Anda di halaman 1dari 25

BAB V

FUNGSI MASJID DAN UPACARA KEAGAMAAN

Capaian Kompetensi

Pokok Bahasan/ Sub Pokok


Kompetensi Dasar
Bahasan
Mahasiswa mampu: Masjid dan fungsinya
1. Menjelaskan masjid dan Upacara-upacara keagamaan
fungsinya
2. Menjelaskan upacara-
upacara keagamaan

Pergeseran Fungsi Masjid


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia masjid
didefinisikan sebagai suatu tempat untuk masyarakat muslim,
baik secara individu atau kelompok sebagai pengakuan tunduk
berdirinya kepada Allah SWT. Secara etimologi masjid berasal
dari bahasa arab dari kata sajada berarti patuh dan kemudian
diartikan sebagai tempat sujud. Menurut Sidi Gazalba masjid
diartikan sebagai suatu tempat dimana seseorang melakukan
sikap pengakuan, pengabdian, ketakwaan kepada zat yang satu
secara keseluruhan lahir dan tujuan.1
Berdasarkan hadis yang dijelaskan oleh hadis Rosul
SAW, bahwa kata masjid itu asalnya adalah tempat sujud.
Namun dalam perkembangannya masjid didefinisikan sebagai
tempat orang Islam melaksakan shalat dapat terlindung
didalamnya. Masjid memilki ukuran yang bervariasi namun
mayoritas masjid itu memiliki ruang inti yang luas, hal ini
menegaskan bahwa ada sebuah tuntutan doktrin untuk
bersembayang jamaah. Ruang inti yang luas ini juga
98
Page

1
Sidi Gazalba, 1994, Masjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna.
Hlm:118
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan sosial dan budaya
lainnya yang bisa dirasakan oleh seluruh kalangan muslim.2
Masjid ini berbentuk bangunan atau lingkungan yang
didirikaan secara khusus sebagai tempat ibadah kepada Allah
SWT, khususnya salat. Bangunan masjid pertama yang
pertama didirikan oleh Rosul SAW di madinah pada tahun 622.
Masjid sendiri merupakan salah satu karya budaya teknologi
kontruksi yang telah dirintis sejak masa permulaannya dan
menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam. Perwujudan
bangunan masjid juga merupakan lambang dan cermin
kecintaan umat Islam kepada tuhannya dan menjadi bukti
tingkat perkembangan kebudayaan Islam.3 Masjid diakui pula
sebagai pusat muslim berlindung kepada Al-Rabb dan
memohon ketentraman, kekuatan serta pertolongan kepadanya.
Di samping itu masjid merupakan tempat mereka
memakmurkan kalbu dengan bekal baru berupa potensi-potensi
ruhaniah.4
Sejak zaman nabi muhamad masjid itu sudah memiliki
fungsi ganda yakni sebagai tempat ibadah dan sampai batas-
batas tertentu, menyelesaikan persoalan duniawi. Dari
zamannya nabi dan sahabat pula, akhirnya ibnu khaldun
membuat sebuah pengkalsifikasian terhadap masjid kota. Ia
mengklasifikasikan bahwa masjid itu dibagi kedalam dua
kelompok, diantaranya adalah masjid besar yang ada dibawah
control penguasa yang berfungsi sebagai tempat untuk shalat
jum’at dan pertemuan-pertemuan akbar, ada pula masjid kecil
yang didirikan dan dikelola pleh masyarakat biasa.5 Mesjid pun
akhirnya menjadi multifungsi pada masa kerajaan Turki

2
Syafwandi, 1993, Estetika Dan Simbolisme Beberapa Majsjid Tradisional Di Banten Jawa
Barat, Jakarta: Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Hlm:26
99

3
Hasan Ma’arif Ambary, 2005, Ensikopledi Islam Jilid 4, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Hlm: 289
4
Page

Armai Arief, 2004, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lemabaga


Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa. Hlm: 35
5
John L. Esposito, 2002, Ensikopledi Oxford, Bandung: Mizan. Hlm:353-355
Usmani. Masjid yang berbentuk masjid jami sebagai sarana
untuk pendidikan pertama kali didirikan di Kairo yakni Masjid
Al-Azhar, hingga akhirnya masjid ini menjadi tujuan pencari
ilmu dari seluruh negeri arab dan Negara-negara Islam.6
Menurut Oemar Amin Hoesin, Masjid merupakan
prototipe dari segala masjid yang ada di dunia, begitupun
kebudayaan Islam pada masa itu pun merupakan prototipe pula
dari segala kebudayaan Islam yang lahir kemudiannya. Fungsi
masjid dahulu pula tidak beda jauh dari fungsi masjid sekarang
merupakan sebuah prototipe hasil kebudayaaan yang kemudian
mengalami pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan umat
dan kondisi yang ada padanya. Pada masa pertama Islam
disebarkan di Indonesia tentu berkembang fungsinya ketika
memasuki masa penjajahan, bahkan terus berkembang menjadi
makin kompleks pada masa pasca penjajahan.7
Masjid juga muncul sebagai bangunan religi yang
merupakan perpaduan dari fungsi bagunan sebagai unsure
arsitektur Islam yang berpedoman pada ketentuan-ketentuan
yang diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagai tempat
pelaksanaan ajaran Islam dengan bangunan sebagai ungkapan
tertinggi dari nilai-nilai luhur suatu kehidupan manusia yang
melaksanakan ajaran agama Islam.8 Selanjutnya fungsi masjid
itu dapat terasa dalam bidang social, hal ini dikarenakan masjid
merupakan bentuk dari kesatuan social, dan biasanya dimana
muslim berada disitu ada masjid.9 Hingga hal tersebut
menyangkut kepada masyarakat dan kebudayaan umpamanya
lembaga dakwah dan lembaga social yang pasti dimiliki oleh
semua masjid. Kegiatan dakwahnya itu meliputi pengajian,
tabligh, diskusi dan silturrahmi. Untuk kegiatan soaialnya
sendiri itu berkaitan dengan penyantunan anak yatim, khitanan
100

