Capaian Kompetensi
1
Sidi Gazalba, 1994, Masjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna.
Hlm:118
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan sosial dan budaya
lainnya yang bisa dirasakan oleh seluruh kalangan muslim.2
Masjid ini berbentuk bangunan atau lingkungan yang
didirikaan secara khusus sebagai tempat ibadah kepada Allah
SWT, khususnya salat. Bangunan masjid pertama yang
pertama didirikan oleh Rosul SAW di madinah pada tahun 622.
Masjid sendiri merupakan salah satu karya budaya teknologi
kontruksi yang telah dirintis sejak masa permulaannya dan
menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam. Perwujudan
bangunan masjid juga merupakan lambang dan cermin
kecintaan umat Islam kepada tuhannya dan menjadi bukti
tingkat perkembangan kebudayaan Islam.3 Masjid diakui pula
sebagai pusat muslim berlindung kepada Al-Rabb dan
memohon ketentraman, kekuatan serta pertolongan kepadanya.
Di samping itu masjid merupakan tempat mereka
memakmurkan kalbu dengan bekal baru berupa potensi-potensi
ruhaniah.4
Sejak zaman nabi muhamad masjid itu sudah memiliki
fungsi ganda yakni sebagai tempat ibadah dan sampai batas-
batas tertentu, menyelesaikan persoalan duniawi. Dari
zamannya nabi dan sahabat pula, akhirnya ibnu khaldun
membuat sebuah pengkalsifikasian terhadap masjid kota. Ia
mengklasifikasikan bahwa masjid itu dibagi kedalam dua
kelompok, diantaranya adalah masjid besar yang ada dibawah
control penguasa yang berfungsi sebagai tempat untuk shalat
jum’at dan pertemuan-pertemuan akbar, ada pula masjid kecil
yang didirikan dan dikelola pleh masyarakat biasa.5 Mesjid pun
akhirnya menjadi multifungsi pada masa kerajaan Turki
2
Syafwandi, 1993, Estetika Dan Simbolisme Beberapa Majsjid Tradisional Di Banten Jawa
Barat, Jakarta: Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Hlm:26
99
3
Hasan Ma’arif Ambary, 2005, Ensikopledi Islam Jilid 4, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Hlm: 289
4
Page
6
Ibrahim Rabi Muhammad, 2004, Ensikopledi Perdana Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. Hlm:28
7
Oemar Amin Hoesin, 1975, Kultur Islam, Jakarta:Bulan Bintang. Hlm: 197
Page
8
Abdul Rochim, 1983, Sejarah Arsitektur Islam Sebuah Tinjauan, Bandung: Angkasa. Hlm: 3
9
Sidi Gazalba, Op.Cit. Hlm:174
massal, zakat fitrah, dan pemotongan hewan kurban. Tujuan
dari kegiatan social di masjid sendiri itu agar bisa membiana
umat Islam banten, membentuk masyarakat agar bisa hidup
gotong royong dan yang paling utama adalah media untuk
memepersatukan umat.10
Selanjutnya fungsi masjid dalam bidang politik, hal ini
diaplikasikan dalam hal pembicaraan politik. Karena pada saat
itu sistem pertahanan ditempatkan di masjid dan setiap akan
melakukan aktivitas baik yang menyangkut masalah
keagamaan, ekonomi, social dan lain-lain itu tidak bisa
diketahui oleh penjajah.Tempat untuk melakukan atau
memperbincangkan masalah-masalah kepada masyarakat dan
tempat untuk mencetak kader-kader yang sanggup dan berani
memperjuangkan tanah air. Dan yang terakhir fungsi masjid
dalam bidang ekonomi yang tujuannya untuk membuat
prikehidupan rakyat banten menjadi lebih makmur dan masjid
sebagai tempat untuk merencanakan penanaman di sawah
basah agar hasilnya nanti dapat dirasakan. 11
Selain memiliki fungsi yang bisa dinikmati fasilitasnya
baik untuk kepentingan ibadah, social, budaya bahkan politik,
masjid bisa dijadikan media untuk Tafakur Bi Nikmah melalui
keindahan estetika masjid. Saat ini masjid memiliki varian
arsitektur yang merupakan hasil kebudayaan yang berasal dari
berbagai percampuran budaya baik itu budaya khas nusantara,
budaya arab, budaya Persia, budaya cina dan budaya eropa.
