Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

OPTIMALISASI PERAN MASJID DI ERA MODERN

DOSEN PENGAMPU : SITI ROHMAH, M.HI

KELOMPOK 3 :

ANNISA AZALIA R. 185060601111028

ARZEINDO RIZKY K. 185060607111024

SHAFA MONICA L. 185060601111040

YUSRI ANUGRAH F. 185060601111034

MALANG

FAKULTAS TEKNIK

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah semata yanga telah memberikan dan mengajarkan
manusia dengan qalam dan mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya, serta
berkat rahmat dan hidayah-Nya pada akhirrnya kami dapat menyelesaikan penulisan ini,
yang berjudul ”Masjid dan Permasalahannya”.

Shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada sang pendidik


manusia, yang telah membawa manusia dari alam kebodohan kepada alam yang terang
benderang oleh ilmu pengetahuan yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga tercurah kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabiin
dan tabiut tabiin serta kepada umatnya yang selalu berpegang teguh menjalankan
ajarannya.

Kami sebagai penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dari segi bahasa maupun dari segi pembahasannya, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan memperbaiki penulisan
ini.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Rohmah selaku
dosen Pendidikan Agama Islam yang telah membantu dan membimbing kami dalam
penulisan makalah ini, mudah-mudhan apa yang telah diberikan dibalas oleh Allah
SWT. Aamiin.

Malang, 4 September 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat Islam adalah masjid. Masjid
atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan
mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah,
masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan
hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di
Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan penting dalam
aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Secara etimologi masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah
sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa
Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum
Masehi.2 Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan". Kata
masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata
mezquita4 dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan
dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

Pada masa awal perkembangan Islam, yaitu pada zaman Rasulullah, masjid
merupakan pusat pemerintah, kegiatan pendidikan, kegiatan sosial dan ekonomi.
Sebagai Kepala Pemerintah dan Kepala Negara Muhammad SAW tidak mempunyai
istana seperti halnya para raja pada waktu itu, beliau menjalankan roda pemerintahan
dan mengatur umat Islam di Masjid, permasalahan-permasalahan umat beliau selesaikan
bersama-sama dengan para sahabat di Masjid bahkan hingga mengatur strategi
peperangan.

Tradisi ini kemudian tetap dilestarikan oleh para khulafaur Rasyidin dan khalifah-
khalifah setelahnya, namun pada perkembanganya di bidang pemerintahan masjid hanya
di jadikan simbol pemerintahan Islam, walaupun terletak biasanya di pusat
pemerintahan berdampingan dengan pusat kekuasaan. Kemegahan sebuah masjid
menjadi kebanggaan bagi penguasa, peninggalanpeninggalan tersebut masih kita dapati
di berbagai tempat bekas kejayaan pemerintahan Islam, baik di Timur Tengah maupun
di Eropa.
Dalam bidang pendidikan, Rasulullah menggunakan masjid untuk mengajarkan
para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka, seringkali dilakukan
setelah sholat berjama’ah, dan juga dilakukan selain waktu tersebut. Masjid pada waktu
itu mempunyai fungsi sebagai “sekolah” seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah dan
murid-muridnya adalah para sahabat yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih
mendalam.

Tradisi ini juga kemudian di ikuti oleh para sahabat dan penguasa Islam
selanjutnya, bahkan dalam perkembangan keilmuan Islam, proses “ta’lim” lebih sering
dilakukan di masjid, tradisi ini dikenal dengan nama “halaqah”, banyak ulamaulama
yang lahir dari tradisi halaqah ini. Tradisi ini diadopsi di Indonesia dengan model
“Pesantren”, menurut sejarah berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia dimulai
dengan adanya kyai dan masjid. Pada perkembangan selanjutnya ketika proses ta’lim di
adakan di sekolah/madrasah, tradisi halaqah masih tetap dilestarikan di berbagai tempat
sebagai “madrasah non formal”. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi
ini merupakan cikal bakal berdirinya universitas-universitas Islam besar di dunia. Salah
satu contohnya adalah al-Azhar di Mesir.

Di bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam di gunakan sebagai


“Batiul Mal” yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada
fakir miskin dan kepentingan Islam.6 Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu
dengan adanya baitul mal.

Namun ironisnya, saat ini di Indonesia banyak diantara umat Islam yang melihat
masjid hanya sebagai tempat ibadah atau sholat. Itupun kalau kita lihat hanya sedikit
orang yang melakukan sholat berjama’ah di masjid setiap waktu, kecuali sholat Jum’at.
Maka tidak heran masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu sholat, bahkan yang
kadang-kadang digunakan sebagai tempat istirahat melepas lelah setelah bekerja,
sehingga kita lihat masjid-masjid yang sepi tidak ada aktivitas apa-apa selain sholat dan
peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Tentunya kita tidak ingin masjid-masjid kita
mengalami nasib yang sama seperti di Barat.