6
Ibrahim Rabi Muhammad, 2004, Ensikopledi Perdana Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. Hlm:28
7
Oemar Amin Hoesin, 1975, Kultur Islam, Jakarta:Bulan Bintang. Hlm: 197
Page

8
Abdul Rochim, 1983, Sejarah Arsitektur Islam Sebuah Tinjauan, Bandung: Angkasa. Hlm: 3
9
Sidi Gazalba, Op.Cit. Hlm:174
massal, zakat fitrah, dan pemotongan hewan kurban. Tujuan
dari kegiatan social di masjid sendiri itu agar bisa membiana
umat Islam banten, membentuk masyarakat agar bisa hidup
gotong royong dan yang paling utama adalah media untuk
memepersatukan umat.10
Selanjutnya fungsi masjid dalam bidang politik, hal ini
diaplikasikan dalam hal pembicaraan politik. Karena pada saat
itu sistem pertahanan ditempatkan di masjid dan setiap akan
melakukan aktivitas baik yang menyangkut masalah
keagamaan, ekonomi, social dan lain-lain itu tidak bisa
diketahui oleh penjajah.Tempat untuk melakukan atau
memperbincangkan masalah-masalah kepada masyarakat dan
tempat untuk mencetak kader-kader yang sanggup dan berani
memperjuangkan tanah air. Dan yang terakhir fungsi masjid
dalam bidang ekonomi yang tujuannya untuk membuat
prikehidupan rakyat banten menjadi lebih makmur dan masjid
sebagai tempat untuk merencanakan penanaman di sawah
basah agar hasilnya nanti dapat dirasakan. 11
Selain memiliki fungsi yang bisa dinikmati fasilitasnya
baik untuk kepentingan ibadah, social, budaya bahkan politik,
masjid bisa dijadikan media untuk Tafakur Bi Nikmah melalui
keindahan estetika masjid. Saat ini masjid memiliki varian
arsitektur yang merupakan hasil kebudayaan yang berasal dari
berbagai percampuran budaya baik itu budaya khas nusantara,
budaya arab, budaya Persia, budaya cina dan budaya eropa.
Dari berbagai kebudayaan yang menyatu itu akhirnya
melahirkan budaya baru yang bisa dijadikan media tafakur
kepada Allah SWT, diantaranya adalah untuk mengingat dan
menyembah allah swt, untuk mencerminkan sifat allah yang
tidak terbatas dan bisa mengarahkan mata dan jiwa kepada
101

10
Page

Sidi Gazalba,Ibid. Hlm:175-176


11
Uka Tjandrasasmitha, Dkk. 1985, Mengenal Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Kota
Banten Lama, Banten: Direktorat Pppsp Hlm 18
kekuasaan allah dan keluasan penciptaanya yang tidak ada
tandingannya.12
Menurut Uka Tjandrasasmitha kata masjid itu di
Indonesia menjadi beberapa sebutan dan disesuaikan dengan
daerah sebagaimana kita bisa lihat di jawa tengah masjid
disebut dengan mesigit, di jawa barat disebut dengan masigit,
di aceh disebut dengan maseugit, disulawesi majid disebut
dengan mesigi, di jawa tengah selain maseugit juga ada sebutan
lain dari masjid yakni langgar. Begitupun di jawa barat selain
masigit juga ada sebutan lain yakni tajug. Dan untuk daerah
aceh sendiri menyebut masjid dengan sebutan dengan
munasah. 13
Sedangkan Untuk fungsinya di Indonesia sendiri
terutama di pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk
melaksakan ibadah salat, belajar membaca al-qur’an bagi anak-
anak, dan memperingati hari besar Islam. Di daerah perkotaan,
selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk tempat
pembinanaan generasi muda Islam, ceramah dan diskusi
keagamaan dan perpustakaan. Selain pendidikan dan
kebudayaan masjid juga dijadikan sebgai pusat kegiatan social,
politik, budaya dan agama. Pada masa sahabat Masjid juga
dijadikan sebagai tempat melaksanakan pembaiatan para
khalifah, tempat pertemuan dan tempat musyawarah.14
Semua Fungsi masjid itu bisa dinikmati oleh seluruh
kalangan muslim dan mereka berhak untuk memanfaatkan
fasilitasnya tanpa dikenai biaya, tidak perlu meminta izin tidak
ada batasan sebab masjid merupakan rumah allah SWT, maka
secara harfiah yang memilikinya adalah Allah SWT. 15 Namun
Ternyata dalam prakteknya Ada pula segelintir orang yang
melakukan penyimpangan dalam memfungsikan masjid,
102

12
Raana Bokhari, 2010, Ensikopledia Islam, Jakarta: Erlangga. Hlm: 180
13
P&K, 1999, Masjid Kuno Indonesia Proyek PPSKP, Direktorat Pppsp. Hlm: 7
14
Page

Armai Arief, 2004, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lemabaga


Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa. Hlm: 35
15
R. Al- Faruqi, 2003, Atlas Budaya Islam I, Bandung: Mizan. Hlm: 185
beberapa orang ada yang sengaja melakukan ziarah, menginap,
mencari barokah, malaksanakan nazar bahkan ada yang berniat
agar mendapatka jodoh. Hal tersebut sebagaimana terjadi di
masjid agung banten dan Cirebon.16
Moch. E. Ayyub menegaskan bahwa Fungsi utama
masjid adalah tempat sujud kepada allah SWT, tempat shalat
dan tempat beribadah kepadanya. Kini masjid pun mengalami
Pola perubahan fungsi masjid, yang ternyata diikuti oleh pola
arsitektur yang kemudian semakin kompleks, hal ini
menunjukan adanya kemajuan daerah identik dengan pesatnya
pembangunan baru dan menyatakan bahwa adanya modernisasi
di segala bidang termasuk masjid.17Setelah mengalami berbagai
perkembangan, maka bila dirincikan fungsi masjid itu beraneka
ragam diantaranya adalah:
1. Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat
dan mendapatkan diri kepada allah SWT;
2. Masjid adalah tempat kaum muslimin beritikaf,
membersihkan diri, menggembleng batin untuk
membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman
batin/ keagamaan sehingga selalu terpelihara
keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan
kepribadian;
3. Sebagai tempat untuk bermusyawarah kaum muslimin
guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul
dalam masyarakat;
4. Sebagai temapat untuk berkonsultasi, mengajukan
kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan;
5. Sebagai tempat untuk membina ikatan yang utuh dan
meningkatkan kerja sama di dalam mewujudkan
kesejahteraan bersama;
103
Page

