Anda di halaman 1dari 19

Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |

Imam Nur Fattah

MENGENAL MAKNA SIMBOLIK DIBALIK ARSITEKTUR DARI


MASJID SANG CIPTA RASA DI CIREBON
Imam Nur Fattah, Asep Achmad Hidayat
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung
Email: imamnurfattah3@gmail.com

Abstract
Islam is a religion of rahmatanlil'alamiin which means mercy for the
universe. Islam is a religion of peace and also a religion that respects differences
or mutual tolerance. This can be proven from the buildings managed by Muslims
when they won the war. By not changing all the existing architecture in the
building. One example is the mosque which is a place of worship for Muslims.
Mosques that used to be churches are for example the Damascus Mosque which is
part of the acculturation of Islam and Christianity in architectural terms. Every
architecture usually has its own meaning if we observe and try to understand it. In
Indonesia, there are also many mosques whose architectural forms are mixed with
other religions. Every traditional mosque in Indonesia usually has an
extraordinary history. Moreover, mosques that were made in the 15th century,
which is the century where Islam was spread in Indonesia, must have something
to do with the syiar of Islam. One example is the Sang Cipta Rasa Mosque in the
city of Cirebon, which is one of the historical mosques made by Syekh Syarif
Hidayatullah and is a witness to the spread of Islam in Java.
Keywords: Mosque, History, Architecture

1 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Pendahuluan
Masjid merupakan bangunan sebuah tempat peribadatan umat muslim yang
mana memiliki ciri khas tersendiri, terelebih lagi masjid yang ada di Indonesia
sebagai negara yang memiliki banyak ciri khas setiap daerahnya. Masjid menjadi
tempat ibadah baik itu untuk shalat, berdo’a, berdzikir kepada Allah. Adanya
masjid disuatu daerah bisa menjadi ciri khas eksistensi serta aspirasi umat Islam
sekitar. Masjid ini merupakan tempat yang harus suci dan bersih mengingat
memiliki fungsi untuk beribadah kepada Allah, maka dari itu dalam
pengelolaannya harus benar-benar dilakukan oleh umat Islam sekitar tersebut agar
masjid menjadi tempat yang nyaman untuk beribadah kepada Allah dan memberi
manfaat bagi masyarakat sekitar juga serta masjid akan terlihat makmur dan indah
dari segi bangunan jika dipandang.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masjid merupakan tempat
bersembahyang (shalat) bagi umat Islam, bisa juga masjid diartikan sebagai rumah
Allah.2 Menurut bahasa yaitu kata masjid merupakan asal kata dari bahasa Arab
yaitu “Sajada” yang memiliki arti tempat untuk sujud.3 Adapun secara istilah
masjid merupakan tempat untuk melakukan kegiatan atau aktivitas yang
berhubungan kepada ketaqwaan terhadap Allah SWT semata. Dengan demikian,
pengertian masjid secara terminologis memiliki cakupan arti yang lebih luas,
bukan digunakan hanya untuk shalat saja, namun bisa juga digunakan untuk
sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas kaum muslim yang berkaitan dengan
ketaqwaan kepada Allah.4 Sebenarnya salah satu cara memakmurkan masjid yang
benar yaitu menunaikan shalat secara berjamaah, karena shalat merupakan tiang
agam Islam sedangkan ibadah yang lainnya seperti dzikir atau lain-lain
merupakan ibadah yang dilakukan secara masing-masing. Pada zaman Rasulullah
SAW masjid bukan hanya digunakan sebagai shalat, berdzikir atau beri’tikaf saja,
akan tetapi bisa digunakan sebagai tempat belajar dan menagajrkan kebaikan,
digunakan untuk kepentingan sosial, menyelesaikan hukum dan berbagai macam
kegiatan lain.5
Biasanya ada beberapa masjid di Indonesia yang memiliki sejarah yang
cukup terkenal. Bukan hanya sejarah, tetapi biasanya dalam bangunan masjid
memiliki makna arsitektur yang terkandung di dalamnya. Biasanya makna itu
dituangkan dalam segi bentuk bangunan, lukisan, ukiran dan lain sebagainya.
Arsitektur selalu mengembangkan dirinya agar bisa memenuhi kebutuhan
metafisik maupun fisik, memenuhi unsur raga dan kejiwaan setiap orang.
1
A. Bachrun Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, “Manajemen Masjid”, (Bandung: Benang Merah
Press, 2005), hlm. 14.
2
Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Edisi 3, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), hlm. 719.
3
Moh. E. Ayyub, “Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus”, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1996), hlm. 1.
4
Nana Rukmana, “Manajemen Masjid: Panduan Praktis Dalam Membangun dan
Memakmurkan Masjid”, (Bandung:, MQS Publishing, 2009), hlm. 26.
5
Abdul Rochim, “Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia”, (Bandung: Angkasa,
1983), hlm. 90.

2 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Keindahan dalam arsitektur bisa menjawab keinginan intelektual, emosional


