Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KRITIK ARSITEKTUR

MAKALAH KRITIK ARSITEKTUR PADA


SUN PLAZA MEDAN

RAFLESIA FEBRONIA KUSUMA


(18.184.0016)

DOSEN PEMBIMBING
Ir. Tauhid Ichyar, M.T.

SEMESTER VI
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI TD. PARDEDE
MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur selalu kita hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah kami dengan judul “MAKALAH KRITIK ARSITEKTUR
PADA SUN PLAZA MEDAN”.
Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Kritik Arsitektur yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini beserta orang tua yang selalu mendukung kelancaran penyelesaian
tugas saya. Makalah Mengenai Kritik Yang Berkaitan Dengan Profesi Seorang Arsitek ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kritik Arsitektur.
Dalam penyusunan makalah ini, Kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
Kami tidak menutup diri dari Dosen dan para teman-teman akan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan
datang. Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami
penyusun dan para pembaca semuanya. Amin !!!

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 6
1.3. Tujuan ................................................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 7
2.1. Kasus Kritik Arsitektur atas Sun Plaza Medan dan Solusinya .......................................... 7
2.2. Kajian atau Penilaian Kasus berdasarkan Kaidah Akademik ........................................... 22
2.3. Penyelesaian Etis terhadap Kritik ..................................................................................... 29
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 30
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................................... 30
3.2. Saran ................................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan
pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya seniman,
ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan mereka, sering di
jurnal ilmiah.
Kaum kritikus banyak jumlahnya di berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film,
teater atau sandiwara, rumah makan dan penerbitan ilmiah.Secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós – “yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan
dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat
beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah
ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih
dengan atau menentang objek kritikan.
Kritik arsitektur merupakan tanggapan dari hasil sebuah pengamatan terhadap suatu karya
arsitektur. Disitu orang merekam dengan berbagai indra kelimanya kemudian
mengamati,memahami dengan penuh kesadaran dan menyimpannya dalam memori dan
untuk ditindaklanjuti dengan ucapan dalam bentuk pernyataan,ungkapan dan
penggambaran dari benda yang diamatinya. Di dalam arsitektur terdapat 6 macam kritik
arsitektur yaitu sebagai berikut :
1. Kritik Deskriptif
Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
Dimana pendekatan deskriptif ini lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jka kita tahu apa
yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih
memahami makna bangunan. Metode deskriptif ini tidak dipandang sebagai bentuk to
judge atau to interprete. Tetapi sekedar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa
adanya dan apa yang terjadi di dalamnya. Metode kritik deskriptif memiliki 3 jenis, antara
lain:
1. Depictive Criticism(Gambaran Bangunan)
2. Dynamic(secara Verbal)
3. Process(secara Prosedural)
1
4. Biographical Criticism(Riwayat Hidup)
5. Contextual Criticism( Persitiwa)

2. Kritik Normatif
Kritik normatif merupakan mengkritisi sesuatu baik abstrak maupun konkrit sesuai dengan
norma, aturan, ketentuan yang ada. Hakikat kritik normatif adalah adanya
keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah
perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai
sebuah prinsip.
Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai. Suatu norma
tidak saja berupa standard fisik yang dapat dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang
kualitatif. Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir
tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi. Kritik normatif
perlu dibedakan dalam 4 metode, antara lain:
 Metode Doktrin
Satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip tak terukur.
 Metode Sistemik
Suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan
 Metode Tipikal
Suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan
spesifik
 Metode Terukur
Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif

3. Kritik Tipical
Kritik tipikal (Typical Criticism) merupakan sebuah metode kritik yang termasuk pada
Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik tipikal yaitu metode kritik dengan
membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini
bangunan publik. Adapun elemen dalam kritik tipical, antara lain:
1. Structural(Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan material
dan pola yang sama:
 Jenis bahan

2
 Sistem struktur
 Sistem Utilitas dan sebagainya.
1. Function(Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang
sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama:
 Kebutuhan pada ruang kelas
 Kebutuhan auditorium
 Kebutuhan ruang terbuka dsb.
1. Form( Bentuk )
Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan untuk
dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain. Penilaian secara kritis
dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan
variasinya, Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk-
bentuk bangunan yang monumental pada masa berikutnya. Keuntungan Kritik Typical
adalah sebagai berikut :
 Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada tipe tertentu.
 Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
 Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi.
 Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama
 Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain

Sementara itu kerugian kritik typical adalah sebagai berikut :


 Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
 Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
 Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
 Tidak memeiliki pemikiran yang segar
 Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan

4. Kritik Impresionis
Metode ini cenderung selalu berubah mengikuti perkembangan jaman dimana kritik-kritik
yang ada umumnya cenderung mengambil suatu hal positif dari satu bangunan dan
menerapkannya pada bangunan lain sebagai salah satu cara bereksplorasi. Kritik
impresionistik dapat berbentuk:

3
1. Caligramme: Paduan kata membentuk silhouette
2. Verbal Discourse: Narasi verbal puisi atau prosa
3. Painting: Lukisan
4. Photo Image: Imagi foto
5. Modification of Building: Modifikasi bangunan
6. Cartoon: Fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon

Keuntungan Kritik Impresionis :


 Membuat imajinasi tentang bangunan menjadi lebih bermakna
 M:erangsang orang untuk melihat lebih dalam ke arah makna dan arti bangunan
 Membuat orang untuk melihat karya seni lebih teliti
 Mampu meyederhanakan suatu analisis objek yang tadinya terasa kompleks
 Membuat lingkungan lebih mudah dikenali

Kerugian Kritik Impreionis :


 Kritik seolah tidak berkait dengan arsitektur
 Interpretasi menjadi lebih luas dan masuk dalam wilayah bidang ilmu lain
 Pesan perbaikan dalam arsitektur tidak tampak secara langsung
 Menghasikan satu interpretasi yang bias tentang hakikat arsitektur

5. Kritik Interpretif
Kritik interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang
menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental. Kritikus pada jenis ini dipandang
sebagai pengamat yang profesional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat
mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut.
Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan
dari sudut pandang lain. Terdapat 3 jenis kritik interpretatif, yaitu:
1. Kritik Evokatif (Evocative)– Kritik yang Membangkitkan Rasa
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan.
Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan
pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam
bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).

4
1. Kritik Advokatif (Advocatory)– Kritik yang Membela, Memposisikan Diri sebagai
Arsitek Objek Kritik
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang
dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat
manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek
bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.
1. Kritik Impresionis(Imppressionis Criticism) – Kritik Dipakai sebagai Alat untuk
Melahirkan Karya Seni Baru
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya
seninya.
Kritik impresionis dapat berbentuk:
1. Caligramme: Paduan kata membentuk silhouette
2. Verbal Discourse: Narasi verbal puisi atau prosa
3. Painting: Lukisan
4. Photo Image: Imagi foto
5. Modification of Building: Modifikasi bangunan
6. Cartoon: Fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon

6. Kritik Terukur
Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam
observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu.
Norma yang terukur digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini
merupakan satu bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam yang diformulasikan untuk
tujuan kendali rancangan arsitektural.
1. Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis dapat mengungkapkan
informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi arsitektur.
2. Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada metode yang digunakan
yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif dan terukur secara amtematis.
3. Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana
bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
4. Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa:
 Ukuran batas minimum atau maksimum
 Ukuran batas rata-rata (avarage)

5
 Kondisi-kondisi yang dikehendaki

1.2. Rumusan Masalah


1. Adakah kajian dan penilaian yang mengkaji kasus kritik tersebut berdasarkan kaidah
akademik ?
2. Adakah solusi yang sesuai dengan penataan kota terhadap kasus kritik arsitektur pada
Sun Plaza Medan ?
3. Adakah penyelesaian etis terhadap kritik tersebut ?

1.3. Tujuan
Untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, dan membantu memperbaiki
kerja.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kasus Kritik Arsitektur atas Sun Plaza Medan dan Solusinya
Pembangunan bangunan Sun Plaza medan berada pada Jalan Kh. Zainul Arifin, Medan. Pada
lokasi ini terdapat bangunan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan Club, Sekolah, Cafe,
Restoran, dan Bank. Objek yang akan diteliti adalah gaya arsitektural, bentuk, ketinggian
bangunan, serta lokasi dan posisi bangunan.

