Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

OPTIMALISASI PERAN MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN UMAT


ISLAM

Dosen Pengampu : Siti Rohmah, M.HI

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Dyah Arum Purwaningtyas 155040201111168
2. Naomi Geoviani Buyung 155040201111184
3. Azizah 155040201111188
4. Muhammad Yussaq N 155040201111224
5. Wardatul Qhoiria 155040201111236
6. Muhamad Yuda P 155040201111240

Kelas : B

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
A. Latar Belakang

Masjid adalah simbol keislaman. Ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan


umat Islam, karena masjid merupakan bentuk ketundukan umat kepada Allah SWT.
Kata masjid terulang 28 kali dalam Al Quran dalam berbagai bentuk. Secara bahasa
masjid berasal dari kata sajada-yasjudu-sujudan yang secara etimologis berarti
patuh; taat; tunduk dengan penuh hormat. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan
kaki ke bumi, atau bersujud adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-
makna tersebut. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk shalat
dinamakan masjid, tempat bersujud.

Di Indonesia masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah, akan tetapi juga
sebagai pusat aktivitas sosial. Semenjak zaman Nabi Muhammad saw, memang
masjid memiliki peran dan fungsi sosial antara lain adalah sebagai tempat
untuk menyusun strategi penyebaran Islam kepada kelompok lain. Masjid dijadikan
sebagai markaz untuk bermusyawarah di dalam banyak hal, misalnya mengatur
strategi berperang melawan kaum kafir yang mengingkari perjanjian dengan umat
Islam. Masjid adalah tempat bertemunya berbaai segmen masyarakat, baik di masa
dahulu maupun sekarang. Sebagai wahana bertemunya warga masyarakat yang
berkepentingan untuk melakukan ibadah, maka masjid juga menjadi tempat untuk
silaturrahmi. Selain itu juga menjadi tempat untuk mengembangkan pengetahuan
agama dan sosial kemasyarakatan.

Masjid memiliki peran sangat penting bagi masyarakat muslim sejak periode
Nabi Muhammad SAW. dan sejak masa awal eksistensi masyarakat muslim di
Madinah. Ketika hijrahnya dari Makkah ke Madinah, beliau membangun masjid
sebagai upaya konkret yang pertama bagi peradaban islam. Sejak periode penting ini
masjid yang ia bangun dipandang sebagai pusat utama bagi beragam aktifitas
masyarakat muslim. Dengan kata lain masjid menjadi pusat komunitas dan naungan
bagi segala bentuk program dan aktifitas sosial dan pendidikan masyarakat muslim.

Masjid pada awal sejarah penyebaran Islam memiliki peran penting dan
menjadi basis utama bagi segala aktifitas umat muslim dalam proses pengembangan
ajaran Islam
dan berfungsi secara aktif dalam pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam.
masjid pada periode tersebut tak hanya menjadi tempat suci untuk pelaksanaan
ibadah-ibadah yang bersifat mahdhah seperti shalat, berdzikir dan membaca Al
Quran tetapi berfungsi secara lebih luas dan beragam. Quraish Shihab bahkan
mencatat beberapa peranan strategis yang dimiliki masjid nabawi, antara lain
sebagai tempat ibadah (shalat, zikir), tempat konsultasi dan komunikasi (masalah
ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan
militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat
perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat menerima tamu, tempat
menawan tahanan, dan pusat penerangan atau pembelaan agama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran masjid sebagai pusat peradaban umat islam?
2. Bagaimana masjid pada masa Nabi Muhammd Saw. dan Umatnya?
3. Bagaimana fakta dilapangan mengenai fungsi dan peran masjid di era modern?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran masjid sebagai pusat peradaban islam
2. Untuk mengetahui masjid pada masa Nabi Muhammd Saw. dan Umatnya
3. Untuk mengetahui fakta dilapangan mengenai fungsi dan peran masjid di era
modern
D. Fakta di Lapangan