seraya menuntun kepada perenungan dalam diri manusia yang memahaminya.
Dalam bentuk arsitektur bangunan biasanya merupakan rujukan dari dasar hal
yang mitologis, doktrinal hingga dengan ritual. Memandang bentuk dari sebuah
arsitektur bisa membuat kita mengerti sebuah kerangka bagaimana konsep tradisi
yang berlaku disebuah masayarakat. Sepanjang zaman diberbagai penjuru,
perkembangan arsitektur selalu mengamali pergerakan naik dan turun diantara 2
kecenderungan, yakni berat kearah pertimbangan tentang estetika (keindahan)
serta pertimbangan pengetahuan dan akal. Masuk kepada abad-abad pengetahuan
dimulai sekitar pada abad ke-19, yaitu ketika seni terapan sudah mulai dikenal
oleh banyak orang, porsi pertimbangan akal mulai banyak menggejala dari porsi
keindahan dan seni. Bahkan ketika masa “renaisans” atau abad pertengahan ketika
saat itu pengetahuan-pengetahuan dirujuk pada batas teoti proporsi, geometri, dan
juga beberapa dari pemahaman bagian-bagian tentang arsitektur mulai didekati
secara matematis.6
Yang luar biasanya dari umat Islam adalah ketika telah menjadikan suatu
wilayah menjadi wilayah kekuasaannya, umat Islam mengadopsi budaya wilayah
tersebut tanpa meghilangkan estitensi kebudayaan sebelumnya. Contohnya yaitu
Masjid Agung Damaskus merupakan salah satu contoh umat Kristiani yang
mengubah bangunan dari Kuil Yupiter kemudian menjadi gereja. Setelah umat
Islam menguasai wilayah itu maka diuabh lagi yang tadinya merupakan gereja
menjadi masjid yang sekarang dikenal dengan Masjid Agung Damaskus tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan Krsitiani. Banyak benda-benda yang dibiarkan
saja disitu akan tetapi ada juga yang dipindahkan atau bahkan dibuang untuk
memenuhi syarat agar umat Islam bisa melaksanakan shalat berjamaah.7
Dalam penulisan ini, akan membahas “Mengenal Makna Simbolik Dibalik
Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon”. Seperti yang kita tahu bahwa
Cirebon merupakan kota wali dimana Cirebon menjadi pusat perkembangan Islam
di tanah Jawa termasuk juga di Banten. Satu-satunya walisongo yang menjabat
menjadi sultan yaitu kesultanan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati. Menjadi kota
Wali berarti memiliki sejarahnya dan peninggalan pada masa-masa tersebut yang
bisa dilihat sampai saat ini sebagai bukti sejarah. Salah satunya yaitu Masjid Sang
Cipta Rasa yang memiliki sejarahnya tersendiri. Bukan hanya sejarahnya, akan
tetapi didalam Masjid segi bangunan arsitektur bangunan ini juga mengandung
nilai makna. Berhubungan dengan Masjid Sang Cipta Rasa maka kita tidak bisa
lepas dari sejarahnya. Masjid ini merupakan masjid yang dibuat langsung oleh
para wali dan memiliki daya tariknya tersendiri. Masjid ini juga sebagai bukti
sejarah tentang masuknya agama Islam di Jawa khususnya Cirebon dan
sekitarnya. Seperti yang sudah dibahas diatas bahwasannya dalam setiap bentuk
arsitektur bangunan bisa saja memiliki makna yang tersimpan didalamnya. Maka
dari itu pada penelitian kali ini penulis tertarik untuk meneliti dan menulis tentang
apa saja yang makna filosofis yang terkandung dalam arsitektur masjid ini yang

6
Achmad Fanani, “Arsitektur Masjid”, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2009), hlm. 11.
7
Ibid., hlm. 29-30.

3 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

pada zamannya digunakan sebagai media syiar agama Islam oleh para wali dan
murid-muridnya.

Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
sejarah yang meliputi empat langkah yakni diawali hari Heuristik, Kritik,
Interpretasi dan Historiografi. Terkait cakupan yang lebih luas, pengertian metode
dianggap sebagai suatu cara-cara atau strategi untuk memahami sebuah realitas
yang ada, kemudian langkah-langkah untuk mengetahui rangkaian mengenai
sebab-akibat berikutnya. Metode digunakan sebagai alat yakni digunakan agar
memepermudah untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian sejarah dan
agar dapat dipahami.8 Metode penelitian juga biasanya disebut dengan metode
sejarah. Menurut Luis Gottschalk ia menjelaskan bahwasannya “metode penelitian
sejarah meruapakan proses pengujian serta menganalisis kesaksian sejarah untuk
menemukan sebuah data yang otentik dan juga dapat dipercaya serta usaha atas
data semacam itu menjadi kisah yang bisa dipercaya kebenarannya”. 9 Data dan
sumber yang ditemukaan juga harus memiliki kegunaan khususnya bagi peneliti
itu sendiri.10
a) Heuristik
Asal kata dari heuristik adalah “heureskein” yang merupakan bahasa Yunani
dan memiliki arti “menemukan”. Heuristik merupakan suatu tahapan atau peorses
pengumpulan sumber-sumber, pencarian data dan penjajakan mengenai apa-apa
yang berhubungan dengan apa yang ingin diteliti. 11 Heuristik adalah tahapan
keteramplian dalam metode penelitian sejarah dalam memperinci, mengklasfikasi,
menemukan, menangani pada sumber-sumber data yang ditemukan berupa arsip,
buku, foto atau gambar terkait dengan objek penelitian yang ingin dikaji tersebut,
baik itu merupakan sumber primer maupun sumber sekunder yang akan
menunjang pengerjaan penulisan ini. Pada tahap heuristik ini, penulis mencari
sumber-sumber data dan menghimpun sumber-sumber tersebut yang memang
dianggap kredible dan relevan dengan kajian yang dibahas.12 Dalam penelitian
kali ini penulis banyak menemukan sumber-sumber berupa buku, jurnal akan
tetapi belum menemeukan berupa arsip atau manuskrip yang menjelaskan secara
langsung mengenai Masjid Sang Cipta Rasa. Namun penulis meneliti masjid ini

8
Nyoman Kutha Ratna, “Metode Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Pada Umumnya”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 84.
9
Dudung Abdurrahman, “Metode Penelitian Sejarah Islam”, (Yogyakarta: Ombak, 2011),
hlm. 104.
10
Sugiyono, “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”, (Bandung: Alfabetta, 2014),
hlm. 3.
11
Sulasman, “Metode Penelitian Sejarah”, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 94.
12
Rizal Naseer dan Sulasman, “Perkembangan Komunitas Islam di Indonesia: Studi Kasus
Perkampungan Masyarakat Arab di Pekojan Jakarta Barat Tahun 1950-2018”. Historia Madania.
Vol. 4. No. 2, 2020. hlm. 252.