Pengumpulan data ada 2 yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
Pengambilan data yang dilakukan berdasarkan indikator yang memiliki keterangan dan hasil
yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini

7
Berikut merupakan data eksisting dari site Sun Plaza yang ada di kota medan, sumatera utara,
Indonesia.

8
Sun Plaza diresmikan pada tanggal 1 Januari 2004. Sun Plaza berdekatan dengan Kantor
Gubernur Sumatera Utara, Mesjid Agung Medan (mesjid terbesar di Sumatera), SMA Negeri
1 Medan, dan Apartemen Cambridge. Di pusat perbelanjaan ini terdapat Pujasera, Sun 21,
department store Sogo, Hypermart , Sport Warehouse , Gramedia , Sun 21 , Planet IceSkating
, ACE Hardware , Index Furnishings , Innovation Store , Timezone , Shaga Fitness , Guardian
, Breadtalk , J.Co , Starbucks , KFC , dan Pizza Hut .

Denah Sun plaza terdiri dari 6 lantai utama, 1 basement,1 lower ground floor dan 1
entrance floor. Keadaan pada bagian luar bangunan / outdoor ditampilkan dalam gambar
4.16 sampai pada gambar 4.22

9
Keadaan indoor meliputi deskripsi suasana aktivitas yang terjadi didalam ruang-ruang Sun
Plaza. Gambar 4.23 dan gambar 4.24 menunjukan aktivitas yang terjadi didalam Sun Plaza.

Kekontrasan
Ketinggian sun plaza = ±72,5 meter sampai kepada bagian ujung penangkal petir
yang ada pada bagian puncak bangunan. Untuk meghasilkan bentuk yang kontras
harus memiliki jangkauan mata sebesar 45 derajat itu berarti pada bagian
bangunan paling pinggir harus dapat dilihat secara keseluruhan orientasinya pada
jarak terdekat ±72,5 meter.

10
Kekhasan Arsitektural
1. Wujud
Sisi luar karakteristik atau konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu. Wujud juga
merupakan aspek utama di mana bentuk – bentuk dapat diidentifikasi dan dikategorikan.

Bentuk bangunan yang airodinamis memberikan kesan tersendiri terhadap Sun plaza.
Bangunan memiliki elemen bentuk lengkung dan persegi yang dipadukan menjadi suatu
kesatuan yang unik, yang membedakan bentuk Sun Plaza dari bangunan yang lain.

Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa penggunaan bahan kaca dan alucobond
mendominasi fasad-fasad pada bangunan yang termasuk dalam arsitektur modern dalam
penggunaan bahan bangunan dan bentuk fasad yang unik.

11
Dimensi

Dimensi fisik suatu bentuk berupa panjang, lebar dan tebal. Dimensi – dimensi ini menentukan
proporsi dari bentuk, sedangkan skalanya ditentukan oleh ukuran relatifnya terhadap bentuk –
bentuk lain dalam konteksnya.

Bentuk yang ditampilkan tidak kontekstual dengan lingkungan sekitarnya. Sun plazamemiliki
dimensi yang lebih besar dari bangunan lain yang ada disekitarnya. Bentuk bangunan juga
tidak monoton, dapat dilihat melalui bentuk denah bangunan.

12
Warna

Warna adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dari
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.Sun Plaza didominasi
dengan warna putih dan tampilan biru dan hitam pada bagian kaca. Memberikan kesan warna
yang menarik bagi pengunjung.

4. Tekstur
kualitas yang dapat diraba dan dilihat yang diberikan ke permukaan oleh ukuran, bentuk,
pengaturan dan proporsi bagian benda. Tekstur juga menentukan sampai di mana permukaan
suatu bentuk memantulkan atau menyerap cahaya. Secara keseluruhan tekstur bangunan
ditunjukan melalui maju mundurnya tampak bangunan yang ditampilkan diseluruh bagian.
13
Bentuk tampilan
Posisi

Inersia Visual

14
Jika dilihat dari posisi tersebut maka sun plaza akan terlihat seperti gambar dibawah ini.

Orientasi

Orientasi Sun Plaza sebenarnya menghadap ke utara dan timur, namun untuk bagian fasade dan
entrance dibuat menghadap langsung pada jalan utama. Adapun jenis kawasan dapat dilihat
secara fisik melalui tipe bangunan yang ada disekitar kawasan tersebut. Berikut merupakan
analisis fungsi atau tipe bangunan yang ada di sekitar Sun Plaza.

Sirkulasi
Pencapaian bangunan hanya terletak pada depan bangunan yaitu Jl. Zainal Arifin.