Terdapat alasan kuat bahwa kecenderungan umat meninggalkan masjid karena


mereka merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka
yang semakin kompleks. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai
sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja fungsi masjid bagi umat muslim?
2. Apa saja peranan masjid bagi umat muslim?
3. Apa saja faktor umat muslim meninggalkan masjid?
4. Bagaimana cara mengoptimalisasikan fungsi masjid?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa saja fungsi masjid bagi umat muslim.
2. Untuk mengetahui apa saja peranan masjid bagi umat muslim.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan umat muslim meninggalkan
masjid.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengoptimalisasikan fungsi masjid.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. FUNGSI MASJID

Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat untuk sujud kepada Allah SWT.,
tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Lima kali sehari semalam umat Islam
dianjurkan mengunjungi masjid guna melaksanakan shalat berjamaah. Masjid juga
merupakan tempat yang paling banyak dikumandangkan nama Allah melalui adzan,
tasbih, tahmid, tahlil, istighfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di masjid
sebagai bagian dari lafadz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.

Selain itu fungsi masjid adalah:


1. Tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Tempat kaum muslimin beri’tikaf kepada Allah SWT., membersihkan diri,
menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin
atau keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta
keutuhan kepribadian.
3. Tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan
yang timbul dalam masyarakat.
4. Tempat kaum muslimin berkonsultasi mengajukan kesulitan-kesulitan dan meminta
bantuan.
5. Tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotongroyongan di dalam
mewujudkan kesejahteraan bersama.
6. Masjid dengan majelis taqlimnya merupakan wahana untuk meningkatkan
kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin.
7. Tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat.
8. Tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan membagikannya.
9. Tempat melaksanakan peraturan dan supervisi sosial.
2.2. PERANAN MASJID

1. Masjid sebagai Sumber Aktivitas


Dalam sejarah perkembangan dakwah Rasulullah SAW. terutama dalam
periode Madinah eksistensi masjid tidak hanya, dimanfaatkan sebagai pusat ibadah
yang bersifat khusus seperti shalat, tetapi juga mempunyai peran sebagai berikut:
a. Dalam keadaan darurat, setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah, beliau
bukanlah mendirikan benteng pertahanan untuk berjaga-berjaga dari
kemungkinan serangan musuh, tetapi terlebih dahulu membangun masjid.
b. Kalender islam yaitu tahun hijriyah dimulai dengan pendirian masjid yang
pertama yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal permulaan tahun hijriyah selanjutnya
jatuh pada tanggal 1 Muharram.
c. Di Mekkah agama Islam tumbuh, dan di Madinah berkembang. Pada kurun
pertama atau periode Makkiyah, Nabi Muhammad SAW. mengajarkan dasar-
dasar agama. Memasuki periode kedua atau periode Madaniyah, Rasulullah
SAW. menandai tapal batas itu dengan mendirikan masjid.
d. Mesjid menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok orang Muhajirin dan
Anshar dengan satu landasan keimanan kepada Allah SWT.
e. Masjid didirikan oleh orang orang taqwa secara bergotong royong untuk
kemaslahatan bersama.

Dalam masyarakat yang sealu berpacu dengan kamajuan zaman, dinamika


masjid masjid sekarang ini banyak ayng menyesuikan dengan kemajuan tilmu dan
teknologi. Artinya masjid tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah shalat, tetapi
juga sebagaitempat beraneka ragam umat/jamaah. Sebab masjid merupakan
integritas dan identitas umat Islam yang mencerminkan tata nilai keislamannya.
Dengan demikian, peranan masjid tidak hanya menitik beratkan pada pola aktivitas
yang bersifat akhirat. tetapi memperpadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas
duniawi.
Pada zaman Rasulullah SAW., masjid secara garis besar mempunyai dua aspek
kegiatan, yaitu:
a. Sebagai pusat ibadah
b. Sebagai tempat pembinaan umat
Memasuki zaman keemasan Islam, masjid mengalami pcnyesuaian dan
penyempumaan. Corak penyesuaian dengan tuntutan zaman yang terjadi itu tidak
kalah fungsionalnya dibanding optimalisasi nilai dan makna masjid di zaman
Rasulullah SAW. dalam perkembangannya yang terakhir, masjid mulai
memperhatikan kiprah operasional menuju keragaman dan kesempumaan kegiatan.

