Anda di halaman 1dari 6

KORELASI INSTITUSI MASJID DAN PEMBANGUNAN PERADABAN

Amanda Darise

Program Studi S-1 Pendidikan Biologi


Jurusan Biologi
Universitas Negeri Gorontalo
amandadarise@gmail.com

ABSTRAK
Secara terminologis masjid mengandung makna sebagai pusat dari segala
kebajikan kepada Allah SWT. Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan yaitu
kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah khusus yaitu shalat fardhu, baik
secara sendirian maupun berjamaah dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk
amaliyah sehari-hari (untuk) berkomunikasi dan bersilaturrahim dengan sesama
jamaah. Masjid pertama yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah adalah Masjid
Quba’ yang dibangun pada tahun pertama Hijriyah. Masjid Quba’ dinamakan juga
masjid Al-Qiblataini (masjid dua kiblat), dan masjid kedua yang didirikan Nabi
adalah Masjid Madinah atau lebih populer dengan nama Masjid An-Nabi. Masjid
bukan hanya semata-mata dijadikan sarana ibadah mahdhah, melainkan ia
menjadi sarana dan sekaligus kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-
nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat dalam membangun peradaban.

Kata Kunci: Masjid, Peradaban

PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya, umat Islam tidak dapat dipisahkan dari Masjid. Masjid
tidak terbatas sebagai tempat ibadah atau ritual keagamaan, akan tetapi menjadi
pusat peradaban dan pemberdayaan umat Islam. Masjid adalah salah satu lambang
Islam. Ia adalah barometer atau ukuran dari suasana dan keadaan masyarakat
muslim yang ada di sekitarnya. Maka pembangunan masjid bermakna
pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Keruntuhan masjid bermakna
keruntuhan Islam dalam masyarakat.
Memahami masjid secara universal berarti juga memahaminya sebagai
sebuah instrumen sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat Islam itu sendiri. Keberadaan masjid pada umumnya merupakan salah
satu perwujudan aspirasi umat Islam sebagai tempat ibadah yang menduduki
fungsi sentral. Mengingat fungsinya yang strategis, maka perlu dibina
sebaikbaiknya, baik segi fisik bangunan maupun segi kegiatan pemakmurannya.
Masjid merupakan unsur penting dalam struktur masyarakat Islam mulai dari
zaman nabi sampai saat ini, Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan kaum
muslimin. Masjid sebagai sentra utama seluruh aktifitas umat Islam dalam
mencapai kemajuan peradaban. Sejarah Masjid bermula sesaat setelah Rasulullah
hijrah ke Madinah, langkah awal yang beliau lakukan adalah mengajak
pengikutnya untuk membangun Masjid.
Pada zaman Rasulullah Masjid memiliki fungsi yang lebih luas hampir
seluruh kegiatan kaum muslimin dilakukan di Masjid. Adapun kegiatan ibadah
dan muamalah pun terjadi di Masjid. Adapun selain menjadi sarana ibadah umat
Islam dan pusat kebudayaan Islam Masjid pula diperuntukkan untuk menyebarkan
syiar dakwah islami yang meliputi aspek duniawi maupun akhrowi material
maupun spiritual secara berimbang.
Masjid memiliki fungsi edukasi diantaranya adalah berfungsi untuk
pengembangan nilai-nilai humanis dan kesejahteraan umum. Fungsi tersebut bisa
disebut sebagai fungsi edukasi. Fungsi edukasi ini seringkali terlewatkan dari
perhatian umat meski tetap disadari bahwa fungsi tersebut penting untuk
dikembangkan. Mengembangkan fungsi edukasi masjid dimulai dari pemahaman
tentang konsep pendidikan Islam secara benar dan tidak dimaknai secara sempit.
Masjid sangat berkaitan erat dengan peradaban yang ada, terutama peradaban
muslim. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai korelasi institusi
masjid dan pembangunan peradaban.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Masjid
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah orang Islam. Kata “Masjid” yang
dikenal dalam bahasa Indonesia ini berasal dari Bahasa Arab “sajada, yasjudu,
sujuudan”, yang berarti sujud atau shalat. Karena itu, masjid berarti tempat sujud
atau tempat shalat. Sering kali pula masjid disebut dengan baitullah yang berarti
rumah Allah atau rumah milik Allah. Secara terminologis masjid mengandung
makna sebagai pusat dari segala kebajikan kepada Allah SWT. Di dalamnya
terdapat dua bentuk kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah
khusus yaitu shalat fardhu, baik secara sendirian maupun berjamaah dan kebajikan
yang dikemas dalam bentuk amaliyah sehari-hari (untuk) berkomunikasi dan
bersilaturrahim dengan sesama jamaah (Suherman, 2012).
Sejalan dengan hal tersebut, M. Quraish Shihab memaparkan, dalam
pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim.
Tetapi karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakekat masjid
adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada
Allah semata.
Jika dikaitkan dengan bumi ini masjid bukan sekedar tempat sujud dan sarana
penyucian. Di sini kata masjid juga tidak hanya berarti bangunan tempat shalat,
atau bahkan bertayamum sebagai cara bersuci pengganti wudlu tetapi kata masjid
di sini berarti juga tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang
mencerminkan kepatuhan kepada Allah SWT. Dengan demikian, masjid menjadi
pangkal tempat Muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempat bersauh.