15
Pintu masuk pada Sun Plaza terdapat pada samping bangunan dan depan bangunan.
 Pintu masuk pada Sun Plaza pada samping bangunan
Pada bagian samping bangunan terdapat pintu masuk yang langsung bisa ditemukan
setelah Drop Off seperti pada gambar berikut.

16
 Pintu masuk pada Sun Plaza pada depan bangunan
Pintu masuk pada bagian depan dibuat tidak terlalu besar namun cukup sebagai pintu
masuk pada bagian Entrance seperti pada gambar berikut.

17
Sirkulasi Sun Plaza juga meliputi sirkulasi yang ada pada bagian dalam bangunan {indoor) dan
sirkulasi yang berada pada jalur disekitar Sun Plaza (outdoor). Dari analisis sirkulasi yang
berada pada bagian dalam bangunan dapat kita lihat bahwa setiap lantai dari bangunan Sun
Plaza sangat diperhatikan sirkulasi yang ada dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan
kepada pengunjung Sun Plaza. Dari setiap lantai pada bangunan Sun Plaza sekitar 20 % luasnya
digunakan untuk sirkulasi pengunjung yang datang. Penataan retail juga dibuat sedemikian
rupa untuk memudahkan sirkulasi pengunjung Untuk menganalisa sirkulasi indoor dilakukan
hal seperti gambar berikut.

Sirkulasi yang terjadi pada bagian out door memiliki beberapa permasalah pada kepadatan yang
terjadi pada waktu tertentu menyebabkan kemacetan pada lingkungan Sun Plaza, parkir yang
disediakan cukup luasa namun dalam pengelolaan masih cukup membingungkan, akses
sirkulasi pejalan kaki kurang diperhatikan pada nagian luar Sun Plaza.

Kekuatan internal

Fasilitas penunjang kenyamanan atau kemudahan yang diberikan kepada pengunjung. Adapun
fasilitas yang bnayak ditemui adalah retail belanja, kafe atau restoran, parkir, dll.

Didalam Sun plaza terjadi banyak aktivitas yang diwadahi oleh berbagai fasilitas yang cukup
mendukung aktivitas yang ada, adapun akitivitas yang paling sering terjadi menurut
pengamatan yaitu :

18
19
Kekuatan internal yang dimunculkan pada Sun Plaza memiliki tingkat keberhasilan yang
sangat baik dan efektif karena aktifitas yang terjadi sesuai dengan fungsi fasilitas yang
disediakan.

Image negatif
Kegiatan yang menimbulkan image negatif di sekitar Sun Plaza diantaranya:

20
Image negatif yang berupa kemacetan pada beberapa titik diluar maupun didalam lingkungan
Sun plaza ataupun parkir sembarangan yang ikut mendukung dikenalnya Sun Plaza oleh
masyarakat.

Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan berdasarkan indikator yang
telah dikaji dan diamati dalam menganalisa Sun Plaza sebagai Landmark Kota medan, adapun
kesimpulan yang didapat yaitu :
• Sun Plaza memiliki poin kekontrasan yang rendah karena selain ada bangunan dengan
ketinggian hampir sama disekitarnya jarak pandang pengamat yang diharapkan yaitu
sekitar 72, 5 m juga tidak tercapai diakibatkan banyaknya bangunan yang tersebar
menutupi Sun Plaza.
• Sun Plaza memiliki bentuk tampilan yang sangat jelas. Bentuk yang ditampilkan sangat
menonjol dan berbeda dari sekitarnya, mulai dari wujud, warna , tekstur dan dimensi
dari Sun Plaza itu sendiri. Hal-hal yang tersebut diatas menjadikan Sun Plaza memiliki
tatanan Arsitektural yang khas disamping gaya bangunan yang modern.
• Sirkulasi indoor pada Sun Plaza sangat baik namun pada bagian sirkulasi outdoor perlu
dilakukan perbaikan tatanan parkir, kemudian memperkecil laju kendaraan agar tidak
terjadi kemacatan pada saat waktu sibuk
• Kekuatan internal yang dimunculkan pada Sun Plaza memiliki tingkat keberhasilan
yang sangat baik dan efektif karena aktifitas yang terjadi sesuai dengan fungsi fasilitas
yang disediakan.
• Image negatif yang berupa kemacetan pada beberapa titik diluar maupun didalam
lingkungan Sun plaza ataupun parkir sembarangan yang ikut mendukung dikenalnya
Sun Plaza oleh masyarakat.