16
Uka Tjandrasasmitha, Dkk. Op.Cit. Hlm 9
17
Eko Budiharjo, 1984, Arsitektur Dan Kota Di Indonesia, Bandung: Alumni. Hlm: 3
6. Masjid dengan majelis taklimnya bisa dijadikan media
untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan
muslimin;
7. Sebagai tempat pembinaan dan engembangan kader-
kader pimpinan umat;
8. Sebagai tempat untuk mengumpulkan dana, menyimpan
dan membagikannya;
9. Masjid juga sebagai tempat melaksakan peraturan dan
supervisi social.18
Adanya perkembangan fungsi masjid ini tidak lain
karena adanya perkembangan pengelolaan yang baik dan
teratur, sehingga akhirnya bisa memberikan manfaat bagi
jamaahnya dan bagi masyarakat lingkungannya. Tujuan
utamanya memaksimalkan fungsi masjid adalah untuk
mencapai predikat Khaira Ummatin, sehingga menuntut usaha
yang sungguh-sungguh dalam membimbing dan membina umat
agar teru-menerus meningkatkan iman dan takwa, bertambah
ilmu dan amalnya, makin kokoh Ukhwah Ismaiyah, makin baik
tingkat kesejahteraanya dan makin luhur akhlaknya.19
Masjid yang multifungsi pun kemudian dilengkapi
dengan fungsi politik dan sosialnya. Masjid memilki fungsi
politik ternyata sudah ada sejak masa nabi, hal ini dapat dilihat
dari kegiatan diskusi dan debat yang dilaksakan di masjid.
Selain itu biasanya para penguasa besar membangun masjid
pusat yang besar, hal ini dimaksudkan agar generasinya kelak
bisa mengenang penguasaannya melalui masjid yang
dibangunnya. Meski masjid itu berada di lingkungan yang
mayoritas muslim atau minorotas muslim tetap saja masjid
menjadi pusat dan symbol aktivitas politik dan intelektual.
Masjid dikatakan pula sebagai pusat kebudayaan Islam
104

sebagaimana contoh festival yang diadakan oleh masjid istiqlal


yang menampilkan kebudayaan Indonesia yang bernapaskan
Page

18
Moh. E. Ayub Dkk, 1996, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insane Press. Hlm: 7
19
Moh. E. Ayub Dkk, Ibid. Hlm: 8
Islam, antara lain penulisan mushaf al-quran, pameran buku,
busana muslim dan seni pertunjukan.20
Masjid memperketat politansi alasannya karena masjid
menjadi forum bebas untuk mengungkapkan gagasan-gagasan
yang mengkritik perilaku yang menyimpang. Masjid menjadi
prioritas utama oleh para pemimpin muslim yang bersemangat.
Globalisasi yang melanda masyarakat muslim mendorong
pengelola masjid untuk mengembangkan pandangan global,
sebuah respon muslim yang terpadu terhadap tangtangan
zaman. Misi luhur masjid yang senatiasa melekat. Keragaman
fungsi yang menghubungkan masjid dengan masyarakat
berasal dari citra ganda mengenai tempat ibadah Islam. 21 Saat
ini yang paling terbaru dan memiliki fungsi yang kompleks
adalah masjid salman ITB yang dibangun pada tahun 1972.
Fungsi masjid ini selain sebagai tempat ibadah ia juga
berfungsi sebagai tempat kuliah (ceramah dan dakwah serta
pendidikan keagamaan), kegatan social dan budaya menjadi
rutinatas para jamaah salman, bahkan ada komunitas yang
mengembangkan bisnis di bidang ekonomi syariah.22
Masjid Salman mulai berkembang dalam fungsinya
hingga terbentuk masjid kampus, masjid salman sebagai
penggerak awal berdirinya masjid ini mulai pada tahun 1980-
an. Masjid ini semarak dengan program-program dakwah yang
menyentuh kebutuhan masyarakat perkotaan. Beberapa
program yang dilaksanakannya adalah melakukan siraman
keagamaan masyarakat di wilayah bandung dan sekitarnya, ada
juga program pembinaan anak-anak salman, ada program
mentoring, untuk ibu-ibu rumah tangga ada program kursus
kesejahteraan rumah tangga dan yang paling menonjol adalah
program Latihan Mujahid Dakwah (LMD). Dalam
105

perkembangan selanjutnya adanya masjid kampus ini berubah


20
Noercholish Majid, 2002, Ensikopledi Islam Untuk Pelajar, Jakarta:PT Ichtiar Baru Van
Hoeve. Hlm:50
Page

21
John L. Esposito, Op.Cit Hlm:360-365
22
Hasan Ma’arif Ambary, Op.Cit Hlm 305
menjadi kebangkitan Islam Indonesia di tahun 1990-an. Dan
masjid pun akhirnya menjadi a powerful network setelah
berkembangnya masjid kampus lainya di Indonesia.23

