Kelompok 10
Sejarah arsitektur Indonesia sangatlah panjang, seiring dengan perkembangan budaya dan
kehidupan masyarakat di Indonesia. Perkembangan arsitektur Indonesia dimulai dari zaman
prasejarah, seperti yang terlihat pada situs-situs megalitikum seperti Gunung Padang dan Situs
Batu Jaya, yang diduga merupakan bangunan yang dibangun sejak sekitar 5000 SM. Di Indonesia
sendiri, secara garis besar perkembangan arsitektur dibagi menjadi enam periode.
Istilah arsitektur vernakular pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 oleh Bernard Rudofsky.
Pengenalan istilah ini dilakukan pada saat berlangsungnya pameran di Museum Seni Modern.
Pameran tersebut bertema arsitektur tanpa arsitektur. Kata vernakular berasal dari bahasa Latin
verna yang berarti lokal atau asli.
Arsitektur vernakular ini tumbuh dan berasal dari rakyat suatu daerah, yang juga merupakan
identitas dari setiap daerahnya. Karena, gaya bangunan yang tercermin menggambarkan tradisi
dari daerah tersebut. Indonesia merupakan negeri yang kaya etnisnya, sehingga memiliki
berbagai bangunan dengan gaya arsitektur vernakular yang berbeda-beda. Yang di antaranya
adalah rumah adat Tana Toraja, Rumah Joglo, Rumah Gadang dan lain sebagainya.
Pada masa Hindu-Buddha, arsitektur Indonesia berkembang pesat dengan dibangunnya berbagai
candi seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Sewu. Pada masa ini, arsitektur
Indonesia dipengaruhi oleh arsitektur India dan juga memiliki ciri khas tersendiri seperti
penggunaan ornamen relief, kala (makhluk mitologi), dan stupa.
Selama masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia antara abad ke-8 dan ke-14,
Jawa menjadi saksi pembangunan berbagai bangunan keagamaan yang rumit yang dikenal dengan
sebutan "candi". Candi-candi kuno di Jawa menunjukkan kehebatan arsitektur dari era ini. Dataran
Tinggi Dieng merupakan rumah bagi candi-candi Hindu paling awal yang masih ada di Jawa,
meskipun hanya 8 dari 400 bangunan yang diduga asli yang masih ada saat ini. Candi-candi Dieng
awal ini relatif sederhana dalam ukuran dan desain. Namun, kemajuan arsitektur terus berlanjut,
dan dalam satu abad, Kerajaan Mataram membangun kompleks Prambanan yang mengesankan di
dekat Yogyakarta, yang dianggap sebagai contoh arsitektur Hindu terbesar dan termegah di Jawa.
Pada masa Islam, arsitektur Indonesia berkembang dengan dibangunnya masjid-masjid seperti
Masjid Agung Demak, Masjid Agung Banten, dan Masjid Raya Batam. Arsitektur masjid di
Indonesia menunjukkan pengaruh dari arsitektur Arab, Persia, dan India.
Perkembangan awal dari kebudayaan dan arsitektur Islam terjadi pada saat proses Islamisasi, dan
sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu, Buddha serta agama lokal, Kapitayan sudah
tertanam pada kebudayaan Jawa. Dikarenakan perdagangan yang terjadi antara bangsa Arab, Cina,
Champa, India, dan Persia mempengaruhi perubahan dari kebudayaan tersebut. Contoh dari masjid
tertua di daerah Jawa adalah Masjid Demak yang didirkan pada tahun 1479 dan Masjid Cirebon yang
dikonstruksi pada tahun 1500. Ornamen pada masjid lama, merupakan perpaduan dari kebudayaan
yang telah ada yaitu Hindu-Buddha dengan agama Islam. Terdapat beberapa dekorasi serta simbol
yang menggambarkan kebudayaan sebelum Islam masuk ke Indonesia pada masjid-masjid tersebut
seperti makara berwujud kala dan tunas lotus. Sebagai masjid terdahulu, Masjid Demak menjadi
contoh untuk Masjid lainnya di Nusantara hingga ke abad 19.
Kubah merupakan salah satu ciri aristektur Islam. Penggunaan kubah pada masjid di Indonesia
dimulai sejak awal abad ke-20 yaitu karena pengaruh dari budaya Timur Tengah serta India. Kubah
sendiri merupakan bagian bangunan yang merupakan hasil dari akulturasi dari arsitektur Islam
dengan Barat melalui seni arsitektur Byzantium. Dikarenakan kubah memiliki peranan penting pada
arsitektur masjid, maka pada Masjid Lautze juga terdapat sebuah kubah berwarna merah, yang
merupakan perpaduan dari budaya Arab, yang dimana kubah kayu berbentuk bawang sebagai
symbol yang mewakili universalitas dari Islam.