Masjid al-Ikhlas yang terletak di tengah kompleks perumahan Joyogrand,


Kecamatan Lowokwaru, Malang. Masjid ini awalnya hanya memiliki ruangan untuk
shalat dengan kapasitas jamaah yang sedikit dan tempat wudhu serta kamar mandi
yang sangat kecil. Selanjutnya dilakukan renovasi masjid yang dananya dibantu oleh
masyarakat sekitar dan dana hasil mengumpulkan infaq dan shadaqah, renovasi
dilakukan dengan memperlebar ruangan shalat dan tempat parkir. Kemudian masjid
juga sudah ditambah dengan merenovasi kamar mandi dan tempat wudhu.
Masjid Al-Ikhlas merupakan masjid yang memiliki bangunan masjid, kamar
mandi dan tempat wudhu. Berikut peranan masjid Al-Ikhlas:
a. Ibadah

Masjid al-Ikhlas melakukan berbagai aktivitas ibadah rutin seperti shalat


fardhu, shalat sunnah, shalat hari raya idul fitri dan idul adha, pengajian-
pengajian rutin setiap 2 bulan sekali dengan mendatangkan Ustadz, tadarusan,
ceramah/khutbah jumat dan hari raya, pemotongan hewan qurban, serta
penyelenggaraan ibadah lainnya yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan
keshalehan individu. Jamaah yang melakukan ibadah di masjid al-Ikhlas
tergolong banyak yang sebagian besar adalah warga sekitar kompleks Joyogrand.
b. Pendidikan
Masjid adalah Universitas Ilmu, sebagaimana yang Rasulullah lakukan
didalam masjid. Masjid Al-Ikhlas juga berusaha melakukannya seperti,
mengadakan pembelajaran membaca al-Quran di luar pendidikan formal untuk
anak-anak sekitar kompleks. Kegiatan membaca al-Quran dilakukan secara
terjadwal, yakni pada hari Senin sampai Sabtu pukul 15.00-16.30 WIB.
c. Sosial
Masjid Al-Ikhlas juga melakukan kegiatan sosial seperti, mengumpulkan
Zakat, Infaq, dan Shadaqah dari jamaah serta menyalurkannya kepada yang
berhak menerimanya. Dana yang dihasilkan dari mengumpulkan infaq dan
shadaqah digunakan untuk melengkapi fasilitas masjid dan merenovasi bangunan
butuh untuk di renovasi.

E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Masjid
Masjid berasal dari bahasa arab sajada yang berarti tempat bersujud atau
tempat menyembah Allah swt. Sujud adalah rukun shalat, sebagai bentuk ikhtiar
hamba dalam mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka isim makan, kata benda
yang menunjukkan tempat untuk shalat pun diambil dari kata sujud, yang
kemudian menjadi masjid. Sujud juga dapat diartikan sebagai perbuatan
meletakkan kening ke tanah, secara maknawi mengandung arti menyembah.
Sedangkan sajadah berasal dari kata sajjadatun yang mengandung arti tempat
yang dipergunakan untuk sujud, mengkerucut maknanya menjadi selembar kain
atau karpet yang dibuat khusus untuk shalat orang per orang. Karena itu, karpet
masjid yang lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah (Kurniawan,
2014).
Ada beberapa pengertian masjid menurut para ahli, yaitu :
a. Menurut Abu Bakar, masjid adalah tempat memotivasi dan membangkitkan
kekuasaan ruhaniyah dan keimanan seorang muslim.
b. Mohammad E. Ayub mendefinisikan bahwa masjid merupakan tempat orang-
orang muslim berkumpul dan melakukan shalat jamaah dengan meningkatkan
solidaritas dan silaturahmi dikalangan muslimin.

Secara umum masjid adalah tempat suci umat islam yang berfungsi sebagai
tempat ibadah, pusat kegiatan keagamaan, dan kemasyarakatan yang harus dibina,
dipelihara dan dikembangkan secara teratur dan terencana. untuk menyemarakan
siar islam, meningkatkan semarak keagamaan dan menyemarakan kualitas umat
islam dalam mengabdi kepada allah, sehingga partisipasi dan tanggung jawab
umat islam terhadap pembangunan bangsa akan lebih besar. Sedangkan
pengertian khusus masjid adalah tempat atau bangunan yang didirikan untuk
menjalankan ibadah, terutama shalat berjamaah. Quraish Shihab (1996:459),
berpendapat, masjid dalam pengertiannya adalah tempat shalat umat Islam,
namun akar katanya terkandung makna tunduk dan patuh, karena itu hakikat
masjid adalah tempat melakukan aktivitas apapun yang mengandung kepatuhan
kepada Allah SWT (Kurniawan, 2014). Jadi, secara singkat masjid adalah tempat
dimana diajarkan, dibentuk, ditumbuhkan dan dikembangkan dunia pikiran dan
dunia rasa islam.