4 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

dengan mengunjungi langsung tempatnya dan mengambil gambar-gambar yang


akan dibahas serta melakukan wawancara dengan pengurus DKM Masjid tersebut.
b) Kritik
Tahapan metode penelitian selanjutnya adalah kritik. Kritik merupakan
tahapan pengujian, penilaian dan penyeleksian terhadap sumber-sumber yang
telah ditemukan sebelumnya. Tujuannya agar bisa mendapatkan informasi-
informasi yang relevan dan kridible serta otentik untuk dijadikan sebagai sumber
sejarah yang akan disusun. Kritik merupakan evaluasi terhadap sumber yang ada
di dalamnya mencakup kritik internal dan kritik eksternal terhadap sumber yang
akan digunakan dalam penelitian.13 Setelah melakukan kritik eksternal serta kritik
internal terkait dengan sumber-sumber Masjid Sang Cipta Rasa maka sumber-
sumber itu dibagi menjadi 2 kelompok yakni sumber primer serta sumber
sekunder.
c) Interpretasi
Selanjutnya adalah interpretasi, merupakan metodologi penelitian sejarah
dimana penulis berusaha menafsirkan fakta-fakta sejarah serta menetapkan makna
dan keterkaitannya satu sama lain. Karena pada hakikatnya melakukan interpretasi
merupakan kegiatan atau tingkatan mengartikan bukti-bukti serta menempatkan
bukti yang satu dengan bukti yang lainnya. 14 Dalam melakukan interpretasi ini,
penulis berusaha mengaitkan tentang apa yang ditemukan dalam sumber tulisan
berupa buku atau jurnal dengan sumber wawancara atau observasi yang dilakukan
oleh penulis sendiri mengenai Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon.
d) Historiografi
Sejarawan bebas menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah asalkan tetap
memperhatikan tiga aspek, yaitu: kronologi, kualitas dan imajinasi.15 Dalam
penelitian tentang makna simbolik dibalik arsitektur Masjid Sang Cipta Rasa di
Cirebon ini setelah melalui beberapa tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan
hisoriografi maka penulis menuliskannya dalam bentuk tulisan ini mulai dari awal
berdirinya Masjid tersebut dan menjelaskan mengenai makna simbolik arsitektur
dari Masjid tersebut.

Pembahasan Hasil Penelitian


Letak Masjid Sang Cipta Rasa yaitu di jalan Keraton Kasepuhan No. 43 dan
berada di kelurahan Kasepuhan, Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Provinsi
Jawa Barat, Indonesia. Lokasi dari masjid ini masih berada di sekitar komoplek
Keraton Kasepuhan lebih rinci masjid ini terletak di arah sebelah barat dari alun-
alun keraton dan alun-alun tersebut berada di depan Keraton Kasepuhan. Akses
13
Sulasman, op.cit., hlm.95.
14
Ibid., hlm. 95.
15
Abd Hamid dan Muhammad Shaleh Madjid, “Pengantar Ilmu Seajarah”, (Yogyakarta:
Ombak, 2015), hlm. 51.

5 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

menuju masjid ini juga harus melewati pasar yang terletak di arah sebelah barat
masjid.
A. Sejarah Masjid Sang Cipta Rasa
Berdasarkan hasil wawancara dengan merbot Masjid Sang Cipta Rasa yaitu
bapak Ismail, pada hari Selasa, 17 November 2020 di serambi Masjid Sang Cipta
Rasa beliau mengatakan bahwa sejarah dari Masjid Sang Cipta Rasa itu berawal
dari masa ketika Syekh Sayarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang
memimpin Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah anak dari Rarasantang (Syarifah
Muadzin) yang menikah dengan raja dari Mesir. Jadi, Sunan Gunung Jati juga
merupakan keturunan raja dari Mesir. Bukan hanya itu, beliau juga merupakan
cucu dari raja yang sangat terkenal dan disegani sebagai peneguasa tanah
Pasundan, yaitu raja kerajaan Padjajaran bernama Prabu Siliwangi. Masuknya
agama Islam ke Cirebon dalam cerita masyarakat lokal Cirebon yaitu pada abad
ke-15 sekitar tahun 1470. Cerita tersebut juga terdapat dalam cerita “purwaka
caruban nagari”. Penyebaran agama Islam di Cirebon ini dilakukan oleh Sunan
Gunung Jati atau nama aslinya Syekh Syarif Hidayatullah dan pada masa itu
Syekh Syarif masih berusia 27 tahun akan tetapi beliau sudah menjadi mubaligh
yang menyiarkan agama Islam di Cirebon. Beranjak pada tahun 1479 Syekh
Syarif Hidayatullah menikah dengan anak dari Pangeran Cakrabuana atau dalam
sejarah umum dikenal “Raden Kian Santang”, anak dari Pangeran Cakrabuana
tersebut bernama “Nyai Ratu Pakung Wati” atau bisa juga disebut “Retna
Pakungwati”. Pangeran Cakrabuana atau Raden Kian Santang juga merupakan
anak dari Prabu Siliwangi dan merupakan adik dari Nyai Rarasantang, terkait hal
ini bisa dibilang bahwasannya Pangeran Cakrabuana merupakan paman dari
Syekh Syarif Hidayatullah. Sebelum dipimpin oleh Syekh Syarif Hidayatullah,
Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana kemudian Pangeran Cakrabuana
menyerahkan kepemimpinannya kepada Syekh Syarif Hidayatullah.
Syekh Syarif Hidayatullah tidak menikah satu kali, namun menikah beberapa
kali. Pernikahan yang pertama dengan “Retna Pakungwati” yang merupakan anak
Pangeran Ckarabuana, pernikahan pertama ini Syekh Syarif dikarunai 2 orang
anak, yang pertama yaitu Ratu Ayu dan Pangeran Pesarean yang biasa dikenal
juga dengan nama “Dipati Muhammad Arifin”. Pernikahan yang kedua yaitu
Syekh Syarif Hidayatullah menikah dengan keturunan Cina yaitu Ong Tien,
setelah memeluk Islam Ratu Ong Tien mengganti namanya menjadi
“Sumanding”. Pernikahan Syekh Syarif Hidayatullah dengan Ong Tien tidak
berlangsung lama dikarenakan Ong Tien jatuh sakit dan meninggal dunia.
Pernikahan yang ketiga, Syekh Syarif Hidayatullah menikah dengan “Nyi Mas
Retna Babadan” yang merupakan puteri dari Ki Gede Babadan. Pernikahan yang
keempat yaitu dengan puteri dari Ki Gede Kawumanteng, Banten yang bernama
“Dewi Kawunganten”.16
Berdasarkan penjelasan dari bapak Fatohir sebagai petugas merbot di Masjid
Sang Ciipta Rasa, beliau juga memaparkan bahwa Masjid Sang Cipta Rasa adalah
16
Wawancara Bersama Bapak Ismail Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