Dari berbagai kebudayaan yang menyatu itu akhirnya
melahirkan budaya baru yang bisa dijadikan media tafakur
kepada Allah SWT, diantaranya adalah untuk mengingat dan
menyembah allah swt, untuk mencerminkan sifat allah yang
tidak terbatas dan bisa mengarahkan mata dan jiwa kepada
101
10
Page
12
Raana Bokhari, 2010, Ensikopledia Islam, Jakarta: Erlangga. Hlm: 180
13
P&K, 1999, Masjid Kuno Indonesia Proyek PPSKP, Direktorat Pppsp. Hlm: 7
14
Page
16
Uka Tjandrasasmitha, Dkk. Op.Cit. Hlm 9
17
Eko Budiharjo, 1984, Arsitektur Dan Kota Di Indonesia, Bandung: Alumni. Hlm: 3
6. Masjid dengan majelis taklimnya bisa dijadikan media
untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan
muslimin;
7. Sebagai tempat pembinaan dan engembangan kader-
kader pimpinan umat;
8. Sebagai tempat untuk mengumpulkan dana, menyimpan
dan membagikannya;
9. Masjid juga sebagai tempat melaksakan peraturan dan
supervisi social.18
Adanya perkembangan fungsi masjid ini tidak lain
karena adanya perkembangan pengelolaan yang baik dan
teratur, sehingga akhirnya bisa memberikan manfaat bagi
jamaahnya dan bagi masyarakat lingkungannya. Tujuan
utamanya memaksimalkan fungsi masjid adalah untuk
mencapai predikat Khaira Ummatin, sehingga menuntut usaha
yang sungguh-sungguh dalam membimbing dan membina umat
agar teru-menerus meningkatkan iman dan takwa, bertambah
ilmu dan amalnya, makin kokoh Ukhwah Ismaiyah, makin baik
tingkat kesejahteraanya dan makin luhur akhlaknya.19
Masjid yang multifungsi pun kemudian dilengkapi
dengan fungsi politik dan sosialnya. Masjid memilki fungsi
politik ternyata sudah ada sejak masa nabi, hal ini dapat dilihat
dari kegiatan diskusi dan debat yang dilaksakan di masjid.
Selain itu biasanya para penguasa besar membangun masjid
pusat yang besar, hal ini dimaksudkan agar generasinya kelak
bisa mengenang penguasaannya melalui masjid yang
dibangunnya. Meski masjid itu berada di lingkungan yang
mayoritas muslim atau minorotas muslim tetap saja masjid
menjadi pusat dan symbol aktivitas politik dan intelektual.
Masjid dikatakan pula sebagai pusat kebudayaan Islam
104
18
Moh. E. Ayub Dkk, 1996, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insane Press. Hlm: 7
19
Moh. E. Ayub Dkk, Ibid. Hlm: 8
Islam, antara lain penulisan mushaf al-quran, pameran buku,
busana muslim dan seni pertunjukan.20
Masjid memperketat politansi alasannya karena masjid
menjadi forum bebas untuk mengungkapkan gagasan-gagasan
yang mengkritik perilaku yang menyimpang. Masjid menjadi
prioritas utama oleh para pemimpin muslim yang bersemangat.
Globalisasi yang melanda masyarakat muslim mendorong
pengelola masjid untuk mengembangkan pandangan global,
sebuah respon muslim yang terpadu terhadap tangtangan
zaman. Misi luhur masjid yang senatiasa melekat. Keragaman
fungsi yang menghubungkan masjid dengan masyarakat
berasal dari citra ganda mengenai tempat ibadah Islam. 21 Saat
ini yang paling terbaru dan memiliki fungsi yang kompleks
adalah masjid salman ITB yang dibangun pada tahun 1972.