Solusi nya yaitu Untuk memaksimalkan fungsi suatu bangunan atau suatu hal yang menjadi
landmark kota dalam kasus ini Sun Plaza, maka pemerintah kota memerlukan informasi tentang
pembentukan Landmark yang dan benar sehingga lebih efesien dalam penggunaan dan tujuan
yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal. Kriteria yang dipenuhi Sun Plaza sebagai
landmark kota Medan harus tetap dipertahankan namun tidak menutup kemungkinan
melakukan pembenahan pada poin kriteria yang tidak terpenuhi melalui kaidah-kaidah yang
benar dan sesuai untuk kota Medan. Kriteria yang dirumuskan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan keadaan kota Medan dan Sun Plaza, bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang

21
sejenis dapat melakukan penyesuaian yang lebih beragam sesuai dengan daerah atau lokasi
penelitian dan objek penelitian.
Sumber : ANALISIS_SUN_PLAZA_SEBAGAI_LANDMARK_KOTA.docx

2.2. Kajian atau Penilaian Kasus berdasarkan Kaidah akademik


Dari kasus yang terdapat pada bangunan Sun Plaza Medan yaitu bagian Parkir kendaraan di
utamakannnya keselamatan pada area parkir. Keselamatan yang perlu dilindungi terkait dengan
area parkir adalah keselamatan penghuni yaitu manusia baik pejalan kaki maupun pengendara
mobil. Sedangkan aset yang dilindungi adalah aset bangunan berupa perlengkapan bangunan
dan kendaraan yang diparkir. Ancaman yang dimaksud dalam merancang area parkir adalah
kecelakaan fatal dan tindak kriminal.
Pendekatan untuk mengurangi resiko pada area parkir adalah :
1. Mencari cara untuk mengoptimalkan pengguna tapak dan menolong untuk mengurangi
resiko yang umum. Termasuk dalam cara ini adalah menambah public use pada suatu
ruang serta perawatan yang baik dan teratur.

2. Mencari cara untuk mengurangi resiko dan konsekuensi terjadinya kecelakaan


termasuk dalam cara ini adalah dengan memperlambat traffic di dalam area parkir.
3. Desain untuk menimimalisasi kondisi yang mengarah kepada kecelakaan yang sering
terjadi seperti tripping dan tabrakan.
4. Mengadakan pilihan bagi pengguna area parkir agar mereka dapat mengadaptasikan
diri untuk kondisi spesifik.
5. Mengorganisasikan perkerjaan pengurus area parkir agar perlindungan terhadap
penghuni parkir dapat berjalan dengan rapih.
Keselamatan pada Gedung Parkir Bertingkat
Adapun hal yang harus diperhatikan dalam merancang gedung parkir untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Menurut Chrest (1986)
pertimbangan terkait keselamatan area parkir meliputi:
1. Bahaya Terpeleset dan Tergelincir (Tripping and Slipping). Untuk menghindari terjadinya
kendaraan tergelincir perlu diadakan floor drain yang memadai untuk mengurangi kelebihan
air yang dapat membuat permukaan jalan menjadi licin. Selain itu permukaan lantai yang licin
dapat menyebabkan kecelakaan mobil tergelincir. Untuk menghindarinya digunakan
permukaan lantai yang kasar atau tidak halus.

22
2. Pertemuan Pedestrian dengan Jalan Kendaraan (Head Knockers and Other Projectiles). Perlu
diadakan ruang jarak antara driving area dan pedestrian, terutama pada pintu masuk atau keluar
baik bagi manusia maupun bagi kendaraan, untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
Termasuk juga adanya jarak ruang dari pintu tangga darurat atau elevator bagi penghuni atau
barang.
3. Pelindung Kendaraan dan Pedestrian (Vehicular and Pedestrian Barriers). Kode Bangunan
yang berlaku di suatu daerah tertentu mengatur kekuatan dari dinding penahan kendaraan. Ada
baiknya untuk menuruti peraturan standar nasional kecuali kode lokal memberikan spesifikasi
yang lebih kuat.
4. Konflik antara Kendaraan dan Pedestrian (Vehicular and Pedestrian Conflicts). Pejalan kaki
memiliki kecenderungan untuk mengambil jarak yang terpendek yang bisa diambil ketimbang
mengambil jalan yang sudah didesain untuk pejalan kaki. Kemungkinan ini perlu dihindari
karena pejalan kaki akan memungkinkan untuk berjalan pada driving area sehingga terjadi
konflik. Desain jalan kaki yang baik dan tertata dengan rapi dapat mengurangi resiko ini.

