Anda di halaman 1dari 17

Arsitektur Modern di Indonesia

Latar Belakang
• Sejak awal tahun 1960-an, literatur barat mulai
masuk ke dunia pendidikan arsitektur di Indonesia.
Karya-karya dan pemikiran-pemikiran para arsitek
terkemuka seperti Walter Gropius, Frank Llyod
Wright, dan Le Corbusier menjadi referensi
normatif dalam diskusi di kelas dan latihan di
studio, sehingga karakter pendidikannya menjadi
lebih akademis. Iklim politik pada saat itu sangat
berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat
terhadap teori dan konsep arsitektur modern,
karena pada masa ”Demokrasi Terpimpin” (1957-
1965) di bawah Presiden Sukarno, ”modernitas”
diberikan oleh kepentingan simbolis yang merujuk
pada persatuan dan kekuatan nasional. 
• Di Indonesia, gaya modern yang diterapkan
terkadang masih memiliki unsur-unsur estetika
yang diusung dari gaya klasik ataupun etnik,
sedangkan sebagian lagi telah memenuhi kaidah
desain modern murni. Masih sering didengar
istilah arsitektur klasik modern, arsitektur modern
etnik, arsitektur tradisional modern, arsitektur bali
modern, dan sebagainya. Di Indonesia, terdapat
kecenderungan untuk memasukkan unsur tradisi
ornamen yang menjadikannya sebuah kategori
arsitektur yang ambigu, apakah modern, ataukah
postmodern?
Sehingga gaya arsitektur modern di Indonesia akan muncul sebagai gaya khas
"Modern Indonesia" dengan karakter sebagai berikut:

• Memiliki perhatian yang besar terhadap fungsi ruang, yang


didapatkan dari pola aktivitas penghuni.
• Memiliki perhatian yang besar terhadap material bangunan yang
digunakan untuk mendapatkan hasil akhir (estetika) yang diinginkan.
• Memiliki analogi mesin dalam penataan dan pengembangan ruang-
ruang.
• Menghindari ornamen (bila murni gaya modern), atau menggunakan
ornamen (bila postmodern, atau diberi embel-embel semacam:
arsitektur modern etnik, arsitektur modern Bali, dan sebagainya).
• Penyederhanaan bentuk dan ornamentasi dan penghilangan detail
yang 'tidak diperlukan' sejauh keinginan desainer (atau pemilik
bangunan).
Periode Arsitektur Modern di
Indonesia :
• Periode Pertama

Periode ini ditandai dengan muncul kota satelit Kebayoran Baro di Jakarta oleh
R.Soesilo. Periode ini berlangsung setelah kemerdekaan hingga tahun 1960. Arsitek
generasi pertama mendominasi periode ini dengan pengaruh kuat dari aliran Delft.

Beberapa arsitek yang muncul dan berkarya pada periode ini adalah :

- R.Soesilo dengan karyanya Perencanaan Kota Satelit Kebayoran Baru ( 1948 )


- Lim Bwan Tjie (1932-1964)di Semarang
- Soehamir, akan tetapi sayang tidak didapatkan informasi tentang karyanya
- Soedarsono, dengan karyanya Tugu Monumen Nasional (MONAS) Jakarta
- F. Silaban dengan karyanya SPMA, Bogor (1951), Bank Indonesia, Jakarta
(1958),
Markas Besar AURI, Jakarta (1958) dan Masjid Istiqlal (1965)

Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada bagaimana mengembangkan


arsitektur tropis modern Indonesia dengan tradisi berarsitektur modernis rasional
sejati.
• Periode kedua

Periode ini dipelopori oleh generasi Arsitek kedua Indonesia yaitu :


Suhartono (anak Susilo), Hasan Purbo, dan Achmad Noe’man.

Periode ini berlangsung tahun 1960-1970, secara makro merupakan periode


pembentukan pendidikan arsitektur di Indonesia, seperti (Prof. Ir.) Hasan
Purbo di Institut Teknologi Bandung, (Prof. Ir.) Suhartono Susilo di
Universitas Prahyangan Bandung, (Prof. Ir.) Sidharta di Universitas
Diponegoro Semarang, (Prof. Ir.) Parmono Atmadi di Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta, (Prof. Ir.) Johan Silas di Istitut Teknologi Surabaya.