Fungsi masjid ini selain sebagai tempat ibadah ia juga
berfungsi sebagai tempat kuliah (ceramah dan dakwah serta
pendidikan keagamaan), kegatan social dan budaya menjadi
rutinatas para jamaah salman, bahkan ada komunitas yang
mengembangkan bisnis di bidang ekonomi syariah.22
Masjid Salman mulai berkembang dalam fungsinya
hingga terbentuk masjid kampus, masjid salman sebagai
penggerak awal berdirinya masjid ini mulai pada tahun 1980-
an. Masjid ini semarak dengan program-program dakwah yang
menyentuh kebutuhan masyarakat perkotaan. Beberapa
program yang dilaksanakannya adalah melakukan siraman
keagamaan masyarakat di wilayah bandung dan sekitarnya, ada
juga program pembinaan anak-anak salman, ada program
mentoring, untuk ibu-ibu rumah tangga ada program kursus
kesejahteraan rumah tangga dan yang paling menonjol adalah
program Latihan Mujahid Dakwah (LMD). Dalam
105
21
John L. Esposito, Op.Cit Hlm:360-365
22
Hasan Ma’arif Ambary, Op.Cit Hlm 305
menjadi kebangkitan Islam Indonesia di tahun 1990-an. Dan
masjid pun akhirnya menjadi a powerful network setelah
berkembangnya masjid kampus lainya di Indonesia.23
23
Moeflich Hasbullah, Op.Cit. Hlm: 56-57
24
Badri Yatim, 2008, Sejarah Perabadan Islam, Jakarta: Rajawali Press Hlm 231
Untuk wilayah Sulawesi sandiri pusatnya ada di Pelabuhan
Makasar pada, sedangkan untuk Maluku belum muncul
kerajaan Islam.25
Lama kelamaan penjajahan pun akhirnya mulai terasa
oleh rakyat Indonesia, di mulai dengan berdirinya VOC
sebagai kongsi pedagangan belanda yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang mencekik pribumi. Dari VOC inilah
kemudian penetrasi politik belanda lainya mulai dikembangkan
diantaranya dalam hal politik di Indonesia pada saat itu dalam
rangka memecah belah persatuan di Indonesia agar bisa
dikuasai oleh belanda, dalam hal agama penetrasi politik pun
ada, salah satunya dari pembuatan fasilitas ibadah, dan dalam
bidang pendidikan dengan munculnya kebijakan ordonansi
belanda.26
Ketika mengalami keadaan demikian pribumi yang
muslim khususnya tidak hanya berdiam diri, mereka juga
melakukan perlawanan untuk membebaskan diri dari belenggu
penguasa kafir. Perlawanan dari para raja-raja Islam terhadap
pemerintahan Belanda diberbagai tempat salah satunya di
minangkabau dengan adanya perang padri. Adanya perlawanan
tersebut menyadarkan belanda bahwa hal tersebut dipengaruhi
oleh ajaran Islam. Maka untuk mengukuhkan kekuasaannya di
Indonesia lahirlah politik Islam yang dipelopori oleh Prof.