Pada garis besamya, operasionalisasi masjid menyangkut:


a. Aspek Hissiyah (Bangunan)
Belakangan ini bermunculan masjid yang menampakkan gaya dan bentuk
arsitekur yang beraneka ragam. Terutama di kota-kota besar, banyak masjid
yang berdiri dengan kemewahan dan keindahan. Dalam masalah bangunan
fisik masjid, Islam tidak menemukan clan mengatumya. Art'mya, umak Islam
diberikan kebebasan, sepanjang bangunan masjid itu berperan sebagai rumah
ibadah dan pusat kegiatan jamaah/umat.
Menyadari sepenuhnya peran masjid sebagai temper ibadah dan pusat
kegiatan umat, tujuan pendiriannya pun harus ditetapkan secara jelas dan benar
benar disadari sejak awal. Karena itu, keberadaan sebuah masjid tidak mubazir.
Kita hams benar-benar khawatir (jika sampai) tergolong ke dalam kaum
(zaman) yang disebut dalam peringatan Nabi Muhammad saw.

"Masjid masjid dibangun megah, tetupi sepi dari pelaksanaun petunjuk


Allah." (HR Baihaqi)

b. Aspek Maknawiyah (Tujuan)


Pada masa Rasulullah saw., pembangunan masjid mempunyu' dua
mjuan, yakni:
1) Masjid dibangun atas dasar takwa dengan melibatkan masjid sebagai pusat
ibadah dan pusat pembinaan jamaah/umat Islam (al-Taubah: 108); dan
2) Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan di kalangan umat
dan sengaja untuk menghancurkan umat Islam (aI-Taubah: 107-105).
Versi yang kedua 'mi khas motif orang-orang munafik, yakni mm
dirikan masjid untuk mabud memecah-belah umat Islam. Maka, masjid
tersebut dijuluki ”masjid dhirar”, yang artinya ”masjid membawa
mudharat/kerusakan". Atas tujuan sesat dan menyesatkan semacam ini,
Rasulullah SAW., diperintahkan Allah SWI' untuk menghancurkan masjid
tersebut. Jadi, di sini ditegaskan kaitan antara pembangunan masjid dan
tujuannya.

c. Aspek Ijlima’iyah (Kegiatan).


Aspek kegiatan masjid sebenamya dapat dilihat bexdasarkan ruang
lingkup kelembagaan masjid itu sendiri. Di antara lembaga masjid yang
mengejawantahkan aspek kegiatan masjid itu adalah Lembaga Dakwah dan
bakti Sosial, Lembaga Manajemen dan Dana, serta Lembaga Pengelola dan
Jamaah.
1) Lembaga Dakwah dan Bakti Sosial
Kegiatan dalam bidang dakwah clan bakti sosial dimiliki oleh hampir
samua masjid. Kegiamn dakwah bisa dilihat dalam bentuk
pengajian/tablig, diskusi, silaturrahmi, dan Iain lain‘ Adapun kegiatan
bakti sosial terwujud dalam bentuk penyantunan anak yatim, khitanan
massal, zakat fitmh, pemotangan hewan kurban, dan lain-lain. Biasanya,
kegiatan berdimensi sosial ini berjalan pada saat tenenm, ndsalnya bulan
Ramadhan, bulan Haji, bulan Mauhd, tahun baru Hijriyah.
2) Lembaga Manajemen dan Dana
Tanpa perlu menutup nulupi, pola manajemen masjid kite pada umumnya
bemorak tradisional. Hanya di beberapa masjid tenenru manajemen masiid
dapat dilaksanakan secara profesioml. Hal ini erat kaitannya dengan
kualitas sumber daya manusia pengelola/pengums --khususuya visi,
krealivitas, dan wawasan sosiomligius mereka-dalam ”menghidupkan”
polensi masjid.
3) Lembaga Pengelola dan Jamaah
Antara pengelola dan jamaah terjalin ikatan yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan masjid. Kedua komponen ini merupa kan pilar utama yang
memungkinkan berlangsungnya beraneka kegiatan masjid. Bedanya hanya
pada bentuk keikutsertaan masing masing pihak. Jika pengelola terjun
dalam pelaksanaan tem'b administrasi, maka jamaah ulak lerkecuali
pengeloln sebagai pribadi urun rembuk dalam bidang pendanaan. Kiranya
jelas bahwa masjid dibangun atas dasar takwa dan iman kepada Allah
SWT, dengan peranan sebagai pusat pembinaan jamaah dan umat Islam di
segala bidang kehidupan. Firman Allah SWT:
"Dan sesungguhnya masjid masjid itu adalah 3A’kepunyaan Allah, maka
jangunlah kamu menyembah seseorang pun di dalumnya selm'n Allah.”
(al-Jln: 18)