2. Masjid dalam Al-Quran


Masjid dalam al-Quran disamping diungkapkan dengan akar
kata sajada, juga sering diungkapkan dengan kata bait atau dalam bentuk
jama buyut yang berarti rumah atau rumah-rumah (Allah). Kata masjid terulang
sebanyak delapan puluh kali di dalam al-Quran. Sedang kata bait atau buyut
yang menunjuk pada pengertian rumah Allah atau masjid terulang kurang lebih
sebanyak tiga belas kali. Menurut bahasa masjid berarti tempat sujud.

Seorang mufassir Indonesia, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata


masjid yang diambil dari akar katasajada-sujud, yang berarti patuh, tunduk, taat
serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim dengan meletakkan dahi, kedua
tangan, lutut dan kaki ke bumi yang kemudian oleh syariat dinamai sujud adalah
merupakan bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makana di atas.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Jin (72) ayat 18:

Artinya: Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena itu


jangan menyembah sesuatpun selain Dia

Ayat di atas menunjukkan bahwa masjid pada dasarnya adalah tempat


peribadatan dan pengabdian diri kepada Allah Swt., di dalamnya tidak
diperkenankan bagi seseorang untuk menyekutukan-Nya dan tidak diperbolehkan
melakukan aktifitas yang menyimpang dari ajaran-ajaran-Nya. Masjid didirikan
sebagai tempat peribadatan kepada Allah

Dan jika dihubungkan dengan hadits Rasulullah Saw. sebagai berikut:

Artinya: Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid
dan sarana pensucian diri.

M. Quraish Shihab memaparkan kaitan pengertian hadits di atas bahwa


masjid bukan hanya sekedar tempat sujud dan sarana pensucian, di sini juga kata
masjid tidak lagi hanya berarti bangunan tempat shalat atau bahkan bertayamum
sebagai cara bersuci sebagai pengganti wudhu. Akan tetapi kata masjid di sini
berarti juga tempat melaksanakan segala sesuatu aktivitas manusia yang
mencerminkan kepatuhan kepada Allah Swt. Letak masjid dengan demikian
secara hakiki ada di mana-mana.

Masjid itu menjadi tambatan hati bagi orang yang menginginkan jaminan
perlidungan Allah kelak di hari kiamat. Juga menjadi tempat pelatihan diri untuk
dapat membentuk manusia yang berkualitas tinggi dalam pandangan Allah yakni
manusia yang selalu ingat kepada Allah dengan selalu bertasbih kepada-Nya.
Bertasbih bukan hanya berarti mengucapkan subhanallah, melainkan lebih luas
lagi, sesuai dengan makna yang diucapkan oleh kata tersebut beserta
konsekuensinya. Sedangkan arti dan konteks-konteks tersebut dapat disimpulkan
dengan kataqwa (Astari, 2014).

Dengan demikian, masjid adalah pangkal tempat orang-orang


muslim bertolak, sekaligus tempat kembali untuk berbuat segala sesuatu yang
dapat mencerminkan kepatuhan dan ketaqwaan seorang hamba kepada
Khaliknya.

3. Masjid pada Masa Nabi Muhammd Saw. dan Umatnya

Masjid pertama yang didirikan pada masa Nabi Muhammad Saw. adalah
Masjid Quba. Masjid ini didirikan ketika Rasulullah singgah di daerah ini waktu
dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Al-Quran menjelaskan hal ini dalam surat
At-Taubah /9 ayat 108:

Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-


lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba),
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Dan di
dalamnya ada orng-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
oeng-orang yang bersih.