Dengan demikian setelah mengamati pertimbangan terkait dengan keselamatan bangunan


parkir pada pembahasan di atas, peneliti menentukan variabel untuk bahan evaluasi. Variabel
tersebut yaitu:
1. Permukaan lantai
2. Tembok penahan kendaraan/manusia
3. Pertemuan kendaraan dengan pejalan kaki
4. Drainage
Standar Aspek Keselamatan Area Parkir
1. Permukaan Lantai
Permukaan lantai pada gedung parkir perlu diperhatikan karena jika menggunakan permukaan
lantai yang licin akan mengakibatkan kendaraan tergelincir, khususnya jika kendaraan perlu
melakukan manuver atau jika kendaraan pada jalan menanjak. Permukaan lantai yang perlu
diperhatikan ialah sebagai berikut:
A. Ramp
B. Area parkir

23
A. Ramp
Pada gedung parkir, ramp merupakan akses masuk dan keluar atau akses naik dan turun
kendaraan, dimana ramp tersebut memiliki sudut kemiringan. Dan hal yang paling penting dari
sebuah ramp adalah keselamatannya, kendaraan baik mobil maupun motor harus dapat tetap
stabil di atas permukaannya (wikipedia.com, diakses pada 25 Desember 2017 pukul 06.49).
Permukaan lantai ramp harus stabil, keras atau padat, tahan slip dan memiliki kemiringan yang
baik.
a. Finishing
Untuk menciptakan permukaan yang stabil, keras atau padat, tahan slip, ramp harus memiliki
tekstur pada permukaannya sebagai penghalang bahaya tergelincir. Finishing beton yang baik
digunakan pada permukaan ramp adalah dengan menggunakan rough concrete dengan
herringbone pattern atau line pattern (Chrest, 1986) .

Gambar Kiri: Tekstur herringbone pattern, Kanan: Tekstur line pattern


Sumber: www.restorex.ca, 2017
b. Kemiringan
Untuk menciptakan permukaan yang memiliki kemiringan yang baik., ramp harus
memperhatikan kemiringan yang dianjurkan (Neufert, 2002).
• Tanjakan satu lantai penuh
Tanjakan yang ditempatkan pada sisi-sisi bangunan dan ditempatkan pada ketinggian satu
lantai penuh. Kemiringan yang dianjurkan tidak melibihi 10%.

24
Gambar Tanjakan satu lantai penuh (Sumber : Neufert, 2002)

• Tanjakan berefisiensi tinggi


Pada sistem ini memiliki tanjakan bertingkat yang luurs, paralel dan menerus dengan podium
di antara keduanya. Jalan naik dan turun terletak berseberangan dengan kemiringan ≥ 6%.

Gambar Tanjakan berefisiensi tinggi (Sumber : Neufert, 2002)


• Tanjakan setengah lantai
Sistem ini memiliki posisi lantai setengah dan perbedaan ketinggian diatasi dengan tanjakan
yang pendek. Ketinggian tanjakan mencapai 13%.

Gambar Tanjakan setengah lantai (Sumber : Neufert, 2002)

25
B. Area Parkir
Untuk area parkir, permukaan lantai itu sendiri harus bebas dari genangan air dan cukup kasar
untuk mencegah ban mobil tergelincir saat basah. Tetapi permukaan lantai tidak boleh terlalu
kasar karena dapat mengakibatkan bahaya tersandung untuk pejalan kaki.
• Finishing
Finishing beton yang baik digunakan adalah menggunakan rough concrete dengan light broom
atau swirl finish untuk menciptakan permukaan yang baik untuk area parkir (Chrest et al, 1986).