Snouck Hurgronje. Kebijakan pun mucul dimulai dengan
peraturan dalam melaksanakan ibadah haji.27
Snouck hurgronje kemudian melakukan analisis untuk
menindak lanjuti politik Islam. Ia membagi Islam menjadi dua
pertama Islam religius dan Islam politik. Terhadap masalah
agama, pemerintahan belanda disarankan agar bersikap toleran
yang dijabarkan di dalam sikap netral terhadap kehidupan
107
25
Badri Yatim, Ibid, Hlm 232
Page
26
M.C Ricklef , 2010, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: Serambi. Hlm: 51
27
Ahmad Mansyur Suryanegara,2010, Api Sejarah I, Bandung: Salamadani.hlm:141
dan stabilitas. Sedangkan untuk Islam politik itu begitu diwasi
sebab dianggap mengancam. Untuk menjalankan hal demikian
maka dibentuklah Kantoor Voor Inlandsche Zaken untuk
mengatur kebijakan yang berkaitan dengan Islam religious
salah satunya adalah kebijakan tentang pendirian masjid,
terutama tentang kas masjid.28
Sebelum peraturan itu dibentuk oleh Kantoor Voor
Inlandsche Zaken secara proseduteral peraturan itu melewati
beberapa tahap dalam buku garis besar hokum tata Negara
hindia belanda. Pertamakalinya hokum pada masa hindia
belanda itu dikeluarkan oleh kepala pemerintahan yang
dinamakan Gewest sebagai jabatan tertinggi dalam badan
pembuatan Verordening Local atas pasal 129IS yang
menerangkan bahwa mereka memiliki wewenang untuk
membuat Reglemen-Reglemen dan Keuren yang mengatur
tentang ketertiban dan keamanan, memberikan perlindungan
kepada belanda termasuk tentang kesusilaan dan ketertiban,
perturan ini kemudian termuat pada ordonansi pasal 139IS
tanggal 17 februari 1858 IS. Adanya hal demikian apabila
kembali kepada kajian saya tentang fungsi masjid masa
colonial tentu Gewest memiliki wewenang dalam mengatur
kebijakan masjid untuk meudian tugasnya diserahkan kepada
Kantoor Voor Inlandsche Zaken.29
Pada masa kolonialisme di Indonesia yang terjadi pada
abad ke-16 hingga berakhir di akhir abad ke-19 di Indonesia,
fungsi masjid telah mengalami berbagai perubahan dan
berkembang menjadi lebih kompleks mengikuti kebutuhan
muslim setempat.30 Sebelum masa penjajahan fungsi masjid itu
sebagai media penyebaran dakwah Islam, tentu dengan
berbagai pendekatan diantaranya pendekatan budaya agar tidak
108
28
Badri Yatim, Op. Cit, Hlm 237
29
Page
B.P. Paulus, 1979, Garis Besar Hokum Tata Negara Hindia Belanda, Bandung,: Alumni.
Hlm: 123-131.
30
M.C Ricklef , 2010, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: Serambi. Hlm: 40
terjadinya culture shock sebab perpindahan dari hindu budha
ke Islam.31
Selain itu fungsi masjid pada saat itu adalah menjadi
Study Center ajaran Islam. Pada saat itu juga peran saudagar
muslim dari arab, cina dan india semakin berperan penting dan
secara ridak langsung dakwah mudah tersampaikan. 32 Contoh
masjid pada saat itu sebelum penjajahan masuk yang didirikan
adalah masjid Sam Pho Kong Di Semarang yang didirikan oleh
laksamana Cheng-Ho. Selanjutnya fungsi masjid itu mencetak
para dai yang menyebarkan Islam seperti yang dilakukan di
masjid Sunan Giri yang didirikan pada tahun1407.33
Namun fungsi masjid pada masa ini dibatasi oleh
peraturan-peraturan yang berlaku, sebagaimana telah
disebutkan diatas bahwa ada lembaga yang mengatur tentang
kebijakan masjid yakni Kantoor Voor Inlandsche Zaken.
Kantor ini memiliki tugas memberikan saran kepada
pemerintahan colonial tentang maslah-masalah pribumi,
terutama masalah Islam menjadi tugas utama kantor ini.
Beberapa kalangan ada yang menyebut kantor ini sebagai “inti
administrasi” pemerintahan hindia belanda. Masalah yang
dikaji kantor ini sangat variatif salah satunya masalah kas
masjid, pendidikan agama dan peredaran buku. Karena saya
mengkaji tentang masjid maka focus kas masjid yang ternyata
dicatat secara garis besar dengan baik oleh kantor ini.34
Sebelum membahas lebih jauh Peraturan yang
dikeluarkan oleh Kantoor Voor Inlandsche Zaken dalam
mengambarkan fungsi masjid terutama tentang kas, kita bisa
mengetahui terlebih dahulu peraturan-peraturan pemerintah
mengenai masjid pada masa hindia belanda. Pemerintahan
hindia belanda membuat peraturan yang tertuang dalam IS
109
31
Uka Tjandrasasmita, 2009 Pengantar Arkeologi Islam, Jakarta: Rosda. Hlm: 34
32
Moeflich Hasbullah, 2012, Sejarah Social Intelektual Islam Di Indonesia, Bandung: Cv.