Masjid berikutnya yang dibangun oleh Rasul dan Shahabat-shahabatnya


adalah masjid Al-Nabawi Al-Syarif. Masjid ini termasuk dalam masjid-masjid
yang bernilai sangat tinggi sehingga sangat diistimewakan, Seperti halnya masjid
Makkah al-Mukaramah dan Masjid al-Aqsha. Masjid Nabawi yang berdiri di
kota Yasrib nama sebelum Madinah menjadi tempat peradaban atau paling
tidak menjadi benih lahirnya peradaban baru umat manusia. Dan terlepas dari
perbedaan pendapat para ulama tentang julukan masjid yang dibangun atas dasar
ketaqwaan masjid Quba dan masjid Nabawi yang jelas keduanya sama
dibangun atas dasar itu. Dan seyogyanya semua mesjid mempunyai landasan dan
fungsi yang sama seperti kedua masjid tersebut.

Masjid yang dibangun bukan atas dasar ketaqwaan tidak akan mempunyai
manfaat untuk agama Allah, karenanya Rasulullah Saw. memerintahkan untuk
merobohkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid dan
menjadikan lokasi itu tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang.

Al-Quran (S. At-Taubah/9: 107) menggambarkan bangunan kaum munafik


tersebut sebagai berikut:

Artinya: Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang


mendirikan masjid untuk kemadharatan (pada orang-orang mukmin), untuk
kefakiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu[min serta menunggu
kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak
dahulu ..

Pada masa Rasulullah, masjid mempunyai fungsi yang sangat beragam. Dan
telah dicatat dalam sejarah bahwa fungsi Masjid Nabawi pada saat itu tidak
kurang dari sepuluh hal. Pada saat itu masjid dapat berfungsi sebagai: tempat
ibadah (shalat dan zdikir), tempaat konsultasi dan komunikasi masalah ekonomi,
sosial budaya, tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer
dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat
perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat menerima tamu, tempat
menawan tahanan, dan sebagai pusat penerangan atau pembelaan agama.

4. Fungsi dan Peran Masjid


a. Ibadah (hablumminallah)
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk
artinya sebuah proses aktualisasi ketertundukan, keterikatan batin manusia dan
potensi spiritual manusia terhadap Allah Dzat yang menciptakan dan memberi
kehidupan. Jika manusia secara emosional intelektual merasa lebih hebat,
maka proses ketertundukan tersebut akan memudar. Sedangkan menurut Istilah
(terminologi) berarti segala sesuatu yang diridhoi Allah dan dicintai-Nya dari
yang diucapkan maupun yang disembunyikan.
Fungsi dan peran Masjid yang pertama dan utama adalah sebagai tempat
shalat. Shalat memiliki makna menghubungkan, yaitu menghubungkan diri
dengan Allah dan oleh karenanya shalat tidak hanya berarti menyembah saja.
Ghazalba berpendapat bahwa shalat adalah hubungan yang teratur antara
muslim dengan tuhannya (Allah). Ibadah shalat ini boleh dilakukan dimana
saja, karena seluruh bumi ini adalah masjid (tempat sujud), dengan ketentuan
tempat tersebut haruslah suci dan bersih, akan tetapi masjid sebagai bangunan
khusus rumah ibadah tetap sangat diperlukan. Karena, masjid tidak hanya
sebagai tempat kegiatan ritual sosial saja, tetapi juga merupakan salah satu
simbol terjelas dari eksistensi Islam.

b. Sosial Kemasyarakatan (Hablumminannas)