Terdapat sesuatu yang penting terjadi pada periode kedua ini yaitu
kembalinya pada arsitek muda dari pendidikan dan ITB menghasilkan
lulusan pertama yang kemudian menggerakkan arsitektur pada periode ini.
Arsitek muda ini kemudian bergabaung sebagai generasi kedua Arsitek
Indonesia.
Beberapa dari mereka yang tersebut dalam periode ini yaitu :

1. Soejoedi ( karyanya Conefo/MPR/DPR Jakarta ) dan Han Awal dari TU


Berlin,1960
2. Soewondo Bismo Sutedjo dari TH Hannover, 1961
3. Djauhari Sumintardja ( dari sekolah arsitektur Stockholm, Swedia 1960 )
4. Hasan Purbo, Suhartono Susilo, Sidharta, Parmono Atmadi, Zaenuddin
Kartadiwiria, Wastu Pragantha, Johan Silas, Danisworo, Slamet
Wirosanjaya dari ITB

• Meletusnya gerakan G30 S PKI mengakibatkan tidak banyaknya karya


yang dihasilkan dalam periode ini.

• Fokus arsitektur pada periode ini kecenderungan meninggalkan


pemikiran arsitektur tropis modern Indonesia yang telah dirintis oleh
generasi sebelumnya dan ketertarikan pada arsitektur tradisional mulai
muncul serta menguatnya tradisi berarsitektur modernis rasional sejati.
• Periode Ketiga

Periode ini berlangsung antara tahun 1970-1980 ditandai dengan


munculnya orde baru dalam politik Indonesia. Pencanangan
pembangunan nasional berjangka (PELITA) yang dibuat penguasa
politik pada saat itu membuat iklim rancang bangun bergairah
kembali.

Periode ini merupakan puncak karya dari generas kedua seperti


 Han Awal : Konsep Tower in Park pada kompleks Universitas
Atmadjaya, Jakarta
 Soejoedi : Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kedutaan Prancis
dan Sekretariat ASEAN.
 Slamet Wirosanjaya, dikenal sebagai landscape handal.
 Djauhari Sumintardja, menerbitkan buku Kompendium Sejarah
Indonesia.
• Kemudian para lulusan pertama “pendidikan arsitektur
dalam negeri” yang lulus pada tahun 1970-an seperti
Robi Sularto, Adhi Moersid, Yuswadi Saliya,
Dharmawan, Eko Budiardjo, dan Gunawan Tjahyono
muncul sebagai generasi arsitek ketiga di Indonesia
setelah dua generasi sebelumnya mencapai puncak
karyanya pada periode ketiga ini.

• Yang menjadi fokus arsitektur pada masa ini adalah


pencarian identitas Arsitektur Indonesia dan
kebangkitan arsitektur tradisional. Tradisi modernis
rasional yang dibawa dua periode sebelumnya
mendapat kritikan keras sejalan dengan derasnya arus
pemikiran arsitektur dunia.
• Periode Keempat

Periode ini berlangsung antara tahun 1980-1990, arsitek generasi ketiga mencapai puncak karyanya. Proyek-proyek
yang ditangani adalah proyek-proyek yang berskala besar (pemerintah).

Periode ini diramaikan juga oleh para arsitek yang juga merupakan produk kedua pendidikan arsitektur dalam negeri,
yaitu Josep Prijotomo, Budi Sukada, Bagoes P.Wiryomartono, Baskoro Tedjo, Zhou Fuyuan, Andi Siswanto serta
beberapa arsitek lulusan luar negeri yaitu Antonio Ismael, Budiman H. Hendropurnomo, dan Budi Lim.

Kemudian beberapa biro-biro arsitek muncul seperti biro arsitek: Atelier 6, Gubah Laras, Encona, Tripanoto Sri,
Team 4, Arkonin, dan Parama Loka.