Fungsi Masjid Ketika Belanda Datang


Sebagaimana model penulisan sejarah social yang telah
disebutkan diatas, bahwa model yang diterapakan dalam
makalah ini adalah model lingkaran sentral. Maka setelah
membahas arti dan fungsi masjid paa umumnya, saya akan
memulai inti pembahasan makalah ini dengan membahas
keadaan muslim Indonesia ketika belanda datang. Sebagaimana
kita ketahui bahwasanya belanda datang ke Indonesia pada
tahun 1595, di bawah pimpinan Cornelis De Houtman.
Sebagaimana yang diketahui bahwa datangnya belanda ini
untuk pertama kali adalah misi perdagangan rempah-rempah.
Berdasarkan berita dari para penjelajah lautan dari eropa,
Indonesia dikenal sebagai Negara penghasil rempah-rempah
seperti lada, karet, cengkeh, teh dan masih banyak lagi. Maka
indonesialah yang menjadi tujuan utama belanda dalam rangka
mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.24
Di Indonesia pada saat Belanda datang muslimlah yang
sudah mendominasi, termasuk mereka yang menjadi petani
rempah-rempah yang dibutuhkan oleh belanda. Mengenai
Keadaan muslim pada saat itu ternyata sedang berada di bawah
kekuasaan kerajaan Islam, di beberapa daerah di Indonesia
memang pada waktu yang besamaan berkembang kerajaan
Islam diantaranya adalah Sumatera meliputi Malaka, Aceh,
Jambi, Priangan, Tiku, Pariaman, Minangkabau, Riau,
Palembang Dan Bengkulu. Untuk di jawa pada saat itu ada
kerajaan Demak, Mataram, Pajang yang wilayah
106

kekuasaannya meliputi Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Untuk


Jawa Barat sendiri yang berkuasa adalah Kerajaan Banten.
Page

23
Moeflich Hasbullah, Op.Cit. Hlm: 56-57
24
Badri Yatim, 2008, Sejarah Perabadan Islam, Jakarta: Rajawali Press Hlm 231
Untuk wilayah Sulawesi sandiri pusatnya ada di Pelabuhan
Makasar pada, sedangkan untuk Maluku belum muncul
kerajaan Islam.25
Lama kelamaan penjajahan pun akhirnya mulai terasa
oleh rakyat Indonesia, di mulai dengan berdirinya VOC
sebagai kongsi pedagangan belanda yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang mencekik pribumi. Dari VOC inilah
kemudian penetrasi politik belanda lainya mulai dikembangkan
diantaranya dalam hal politik di Indonesia pada saat itu dalam
rangka memecah belah persatuan di Indonesia agar bisa
dikuasai oleh belanda, dalam hal agama penetrasi politik pun
ada, salah satunya dari pembuatan fasilitas ibadah, dan dalam
bidang pendidikan dengan munculnya kebijakan ordonansi
belanda.26
Ketika mengalami keadaan demikian pribumi yang
muslim khususnya tidak hanya berdiam diri, mereka juga
melakukan perlawanan untuk membebaskan diri dari belenggu
penguasa kafir. Perlawanan dari para raja-raja Islam terhadap
pemerintahan Belanda diberbagai tempat salah satunya di
minangkabau dengan adanya perang padri. Adanya perlawanan
tersebut menyadarkan belanda bahwa hal tersebut dipengaruhi
oleh ajaran Islam. Maka untuk mengukuhkan kekuasaannya di
Indonesia lahirlah politik Islam yang dipelopori oleh Prof.
Snouck Hurgronje. Kebijakan pun mucul dimulai dengan
peraturan dalam melaksanakan ibadah haji.27
Snouck hurgronje kemudian melakukan analisis untuk
menindak lanjuti politik Islam. Ia membagi Islam menjadi dua
pertama Islam religius dan Islam politik. Terhadap masalah
agama, pemerintahan belanda disarankan agar bersikap toleran
yang dijabarkan di dalam sikap netral terhadap kehidupan
107

beragama, hal demikian dilakukan agar terciptanya ketenangan

25
Badri Yatim, Ibid, Hlm 232
Page

26
M.C Ricklef , 2010, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: Serambi. Hlm: 51
27
Ahmad Mansyur Suryanegara,2010, Api Sejarah I, Bandung: Salamadani.hlm:141
dan stabilitas. Sedangkan untuk Islam politik itu begitu diwasi
sebab dianggap mengancam. Untuk menjalankan hal demikian
maka dibentuklah Kantoor Voor Inlandsche Zaken untuk
mengatur kebijakan yang berkaitan dengan Islam religious
salah satunya adalah kebijakan tentang pendirian masjid,
terutama tentang kas masjid.28
Sebelum peraturan itu dibentuk oleh Kantoor Voor
Inlandsche Zaken secara proseduteral peraturan itu melewati
beberapa tahap dalam buku garis besar hokum tata Negara
hindia belanda. Pertamakalinya hokum pada masa hindia
belanda itu dikeluarkan oleh kepala pemerintahan yang
dinamakan Gewest sebagai jabatan tertinggi dalam badan
pembuatan Verordening Local atas pasal 129IS yang
menerangkan bahwa mereka memiliki wewenang untuk
membuat Reglemen-Reglemen dan Keuren yang mengatur
tentang ketertiban dan keamanan, memberikan perlindungan
kepada belanda termasuk tentang kesusilaan dan ketertiban,
perturan ini kemudian termuat pada ordonansi pasal 139IS
tanggal 17 februari 1858 IS. Adanya hal demikian apabila
kembali kepada kajian saya tentang fungsi masjid masa
colonial tentu Gewest memiliki wewenang dalam mengatur
kebijakan masjid untuk meudian tugasnya diserahkan kepada
Kantoor Voor Inlandsche Zaken.29
Pada masa kolonialisme di Indonesia yang terjadi pada
abad ke-16 hingga berakhir di akhir abad ke-19 di Indonesia,
fungsi masjid telah mengalami berbagai perubahan dan
berkembang menjadi lebih kompleks mengikuti kebutuhan
muslim setempat.30 Sebelum masa penjajahan fungsi masjid itu
sebagai media penyebaran dakwah Islam, tentu dengan
berbagai pendekatan diantaranya pendekatan budaya agar tidak
108