Menurut Enda, sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling
berhubungan. Sedangkan menurut Daryanto, sosial merupakan sesuatu yang
menyangkut aspek hidup masyarakat. Namun jika dilihat dari asal katanya,
sosial berasa dari kata socius yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama.
Seiring dengan kemajuan zaman dan perubahan-perubahan yang sangat
cepatnya, maka hal ini mempengaruhi suasana dan kondisi masyarakat
muslim. Termasuk perubahan dalam mengembangkan fungsi dan peranan
masjid yang ada di lingkungan kita. Salah satu fungsi dan peran masjid yang
masih penting untuk tetap di pertahankan hingga kini adalah dalam bidang
sosial kemasyarakatan. Selain itu masjid juga difungsikan sebagai tempat
mengumumkan hal-hal yang penting berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sosial kemasyarakatan sekitar.
Karena pada dasarnya masjid yang didirikan secara bersama dan untuk
kepunyaan serta kepentingan bersama. Sekalipun masjid tersebut didirikan
secara individu, tetapi masjid tersebut tetaplah difungsikan untuk tujuan
bersama. Hal ini dapat diamati dari pengaruh shalat berjamaah. Orang-orang
duduk, berdiri, dan sujud dalam shaf (barisan) yang rapi bersama-sama
dipimpin oleh seorang imam.
Masjid mempunyai posisi yang sangat vital dalam memberikan solusi
bagi permasalahan sosial di masyarakat apabila benar-benar dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi masjid sejatinya akan berjala dengan baik apabila
ada program-program yang dirancang sebagai solusi bagi permasalahan sosial
yang ada.
c. Ekonomi
Menurut Chapra, ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang
membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada
pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku
makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
Berawal dari keyakinan bahwa masjid adalah merupakan pembentuk
peradaban masyarakat Islam yang didasarkan atas prinsip keutamaan dan
tauhid, masjid menjadi sarana yang dapat melaksanakan dari apa yang menjadi
kebutuhan masyarakat sekitarnya, minimal untuk masjid itu sendiri agar
menjadi otonom dan tidak selalu mengharapkan sumbangan dari para
jamaahnya.
Hubungan masjid dengan kegiatan ekonomi tidak hanya hubungan
tempat mengkaji gagasan-gagasan tentang ekonomi saja, tetapi sebagai
lingkungan tempat transaksi tindakan ekonomi pada khususnya disekitar
masjid, seperti dihalaman dan pinggiran masjid. Ide-ide dasar prinsip Islam
mengenai ekonomi berlaku dan dipraktikkan oleh umat Islam dari dulu hingga
sekarang kini. Dulu masjid bisa melahirkan kompleks pertokoan, karena toko-
toko tersebut dapat membantu melengkapi segala kebutuhan masjid dan
sarananya. Aktifitas ekonomi tersebut merupakan Masjid mempunyai posisi
yang sangat vital dalam memberikan solusi bagi permasalahan sosial di
masyarakat apabila benar-benar dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi
masjid sejatinya akan berjala dengan baik apabila ada program-program yang
dirancang sebagai solusi bagi permasalahan sosial yang ada.
d. Pendidikan
Pendidikan diartikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia,
melalui pendidikan ini dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
sempurna sehingga dapat melaksankan tugas-tugasnya sebagai khalifah Allah
Swt. Pendidikan dapat mengubah manusia dari tidak baik menjadi baik.
Sebagaimana yang telah banyak dicatat oleh kaum sejarawan bahwa
Rasulullah Saw, telah melakukan keberhasilan dakwahnya ke seluruh penjuru
dunia. Salah satu faktor keberhasilan dakwah tersebut tidak lain karena
mengoptimalkan masjid, salah satunya adalah bidang pendidikan. Masjid
sebagai tempat pendidikan nonformal, juga berfungsi membina manusia
menjadi insan beriman, bertakwa, berilmu, beramal shaleh, berakhlak dan
menjadi warga yang baik serta bertanggung jawab. Untuk meningkatkan
fungsi masjid dibidang pendidikan memerlukan waktu lama, sebab pendidikan
adalah proses yang berlanjut dan berulang-ulang.
e. Dakwah
Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu
daayadudawatan, artinya mengajak, menyeru, memanggil. Secara etimologi
pengertian dakwah dan tabligh itu merupakan suatu proses penyampaian
(tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan
agar orang lain memenuhi ajakan tersebut. pengertian dakwah secara
terminologi, Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Masjid merupakan pusat dakwah yang selalu menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan rutin seperti pengajian, ceramah-ceramah agama, dan kuliah
subuh. Kegiatan semacam ini bagi para jamaah dianggap sangat penting
karena forum inilah mereka mengadakan internalisasi tentang nilai-nilai dan
norma-norma agama yang sangat berguna untuk pedoman hidup ditengah-
tengah masyarakat secara luas atau ungkapan lain bahwa melalui pengajian,
sebenarnya masjid telah menjalankan fungsi sosial.
f. Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasa Yunani) yang
artinya negara kota. Kemudian diturunkan kata lain seperti polities (warga
negara), politikus (kewarganegaraan atau civics) dan politike tehne (kemahiran
politik) dan politike episteme (ilmu politik). Secara terminologi, politik adalah
interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan
pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Masjid juga memiliki fungsi dan peran sebagai tempat pemerintahan, di
dalam masjidlah, nabi Muhammad saw, melakukan diskusi-diskusi
pemerintahan dengan para sahabatnya, di masjidlah dilakukan diskusi siasat
perang, perdamaian, dan lain sebagainya. Segala hal duniawi yang di
diskusikan di dalam masjid akan tunduk dan taat akan aturan-aturan Allah,
yang artinya tidak akan terjadi penyelewengan dari syariat Allah dalam
mengambil keputusannya.
g. Kesehatan
Menurut Undang-Undang RI. No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.
Dikatakan sehat secara fisik adalah orang tersebut tidak memiliki gangguan
apapun secara klinis. Fungsi organ tubuhnya berfungsi secara baik, dan dia
memang tidak sakit. Sehat secara mental/psikis adalah sehatnya pikiran,
emosional, maupun spiritual dari seseorang. Sedangkan dikatakan sehat secara
social adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan di
mana ia tinggal,
Kemudian orang dengan katagori sehat secara ekonomi adalah orang
yang produktif, produktifitasnya mengantarkan ia untuk bekerja dan dengan
bekerja ia akan dapat menunjang kehidupan keluarganya.
Masjid berfungsi sebagai balai pengobatan, pada masa Rasulullah,
masjid di jadikan balai pengobatan bagi seluruh pejuang-pejuang yang
mengalami luka setelah berperang. Setiap sisi ruangan/bagian masjid selalu di
manfaatkan oleh rasulullah untuk segala hal aktifitas duniawi
(hablumminannas). Jika masjid memiliki balai pengobatan seperti klinik atau
rumah sakit, maka masyarakat yang membutuhkan akan sangat terbantu dalam
pengobatannya. Dan masjid juga tidak sepi setiap harinya.
E. Analisis