Pustaka Setia. Hlm: 21-23
Page
33
Hasan Ma’arif Ambary, Op.Cit. Hlm:356
34
Aqib Suminto, 1985, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES. Hlm: 110-114
“Indische Staatsegilling”, pada pasal 134 diterangkan bahwa:
“Akan tetapi perkara-perkara sipil antara orang Islam, jika
hokum adat menghendakinya maka harus dikemukakan kepada
hakim agama, sepanjang tidak ditentukan secara lain dalam
ordonansi.”
Ada pula pasal 179 ayat 2 yang menetukan bahwa:
“Susunan pelajaran umum diatur dalam ordonansi, dengan
menghormati agamanya masing-masing”.35
Dari pasal tersebut maka dapat sedikit diinterpretasikan
bahwasanya pemerintahan hindia belanda cukup toleran dalam
memberikan kebijakan pada umat beragama di Indonesia.
Maka belanda pun dapat dikategorikan memiliki politik agama
yang netral atau sering disebut dengan “Policy of Religios
Netrality”. Politik kebijakan ini menggambarkan bahwa
pemerintahan belanda tidak ikut campur dalam urusan agama
kecuali untuk undang-undang dan ketertiban umum. Namun
akhirnya campur tangan belanda mulai dirasakan dalam
beberapa aspek agama, salah satunya dalam pembangunan
masjid, terutama tentang kas masjid yang sudah ada sejak
1893.36 Selain masjid masih ada kebijakan belanda yang
dianggap sudah mulai ikut campur dalam beberapa hal
diantaranya adalah:
a. Peradilan agama, sudah diatur sejak tahun 1882;
b. Pengangkatan penghulu sebagai penasehat pada
pengadilan umum;
c. Pengawasan terhadap perkawinan dan perceraian bagi
orang Islam ada sejak tahun 1905;
d. Ordonansi perkawinan di jawa Madura 1929, diubah
tahun1931;
e. Ordonansi perkawinan untk luar jawa, 1932;
110
35
Aboebakar, Op.Cit. Hlm: 439-445
36
Aqib Suminto, Op.Cit. Hlm: 30
h. Pengawasan terhadap ibdah haji.37
Menurut buku Snouck Hurgronje yang berjudul
Verspreide geschripten jilid IV yang ada dalam bukunyanya
pijper yang berjudul beberapa studi tentang Sejarah Islam Di
Indonesia 1900-1950, pernah mengatakan bahwa masjid di
Indonesia itu memiliki pengaruh yang kuat, bila dibandingkan
dengan masjid-masjid lain yang ada di Negara lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh G.F Pijper dalam
penelitiannya tentang masjid pada tahun 1925-1950
menjelaskan bahwa fungsi social masjid. Nampak dari kegiatan
yang ada didalamnya ada untuk tempat menginap musafir
namun di serambinya saja, ada untuk melaksakan akad
pernikahan, sebagai pengadilan agama, sebagaimana yang
dijelaskan Raffles dalam bukunya The History of Java Jilid I.
selanjutnya pada masa kolonialisme juga mesjid berfungsi
dalam bidang pendidikan, beberapa kegiatannya diantaranya
adalah perayaan maulid nabi dan isra mi’raj dilaksanakan
disana meski hanya diserambi masjid, ada juga pengajian anak-
anak muda dan orang dewasa.38
Kegiatan keagamaan banyak dilaksanakan di masjid
salah satu contohnya adalah pada tahun 1936 di serambi
Masjid Mangkunegara Surakarta terdapat kegiatan rutinan pada
malam-mallam tertentu yang dihadiri oleh laki-laki dan
perempuan. Pada tahun 1914 pertemuan yang diadakan oleh
bupati lebak yang diselanggarakan di serambi masjid,
pertemuan ini dihadiri oleh penghulu-penghulu, kiyai-kiyai
yang ada di rangkas bitung. Masjid di pakai tempat itikaf oleh
beberapa muslim di beberapa daerah. 39
Fungsi masjid menjadi meluas pada saat colonial.