Puncak dari karya arsitek pada periode ketiga yang beberapa diselubungi oleh nama besar biro arsiteknya, seperti :

 Atelier 6 dengan karyanya Executive Club Hilton Jakarta, serial Hotel Santika, gedung STEKPI, Hotel Nusa Dua dan
Masjid Said Naum (karya terbaik Adhi Moersid).
 Tripanoto Sri, dengan serial arsitektur Keluarga Cendana, kompleks TMII, RS. Kanker Indonesia.
 Y.B. Mangunwijaya dari TH Aachen Jerman, dengan karyanya perumahan di Kali Code
 Yogyakarta, tempat ziarah Sendang Sono, rumah tinggal Arief Budiman di Salatiga
 Gunawan Tjahyono, dengan karyanya Gedung Rektorat UI.

Yang menjadi fokus arsitektur pada periode ini yaitu keinginan untuk mensenyawakan arsitektur modern dan
tradisional dengan penekanan lebih kepada simbol makna dan budaya dibandingkan dengan permasalahan kondisi
tropis
• Periode Kelima

Periode ini berlangsung antara tahun 1990-2000, merupakan kondisi kontemporer arsitektur Indonesia dan
percepatan peristiwa merupakan karakter yang menonjol pada periode ini.

Periode ini ditandai dengan munculnya arsitek muda Indonesia (AMI) : Sonny Sutanto, Marco Kusumawijaya dkk.,
dan bergabungnya arsitek periode keempat (Josep Prijotomo dkk) dalam periode ini.

Beberapa karya yang menonjol periode ini dan mendapat penghargaan yaitu:

 DCM (Budiman, Sonny, Dicky) : Tugu Park Hotel di Malang, Gedung Ford Foundation untuk ASEAN (bekerja
sama dengan Gunawan Tjahyono).
 Budi Lim : Urban Infill di Bank Universal Hayam Wuruk dan Konservasi Bank Universal Melawai.
 Thamrin dan Kelompok Kumuh : Gerbang Utara ITB.
 Arcadia (Gatot, Armand dan Tony) : The Condor, Dunia Fantasi Ancol.
 Krish Suharnoko, Café Batavia
 rianto : Kantor Bank Exim Kamayoran.
 Sardjono Sani : Rumah Tinggal Tusuk Sate di Pondok Indah Jakarta.
 Fuyuan : Rumah Pabrik.
 Yori dan Marco K. : Rumah Murah Swadaya Plan International Kupang

Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada pengungkapan tradisi berarsitektur AMI yaitu peningkatan
profesionalisme, penjelajahan desain dan kejujuran berekspresi
Arsitek dan Karyanya

• Fredrich S Silaban (1912-1984)

Fredrich S Silaban, karya-karyanya menghiasi ibukota Jakarta. Siapa


yang tidak kenal Monumen Nasional, Gelora Senayan dan tentunya
yang paling membanggakan adalah Masjid Istiqlal. Bangunan masjid
terbesar di Asia Tenggara itu dirancang olehnya melalui sebuah
sayembara dan karyanya itu menjadi monumen toleransi beragama di
Indonesia. Mengapa? Karena Masjid terbesar di Indonesia dirancang
oleh seorang Kristen. Ia menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S.
Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School
(K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst
Amsterdam, Belanda pada tahun 1950. Selain Masjid Istiqlal,
Monumen Nasional menjadi hasil rancanganya (lihat daftar top 7
sebelumnya, 7 Pencapaian Arsitektur Indonesia) setelah Soekarno
memerintahkannya merancang ulang hasil sayembara sebelumnya.
Karya
• Gedung Universitas Nommensen - Medan (1982)
• Gelora Bung Karno - Jakarta (1962)
• Rumah A Lie Hong - Bogor (1968)
• Monumen Pembebasan Irian Barat - Jakarta (1963)
• Markas TNI Angkatan Udara - Jakarta (1962)
• Gedung Pola - Jakarta (1962)
• Gedung BNI 1946 - Medan (1962)
• Menara Bung Karno - Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun)
•  Monumen Nasional / Tugu Monas - Jakarta (1960)
• Gedung BNI 1946 - Jakarta (1960)
• Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih - Jakarta (1960)
• Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin - Jakarta (1958)
• Rumah Pribadi Friderich Silaban - Bogor (1958)
• Masjid Istiqlal - Jakarta (1954)
Liem Bwan Tjie