Bagian terpenting lainnya lainnya, yaitu terdapat miḥrāb. Umumnya, Masjid di Indonesia menghadap
ke arah Timur dan miḥrāb menghadap ke arah sebaliknya, yaitu Barat. Masjid ini juga mencerminkan
kebudayaan Islam yang dimana arahnya menghadap ke arah Masjidil Haram, Mekkah.
4. Arsitektur Kolonial
Pada masa kolonial Belanda, arsitektur Indonesia mengalami pengaruh dari gaya arsitektur
Barat seperti art deco, jugendstil, dan neoclassical. Beberapa bangunan penting yang dibangun
pada masa kolonial adalah gedung-gedung pemerintahan, bangunan perbankan, gereja, dan rumah-
rumah kolonial.
Gaya arsitektur kolonial Belanda merupakan gaya arsitektur yang berkembang pada era kolonial
Belanda di Indonesia. Pada prinsipnya, hal ini juga merupakan bagian dari sejarah perkembangan
arsitektur Indonesia. Gaya arsitektur kolonial ini bisa dibilang memadukan antara budaya Barat dan
Timur, mengingat bahwa gaya arsitektur ini mulai muncul untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur
bagi orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia.
Adapun arsitektur kolonial Belanda yang ada dan berkembang di Indonesia sendiri terbagi menjadi
tiga jenis, yaitu Arsitektur Indische Empire Style, Arsitektur Kolonial Transisi, dan Arsitektur Kolonial
Modern.
Gaya arsitektur ini berkembang dan populer pada periode tahun 1808-1811 dan diperkenalkan oleh
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Gaya arsitektur Indische Empire banyak berkiblat
kepada gaya Kekaisaran Neoklasik Prancis yang juga kerap dikenal sebagai gaya imperial, yang
berkembang di pertengahan abad ke-18 sampai akhir abad ke-19 yang timbul akibat adanya
akulturasi kebudayaan Belanda, Indonesia, dan Cina.
Ini merupakan gaya arsitektur yang hadir sebagai hasil protes yang dilontarkan oleh arsitek-arsitek
Belanda terhadap gaya Indische Empire yang terjadi setelah tahun 1900. Gaya arsitektur modern ini
berlangsung cukup lama, yakni selama periode tahun 1915-1940.
Mulai tahun 1970-an masalah langgam dan arsitektur nasional menjadi sebuah isu yang hangat
diperbincangkan. Yang mana akhirnya arsitektur terpecah pendapatnya dalam 3 golongan yang
berbeda. Golongan pertama, mengungkapkan jika arsitektur Indonesia sebetulnya telah ada.
Dibuktikan dengan adanya arsitektur tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan
penerapan di berbagai elemen seperti atap khas yang tradisional. Golongan kedua menyatakan sikap
skeptis terhadap semua kemungkinan mencapai identitas arsitektur nasional khas Indonesia yang
ideal.
Sementara kelompok ketiga merupakan bagian dari para akademisi arsitektur yang konsisten
mengikuti jejak V. R. van Romondt. Tokoh ini menyatakan bahwa arsitektur nasional merupakan
proses pembentukan. Dalam hal ini bergantung dari cita-cita budaya, perangkat teknologi, serta
selera estetis.
Sebenarnya di awal kemerdekaan sudah banyak arsitek yang mengembangkan arsitektur pasca
kemerdekaan. Bahkan masing-masing dari mereka juga telah berhasil membangun banyak tempat
yang saat ini. Berikut beberapa daftar namanya:
• Bung karno
• Liem Bwan Tjie
• Frederich S. Silaban
• Achmad Noe’man
• Soejoedi Wirjoatmodjo
• Han Awal
Inilah era sekarang, gaya arsitektur nusantara yang dipengaruhi oleh arsitektur modern dan
kontemporer. Gaya arsitektur ini sangat fleksibel mengikuti tren dan membuka ruang bagi para
arsitek untuk terus bereksplorasi sesuai perkembangan jaman.
Saat ini, arsitektur Indonesia semakin berkembang dengan adanya tren desain yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan, yang mengintegrasikan teknologi dan budaya lokal dalam desainnya.
Arsitektur Indonesia juga semakin dikenal di dunia internasional dengan kehadiran para arsitek
Indonesia yang sukses seperti Andra Matin, Yori Antar, dan Budi Pradono.