2. Sejarah Adanya Masjid dari masa Rasulullah SAW


Pada masa Rasulullah, masjid masih sangat sederhana, hanya merupakan
lapangan terbuka di tengah-tengahnya terdapat ka’bah. Lapangan ini belum
berdinding, di sekeliling lapangan terdapat rumah-rumah penduduk. Di masa
pemerintahan Khalifah Umar ibnu Khattab, lapangan sekeliling ka’bah itu diberi
dinding tembok yang tingginya kurang lebih satu meter. Rumah di sekelilingnya
dibeli oleh pemerintah dan banyak pula yang diserahkan dengan suka rela, setelah
rumah tersebut dibongkar dibangun tembok tersebut (Efendy, 2001).
Pada tahun 26 H di masa pemerintahan Khalifah Utsman ibnu Affan masjid
tersebut diperluas lagi, dan dalam tahun 64 H, masjid dan ka’bah diperbaiki oleh
Abdullah ibnu Zubair. Kemudian pada tahun 685-705 M masjidil Haram
diperbaiki atas perintah Khalifah Abdul Malik dari Dinasti Umayyah dan pada
tahun itu pula Masjid ini diperbaiki serta diperluas atas perintah khalifah Abdul
Malik Ibnu Marwan.
Masjid pertama yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah adalah Masjid
Quba’ yang dibangun pada tahun pertama Hijriyah. Masjid Quba’ dinamakan juga
masjid Al-Qiblataini (masjid dua kiblat), karena di dalamnya terdapat 2 mihrab,
yang pertama menghadap Masjidil Aqsa di Yerussalem dan yang kedua
menghadap Masjidil Haram di Makkah. Rasullah membangun masjid ini ketika
sampai di Quba, yaitu nama sebuah kampung di Madinah (Muhammad, 2004).
Masjid kedua yang didirikan Nabi adalah Masjid Madinah atau lebih populer
dengan nama Masjid An-Nabi. Masjid Nabi dan masjid Quba didirikan oleh
Rasulullah secara bergotong royong sesama muslim. Masjid An-Nabi di Madinah
didirikan pada tahun 622 M sewaktu Nabi tiba di Madinah dalam perjalanan
hijrahnya dari Makkah. Dimana di dalam masjid ini digolongkan dua macam,
yaitu masjid dhira, yaitu masjid yang dibangun oleh kaum munafik dengan
maksud untuk kesombongan atau untuk memecah belah Islam, yang tidak boleh
sholat di dalamnya, dan kedua masjid yang berdasarkan ketaqwaan kepada Allah,
dan mencari ridla Allah yang wajib dipelihara dan dibesarkan syiar Islam di
dalamnya.