• Liem Bwan Tjie adalah salah satu


arsitek yang menjadi pelopor desain
arsitektur modern di Indonesia, didalam
setiap karya arsitekturnya Liem Bwan
Tjie memadukan penyelesaian dengan
menggunakan arsitektur barat modern
dan unsur Cina yang didasarkan pada
filosofi hubungan manusia dengan
lingkungannya,
• Liem Bwan Tjie juga sangat
memperhatikan kondisi iklim dan
lingkungan sekitar disetiap desainnya,
Karya arsitektur Liem Bwan Tjie banyak
dipengaruhi oleh arsitek Frank Lloyd
Wright, Le Corbusier, dan Dudok De
Stijl.
• Liem Bwan Tjie adalah salah satu arsitek yang menjadi pelopor desain arsitektur
modern di Indonesia, didalam setiap karya arsitekturnya Liem Bwan Tjie
memadukan penyelesaian dengan menggunakan arsitektur barat modern dan unsur
Cina yang didasarkan pada filosofi hubungan manusia dengan lingkungannya, Liem
Bwan Tjie juga sangat memperhatikan kondisi iklim dan lingkungan sekitar disetiap
desainnya, Karya arsitektur Liem Bwan Tjie banyak dipengaruhi oleh arsitek Frank
Lloyd Wright, Le Corbusier, dan Dudok De Stijl.

• Dalam hal desain Liem Bwan Tjie lebih menekankan faktor iklim (tropis) sebagai
pertimbangan penting disamping yang lainnya. Hujan dan sinar matahari langsung
tidak dibiarkannya, karena membuat penghuni merasa tidak nyaman.
Permainan atau lempeng-lempeng horizontal dan vertical dipadukan dengan masa
geometric, juga pergantian dari padat ke kosong menciptakan pembayangan yang
sangat mengesankan. Liem Bwan Tjie tidak anti kesetangkupan dan masih
menerapkannya, meskipun dengan tampilan yang unik. Perapet menjadi ciri desain
Liem Bwan Tjie. Perapet tiap rumah atau bangunan selalu unik tetapi tidak sulit
dikenali.

• Undak-undak nampak sebagai komponen yang mendapatkan perhatian penuh dari


Liem Bwan Tjie, bahkan terkesan arsitek ini sangat terobsesi oleh komponen
tersebut, undak bisa berupa untuk menuju pintu atau undak untuk menuju ke lantai
diatasnya. Selain itu, dalam mendesain Liem Bwan Tjie berpikir dari makro sampai
mikro, garis besar sampai detail dari bangunan sampai perabot.
Sebagai salah satu contoh yang menarik dari rancangan Liem Bwan Tjie dimana
memiliki karakter menerapkan arsitektur modern yang diselaraskan dengan
konsep lingkungan sekitarnya yang juga termasuk dari pengaruh iklim. Iklim torpis
yang menandakan hijaunya arsitektur rancangan Beliau pada rumah tinggal Dr. Ir.
Han Tiauw Tjong, Semarang yang di bangun pada tahun 1932, adalah sebagai
Pada rancangan rumah tinggal ini Beliau sangat mengedepankan iklim dimana
tempat itu dibangun dan dengan pemakaian bahan – bahan local serta bentuk
bangunan yang mencirikan arsitektur modern dipadu dengan arsitektur local atau
kedaerahan. Arsitektur local terlihat pada bahan material yang digunakannya
seperti pemakaian material batu bata yang bisa didapatkan dari daerah setempat,
kemudian juga tidak kalah penting bentuk teritisan panjang dan lebar yang
diakumulasikan untuk menghindari adanya tampias serta sinar matahari langsung
yang masuk ke dalam bangunan.

Selain itu juga terlihat Beliau menggunakan unsur-unsur Barat dan Timur. Unsur
barat dapat terlihat pada bentuk bangunan yang tidak terlalu rumit melainkan
bentuk dasar sederhana sedangkan unsur timur ditempatkan pada interior
ruangan serta perabot atau furniture dalam bangunan. Rancangan Beliau juga
lebih menonjolkan bentuk-bentuk dari gaya dari arsitek Frank Lloyd Wright.
Bentuk–bentuk yang konvensional baik denah maupun tampilan luar tidak terlalu
rumit sehingga banyak diminati oleh kebanyakan orang atau clien dari Liem.

Anda mungkin juga menyukai