2. Masjid dalam Arus lnformasi Modern


Islam sebagai agama universal (kaffah atau menyeluruh) ditakdirkan sesuai
dengan tuntunan tempat dan zaman. la sempurna sebagai sumber dari segala sumber
nilai. Di dalam Islam tersedia prinsip-prinsip dasar kesempurnaan itu, prinsip yang
tidak akan mengalami perubahan sedikit pun sepanjang sejarah umat manusia. Jadi,
sungguh tidak tepat usaha/sikap memahami Islam yang bersifat sepotong-sepotong.
Dan masjid merupakan sarana untuk pemahaman serta pendalaman berbagai aspek
keislaman tersebut.
Jika ditinjau dengan lebih kritis, terlihat peranan masjid mulai tergeser dari
kedudukan sernula, yakni masjid sebagai tiang utama agama Islam, sebagai sarana
utama untuk mengaplikasikan risalah agama, dan maijd sebagai institusi yang paling
berkompeten dalam menentukan tegak dan semaraknya agama islam Di masjidlah
umat Islam bersujud mendekatkan diri kepada sang Khalik. Di masjid pula berpusat
segala masalah yang mempunyai relevansi dengan hidup dan kehidupan umat Islam.
Dewasa ini, kita memasuki era globalisasi. Era yang ditandai dengan kian
gencamya pembangunan menyeluruh dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya. Salah satu
tujuannya adalah mengangkat harkat, derajat, dan martabat manusia sehingga akan
tercipta kenyamanan, kelengkapan, keseimbangan, dan kesempumaan hidup
manusia.
Era globalisasi ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam menjalankan
misinya, Prioritas yang tinggi ditunjukkan pada efisiensi dan efektivitas. Maka suka
atau tidak suka, persaingan ketatt dalam berbagai hal antara sesama umat menjadi
tak terelakkan. Dalam skala yang lebih jauh, "hukum besi" efisiensi dan efektivitas
itu merangsang terciptanya masyarakat yang individualistis (mementingkan diri
sendiri), kurang pedagogis, dan menumbuhkan pola konglomerasi (yang kuat
menguasai yang lemah).
Pada satu sisi, era ini memang membawa dampak negatif dalam banyak sektor
kehidupan. Sebutlah dan kecenderungannya mengikis falsafah lama, mempermudah
terjadinya penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan
krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturrahmi, hingga godaan
potensial membentuk pribadi yang sombong, ujub, dan semacamnya. Kesemuanya
itu, dalam skenario pesimistik, akan membawa pergeseran orientasi nilal nilai agama
yang dianut umat.
Pada sisi lain, ia menghembuskan dampak positif berupa kesanggupan
melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu kreatif dalam berpikir maupun dalam
hal berkarya. Jelasnya, manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya.
Bagi masjid, sisi plus ini berarti kesanggupan meningkatkan wawasan yang luas dan
jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil
tindakan ataupun langkah yang tepat dengan cepat.
Era globalisasi dengan dampak positif dan negalifnya hadir dan memasuki
keseharian kita Masalahnya tak terletak pada penentuan pilihan setuju atau menolak.
Kita berada di dalamnya, dan kita semua ditantang memainkan peran yang
membuahkan kemaslahatan. Dengan demikian, sepenuhnya tergantung masyarakat
itu sendiri dalam menentukan sikap sejauh mana mereka mau dan mampu
mengambil manfaat dari keberadaan era globalisasi.

3. Faktor-Faktor Umat Meninggalkan Masjid


Saat ini, hampir sangat sulit mendapatkan masjid yang difungsikan secara ideal
menurut sunnah Rasulullah SAW. Secara umum, menurut Kemenag tahun 2010, bila
dicermati perkembangannya dewasa ini masih banyak pengurus masjid yang lebih
memperhatikan kemegahan bangunannya. Inilah yang ditenggarai menjadi penyebab
terhambatnya kemajuan Islam.ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam
pengelolaan masjid-masjid zaman sekarang. Pendapat tersebut dipertegas oleh
Masjiddarrulizzah, yang menyebutkan bahwa faktor-faktor umat meninggalkan
masjid, di antaranya:
a. Pengelolaan Masjid secara Konvensional.
Dalam hal ini gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-
dimesi vertikal saja, sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan
dijauhkan dari masjid. Indikasi pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak
digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat.
b. Pengelolaan Masjid yang Melewati Batasan Syara.
Pada hal kedua ini, biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan
pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah
berbagai acara menyimpang di masjid. Misalnya pesta pernikahan dengan pentas
musik atau tarian, perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak
pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan
dimensi sosial-yang ironinya menabrak syari`at.