28
Badri Yatim, Op. Cit, Hlm 237
29
Page

B.P. Paulus, 1979, Garis Besar Hokum Tata Negara Hindia Belanda, Bandung,: Alumni.
Hlm: 123-131.
30
M.C Ricklef , 2010, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta: Serambi. Hlm: 40
terjadinya culture shock sebab perpindahan dari hindu budha
ke Islam.31
Selain itu fungsi masjid pada saat itu adalah menjadi
Study Center ajaran Islam. Pada saat itu juga peran saudagar
muslim dari arab, cina dan india semakin berperan penting dan
secara ridak langsung dakwah mudah tersampaikan. 32 Contoh
masjid pada saat itu sebelum penjajahan masuk yang didirikan
adalah masjid Sam Pho Kong Di Semarang yang didirikan oleh
laksamana Cheng-Ho. Selanjutnya fungsi masjid itu mencetak
para dai yang menyebarkan Islam seperti yang dilakukan di
masjid Sunan Giri yang didirikan pada tahun1407.33
Namun fungsi masjid pada masa ini dibatasi oleh
peraturan-peraturan yang berlaku, sebagaimana telah
disebutkan diatas bahwa ada lembaga yang mengatur tentang
kebijakan masjid yakni Kantoor Voor Inlandsche Zaken.
Kantor ini memiliki tugas memberikan saran kepada
pemerintahan colonial tentang maslah-masalah pribumi,
terutama masalah Islam menjadi tugas utama kantor ini.
Beberapa kalangan ada yang menyebut kantor ini sebagai “inti
administrasi” pemerintahan hindia belanda. Masalah yang
dikaji kantor ini sangat variatif salah satunya masalah kas
masjid, pendidikan agama dan peredaran buku. Karena saya
mengkaji tentang masjid maka focus kas masjid yang ternyata
dicatat secara garis besar dengan baik oleh kantor ini.34
Sebelum membahas lebih jauh Peraturan yang
dikeluarkan oleh Kantoor Voor Inlandsche Zaken dalam
mengambarkan fungsi masjid terutama tentang kas, kita bisa
mengetahui terlebih dahulu peraturan-peraturan pemerintah
mengenai masjid pada masa hindia belanda. Pemerintahan
hindia belanda membuat peraturan yang tertuang dalam IS
109

31
Uka Tjandrasasmita, 2009 Pengantar Arkeologi Islam, Jakarta: Rosda. Hlm: 34
32
Moeflich Hasbullah, 2012, Sejarah Social Intelektual Islam Di Indonesia, Bandung: Cv.
Pustaka Setia. Hlm: 21-23
Page

33
Hasan Ma’arif Ambary, Op.Cit. Hlm:356
34
Aqib Suminto, 1985, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES. Hlm: 110-114
“Indische Staatsegilling”, pada pasal 134 diterangkan bahwa:
“Akan tetapi perkara-perkara sipil antara orang Islam, jika
hokum adat menghendakinya maka harus dikemukakan kepada
hakim agama, sepanjang tidak ditentukan secara lain dalam
ordonansi.”
Ada pula pasal 179 ayat 2 yang menetukan bahwa:
“Susunan pelajaran umum diatur dalam ordonansi, dengan
menghormati agamanya masing-masing”.35
Dari pasal tersebut maka dapat sedikit diinterpretasikan
bahwasanya pemerintahan hindia belanda cukup toleran dalam
memberikan kebijakan pada umat beragama di Indonesia.
Maka belanda pun dapat dikategorikan memiliki politik agama
yang netral atau sering disebut dengan “Policy of Religios
Netrality”. Politik kebijakan ini menggambarkan bahwa
pemerintahan belanda tidak ikut campur dalam urusan agama
kecuali untuk undang-undang dan ketertiban umum. Namun
akhirnya campur tangan belanda mulai dirasakan dalam
beberapa aspek agama, salah satunya dalam pembangunan
masjid, terutama tentang kas masjid yang sudah ada sejak
1893.36 Selain masjid masih ada kebijakan belanda yang
dianggap sudah mulai ikut campur dalam beberapa hal
diantaranya adalah:
a. Peradilan agama, sudah diatur sejak tahun 1882;
b. Pengangkatan penghulu sebagai penasehat pada
pengadilan umum;
c. Pengawasan terhadap perkawinan dan perceraian bagi
orang Islam ada sejak tahun 1905;
d. Ordonansi perkawinan di jawa Madura 1929, diubah
tahun1931;
e. Ordonansi perkawinan untk luar jawa, 1932;
110

f. Pengawasan terhadap pendidikan Islam;


g. Ordonansi guru 1905, diubah 1952;
Page

35
Aboebakar, Op.Cit. Hlm: 439-445
36
Aqib Suminto, Op.Cit. Hlm: 30
h. Pengawasan terhadap ibdah haji.37
Menurut buku Snouck Hurgronje yang berjudul
Verspreide geschripten jilid IV yang ada dalam bukunyanya
pijper yang berjudul beberapa studi tentang Sejarah Islam Di
Indonesia 1900-1950, pernah mengatakan bahwa masjid di
Indonesia itu memiliki pengaruh yang kuat, bila dibandingkan
dengan masjid-masjid lain yang ada di Negara lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh G.F Pijper dalam
penelitiannya tentang masjid pada tahun 1925-1950
menjelaskan bahwa fungsi social masjid. Nampak dari kegiatan
yang ada didalamnya ada untuk tempat menginap musafir
namun di serambinya saja, ada untuk melaksakan akad
pernikahan, sebagai pengadilan agama, sebagaimana yang
dijelaskan Raffles dalam bukunya The History of Java Jilid I.
selanjutnya pada masa kolonialisme juga mesjid berfungsi
dalam bidang pendidikan, beberapa kegiatannya diantaranya
adalah perayaan maulid nabi dan isra mi’raj dilaksanakan
disana meski hanya diserambi masjid, ada juga pengajian anak-
anak muda dan orang dewasa.38
Kegiatan keagamaan banyak dilaksanakan di masjid
salah satu contohnya adalah pada tahun 1936 di serambi
Masjid Mangkunegara Surakarta terdapat kegiatan rutinan pada
malam-mallam tertentu yang dihadiri oleh laki-laki dan
perempuan. Pada tahun 1914 pertemuan yang diadakan oleh
bupati lebak yang diselanggarakan di serambi masjid,
pertemuan ini dihadiri oleh penghulu-penghulu, kiyai-kiyai
yang ada di rangkas bitung. Masjid di pakai tempat itikaf oleh
beberapa muslim di beberapa daerah. 39
Fungsi masjid menjadi meluas pada saat colonial.
Masjid pada saat itu memiliki otonomi sendiri, sehingga ada
111

37
Aqib Suminto,Ibid. Hlm:30
38
G.F. Pijper, 1984, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Di Indonesia 1900-1950 Judul
Page