6 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

masjid tertua di Indonesia dikarenakan sudah dibangun dari tahun 1480 Masehi.
Masjid ini telah dibangun sejak zaman Walisongo yang mana pada saat ini
penyebaran agama Islam sedang mencapai klimaks di Pulau Jawa. Masjid tersebut
dalam penamaannya memiliki makna tersendiri yaitu dari kata “Sang” mempunyai
arti “Keagungan”, “Cipta” yang artinya “Dibangun” dan “Rasa” memiliki makna
“Digunakan”. Jika digabungkan arti tersebut maka memiliki maksud “masjid
agung yang dibangun untuk selalu digunakan”.
Dalam pembangunannya, Masjid Sang Cipta Rasa dikabarkan
memperkerjakan setidaknya kurang lebih 500 orang dalam pembuatannya yang
mana orang-orang tersebut bukan hanya berasal dari Cirebon saja, melainkan ada
yang didatangkan dari kerajaan Demak dan Majapahit. Pada awal
pembangunannya, Syekh Syarif Hidayatullah meminta kepada Sunan Kalijaga
untuk menjadi arsitektur dari masjid yang akan dibuat ini. Bukan hanya Sunan
Kalijaga yang menjadi arsitek dari pembangunan masjid ini, akan tetapi ada juga
seorang tawanan kerajaan Majapahit yang ditawan karena kalah perang dengan
kerajaan Demak bernama “Raden Sepat”. Syekh Syarif Hidayatullah meminta
agar Raden Sepat membantu proses pembuatan desain Masjid Sang Cipta Rasa
bersama dengan Sunan Kalijaga. Atas permintaan Syekh Syarif Hidayatullah
tersebut, Raden Sepat membantu mendesain masjid tersebut, beliau membuat
desain masjid dengan ruangan uatama yang berbentuk bujur sangkar dengan
luasnya 400 meter persegi dan membuat mihrab (tempat imam) dengan
kemiringan sekitar 30 derajat arah barat laut menghadap ke barat.17
B. Sejarah Adzan Pitu (Tujuh)

Gambar 1 (Sumber: Radarcirebon.com)

Mengenai sejarah dari tradisi adzan pitu ini ada 2 pendapat yakni karena
serangan wabah dan yang kedua karena kebakaran hebat akibat makhluk jahat.
Adzan pitu atau adzan tujuh merupakan salah satu keunikan yang dimiliki di
Masjid Sang Cipta Rasa ini. Tradisi adzan pitu ini tidak dilakukan setiap waktu,
melainkan pada waktu tertentu saja serta adzan pitu ini merupakan adzan yang
disuarakan atau dikumandangkan oleh 7 orang bersamaan sekaligus. Tradisi ini
17
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

7 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

merupakan tradisi yang unik dan bisa jadi hanya satu-satunya yang ada di
Indonesia. Tradisi Adzan pitu ini sudah ada sejak lama dan selalu diturunkan dari
generasi ke generasi agar tidak hilang atau terlupakan. Tradisi adzan pitu juga
sudah bertahan hingga 500 tahun dan masih hingga sekarang, di masa sekarang
adzan pitu hanya dilakukan pada adzan yang pertama ketika shalat Jum’at yang
mana dahulu kala tradisi ini dilakukan setiap masuk waktu shalat 5 waktu. Mitos
ini sudah beredar terlepas benar atau tidaknya, tradisi adzan pitu ini merupakan
perintah langsung dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati untuk
mengusir makhluk jahat yang namanya tidak dikenal atau diketahui akan tetapi ia
mempunyai ajian Menjangan Wulung. Ajian ini dapat menyebarkan wabah dan
penyakit bahkan kematian kepada masyarakat sekitar. Makhluk ini sering
bertanggar di kubah Masjid Sang Cipta Rasa dan selalu menyebarkan teror. Pada
mulanya Sunan Gunung Jati meminta pertolongan dari Allah SWT untuk
memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi itu. sampai pada akhirnya
diperintahkanlah satu orang muadzin unttuk mengumandangkan adzan namun hal
ini tidak berhasil. Sunan Gunung Jati terus menambah jumlah muadzin hingga
sampai tujuh orang muadzin baru bisa menyingkirkan makhluk jahat tersebut.18
Pendapat selanjutnya yaitu pendapat yang kedua mengenai tradisi adzan pitu
yakni pada waktu itu Masjid Sang Cipta Rasa terbakar hebat. Makhluk yang
mempunyai ajian menjangan wulung ini dalam pendapat ini memiliki arti sebagai
api berwarna merah yang telah membakar kubah masjid, menjangan wulung
dalam pendapat ini bukanlah makhluk jahat maupun ksatria jahat, akan tetapi
memiliki arti api yang mana memang pada saat itu musim kemarau dan cuaca di
daerah masjid sangat panas hingga bagian atap masjid itu terbakar sangat dahsyat.
Segala macam cara dan upaya telah dilakukan untuk menghentikan api itu agar
padam, namun semua upaya tersebut berakhir dengan gagal. Hingga pada
akhirnya ada cara yang dapat menghentikan kobaran api tersebut. Cara ini
merupakan saran dari Nyi Mas Pakungwati yang merupakan istri dari Syekh
Syarif Hidayatullah. Nyi Mas Pakungwati berkata agar memerintahkan satu orang
muadzin untuk mengumandangkan adzan agar api itu berhenti, akan tetapi cara ini
tidak berhasil dan api masih terus berkobar. Namun Nyi Mas Pakungwati terus
memerintahkan agar menambah jumlah muadzin yang mengumandangkan adzan
dan ditambahlah dua, tiga, empat hingga ketika jumlah tujuh orang muadzin yang
mengumandangkan adzan api itu berhenti membakar masjid. Dari situlah awal
mula tradisi adzan pitu dilakukan dan masih dilakukan secara turun temurun
sebagai ciri khas masjid tersebut. Setelah memberikan saran tersebut dan sarannya
berhasil membuat api padam, tidak lama pada saat itu juga Nyi Mas Pakungwati
wafat di Masjid Sang Cipta Rasa. Kuburan Nyi Mas Pakungwati tidak diketahui
sampai sekarang. Menurut mitos yang tersebar di masyarakat sekitar mengatakan
bahwa ketika itu juga jama’ah yang sedang berwudhu untuk melakukan shalat

