. 1999. Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika Islam. Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya.
Al Faruqi. 2003. Atlas Budaya Membangun Peradaban Gemilang. Bandung: Mizan.
Fikriarini. 2006. Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al Quran. Malang: UIN
Malang Press.
Maslucha, Luluk. 2006. UIN Malang dan Pusat Studi Arsitektur Islam di Indonesia.
Malang: UIN Malang Press.

12

Anda mungkin juga menyukai