Aslinya Studien Over De Geschiedenis Van De Islam In Indonesia 1900-1950, Jakarta: UI


Press. Hlm:19-20
39
G.F. Pijper, Ibid. Hlm:64
istilah ketika membangun masjid kita seakan-akan akan
membangun sebuah istana. Belanda tidak berani mengganggu
aktivitas di dalam masjid selama tidak mengancam
kekuasaannya pada saat itu, namun tidak jarang pula masjid
sering dicurigai sebab dianggap sebagai tempat menyusun
strategi melawan belanda. Maka sebagaimana fakta yang
disebutkan oleh pijper dalam penelitianya, bahwa rata-rata
kegiatan yang dilkukan itu tidak di dalam masjid melainkan di
serambi masjid. Masih berdasarkan penjelasan yang diberikan
oleh dosen pengampuh, bahwasanya dahulu yang mencatat
pernikahan dan perceraian bukanlah dari pihak KUA atau
pengadilan agama, melainkan oleh para pengurus masjid.
Dalam menegakan kebijakannya Pemerintahan belanda
mewajibkan para bupati terutama yang ada di wilayah jawa dan
Madura untuk mendaftarkan masjidnya ke pemerintah, hal ini
dilakukan karena belanda ingin mengetahui masjid mana saja
yang melaksanakan khutbah jumat, sebab shalat jum’at masih
tetap menjadi rutinitas muslim Indonesia pada masa itu dan
agar mengetahui tanah wakaf mana saja yang menjadi tempat
didirikannya masjid. Peraturan tersebut tertuang dalam bijblad
no 6196, 12573, 13390 dan 13480. Untuk urusan khutbah
jumat ada pada peraturan no 13390, peratutan ini muncul
karena memang pada saat itu sering kali terjadi sebuah konflik
dalam mengadakan khotbah jum’at yang sering dilakukan
dalam satu waktu di tempat yang sama.40
Seperti yang dijelaskan oleh pijper bahwasanya khutbah
jumat menjadi bagian dari shalat jumat. Terdapat beberapa
peraturan dalm melaksanakan khutbah jumat hingga akhirnya
menjadi perselisihan salah satu penyebabnya karena pada
waktu itu khutbah harus dilaksanakan menggunakan bahasa
112

arab. Dari sana munculah beberpa perjuangan dari muslim agar


Page

40
Aboebakar,Op. Cit. Hlm: 439
mengucapakan khutbah dalam bahasa pribumi, seperti halnya
yang terjadi di pulau jawa pada tahun 1928.41
Untuk mendirikan masjid pada masa itu masyarakat
harus meminta perizinan kepada pemerintah, sedangkan untuk
permasalahan khutbah tidak diwajibkan untuk melapor
melainkan hanya untuk memberitahukan kepada penghulu
kewedanan (bijblad no: 12573). Pemerintahan belanda pada
masa itu juga memberikan dana untuk pembangunan atau
memperbaiki masjid, namun batuan itu diberikan hanya pada
keadaan mendesak saja, peraturan ini ada dalam bijblad no.
1741 dan 1980. Mengenai kas masjid sendiri diawasi oleh
pemerintah dengan tujuan untuk menjamin agar penyimpanan
dan pengeluaran kas masjid itu benar-benar untuk hal yang
bermanfaat.42
Berbicara tentang kas masjid pada masa itu
pemerintahan menganjurkan penggunaan kas masjid bukan
untuk keperluan-keperluan masjid saja melainkan untuk
yayasan-yayasan Islam, misalnya memberikan subsidi kepada
sekolah-sekolah Islam. Uang kas ini diperoleh dari sisa uang
penghulu setelah melakukan upacara adat. Pada masa itu ada
aturan yang mengharuskan jika uang kas yang diperoleh dalam
jumlah besar , maka bayaran untuk penghulu harus diperkecil.
Bila melihat surat edaran sekertaris gubernuur yang pertama
kepada gubernur jawa barat, jawa tengah dan jawa timur
tanggal 24 november 1931 no. 2852b / A dan dimuat dalam
bijblad no. 12726 yang inti suratnya adalah setiap masjid itu
harus membuat kas masjid agar bisa memanfaatkannya untuk
kepentingan masjid, uangnya itu diperoleh dari rakyat,
pemerintah hanya bisa mengawasinya saja.43
Kas masjid yang dimiliki oleh masjid yang sudah
113

berdiri saat itu ternyata dikelola dengan baik oleh pengurus

41
G.F. Pijper, Op.Cit, Hlm: 53
Page

42
Aboebakar, Op. Cit.Hlm: 440-445
43
Aboebakar, Ibid.Hlm: 440-445
masjid, hal ini merupakan berita baik sebab masjid bisa
menyumbangkan kasnya untuk kemaslahatan umat. Salah satu
contoh masjid yang berdiri pada masa kolnial adalah Masjid
Agung Baitul Rahman di Aceh Didirikan Pada Masa Sultan
Iskandar Muda yakni sekitar tahun 1607-1639. Masjid yang
dibuat oleh arsitektur belanda bernama Kapten Zeni yakni
angkatan darat belanda (Genie Marechausse) De Brujin, pada
masa penjajahan memiliki fungsi sebagai pertahanan dan
perlawanan rakyat, hingga akhirnya masjid ini sempat akan
dibakar oleh belanda. Fungsi masjid itu pada masa pasca
penjajahan senantiasa berkembang seiring penetapan syariat
Islam Di Nangroe Contoh masjid yang didirikan masa
penjajahan belanda adalah Masjid Raya Baitul Rahman di
Nanggroe Aceh Darusalam,Aceh Darussalam bukan hanya
sebagi tempat ibadah melainkan juga sebagai pndidikan Islam,
kini meskipun menjadi media pengembangan potensi social
kemasyarakatan.44