18
Wawancara Bersama Bapak Ismail Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

8 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

jenazah, jenazah Nyi Mas Pakungwati menghilang secara misterius, maka dari itu
kuburannya tidak diketahui sampai sekarang.19
C. Makna Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon
1. Masjid Yang Tidak Memiliki Kubah

Gambar 2. Tampak Atas Masjid (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Dari gambar tersebut bisa dilihat bahwa Masjid Sang Cipta Rasa tidak
memiliki kubah seperti halnya masjid pada umumnya. Sebenarnya awal
beridirnya masjid ini memiliki kubah layaknya masjid-masjid pada umumnya.
Ada alasan tersendiri mengapa Masjid Sang Cipta Rasa tidak memiliki kubah
yaitu ada dua versi yang mengatakan alasan kenapa masjid ini tidak memiliki
kubah diatasnya. Menurut wawancara yang dilakukan bersama bapak Fatohir
yang bertugas sebagai merbot di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon beliau
mengatakan bahwa dahulu ada kejadian yang diluar nalar atau logika yaitu
terlemparnya kubah masjid tersebut ke Banten dan bukti itu sampai saat ini masih
ada di Masjid Agung Banten yang sekarang mempunyai 2 kubah yang
menandakan satu milik Masjid Agung Banten dan satu lagi milik Masjid Agung
Sang Cipta Rasa Cirebon. Ada pula orang yang berpendapat dan mengatakan
bahwasannya cerita tersebut hanyalah fiktif belaka yang dibuat-buat dan
mengatakan sejarah serta alasan mengapa Masjid Sang Cipta Rasa tidak memiliki
kubah yaitu karena terbakar. Dahulu Masjid Sang Cipta Rasa dibangun layaknya
masjid pada umumnya yang memiliki kubah akan tetapi kubah tersebut terbakar.
Bentuk kubah Masjid Sang Cipta Rasa dahulu berbentuk model kandang keboan,
bentuk kuda-kuda 4 memiliki makna filosofis tersendiri yaitu “ingeto perkara sing
papat” yang memiliki arti di dunia ini serba 4 perkara diantaranya:
a. Waktu ada 4 yaitu pagi, siang, sore, malam.
b. Kitab suci ada 4 yaitu Kitab Taurat, Zabur, Injil dan disempurnakan dalam
kitab al-Qur’an.

19
Wawancara Bersama Bapak Ismail Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

9 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

c. Nabi Adam as diciptakan dari tanah, air, angin dan api.


d. Ada 4 hal yang dinamakan wajib, haram, makruh, mubah.
e. Nabi Muhammad SAW diciptakan dari jama, akmal, jalal, kamal
f. Ada 4 alam yaitu alam arwah (roh), alam kandungan, alam dunia dan alam
akhirat dan lain sebagainya. Dalam hasil penelitian ini penulis hanya
menyebutkan sebagian agar mengetahui diantara 4 perkara tersebut.20
2. Pintu Gerbang Masjid Sang Cipta Rasa

Gambar 3 Pagar Tembok (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Masjid Sang Cipta Rasa dikelilingi pagar tembok yang dibuat dari batu bata.
Pagar tembok tersebut berhiaskan bentuk segi enam bergerigi dan bentuk tonjolan
belah ketupat. Di bagian atas dari tembok itu didapati sebuah “pelipit rata” yang
tersusun dari batu bata berwarna merah tua yang mana dibagian atas serta bagian
dibawahnya semakin mengecil sedangkan dibagian tengahnya bertambah lebar.
Penyebutan nama untuk hal itu dalam istilah di masyarakat sekitar yaitu “candi
laras” memiliki tinggi sekitar tujuh puluh meter serta di puncaknya dipasang
lampu penerang. Kemudian pada bagian pada bagian pintu tersebut terdapat
ukiran hias candi laras dan hiasan berbentuk belah ketupat pada bagian bawahnya.
Pada bagian atasnya juga didapati tulisan Arab seperti yang terlihat pada
gambar.21 Warna tembok merah memiliki makna yaitu melambangkan suatu
kesatuan serta persatuan. Bentuk Masjid Sang Cipta Rasa pada awalnya berbentuk
bulat yang bahwa manusia harus membulatkan tekadnya (yakin) kepada Allah
SWT dan yakin dengan agama yang dianutnya yaitu agama Islam.22
3. Pintu Masuk Ruangan Utama
Pintu masuk di Masjid Sang Cipta rasa memiliki bentuk yang unik, yakni
pintunya yang pendek serta memiliki ukuran yang kecil dari segi diamternya.
20
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.
21
Suwardi Alamsyah P, “Nilai Budaya Arsitektur Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon Provinsi
Jawa Barat”, Penjala, Vol. 2, No. 2, Juni 2010, hlm. 174-175.
22
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