Islam dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti
luas. Belum lagi setiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda
dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus, jarangnya pengurus dan jamaah
sekitarnya yang shalat ke masjid, terjadinya perselisihan antar pengurus dalam
menentukan kebijakan, masjid yang tidak lagi buka 24 jam dan lain sebagainya.
Dari sisi ini, nampaklah bahwa faktor internallah yang menjadi penyebab utama
terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut. Padahal masjid di masa Rasulullah
saw sebagaimana dijelaskan dalam jurnal Metamorfosa Fungsi Masjid (upaya
pengembalian fungsi masjid sesuai Sunnah Rasul SAW) oleh Masjiddarrulizzah
bahwa bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata, ia telah
dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yang dapat direkam sejarah tentang fungsi
masjid di antaranya:
a. Tempat Latihan Perang.
Rasulullah saw mengizinkan `Aisyah menyaksikan dari belakang beliau
orang-orang Habasyah (Ethiopia) berlatih menggunakan tombak mereka di
Masjid Rasulullah pada hari raya. (HR. Al-Bukhari). Balai Pengobatan Tentara
Muslim. Sa`d bin Mu`adz terluka ketika perang Khandaq, maka Rasulullah
mendirikan kemah di masjid. (HR. Al-Bukhari).
b. Tempat Menerima Tamu.
Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw, beliau menyuruh
sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka. (HR. Al-
Baihaqi). Tempat Penahanan Tawanan Perang. Tsumamah bin Utsalah seorang
tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum
perkaranya diputuskan. (HR. Al-Bukhari).
c. Pengadilan.
Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan
di antara para sahabatnya.11 Selain hal-hal di atas, masjid juga merupakan
tempat bernaungnya orang asing, musafir dan tunawisma. Di masjid mereka
mendapatkan makan, minum, pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid,
Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur, mengajari yang tidak tahu,
menolong orang miskin, mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan,
menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat, menerima utusan suku-suku
dan negara-negara, menyiapkan tentara dan mengutus para da`i ke pelosok-
pelosok negeri.