Upacara Keagamaan
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka dapat kita
simpulkan bahwa budaya itu  terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama Pribumi, Hindu, Buddha, Islam
dan Kristen (Andito, 1998, hal. 77-79).
Dalam hal ini yang akan kita bahas adalah budaya
agama pribumi dan budaya agama Islam yang telah
menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan
melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat
dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar
ma’ruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak
114

yang mulia. Selain itu hasil penyatuan dari kedua kebudayaan


tersebut yang terbilang unik (khususnya di Jawa).
Page

44
Teddy Tjokrosuparto, 2011, 100 Mesjid Terindah Indonesia, Jakarta: Gramedia. Hlm: 13
Upacara Keagamaan pada Masyarakat Muslim Indonesia
Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah
menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama
memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang
kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Bila
dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal
yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya,
dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi
budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition
(tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut
dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi
lokal) atau juga Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”,
yang dipengaruhi Islam (Azyumardi, 1999, hal. 13).
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan
Budaya lokal ini kemudian melahirkan apa yang dikenal
dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh
kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru
yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius
memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap
budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-
unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi
unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki
kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada
perkembangan budaya selanjutnya (Soejanto, 1986, hal. 28).
Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas
masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan
masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama
sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi
115

lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak


otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal
ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-
Page

warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan


“akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Maka dari
itu penulis akan mencoba mengklasifikasikan beberapa jenis
kebudayaan lokal yang kemudian ber-akulturasi dengan budaya
Islam.
Budaya-budaya lokal yang kemudian berakulturasi
dengan Islam antara lain :
a. Kenduri
Orang Jawa bila punya hajatan, (Nikah, bayi lahir,
selamatan, dll) biasa melakukan kenduri. kenduri
dilakukan dengan mengundang tetangga, sanak saudara,
dan keluarga. Dalam acara itu biasa dilakukan doa bersama
atau pembacaan surat yaasiin ( bagi org Islam). Setelah itu,
kalau mau pulang diberi nasi kenduri, lengkap dengan laup
pauk, ketan kolak, gudangan (bayi lahir&nikahan), dan
sebagainya. Tapi saat ini, semua itu sudah digantikan
dengan beras, gua, teh, mie instan, dsb.
b. Kesenian wayang di Jawa.
Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa
yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi
tidak menghapuskan kesenian ini, melainkan justru
memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam
di dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di
dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa.
c. Upacara Tolak Balak
Upacara ini diselenggarakan dalam rangka menolak
malapetaka atau mara bahaya (Nur Syam, 2005 hal.178).
Dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah
nyadran,biasanya dilakukan di tempat yang dianggap
berpenghuni atau wingit dalam istilah Jawa. Namun, di
kalangan sebagian umat Islam Sunda upacara tolak balak
116

biasanya biasanya dilakukan pada hari Rabu akhir dari


bulan Shafar.
d. Seni Beluk
Page
Dalam budaya Sunda adalah dalam bidang seni vokal
yang disebut seni beluk. Dalam seni beluk sering
dibacakan jenis cerita (wawacan) tentang ketauladanan dan
sikap keagamaan yang tinggi dari si tokoh. Seringkali
wawacan dari seni beluk ini berasal dari unsur budaya
lokal pra-Islam kemudian dipadukan dengan unsur Islam
seperti pada wawacan Ugin yang mengisahkan manusia
yang memiliki kualitas kepribadian yang tinggi.
Seni beluk kini biasa disajikan pada acara-acara
selamatan atau tasyakuran, misalnya memperingati
kelahiran bayi pada hari ke 4 (cukuran), upacara selametan
syukuran lainnnya seperti kehamilan ke-7 bulan (nujuh
bulan atau tingkeban), khitanan, selesai panen padi dan
peringatan hari-hari besar nasional.
e. Acara Slametan (Tahlilan)
Acara slametan dtau di Jawa di kenal dengan istilah
upacara wong mati, biasa dilakukan pada hari 3,7 atau 1-7
(di sebagian kalangan), 40, 100, dan 1000 hari setelah
kematian di kalangan suku Jawa.
f. Brokohan
Sesudah bayi lahir, diadakan slametan brokohan.
Ketika bayi berumur 2, 3, 4 hari tidak ada slametan atau
wilujengan khusus.
g. Ritual adat buka luwur
Yaitu ritual tahunan yang dilaksanakan di Makam
Sunan Kudus yang berlokasi di kompleks Masjid Al Aqsha
Menara Kauman Kudus. Kegiatan ini berupa penggantian
kain mori putih yang menyelubungi bangunan atau Makam
Sunan Kudus. Ritual adat buka luwur ini dilaksanakan
setiap bulan Asy-Syuro tepatnya pada tanggal 10.
117

Akulturasi Islam dengan budaya-budaya lokal nusantara


sebagaimana yang terjadi di Jawa didapati juga di daerah-
daearah lain di luar Jawa, seperti Sumatera Barat, Aceh,
Page

Makasar, Kalimantan, Sumatera Utara, dan daerah-daerah


lainnya. Khusus di daerah Sumatera Utara, proses akulurasi ini
antara lain dapat dilihat dalam acara-acara seperti upah-upah,
tepung tawar, dan Marpangir.

Rangkuman

Materi keenam ini membahas mengenai peran atau


fungsi institusi masjid sebagai bagian dari kehidupan social
umat Islam dari awal perkembangannya sampai sekarang
serta upacara keagamaan. Dapat kita simpulkan bahwa
fungsi masjid dari awal berkembangnya Islam di nusantara
mengalami dinamika, disesuaikan dengan situasi dan kondisi
sosial-politik nusantara waktu itu. Begitupun upacara
keagamaan mengalami perubahan, baik tata cara, tujuan dan
nilai yang terkandung dalam upacara tersebut.
Pada masa kolonialisme di Indonesia yang terjadi pada
abad ke-16 hingga berakhir di akhir abad ke-19 di Indonesia,
fungsi masjid telah mengalami berbagai perubahan dan
berkembang menjadi lebih kompleks mengikuti kebutuhan
muslim setempat.
Pada masa colonial Belanda, kebijakan yang
berhubungan dengan masjid dibentuklah Kantoor Voor
Inlandsche Zaken untuk mengatur kebijakan yang berkaitan
dengan Islam religious salah satunya adalah kebijakan
tentang pendirian masjid, terutama tentang kas masjid.
Dalam menegakan kebijakannya pemerintahan
Belanda mewajibkan para Bupati terutama yang ada di
wilayah Jawa dan Madura untuk mendaftarkan masjidnya ke
pemerintah. Peraturan tersebut tertuang dalam bijblad no
6196, 12573, 13390 dan 13480.
118

Sedangkan masalah upacara keagamaan, sejak awal


perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima
akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang
Page

banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan


dibandingkan dengan agama-agama lain.
Bahan Bacaan Lebih Lanjut

Aboebakar, 1955, Sejarah Masjid, Banjarmasin: Fiser & Co.