Masjid dibangun untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Peran
ibadah masih berjalan di masjid era modern, khususnya di masjid al-Ikhlas. Salah
satu bentuk ibadah di masjid era modern adalah menjadikan masjid sebagai tempat
shalat wajib dan sunnah, sebagaimana tujuan manusia diciptakan ke muka bumi ini
hanya untuk menyembah Allah SWT. Ibadah shalat yang dilaksanakan pada masjid
era modern meliputi shalat fardhu dan sunnah. Masjid Al-Ikhlas yang memiliki luas
tidak terlalu besar seperti masjid-masjid yang lain, tetapi jamaah yang melakukan
shalat fardhu dan sunnah dapat dikatakan ramai. Jamaah yang datang sebagian
besar dari sekitar kompleks perumahan Joyogrand.
Permasalahan di era modern ini, masyarakat melakukan shalat hanya sekedar
untuk melaksanakan kewajiban, tidak melaksanakannya dengan ikhlas dan
menjadikan hal yang dirindukan serta menjadikan jembatan pertemuan antara Sang
Pencipta dengan hambaNya. Sehingga, masyarakat di era modern meskipun sudah
melaksanakan shalat setiap harinya, masih belum terhindar dari perbuatan keji dan
mungkar, seperti: korupsi, perkelahian, dan kriminal lainnya.
Seorang yang shalat dengan ikhlas dan khusyu selalu mengingat Allah, dan
selalu merasa bahwa Allah ada didekatnya, sehingga ia merasa bahwa setiap amal
dan aktifitasnya akan diperhatikan oleh Allah, maka inilah yang akan
menghindarkannya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW :
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat Aku shalat (H.R.Bukhari)
Sehingga wajar saja orang yang tidak pernah meninggalkan shalat akan
mendapatkan perlindungan dari Allah SWT pada hari akhirat yang pada waktu itu
tidak ada perlindungan selain dari perlindungan Allah SWT.
Masjid merupakan pusat pengajaran dan pendidikan, hal yang sama
dilaksanakan di masjid al-Ikhlas. Masjid al-Ikhlas mengadakan pengajaran al-Quran
bagi anak-anak sekitar masjid. Tetapi, pendidikan dan pengajaran di era modern
hanya di ajarkan di bidang ilmu saja. Masyarakat di era modern tidak di bina dalam
pendidikan iman dan akhlak. Sehingga, masyarakat sekarang memiliki kecerdasan
ilmu pengetahuan namun miskin iman dan akhlak. Miskin iman dan akhlak ini
dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di era
modern.
Hal ini sangat berbeda dari zaman Rasulullah dan sahabat, Mahmud Yunus
dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan
pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah di Makkah bertujuan untuk membina
pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi
masyarakat Islam, mubaligh dan pendidik yang baik. Berbeda dengan periode di
Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam
yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi
juga sebagai kepala Negara. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran
pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut: Pertama, Pembentukan
dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik, Kedua,
Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan, Ketiga, Pendidikan anak dalam
Islam.
Dakwah hampir sama dengan pengajaran. Namun, dakwah lebih kepada
mengajak, menyeru, memanggil, beda dengan pengajaran yang hanya memberikan.
Maka dari itu, harusnya dakwah melakukan pergerakan dalam menyerukan ilmu
keimanan bukan hanya menunggu untuk diberikan ilmu keimanan. Namun, dakwah
yang dilakukan pada era Modern khususnya masjid al-Ikhlas, hanya sebatas
metodenya yaitu seperti ceramah dan pengajian, meskipun itu dilakukan secara rutin.
Seharusnya, dakwah dilakukan dari teknisnya dahulu yaitu turun ke masyarakat
untuk mengajak dan menyerukan ke masyarakat kemudian di bawa ke masjid
dengan mengisi. Sebagaimana dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah yaitu