4. Cara Mengoptimalisasikan Kembali Fungsi Masjid

Melihat fenomena yang terjadi, maka perlu adanya tindakan konkrit untuk
segera mengembalikan fungsi daripada masjid. Oleh karena itu, diperlukan langkah-
langkah inovatif sehingga masjid dengan fungsi strategis dapat menjadi pusat
peradaban masyarakat. Kehadiran masjid sejatinya harus mampu menjadi solusi dari
permasalahan yang ada. Masalah kemiskinan misalnya. Mesjid bisa menjadi mitra
pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan karena masjid selalu dikunjungi
oleh banyak orang. Tentu sebelum itu para jemaah harus terus dimotivasi untuk
menyalurkan hartanya baik zakat, infaq dan sedekah. Potensi ini sangat besar bila
mampu dikelola dengan professional.
Untuk mencapai tujuan diatas memang bukan pekerjaan mudah, akan tetapi
bukan berarti tidak mungkin untuk diraih. Pengurus (takmir masjid) harus memiliki
kemampuan manajerial dalam mengelola masjid. Ini harus didukung dengan
pembenahan internal dari jemaah masjid itu sendiri. Sebab pengurus hanya
fasilitator saja. Jemaah lah yang paling berperan dalam mengoptimalkan peran dan
fungsi masjid.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu mengaktifkan kepengurusan
masjid, mengaktifkan kegiatan masjid, meningkatkan kepedulian jemaah terhadap
masjid, meningkatkan kualitas manajemen masjid dan pemeliharaan fisik masjid.
Pengurus/takmir masjid harus punya visi yang jauh kedepan. Ia harus punya langkah
dan strategi yang tepat untuk melaksanakan program tersebut. Tentu ia harus
dibekali dengan ilmu yang mumpuni. Untuk memaksimalkan peran masjid maka
setidaknya hal-hal dibawah ini harus menjadi perhatian lebih dari pengurus. Hal-hal
tersebut di antaranya:
a. Menggerakkan majlis taklim yang ada didalamnya.
Disaat pemerintah kewalahan dalam membendung pengaruh negatif dari
globalisasi maka kehadiran majlis taklim diharapkan mampu menjadi solusi dari
perbaikan akhlak ummat. Meningkatnya tindak kriminal akhir-akhir ini
membuktikan bahwa pendidikan agama yang diberikan selama ini nyatanya
belum mampu untuk menghasilkan manusia yang berakhlak mulia. Sholat
seolah-olah hanya menjadi ritual rutin belaka. Tidak ada pengaruhnya sama
sekali. Majlis taklim bisa menjadi wadah yang tepat untuk itu. Berbagai acara
keagamaan bisa diangkatkan. Untuk menghindari kejenuhan jemaah, tidak ada
salahnya jika tema-temanya dekat dengan kehidupan seharihari jemaah dan
bagaimana Islam memandang hal tersebut. Misalnya: Tips sehat ala Rasulullah,
Pacaran dalam kacamata Islam dan lain sebagainya.
Hal tersebut menggambarkan bahwa posisi masjid sangat sentral dalam
kehidupan masyarakat. Pada zaman Rasulullah, seperti peninggalan yang
ditemukan di Masjid Nabawi – Madinah misalnya, terdapat lokasi untuk kabinet
Rasulullah berunding. Di sampingnya tersedia tempat bagi para sahabat yang
menjadi Dewan Pertimbangan Agungnya.
Sekarang di berbagai pojok Masjid Nabawi terlihat kelompok remaja
belajar membaca Al-Quran, atau kelompok diskusi Graduate and Post Graduate
Students dari King Abdul Aziz University dan perguruan tinggi lainnya.
Ditemukan pula majelis taklim yang mengkaji ilmu fiqih dan penjabaran Al
Qur’an.
b. Mengikutsertakan remaja
Remaja adalah agent of change (agen perubahan). Maju atau mundurnya
ummat Islam di kemudian hari ditentukan oleh seperti apa remajanya hari ini.
Tidak diragukan lagi remaja memiliki kelebihan yaitu fisik yang bugar,
semangat tinggi, dan kecemerlangan pikiran. Potensi tersebut harus digali untuk
hal-hal yang positif. Mereka harus didekatkan dengan masjid sejak dini. Sebab,
ketika mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar maka sulit untuk
mencegahnya. Sasarannya nanti adalah remaja dapat berkontribusi dalam
mengoptimalkan peran masjid.
Potensi remaja dengan semangat dan tenaga baru ini harus diupayakan
untuk turut serta dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang diadakan di
masjid.Tercatat saat ini di banyak masjid di tanah air telah ada organisasi remaja
masjid. Disini remaja Islam dibentuk karakter dan dibina kepribadiannya sesuai
dengan nilainilai Islami. Berbagai acara diangkatkan sesuai dengan minat dan
bakat remaja seperti lomba nasyid, pidato, kaligrafi dan lain sebagainya. Dengan
bergabung di dalamnya artinya remaja telah membentengi diri mereka sendiri
dari pergaulan bebas, tawuran, narkoba dan lain sebagainya.
Walaupun dengan intensitas yang berbeda, kegiatan remaja dapat pula kita
lihat di Salman ITB, Bandung. Pola ini berkembang sangat pesat. Di penjuru
Indonesia kita banyak temui organisasi kemasyarakatan yang tumbuh di sekitar
masjid. Salah satu yang menonjol adalah Himpunan Remaja Masjid dengan
singkatan-singkatan nama yang menggelitik. Mereka melatih kemampuan
berorganisasi dalam rangka melakukan kegiatan remaja yang positif, terarah dan
membina kelompok mereka menjadi Muslim terdidik, berakhlak dan berkarakter,
suatu kontribusi yang sangat berarti dalam upaya pembentukan masyarakat
Muslim Madani masa depan.
c. Mengadakan berbagai jenis pelatihan dan seminar
Berbagai pelatihan dan seminar perlu dilaksanakan untuk mengupgrade
kemampuan pengurus masjid maupun jemaah. Banyak hal yang bisa
dilaksanakan seperti seminar keluarga Islami, seminar parenting, seminar zakat,
pelatihan manajemen masjid, pelatihan kepemimpinan, pelatihan mengurus
jenazah, pelatihan jurnalistik, kursus bahasa dan lain sebagainya. Dengan
diadakannya acara-acara diatas maka tidak ada lagi istilah masjid kosong tanpa
kegiatan.
d. Menjadikan masjid sebagai pusat ilmu
Mesjid tidak hanya sekedar tempat untuk ibadah ritual saja. Ia juga harus
dijadikan sebagai pusat ilmu pengetahuan. Penyebab mundurnya umat Islam hari
ini adalah karena generasi muslimnya malas membaca. Padahal dengan
membaca seseorang akan mengetahui apa yang belum diketahuinya. Padahal
dahulunya Islam jaya karena penganutnya rajin membaca. Ilmuwan-ilmuwan
Islam bahkan menjadi rujukan bagi dunia barat seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Ibnu
Rusyd dan lain-lain. Keberhasilan yang mereka raih tersebut dikarenakan
banyak membaca.
Oleh karenanya untuk mengembalikan kejayaan tersebut masjid harus
dilengkapi dengan buku bacaan. Keberadaan perpustakaan masjid adalah suatu
keniscayaan. Buku-buku yang dipajang disana haruslah buku-buku yang sangat
dibutuhkan oleh jemaah. Tentu tidak hanya buku keagamaan belaka. Buku-buku
lainnya juga harus tersedia agar pengetahuan jemaah masjid semakin bertambah.
Jika setiap masjid yang ada memiliki perpustakaan maka tentu akan
memudahkan masyarakat dalam mengakses bahan bacaan. Kelebihannya adalah
perpustakaan di masjid tidak membutuhkan birokrasi yang berbelit-belit.