10 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Bahkan ketika melewati pintu itu agar menuju ke ruangan utama kita harus
menunduk dan membungkukkan badan. Masjid Sang Cipta Rasa memiliki 9 pintu
yang tidak dibuka semua dalam setiap harinya. 9 pintu terseburt hanya dibuka
ketika waktu-waktu tertentu seperti hari Raya Idhul Fitri atau Hari Raya Idhul
Adha. Ketika waktu-waktu biasa hanya ada 1 pintu yang dibuka terletak disebelah
kanan bagian masjid. 9 pintu ini melambangkan Walisongo yang berjumlah 9
wali. Sedangkan kenapa pintu tersebut memiliki diameter yang kecil, itu juga
memiliki makna tersendiri yaitu ketika kita hendak beribadah maka kita harus
menundukkan diri dan memiliki sikap yang sopan serta santun.23

Gambar 4. Pintu Masuk (Sumber: Dokumentasi Penulis)

4. Mihrab Masjid Sang Cipta Rasa

Gambar 5. Mimbar dan Mihrab (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Pada mihrab Masjid Sang Cipta Rasa terlihat bahwa memiliki ukiran seperti
bangunan Hindu akan tetapi kemudian dipadukan dengan nuansa Islam. Dalam
hal ini berarti telah terjadi akulturasi antara Hindu, Islam dan arsitektur bangunan

23
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

11 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Jawa.24 Mihrab ini jika dilihat memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan
masjid pada umumnya. Mihrab tersebut berbentuk ceruk dan befungsi sebagai
tempat imam ketika shalat. Bagian mihrab merupakan tempat yang disakralkan
atau diistimewakan. Terdapat sebuah ukiran yang bentuknya seperti bagian
kuncup dari bunga teratai dalam bagian atas mihrab masjid Sang Cipta Rasa.
Ukiran kuncup bunga teratai itu memiliki makna bahwasannya manusia itu tidak
memiliki kekuasaan sama sekali dan seorang imam juga ketika memimpin shalat
harus tepat dibawah ukiran batu tersebut dan merendahkan dirinya dihadapan
Allah SWT.
Ukiran kuncup bunga teratai itu juga konon Sunan Kalijaga yang
membuatnya langsung. Di bagian mihrab Masjid Sang Cipta Rasa juga terdapat 3
buah ubin yang memiliki makna 3 pokok ajaran agama Islam yaitu Iman, Islam
dan Ihsan. Terlepas benar atau tidaknya berdasarkan sejarah masyarakat sekitar
konon, dalam pemasangan ubin itu Sunan Kalijaga, Sunan Bonang serta Sunan
Gunung Jati yang memasangnya langsung pada awal mula Masjid Sang Cipta
Rasa berdiri. Adanya gambar “ombak laut” menunjukan bahwa mihrab masjid ini
memiliki makna filosofis dan maksud tersendiri makna itu disebut sebagai
“mungal” artinya sifat ar-rahman dan ar-rahim dari Allah SWT yang tidak
terbatas. Selanjutnya ada ukiran gunung yang disebut “mangil”, pak Fatohir
memiliki pendapat bahwa mungil itu artinya istiqomah, sungguh-sungguh. Dalam
hal ini beliau memberikan contoh siswa atau pelajar atau santri harus mencari
ilmu walaupun panas dan hujan akan tetapi mereka harus tetap bersungguh-
sungguh dan istiqomah untuk mencari ilmu. Gambar terakhir adalah matahari
yang biasa disebut “mangup” yang memiliki arti ketika seseorang sudah pandai
atau sudah mencapai titik ma’rifat.
5. Mimbar Masjid Sang Cipta Rasa (Sang Ranggakosa)
Masjid Sang Cipta Rasa memiliki sebuah mimbar yang diberi nama “Sang
Ranggakosa” letaknya disebelah utara mihrab. Terdapat ukiran-ukiran
bergambarkan bunga teratai serta hiasan sulur-sulur pada sandarah mimbar.
Bagian tangan mimbar Sang Ranggakosa juga memiliki hiasan sulur-sulur serta
bunga dan bentuk tangan mimbar ini berupa lengkungan. Ada juga motif bunga
dan rantai yang berselang-selang itu terdapat pada bagian tiang mimbar. Yang
paling banyak hiasannya dari mimbar Sang Ranggakosa ini terdapat pada samping
dan tiangnya, yaitu terdapat berbagai hiasan berupa bunga-bunga, bingkai cermin,
sulur-sulur dan juga meander. Di masjid ini terdapat 2 mimbar yang kedua-duanya
memiliki ukuran dan bentuk yang sama persis. Ketika khatib berkhutbah biasanya
memakai mimbar pengganti atau duplikat, bukan mimbar Sang Ranggakosa akan
tetapi sangat mirip dengan aslinya. Terdapat sebuah maskurah Kasultanan
Kasepuhan disebelah utara mimbar tersebut. Kemudian ada mimbar yang sudah
24
Mudhofar Muffid, dkk., “Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda Pada Masjid Agung Sang
Cipta Rasa Cirebon”, Modul, Vol. 14. No. 2. Desember 2014, hlm. 69.