mengirim beberapa sahabatnya ke berbagai negara untuk menyebarkan Islam
kepenjuru dunia, seperti Mushab bin Umair yang dikirim ke Madinah oleh
Rasulullah, beliau juga mengutus Ali bin Abi Thalib kepada sekelompok masyarakat
Yaman yang masih merasa enggan sekali tunduk dibawah panji Islam, Ali
ditugaskan untuk mengajak mereka ke dalam Islam. Selanjutnya, sahabat Rasulullah
juga menerapkan metode dakwah yang sama, salah satunya pada masa Utsman bin
Affan, ia adalah Saad bin Abi Waqqas yang dikirim ke china.
Ekonomi merupakan bagian terpenting dalam memakmurkan masjid. Tanpa
adanya ekonomi, setiap aktivitas yang akan dilaksanakan akan terhambat. Masjid di
era modern sangat sedikit yang menjalankan peran ekonomi, seperti contohnya
masjid al-Ikhlas yang tidak ada peran modern sehinggah hanya dana sepenuhnya
bergantung pada hasil pengumpulan infaq dan shadaqah.
Hal ini tidak sejalan dengan peran masjid di zaman Rasulullah, yang mana
beliau membangun baitul mal bertujuan untuk mendistribusikan harta kepada yang
membutuhkan, sehingga masyarakat sangat terbantu dengan adanya baitul mal
tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan
pendelegasian tugas Baitul Maal oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam kepada
beberapa orang sahabat tertentu, seperti tugas pencatatan, tugas penghimpunan zakat
hasil pertanian, tugas pemeliharaan zakat hasil ternak dan juga pendistribusian.
Selanjutnya dimasa kekhalifahan Abu Bakar tidak terlalu ada perubahan yang besar
berkaitan dengan Baitul Maal. Perubahan yang besar terjadi pada masa kekhalifahan
umar bin Khattab dengan dioperasikannya system administrasi pencatatan dengan
system Ad Diwaan. Secara tidak langsung, baitul mal berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan fiskal dan khalifah menjadi pihak yang berkuasa penuh terhadap harta
baitul mal. Selanjutnya Baitul Maal semakin berkembang dimasa-masa berikutnya
sampai Baitul Maal telah terbentuk sebagai lembaga ekonomi atas usulan seorang
ahli fikh Walid bin Hisyam.
Masjid juga tempat silaturahmi jamaah. Dengan berkumpulnya Jamaah
setiap hari akan menumbuhkan ikatan persaudaraan yang kuat. Sehingga umat Islam
tidak mudah digoyahkan oleh permasalahan-permasalahan lain. Masjid era modern
khususnya masjid al-Ikhlas, menjadikan masjid sebagai tempat silaturahmi. Mereka
sering berkumpul di masjid sewaktu shalat fardhu tiba. Tetapi, berkumpulnya
jamaah di masjid tidak digunakan untuk mengenal satu sama lain, tidak digunakan
untuk memahami keadaan sesama jamaah, banyak dari mereka yang acuh tak acuh
dengan sesamanya, bahkan disalahgunakan sebagai tempat untuk bergosip
khususnya bagi ibu-ibu. Hakikat output dari peran sosial harusnya menumbuhkan
rasa persaudaraan yang kuat dan teguh. Namun, di era modern, peran sosial tidak
berjalan secara maksimal sehingga output yang harapkan tidak di dapat. Hal ini
dibuktikan dengan masih adanya ketidakpedulian antar tetangga.
Seharusnya, jika dilihat sejarah pembangunan masjid pertama sekali oleh Nabi
Muhammad SAW, salah satu peranannya adalah untuk kepentingan sosial, yaitu
untuk mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar serta meningkatkan ukhuwah
antar umat beragama di kota Yastrib. Bahkan di Masjid dibuat sebuah tenda tempat
memberi santunan uang dan makanan kepada fakir miskin. Aktifitas sosial yang
dilakukan oleh Abu Bakar selama perjalanan ke masjid merupakan alternatif sosial
bagi masyarakat yang hanya memiliki waktu singkat untuk bersosialisasi dengan
saudara seimannya. Diharapkan dengan menyempatkan waktu untuk bersosialisasi
dengan saudara seiman dapat memperkuat ukhuwah Islamiyah.
F. Kesimpulan