Gambar Kiri: Tekstur light broom, Kanan: Tekstur swirl finish


Sumber: Cement Concrete & Aggregates Australia, 2008
Tembok Penahan Kendaraan dan Manusia
Semua ruang atau area parkir harus dilengkapi dengan penghalang bemper atau tembok
penahan, dan penghalang ban (wheel stop) yang dirancang untuk mencegah kendaraan agar
tidak melewati garis properti, merusak lansekap, dinding atau bangunan terdekat, dan penahan
kendaraan tidak boleh menghalangi lorong akses antar ruang atau jalur sirkulasi. Yang
termasuk sebagai tembok atau dinding penahan di antaranya adalah:
A. Dinding pembatas pada ramp dan pada area parkir
Dinding pembatas bagian dalam gedung parkir dan luar bangunan menjadi penting apabila
terdapat mobil yang parkir di hadapan dinding tersebut. Dinding pembatas perlu didesain agar
dapat menahan kemungkinan terburuk yaitu ketika kendaraan menabrak dinding. Desain yang
dimaksud adalah dinding ini perlu memiliki spesifikasi kekuatan tertentu untuk dapat menahan
kendaraan beban kendaraan pada berat dan kecepatan tertentu.
Beberapa standar yang mengatur perancangan tembok penahan benturan kendaraan adalah:

26
1. Dalam IBC General String dikatakan berdasarkan banyaknya tipe ketinggian mobil,
tembok penahan berupa dinding beton dengan ketinggian 68,5 cm (27 inch) akan
melindungi 96% tipe kendaraan.
2. Perda DKI Jakarta no. 7 tahun 1991 dikatakan bahwa dinding parapet setinggi minimal
90 cm dari lantai.
B. Penghalang ban (wheel stops)
Penghalang ban (wheel stops) diperlukan di semua tempat parkir untuk menentukan batas area
parkir. Penghalang ban juga merupakan pelindung kendaraan dari kerusakan atau kecelakaan,
mesin atau properti bangunan.
Adapun standar untuk penghalang ban (wheel stops) adalah sebagai berikut (Atascadero
Municipal Code (qcode.us) diakses pada 21 Oktober 2017 pukul 12:25):
1. Bahan dan Instalasi. Penghalang ban harus terbuat dari beton, aspal, kayu atau bahan
yang memiliki ketahanan terhadap kendaraan. Pengahalang ban (wheel stops) harus
dipasang dengan aman dan dipelihara atau diperiksa secara berkala.
2. Peletakan. Penghalang ban atau penghalang kendaraan harus terletak kira- kira 90 cm
atau 3 kaki dari dinding penahan parkir (parapet)
3. Dimensi. Menurut Parking Lot Design Standards University of Houston, penghalang
ban (wheel stops) harus memiliki lebar minimal 15 cm (6 inch), tinggi 15 cm (inch),
dan panjang 183 cm (6 feet). Penghalang ban beton prafabrik harus kokoh dan secara
permanen berlabuh minimal 30 cm (12 inch) di bawah tanah.

Gambar Penghalang ban (wheel stops)


Sumber: Parking Lot Design Standards University of Houston, 2014

Gambar Angkur penghalang ban (wheel stops anchor)


Sumber: Parking Lot Design Standards University of Houston, 2014

27
Pertemuan kendaraan dengan pejalan kaki
Merancang space untuk pejalan kaki memerlukan pertimbangan yang matang. Dalam sebuah
struktur parkir, lalu lintas pejalan kaki atau pedestrian sama pentingnya dengan lalu lintas
kendaraan. Harus tersedia jalur pejalan kaki yang terlindungi, aman dan dirancang dengan baik
dikarenakan perilaku pejalan kaki cenderung memilih jalan yang lebih pendek dan mudah,
dibandingkan dengan pedestrian yang sudah didesain, terutama bila memang tidak ada desain
untuk itu.
Adapun yang harus diperhatikan dalam mendesain pedestrian menurut Essex County Council
(2009) adalah sebagai berikut:
1. Peletakan jalan untuk pejalan kaki harus kasat mata dan dengan mudah ditemui oleh pejalan
kaki sehingga mendorong pejalan kaki untuk berjalan di atasnya serta mengurangi
kemungkinan terjadinya tabrakan antara manusia dengan mobil.
2. Perbedaan level lantai akses pejalan kaki harus dipisahkan dari jalan masuknya dan jalan
keluar kendaraan.
3. Jalur pedestrian didesain bersebelahan dengan tangga/lift darurat
4. Jalur pedestrian juga perlu ditempatkan pada jalur khusus yang berdekatan dengan pintu
masuk / keluar kendaraan.