Ahmad Mansyur Suryanegara,2010, Api Sejarah I, Bandung:
Salamadani.
Aqib Suminto, 1985, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta:
LP3ES.
Armai Arief, 2004, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan
Lembaga-Lemabaga Pendidikan Islam Klasik, Bandung:
Angkasa.
B.P. Paulus, 1979, Garis Besar Hukum Tata Negara Hindia
Belanda, Bandung: Alumni.
Eko Budiharjo, 1984, Arsitektur Dan Kota Di Indonesia,
Bandung: Alumni.
G.F. Pijper, 1984, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam Di
Indonesia 1900-1950 Judul Aslinya Studien Over De
Geschiedenis Van De Islam In Indonesia 1900-1950,
Jakarta: UI Press.
Hasan Ma’arif Ambary, 2005, Ensikopledi Islam Jilid 4,
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ibrahim Rabi Muhammad, 2004, Ensikopledi Perdana dalam
Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Herusatoto, Budiono. Simbolisme Dalam Budaya Jawa.
Yogyakarta : Hanindita, 2005.
John L. Esposito, 2002, Ensikopledi Oxford Dunia Islam
Modern, Bandung: Mizan.
M.C Ricklef , 2010, Sejarah Indonesia Modern, Jakarta:
Serambi.
Moeflich Hasbullah, 2012, Sejarah Social Intelektual Islam Di
Indonesia, Bandung: Cv. Pustaka Setia.
119

Moh. E. Ayub Dkk, 1996, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema


Insane Press.
Oemar Amin Hoesin, 1975, Kultur Islam, Jakarta:Bulan
Page

Bintang.
P&K, 1999, Masjid Kuno Indonesia Proyek PPSKP, Direktorat
Pppsp.
Poespowardojo, Soejanto. Pengertian Local Genius dan
Relevansinya Dalam Modernisasi; Kepribadian Budaya
Bangsa (Local Genius). Jakarta : Pustaka Jaya, 1986.
R. Al- Faruqi, 2003, Atlas Budaya Islam I, Bandung: Mizan.
Raana Bokhari, 2010, Ensikopledia Islam, Jakarta: Erlangga.
Sidi Gazalba, 1994, Masjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan
Islam, Jakarta: Al-Husna.
Syafwandi, 1993, Estetika Dan Simbolisme Beberapa Majsjid
Tradisional Di Banten Jawa Barat, Jakarta: Dinas
Pendidikan Dan Kebudayaan.
Teddy Tjokrosuparto, 2011, 100 Mesjid Terindah Indonesia,
Jakarta: Gramedia.
Uka Tjandrasasmita, 2009 Pengantar Arkeologi Islam, Jakarta:
Rosda.
Uka Tjandrasasmitha, Dkk. 1985, Mengenal Peninggalan
Sejarah Dan Purbakala Kota Banten Lama, Banten:
Direktorat PPPSP.
Zein, Abdul Baqir. Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia.
Jakarta : Gema Insani Press, 1999.

Latihan 6

Pilih salah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa


jawaban di bawah ini;
1. Institusi social yang memiliki pengaruh terhadap
Islamisasi di nusantara sebagai media ibadah, dakwah dan
sekaligus pendidikan, adalah…..
a. Pesantren c. Madrasah
120

b. Masjid d. Sekolah
2. Pada masa kolonial Belanda, kebijakan yang berhubungan
dengan pembatasan fungsi masjid dibentuklah lembaga
Page
untuk mengatur kebijakan yang berkaitan dengan Islam
religious. Nama lembaga tersebut adalah….
a. Kantoor Voor Inlandsche Zaken
b. Inlandsche Zaken Kantoor Voor
c. Voor Inlandsche Kantoor Zaken
d. Voor Inlandsche Zaken Kantoor
3. Salah satu kebijakan yang diterapkan terhadap masjid pada
masa colonial Belanda berkaitan dengan pembatasan
aktivitasnya adalah, kecuali....
a. Pendirian masjid c. Kas Masjid
b. Petugas khutbah d. Sholat di Masjid
4. Salah satu bentuk upacara keagamaan yang dilakukan oleh
masyarakat muslim terutama di Jawa Tengah yang sampai
sekarang tetap dilaksanakan mengenai peringatan terhadap
kelahiran nabi Muhammad, disebut…
a. Isra Miraj c. Grebek Suro
b. Tahlilan d. Mauludan
5. Upacara keagamaan Islam di Indonesia, sejak awal
perkembangannya telah menerima akomodasi budaya dari
lingkungan sekitar. Bentuk dari kompromi dan adaftasi
budaya local tersebut memunculkan varian budaya
tersendiri, yang dalam konsep antropologi budaya biasa
disebut…..
a. Akulturasi c. Asimilasi
b. Sinkretis d. Transformasi

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban latihan


5 yang terdapat di bagian akhir buku ini. Hitunglah jawaban
anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi kegiatan
121

belajar ini.
Page
Rumus :
Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban anda benar X 100 %
5
Arti tingkat penguasaan yang anda capai :
90 % - 100 % = Baik sekali
80 % - 89 % = Baik
70 % - 79 % = Cukup
< 70 % = Kurang
Apabila tingkat penguasaan anda mencapai 80 % ke
atas, bagus anda cukup memahami materi ini. Anda dapat
meneruskan ke materi berikutnya. Tetapi bila tingkat
penguasaan anda masih di bawah 80 %, anda harus mengulangi
materi ini, terutama bagian yang belum anda kuasai.

122
Page

Anda mungkin juga menyukai