Masjid berasal dari bahasa arab sajada yang berarti tempat bersujud atau
tempat menyembah Allah swt. Tinjauan pada lapangan dengan diambil sebagai contoh
yaitu Masjid al-Ikhlas yang terletak di tengah kompleks perumahan Joyogrand,
Kecamatan Lowokwaru, Malang. Di Masjid Al-Ikhlas peran masjid dilingkuangan
masyarakat selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat Pendidikan dan Sosial
Kemasyaraktan. Masjid Selain sebagai tempat untuk menyembah Allah Swt. Juga
memiliki peran dalam bidang lain seperti Sosial Kemasyarakatan, Ekonomi,
Pendidikan, Dakwah, Politik dan Kesehatan. Menurut Analisis dari kelompok kami,
seharusnya peran masjid dalam masyarakat tidak hanya sebagai tempat ibadah saja
tetapi dapat mewadahi kegiatan lain seperti Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan,
Ekonomi dan juga Dakwah.

G. Saran

Peran Masjid seharusnya lebih ditingkatkan mengingat dahulu pada zaman


Rosullullah Muhamman Saw. Peran masjid sangat besar dalam peradaban umat islam.
Dahulu peran masjid tidak hanya sebagai tempat beribadah kepada Allah Swt. Tetapi
juga sebagai tempat berkumpul para pemimpin, tempat berlatih perang, bahkan juga
sebagai tempat menerima tamu penting. Peningkatan peran masjid sangatlah perlu
untuk memajukan peradaban umat islam karena di masjidlah tempat berkumpulnya
umat islam di suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, S. 2014. Masjid dalam Lintasan Sejarah Islam. Jurnal Khatulistiwa


Journal of Islamic Studies. 4(2):169-184.
E. Ayub, Mohammad, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani, 1996.
Astari, P. 2014. Mengembalikan Fungsi Masjid Sebagai Pusat Peradaban
Masyarakat. Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas. 9(1):33-44.

Anda mungkin juga menyukai