Drainase
Untuk mencegah terjadinya genangan air terutama pada pintu masuk atau keluar bangunan
parkir maka perlu mengadakan (Atascadero Municipal Code (qcode.us) diakses pada 21
Oktober 2017 pukul 13:19):
1. Parit dengan penutup besi pada setiap titik entrance/exit kendaraan
2. Floor drain pada setiap titik-titik rendah bangunan
3. Parit pada tepi lantai bangunan

Kasus kritik arsitektur bangunan ini terhadap penataan lingkungan kota medan sangat strategis
tetapi dari aturan Gsb bangunan sangat sempit dan pas-pasan saja kurangnya perluasan gsb.
Area drop off juga tidak ada pedestrian yang memadai sehingga mengakibatkan kemacetan
karena daerah bangunan tersebut merupakan wilayah yang padat penduduk.

Sumber:(http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/11462/130406088.pdf?seque
nce=1&isAllowed=y)

28
2.3. Penyelesaian etis terhadap kritik

Aspek keselamatan gedung parkir Sun Plaza telah memenuhi semua syarat untuk Penahan
Kendaraan dan Manusia, serta Pertemuan Kendaraan dengan Pejalan Kaki, tetapi gedung parkir
Sun Plaza tidak memenuhi aspek Permukaan Lantai dan Drainase. Hal ini disebabkan karena
gedung parkir Sun Plaza tidak memenuhi syarat finishing area parkir untuk Permukaan Lantai
dan parit dengan penutup besi untuk Drainase.

Aspek keselamatan gedung parkir pada Ringroad City Walks, telah memenuhi syarat
untuk Penahan Kendaraan dan Manusia, tetapi tidak memenuhi syarat untuk Permukaan Lantai,
Pertemuan Kendaraan dengan Pejalan Kaki dan Drainase. Hal ini disebabkan karena gedung
parkir Ringroad City Walks masih terdapat genangan air dan tidak memenuhi syarat kemiringan
ramp, dan finishing area parkir untuk Permukaan lantai. Untuk Pertemuan Kendaraan dengan
Pejalan Kaki, gedung parkir Ringroad City Walks tidak memenuhi syarat perbedaan level,
mudah didapat dan penempatan jalur pedetrian bersebelahan dengan tangga/lift darurat. Serta
masih terdapat genangan air dan tidak memenuhi syarat parit tepi bangunan untuk Drainase.

Aspek keselamatan gedung parkir pada Thamrin Plaza, tidak memenuhi semua aspek
keselamatan, baik Permukaan Lantai, Penahan Kendaraan & Manusia, Pertemuan Kendaraan
dengan Pejalan Kaki maupun Drainase. Hal ini disebabkan karena gedung parkir Thamrin Plaza
hanya memenuhi syarat kemiringan ramp untuk Permukaan Lantai, syarat bahan, ketinggian
untuk Penahan Kendaraan dan Manusia, syarat penempatan pedestrian di pintu masuk dan
keluar untuk Pertemuan Kendaraan dengan Pejalan Kaki, serta pengadaan floor drain untuk
Drainase.

Dan berdasarkan hasil perbandingan aspek keselamatan pada ketiga bangunan tersebut,
gedung parkir Sun Plaza adalah yang paling memenuhi aspek keselamatan pada gedung parkir
bertingkat. Dan yang paling tidak memenuhi aspek keselamatan pada gedung parkir bertingkat
adalah gedung parkir Thamrin Plaza.
Sumber:(http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/11462/130406088.pdf?seque
nce=1&isAllowed=y)

29
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Penting bagi kita memahami peraturan yang sudah tercantum dalam UU sebelum
melaksanakan pembangunan
2. Pelanggaran yang terjadi mengakibatkan terjadinya pembongkaran paksa terhadap
bangunan yang didirikan.
3.2. Saran
Segala pembangunan yang dilakukan hendaknya memperhatikan peraturan penataan kota serta
peraturan UU yang sudah.

30
DAFTAR PUSTAKA
ANALISIS_SUN_PLAZA_SEBAGAI_LANDMARK_KOTA.docx
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/11462/130406088.pdf?sequence=1&is
Allowed=y)

31

Anda mungkin juga menyukai