12 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

lama dan tidak terpakai lagi untuk khatib ketika berkhutbah. Bagian kaki dari
mimbar yang tidak terpakai ini terdapat bentuk mirip kepala harimau yang
mengingatkan semua akan masa kejayaan dari kerajaan Pajajaran yang mana saat
itu dipimpin oleh kakek Syekh Syarif Hidayatullah yaitu Prabu Siliwangi. Mimbar
yang sudah tidak terpakai ini letaknya sebelah utara dari maskurah Kasultana
Kasepuhan. Jadi sebelah utara mimbar yang dipakai ada sebuah maskurah dan
sebelah utara maskurah terdapat mimbar yang sudah tidak terpakai itu.
Adat tradisi di Masjid Sang Cipta Rasa adalah ketika dipakai untuk khutbah
shalat Jum’at, Idul Fitri maupun Idhul Adha selalu terdapat “delepak”. Delepak
merupakan sebuah alat penerangan seperti lentera dan delepak ini tidak boleh
padam selama 24 jam. Terdapat 2 delepak yaitu disamping kiri dan kanan serta
delepak memiliki arti mistis yakni agar banyak yang datang ke masjidnya para
wali baik shalat, dzikir maupun wisata religi.25
6. Ruangan Utama Masjid Sang Cipta Rasa

Gambar 6. Interior Ruangan Utama (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Ruangan utama atau bagian utama dari Masjid Sang Cipta Rasa berebentuk
persegi dan memiliki banyak tiang penyanggah. Di bagian dalam masjid ini
memiliki tiang penyanggah berjumlah 30 sdedangkan di luar atau di serambi
masjid memiliki 44 tiang penyanggah. Menurut bapak Fatohir, Masjid Sang Cipta
Rasa memiliki jumlah tiang penyanggah 74 secara keseluruhan. Makna yang
terkandung dalam angka tersebut yaitu 7 merupakan arti dari 7 proses penciptaan
manusia. Ada pula yang mengatakan 7 itu memiliki makna bahwasannya Masjid
Sang Cipta Rasa dibangun selama 7 hari. Adapun angka 4 memiliki makna bacaan
do’a yang dibacakan oleh 4 orang yakni imam, khotib, muroqi dan salah satu
mu’adzin adzan pitu.
Dalam tiang tersebut terdapat tiang berbentuk bulat berdiamter sekita 40 cm
terbuat dari kayu jati dan berderetan dari timur ke barat. Tiang ini terdiri dari 12
tiang utama yang mana masyarakat Cirebon biasa menyebutnya dengan nama
25
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

13 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

“soko guru”. Tiang tersebut (soko guru) memiliki tinggi 17 meter. Makna dari 17
meter ini adalah jumlah raka’at shalat wajib 5 waktu, sedangkan 12 memiliki
makna jumlah huruf dalam kalimat tauhid “lailahaillallah”. Tiang yang terdapat
pada Masjid Sang Cipta Rasa ini pernah diteliti oleh orang Jepang dan orang
tersebut mengatakan bahwa masjid dan tiang ini akan tahan oleh gempa.26
7. Narapati
Narapati merupakan sebutan untuk pintu masuk utama Masjid Sang Cipta
Rasa. Pintu ini mempunyai ukuran yang lebih besar jika disamakan atau diukur
dengan pintu lainnya yang terdapat di masjid ini. Pintu ini memiliki tinggi 2,4
meter dan lebar 1,42 meter. Pintu ini memiliki hiasan bunga bakung dan suluran-
suluran serta cermin. Pintu ini juga memiliki hiasan pilaster disebelah kiri dan
kanan pintu.27
8. Serambi Masjid Sang Cipta Rasa

Gambar 7. Serambi Masjid (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Serambi Masjid Sang Cipta Rasa memiliki 2 bagian yang mana bagian
pertama adalah bagian disekeliling ruangan utama. Bagian pertama ini langsung
dibuat oleh para wali pada masanya. Sedangkan bagian selanjutnya merupakan
serambi yang mengelilingi serambi pertama dan merupakan hasil perluasan. Ciri-
ciri serambi pertama yang dibuat oleh para wali yakni memiliki tiang yang terbuat
dari kayu jati dan lantai yang berbeda. Sedangkan serambi hasil perluasan wilayah
memiliki tiang dari balok dan serambi ini merupakan bagian yang terbuka. Ada 4
wilayah bagian serambi Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon yaitu:
a. Serambi Utara atau biasa disebut pewastren

26
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Selaku Merbot Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon,
Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.
27
Suwardi Alamsyah P, “Nilai Budaya Arsitektur Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon Provinsi
Jawa Barat”, Penjala, Vol. 2, No. 2, Juni 2010, hlm. 180-181.

14 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Dibagian serambi utara ini terdapat peninggalan dari para wali berupa
sebilah rotan yang berfungsi untuk menjemur pakaian para wali,
khususnya pakaian Sunan Kalijaga.
b. Serambi Barat
Serambi masjid bagian barat merupakan bagian untuk pengurus (kemit
Masjid Sang Cipta Rasa) dan juga terdapat sebuah bedug yang diberi nama
“sang guru mangur” atau “kyai buyut tesbur putih”.
c. Serambi Selatan atau biasa disebut pewastren, ada juga yang menyebutnya
dengan sebutan prabayaksa.
d. Serambi Timur atau biasa disebut pamandangan.28