Masjid pada saat itu memiliki otonomi sendiri, sehingga ada
111
37
Aqib Suminto,Ibid. Hlm:30
38
G.F. Pijper, 1984, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Di Indonesia 1900-1950 Judul
Page
40
Aboebakar,Op. Cit. Hlm: 439
mengucapakan khutbah dalam bahasa pribumi, seperti halnya
yang terjadi di pulau jawa pada tahun 1928.41
Untuk mendirikan masjid pada masa itu masyarakat
harus meminta perizinan kepada pemerintah, sedangkan untuk
permasalahan khutbah tidak diwajibkan untuk melapor
melainkan hanya untuk memberitahukan kepada penghulu
kewedanan (bijblad no: 12573). Pemerintahan belanda pada
masa itu juga memberikan dana untuk pembangunan atau
memperbaiki masjid, namun batuan itu diberikan hanya pada
keadaan mendesak saja, peraturan ini ada dalam bijblad no.
1741 dan 1980. Mengenai kas masjid sendiri diawasi oleh
pemerintah dengan tujuan untuk menjamin agar penyimpanan
dan pengeluaran kas masjid itu benar-benar untuk hal yang
bermanfaat.42
Berbicara tentang kas masjid pada masa itu
pemerintahan menganjurkan penggunaan kas masjid bukan
untuk keperluan-keperluan masjid saja melainkan untuk
yayasan-yayasan Islam, misalnya memberikan subsidi kepada
sekolah-sekolah Islam. Uang kas ini diperoleh dari sisa uang
penghulu setelah melakukan upacara adat. Pada masa itu ada
aturan yang mengharuskan jika uang kas yang diperoleh dalam
jumlah besar , maka bayaran untuk penghulu harus diperkecil.
Bila melihat surat edaran sekertaris gubernuur yang pertama
kepada gubernur jawa barat, jawa tengah dan jawa timur
tanggal 24 november 1931 no. 2852b / A dan dimuat dalam
bijblad no. 12726 yang inti suratnya adalah setiap masjid itu
harus membuat kas masjid agar bisa memanfaatkannya untuk
kepentingan masjid, uangnya itu diperoleh dari rakyat,
pemerintah hanya bisa mengawasinya saja.43
Kas masjid yang dimiliki oleh masjid yang sudah
113
41
G.F. Pijper, Op.Cit, Hlm: 53
Page
42
Aboebakar, Op. Cit.Hlm: 440-445
43
Aboebakar, Ibid.Hlm: 440-445
masjid, hal ini merupakan berita baik sebab masjid bisa
menyumbangkan kasnya untuk kemaslahatan umat. Salah satu
contoh masjid yang berdiri pada masa kolnial adalah Masjid
Agung Baitul Rahman di Aceh Didirikan Pada Masa Sultan
Iskandar Muda yakni sekitar tahun 1607-1639. Masjid yang
dibuat oleh arsitektur belanda bernama Kapten Zeni yakni
angkatan darat belanda (Genie Marechausse) De Brujin, pada
masa penjajahan memiliki fungsi sebagai pertahanan dan
perlawanan rakyat, hingga akhirnya masjid ini sempat akan
dibakar oleh belanda. Fungsi masjid itu pada masa pasca
penjajahan senantiasa berkembang seiring penetapan syariat
Islam Di Nangroe Contoh masjid yang didirikan masa
penjajahan belanda adalah Masjid Raya Baitul Rahman di
Nanggroe Aceh Darusalam,Aceh Darussalam bukan hanya
sebagi tempat ibadah melainkan juga sebagai pndidikan Islam,
kini meskipun menjadi media pengembangan potensi social
kemasyarakatan.44
Upacara Keagamaan
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka dapat kita
simpulkan bahwa budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama Pribumi, Hindu, Buddha, Islam
dan Kristen (Andito, 1998, hal. 77-79).