e. Bersinergi dengan pemerintah dan masyarakat


Mesjid adalah kepunyaan ummat Islam. Setiap pihak harus peduli terhadap
kemajuannya mulai dari takmir (pengurus masjid), masyarakat setempat dan
pihak terkait lainnya. Jika salah satu saja tidak turut andil di dalamnya maka
mustahil masjid mampu menjalankan perannya dengan baik.Tugas untuk
mengoptimalkan peran masjid bukan hanya tugas pengurus masjid. Warga
setempat harus turut membantu terlaksananya program yang telah dibuat
pengurus.
Disamping itu hal ini tentu tidak akan berjalan dengan baik bila pemerintah
setempat atau birokrat yang ada tidak mendukung sepenuhnya.Banyak hal yang
bisa dilakukan pemerintah dalam membantu mengoptimalkan peran masjid.
Salah satunya adalah memberikan bantuan dana demi kelancaran pembangunan
masjid dan terlaksananya program-program yang telah direncanakan. Jika
pemerintah sudah turut andil tentu tugas berat yang dibebankan kepada pengurus
masjid akan semakin berkurang. Dengan adanya perhatian pemerintah maka
masjid-masjid yang ada tidak akan lagi ada yang sepi dari kegiatan dan
jemaahnya.
f. Memberdayakan fakir miskin yang menjadi tanggung jawab masjid
Selama ini masjid seolah-olah menjadi harapan terakhir bagi kaum
peminta-minta. Ketika kesulitan mendapatkan uang di jalanan biasanya mereka
mendatangi masjid. Mereka sudah duduk di teras masjid sambil menadahkan
tangan kepada jamaah ketika sebelum dan sesudah sholat. Sebetulnya tidak ada
yang salah.
Kehadiran pengemis tersebut juga menjadi peluang amal bagi jamaah yang
hendak bersedekah. Akan tetapi jika hal ini terus dibiarkan tentu mendatangkan
masalah baru yaitu tidak tumbuhnya pola hidup mandiri. Pengemis hanya akan
menyandarkan hidupnya kepada jamaah.
Melihat kondisi ini maka masjid perlu melakukan terobosanterobosan baru.
Salah satunya adalah mendirikan koperasi, BMT dan sejenisnya yang dikelola
secara syariah. Jika hal itu tidak memungkinkan maka harus ada cara lain
misalnya memberikan pinjaman modal usaha kepada pengemis. Tentu sebelum
itu harus ada pendataan. Setelah itu harus ada akad yang jelas terhadap pinjaman
tersebut(berapa lama modal tersebut akan dikembalikan).
Dengan begini maka masjid bisa memberikan manfaat kepada lingkungan
sekitarnya. Kalau langkah diatas dirasa sulit pemberian infaq dan sedekah bisa
saja dilakukan tetapi dengan cara mendata orang-orang yang berhak
menerimanya lalu mengantarkannya ke rumah orang yang membutuhkan
tersebut. Masalah yang terjadi selama ini yaitu ricuhnya pemberian BLT atau
bantuan sejenisnya bahkan ada yang sampai terinjak dan meninggal dunia
dikarenakan bertumpuk di satu tempat. Pengurus masjid bisa berkaca melalui hal
tersebut dan lebih berhati-hati jika ingin menyalurkan bantuan. Jika hal ini
berhasil maka masjid turut membantu program pemerintah yaitu ikut
mengentaskan kemiskinan.
g. Menumbuhkan kemandirian masjid
Tak ada yang bisa membantah kalau masjid dibangun melalui uang yang
disalurkan oleh jemaah berupa infaq dan sedekah. Sumber dana lainnya
biasanya didapatkan dari pemerintah atau birokrasi di daerah setempat. Uang
itulah yang ditabung dan dikumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya
masjid berdiri dengan kokohnya.
Dengan begitu di satu sisi secara tidak langsung pengurus masjid terbantu
dalam mencari dana pembangunan mesjid. Sedangkan di sisi lainnya menjadi
ladang amal juga bagi para jemaah. Kelemahan dengan diberlakukannya sistem
ini adalah masjid terlalu bergantung kepada bantuan dana dari jemaah. Padahal
jika jeli masjid bisa mendapatkan dana dari sumber lainnya. Caranya bisa dengan
mendirikan berbagai jenis usaha barang dan jasa di sekitar lingkungan masjid
dan lain sebagainya. Modalnya bisa diambil dari infaq dan sedekah yang
terkumpul.
Mesjid juga bisa mengajukan proposal kepada lembaga keuangan syariah
yang ada demi mendapatkan bantuan. Artinya adalah masjid-mesjid untuk
kedepannya diharapkan harus mampu membangun kemandirian. Tentu tetap
membuka peluang bagi jemaah yang ingin berinfaq dan bersedekah. Sehingga
dengan ke tujuh langkah tersebut masjid akan dipahami sebagai salah satu
elemen pemenuh kebutuhan spiritual yang sebenarnya bukan hanya berfungsi
sebagai tempat sholat saja, melainkan juga merupakan pusat kegiatan sosial
kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Beberapa ayat dalam AlQur’an menjelaskan bahwa fungsi masjid adalah
sebagai tempat yang di dalamnya banyak disebut nama Allah (tempat berdzikir),
tempat beriktikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan umat Islam untuk
membicarakan urusan hidup dan perjuangan. Sebagaimana firman Allah swt
dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah.”