9. Saka Tatal (Soko Tatal)

Gambar 8. Saka Tatal (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Saka tatal merupakan sebuah tiang yang terbuat dari serpihan-serpihan kayu
yang dikumpulkan. Saka tatal ini terletak sebelah tenggara di serambi masjid dan
merupakan buatan dari Sunan Kalijaga. Bukan hanya di Masjid Sang Cipta Rasa,
akan tetapi saka tatal juga terdapat di Masjid Agung Demak. Hal ini menjadi ciri
khas tersendiri bahwa masjid yang dibuat oleh Sunan Kalijaga memiliki saka tatal.
Saka tatal juga memiliki makna tersendiri. Menurut pemaparan bapak Fatohir
beliau menjelaskan bahwa serpihan kayu yang dijadikan satu melambangkan
kekuatan bersama, gotong royong, kerjasama, kompak dalam kehidupan sehari-
hari. Orang-orang yang rusak rangkulah dan jadikanlah orang-orang tersebut
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Jangan bercerai berai dan tetaplah berpegang
teguh kepada al-Qur’an serta kepada Allah SWT.
10. Banyu Cis
Banyu dalam bahasa Cirebon memiliki arti air, sedangkan cis merupakan
nama tongkat berbentuk tombak yang biasa dipergunakan ketika khatib sedang

28
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

15 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

berkhutbah di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon. Ada yang mengatakan


bahwasannya banyu cis merupakan air zam-zamnya Cirebon. Dahulu kala banyu
cis dijadikan sebagai tempat untuk berwudhunya para wali. Bentuk banyu cis
tersebut memiliki makna tersendiri yakni kita harus membulatkan tekad kita
dalam membaca 2 kalimat syahadat.29

Gambar 9. Banyu Cis (Sumber: cirebon24.com)

11. Istawa
Istawa adalah sebuah alat yang digunakan pada zaman dahulu untuk
mengetahui waktu shalat menggunakan bayang-bayang dari benda tersebut.
Istawa terletak dibagian luar terbuka Masjid Sang Cipta Rasa. Namun dizaman
sekarang sudah tidak terlalu berfungsi karena sudah ada jam sebagai petunjuk
waktu masuknya shalat.

Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Masjid Sang Cipta Rasa merupakan masjid yang bersejarah di Cirebon dan
masjid yang mempunyai ciri khas tersendiri. Masjid ini dibuat langsung oleh para
wali diantaranya Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Dalam
arsitekturnya juga masjid ini selalu mempunyai makna yang tersimpan. Masjid ini
sudah lama berdiri sejak zaman walisongo dan masih bertahan kokoh hingga saat
ini meski ada beberapa perluasan dan perbaikan. Masjid ini menjadi bukti sejarah
islam berkembang di Jawa Barat khususnya Cirebon. Pendapat mengenai
masuknya agama Islam di tanah Jawa khususnya Cirebon dalam sejarah lokal
serta termaktub dalam “Carita Caruban Nagari” mengatakan bahwa Islam masuk
pada abad ke-15 atau sekitar tahun 1470 Masehi. Masyarakat Cirebon juga sangat
menghormati atau mengkramatkan Masjid Sang Cipta Rasa yang merupakan

29
Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

16 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

peninggalan dari para wali. Sampai sekarang masjid ini terawat dan kondisinya
sangat baik karena terdapat banyak pengurus masjid. Masjid Sang Cipta Rasa
seakan mempunyai daya tarik sendiri, hal ini terbukti dengan berdatangannya para
pengunjung dari berbagai wilayah. Ini juga merupakan berkah dari para wali yang
memberikan karomah. Berkah tersebut bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar
yang banyak berjualan dan menjadi penopang kehidupan sehari-hari masyarakat
sekitar.
Masjid Sang Cipta Rasa juga merupakan bukti hasil akulturasi agama Islam
dan Hindu, bisa dilihat dari arsitektur agama Hindu yang ada pada masjid
tersebut. Hal ini bisa membuktikan pula bahwa agama Islam memang menghargai
dan menghormati agama lain. Terlebih lagi di Indonesia sendiri agama Islam
penyebarannya tidak melalui perang melainkan melaui berbagai cara seperti
perdagangan, pendidikan, pernikahan dan lain sebagainya yang menjadikan
agama Islam mudah diterima di Indonesia. Terlepas dari betul atau tidaknya
sejarah serta mitos yang beredar di masyarakat setempat, kita harus tetap
menghargai dan meyakini kebenaran tentang sejarah dan mitos yang beredar
tersebut.

17 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

Daftar Pustaka
A. Bachrun Rifa'i, M. F. (2005). Manajemen Masjid. Bandung: Benang Merah Press.

Abd Hamid, M. S. (2015). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Abdurrahman, D. (2011). Metode Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Ombak.

Ayyub, M. E. (1996). Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus. Jakarta:
Gema Insani Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3.


Jakarta: Balai Pustaka.

Fanani, A. (2009). Arsitektur Masjid. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Muffid, Mudhofar, dkk. (2014). Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda Pada Masjid Agung
Sang Cipta Rasa Cirebon. Modul, 69.

P, S. A. (2010). Nilai Arsitektur Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon Provinsi Jawa Barat.
Penjala, 174-175.

Ratna, N. K. (2010). Metode Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada
Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rizal Naseer, S. (2020). Perkembangan Komunitas Islam di Indonesia: Studi Kasus


Perkampungan Masyarakat Arab di Pekojan Jakarta Barat Tahun 1950-2018.
Historia Madania, 252.

Rochim, A. (1983). Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia. Bandung:


Angkasa.

Rukmana, N. (2009). Manajemen Masjid: Panduan Praktis Dalam Membangun dan


Memakmurkan Majid. Bandung: MQS Publishing.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabetta.

Sulasman. (2014). Metode Penelitian Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Wawancara Bersama Bapak Fatohir Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

Wawancara Bersama Bapak Ismail Sebagai Petugas Merbot Masjid Sang Cipta Rasa
Cirebon, Selasa, 17 November 2020 Di Serambi Masjid Sang Cipta Rasa.

18 | Historia Madania
Mengenal Makna Simbolik Dibalik Arsitektur Dari Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon |
Imam Nur Fattah

19 | Historia Madania

Anda mungkin juga menyukai