Dalam hal ini yang akan kita bahas adalah budaya
agama pribumi dan budaya agama Islam yang telah
menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan
melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat
dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar
ma’ruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak
114
44
Teddy Tjokrosuparto, 2011, 100 Mesjid Terindah Indonesia, Jakarta: Gramedia. Hlm: 13
Upacara Keagamaan pada Masyarakat Muslim Indonesia
Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah
menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama
memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang
kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Bila
dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal
yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya,
dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi
budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition
(tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut
dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi
lokal) atau juga Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”,
yang dipengaruhi Islam (Azyumardi, 1999, hal. 13).
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan
Budaya lokal ini kemudian melahirkan apa yang dikenal
dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh
kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru
yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius
memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap
budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-
unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi
unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki
kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada
perkembangan budaya selanjutnya (Soejanto, 1986, hal. 28).
Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas
masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan
masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama
sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi
115
Rangkuman
Bintang.
P&K, 1999, Masjid Kuno Indonesia Proyek PPSKP, Direktorat
Pppsp.
Poespowardojo, Soejanto. Pengertian Local Genius dan
Relevansinya Dalam Modernisasi; Kepribadian Budaya
Bangsa (Local Genius). Jakarta : Pustaka Jaya, 1986.
R. Al- Faruqi, 2003, Atlas Budaya Islam I, Bandung: Mizan.
Raana Bokhari, 2010, Ensikopledia Islam, Jakarta: Erlangga.
Sidi Gazalba, 1994, Masjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan
Islam, Jakarta: Al-Husna.
Syafwandi, 1993, Estetika Dan Simbolisme Beberapa Majsjid
Tradisional Di Banten Jawa Barat, Jakarta: Dinas
Pendidikan Dan Kebudayaan.
Teddy Tjokrosuparto, 2011, 100 Mesjid Terindah Indonesia,
Jakarta: Gramedia.
Uka Tjandrasasmita, 2009 Pengantar Arkeologi Islam, Jakarta:
Rosda.
Uka Tjandrasasmitha, Dkk. 1985, Mengenal Peninggalan
Sejarah Dan Purbakala Kota Banten Lama, Banten:
Direktorat PPPSP.
Zein, Abdul Baqir. Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia.
Jakarta : Gema Insani Press, 1999.
Latihan 6
b. Masjid d. Sekolah
2. Pada masa kolonial Belanda, kebijakan yang berhubungan
dengan pembatasan fungsi masjid dibentuklah lembaga
Page
untuk mengatur kebijakan yang berkaitan dengan Islam
religious. Nama lembaga tersebut adalah….
a. Kantoor Voor Inlandsche Zaken
b. Inlandsche Zaken Kantoor Voor
c. Voor Inlandsche Kantoor Zaken
d. Voor Inlandsche Zaken Kantoor
3. Salah satu kebijakan yang diterapkan terhadap masjid pada
masa colonial Belanda berkaitan dengan pembatasan
aktivitasnya adalah, kecuali....
a. Pendirian masjid c. Kas Masjid
b. Petugas khutbah d. Sholat di Masjid
4. Salah satu bentuk upacara keagamaan yang dilakukan oleh
masyarakat muslim terutama di Jawa Tengah yang sampai
sekarang tetap dilaksanakan mengenai peringatan terhadap
kelahiran nabi Muhammad, disebut…
a. Isra Miraj c. Grebek Suro
b. Tahlilan d. Mauludan
5. Upacara keagamaan Islam di Indonesia, sejak awal
perkembangannya telah menerima akomodasi budaya dari
lingkungan sekitar. Bentuk dari kompromi dan adaftasi
budaya local tersebut memunculkan varian budaya
tersendiri, yang dalam konsep antropologi budaya biasa
disebut…..
a. Akulturasi c. Asimilasi
b. Sinkretis d. Transformasi
belajar ini.
Page
Rumus :
Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban anda benar X 100 %
5
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90 % - 100 % = Baik sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 70 % = Kurang
Apabila tingkat penguasaan anda mencapai 80 % ke
atas, bagus anda cukup memahami materi ini. Anda dapat
meneruskan ke materi berikutnya. Tetapi bila tingkat
penguasaan anda masih di bawah 80 %, anda harus mengulangi
materi ini, terutama bagian yang belum anda kuasai.
122
Page