(Al-Jinn: 18)

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah)


manusia, ialah baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia.”
(Ali Imran: 96).
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala
memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang
ikhlas karena Allah, kesungguhan dalam bekerja, kemauan dalam berusaha, organisasi
masjid yang kuat serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari
dalam maupun dari luar.
Secara umum, Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar
yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-
orang yang diharapkan termasuk orangorang yang mendapat petunjuk”. (At-Taubah:
18). Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada
orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas.
Karena itu, menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjidmasjid
pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk
merevitalisasi (mengembalikan) fungsi masjid. Selanjutnya, tidak memilih para
pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya
kepada Islam serta melibatkan seluruh komponen masyarakat Islam.

3.2. SARAN
Sebagai generasi muda di era milenial ini hendaknya kita mengacu pada era
peradaban muslim. Dimana masjid merupakan tempat beribadah sekaligus tempat
menambah ilmu maupun tempat bermusyawarah. Muda-mudi saat ini hendaknya
menyeimbangkan waktu antara beribadah di rumah Allah, belajar di kampus maupun
bermain atau bersantai di tempat nongkrong. Namun, seharusnya porsi muda-mudi ke
masjid lebih banyak dibandingkan ke tempat menongkrong atau hiburan. Oleh karena
itu, sebagai generasi muda harus bias mengoptimalkan fungsi dan peran masjid
dengan baik.
Daftar Pustaka
Madjid, N. 1995. Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.
Supardi dan Teuku, Amiruddin, Manajemen Masjid dalam Pembangunan
Masyarakat, Optimalisasi dan Fungsi Masjid, Yogyakarta : UII Press
Yogyakarta, 2010.
Bachrun Rifa’I dan Moch. Fachruroji, Manajemen Masjid, Bandung: Benang Merah
Press, 2005
Ayub, Mohammad E Ayub, Manajemen Masjid : Petuntuk Praktis Bagi Para Penguru
/Penulis, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
Adjeh, Aboebakar, Sejarah Masjid I dan II, dan Amal Ibadah di Dalamnya, (Jakarta:
NV.Viss and Co, 1995).
Mustofa, Budiman, Manajemen Masjid, (Surakarta: Ziyad, 2007).
Faruq, Asadulloh.. Mengelola dan Memakmurkan Masjid. Solo:Pustaka Arafah. 2010
Drs. H, Ahmad Yani, panduan memakmurkan masjid, Gema Insani, Jakarta, : 2012
Saputra Ari dan Mitra Bayu, Revitalisasi masjid dalam dialektika pelayanan umat dan
kawasan perekonomian rakyat. Yogyakarta, 2013
Lestari Aviana, masjid sebagai pusat pendidikan akhlak, Purwokerto, 2017
Zarzli M.ali, Masjid sebagai pusat pembinaan umat, Riau

Anda mungkin juga menyukai