3. Korelasi Institusi Masjid dan Pembangunan Peradaban


Berbagai catatan sejarah telah menorehkan mengenai kegemilangan
peradaban islam yang secara langsung disebabkan oleh olah cipta jasmani, rohani
dan intelektual di pusat peradaban yaitu masjid. Akan tetapi kini banyak diantara
masjid-masjid di tanah air yang memang masih memperlihatkan fungsinya yang
sangat sempit. Masjid-masjid hanya ramai ketika shalat Jumat dan Ramadhan,
namun dihari-hari lain terasa sepi. Masyarakat masih menganggap masjid hanya
sebagai tempat ibadah khusus (Mahdlah) hingga melupakan sejarah berdirinya
masjid itu sendiri. Oleh karena itu hendaknya masjidtidak hanya dipandang
sebagai suatu bangunan yang megah semata, namun perlu untuk dimakmurkan
oleh seluruh komponen baik pengelola maupun jamaa’ah agar terlaksana “Izzul
Islam wa al-muslimin”.
Munculnya berbagai problem kebangsaan yang kini menjadi bagian dari
kehidupan seluruh masyarakat di tanah air kita, tidak bisa dilepaskan dari
implikasi nyata atas gagalnya peran kelompok masyarakat madani selama ini.
Banyak aspek dalam pengembangan masyarakat yang begitu saja dilupakan, salah
satunya adalah keberadaan masjid. Hampir seluruh sejarah perubahan dalam islam
senantiasa di awali dengan kemampuan para aktor masyarakat madani dalam
membangun perubahan melalui sarana masjid.
Peran masjid sebagai basis pembangunan masyarakat madani begitu
menonjol, baik pada awal kebangkitan islam maupun pada masa pembangunan
dan penyebaran islam. Masjid bukan hanya semata-mata dijadikan sarana ibadah
mahdhah, melainkan ia menjadi sarana da sekaligus kekuatan dalam membangun
dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat.
Sehingga dalam konteks politik kebangsaan secara luas, bukan hanya perubahan
dalam arti struktur dan politik namun jauh dari itu adalah perubahan terhadap
nilai-nilai dan kebudayaan politik yang dibangun melalui basis masjid.
Bila kita merujuk pada perjalanan sejarah ketika Nabi Muhammad SAW akan
membangun sebuah masyarakat, maka yang diutamakan adalah membangun
masjid. Ini pula yang terjadi saat akan membangun kota Madinah dengan terlebih
dahulu membangun fondasi masyarakat melalui masjid. Dalam situasi apapun,
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan masyarakat untuk berusaha mewujudkan
tatanan sosial yang lebih baik. Hal ini terjadi karena masjid sangat berpengaruh
terhadap pembangunan peradaban. Jika selama ini pusat pembinaan masyarakat
masih terpusat ke lembaga-lembaga formal seperti sekolah dan madrasah, maka
bagi masyarakat sekarang harus juga dikembangkan lembaga kemasjidan sebagai
salah satu alternative pembinaan umat dan bahkan bangsa secara keseluruhan.
Apabila jumlah masjid yang ada di Indonesia benar-benar difungsikan sebagai
ta’mir masjid dengan baik, maka dalam waktu yang tidak lama dapat
mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan akibat krisis multidimensional yang
sudah diderita beberapa tahun ini. Karena salah satu fungsi masjid adalah
memberikan pembinaan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk sosial
ekonomi. Untuk itu diperlukan usaha pengembangan pola idarah (manajemen),
imarah (pengelolaan program) dan ri’ayah (pengelolaan fisik).
PENUTUP
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah orang Islam. kata “Masjid” yang
dikenal dalam bahasa Indonesia ini berasal dari Bahasa Arab “sajada, yasjudu,
sujuudan”, yang berarti sujud atau shalat.
Masjid pertama yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah adalah Masjid
Quba’ yang dibangun pada tahun pertama Hijriyah. Masjid Quba’ dinamakan juga
masjid Al-Qiblataini (masjid dua kiblat), dan masjid kedua yang didirikan Nabi
adalah Masjid Madinah atau lebih populer dengan nama Masjid An-Nabi.
Peran masjid sebagai basis pembangunan masyarakat madani begitu
menonjol, baik pada awal kebangkitan islam maupun pada masa pembangunan
dan penyebaran islam. Masjid bukan hanya semata-mata dijadikan sarana ibadah
mahdhah, melainkan ia menjadi sarana dan sekaligus kekuatan dalam membangun
dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat dalam
membangun peradaban.

REFERENSI
Bachrun Rifa‟i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen Masjid. 2005. Bandung:
Benang Merah Press, Hal. 14.

Efendy, Mochtar. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: Universitas


Sriwijaya, Hlm. 425.

Kurniawan, Syamsul. 2014. Masjid Dalam Lintasan Sejarah Umat Islam. Jurnal
Khatulistiwa. Vol. 4, No.2.

Moh. Roqib. 2005. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid. Yogyakarta: Grafindo


Litera Media. Hal. V.

Muhammad, Ibrahim Rabi’. 2004. Ensiklopedi Perdana dalam Islam. Jakarta:


Pustaka AlKautsar. Hlm. 23.

Sidi Gazalba 1994. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Husna. Hal. 268.

Suherman, Eman. 2012. Manajemen Masjid. Bandung: Alfabeta. Hlm. 61.

Anda mungkin juga menyukai