Anda di halaman 1dari 7

2.

Korelasi institusi masjid dengan pembangunan peradaban manusia

Masjid memiliki salah satu fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan manusia
dibidang keagamaan. Masjid menjadi salah satu tempat pertemuan umat islam dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan. Misalnya saja tempat ibadah lima waktu, dzikir dan mengaji,
masjid juga dapat menjadi tempat proses belajar dan mengajar tentang Islam, yang dapat
berdampak pada peningkatan pengetahuan. (Abidin, 2016)

Imam Masjid al-Istiqlal, Ali Mustafa mengatakan, terdapat lima fungsi Masjid pada zaman
Rasulullah SAW. Hal ini berarti Masjid tidak hanya sebagai tempat beribadah saja seperti yang
selama ini dilakukan di Indonesia.

"Ada lima fungsi, kalau tidak salah sudah pernah saya tulis di buku saya," ungkap Ali Mustafa
kepada Republika, Selasa (24/2).

Ali Mustafa menyebutkan lima fungsi Masjid di zaman Rasulullah SAW, yakni berfungsi sebagai
tempat ibadah dan pembelajaran. Selain itu, Masjid juga berfungsi sebagai tempat musyawarah,
merawat orang sakit, dan asrama.

Pernyataan Imam Masjid al-Istiqlal ini dinyatakannya setelah rektor Uhamka mewacanakan agar
fungsi Masjid dikembalikan seperti zaman Rasulullah SAW. Pada zaman Rasulullah SAW,
Masjid berfungsi sebagai pusat budaya dan ilmu pengetahuan.

Mendengar hal tersebut, Ali pun mengakui bahwa fungsi Masjid memang demikian di zaman
rasul. Dalam hal ini, lima fungsi itu dapat membantu Masjid menjadi pusat budaya dan ilmu
pengetahuan.

Menurut Ali, ada beberapa fungsi yang dirasa kurang tepat untuk diterapkan zaman sekarang. Dia
menegaskan, fungsi Masjid sebagai asrama tidak tepat jika dilakukan saat ini.

Ali juga menerangkan, pada zaman rasul, Masjid memang berfungsi sebagai asrama untuk para
pelajar suffah. Hal ini berarti sekitar 300 hingga 400 orang akan tinggal di Masjid untuk belajar.
Dia menegaskan, jika kondisi ini diterapkan pada zaman sekarang dinilai kurang cocok.

Menurut Ali, jika kondisi tersebut terjadi di zaman sekarang, Ali khawatir Masjid akan menjadi
tempat yang kumuh. Kecuali, dia menambahkan, asrama itu dibangun di sekitar atau di luar
bangunan Masjid.

"Intinya, kelima fungsi atau aktivitas itu bisa dijalankan apabila dibangun di sekitar bangunaan
Masjid. Jadi usahakan tidak menyatu dengan bangunan Masjid, "tambahnya.
Sebelumnya, rektor Uhamka mewacanakan agar fungsi Masjid dikembalikan fungsinya seperti di
zaman Rasulullah SAW, yakni sebagai pusat budaya dan ilmu pengetahuan. Dia juga
menyarankan agar Masjid bisa dilengkapi dengan perpustakaan dan internet.

3.

Ketupat selalu tertata dengan bentuknya yang khas. Tokoh ini memang selalu hadir di tengah
umat Muslim yang sedang merayakan “kemenangan”. Tak hanya itu,beragam “wujud” arsitektur
dengan nuansa Islami juga turut hadir menyemarakkan hari kemenangan. Arsitektur
bernuansa Islami yang merupakan tokoh utama dalam perayaan ini bisa dikatakan
adalah bangunan masjid

Bangunan masjid sendiri sebenarnya sudah mengalami begitu banyak transformasi dan
mendapatkan pengaruh dari berbagai macam budaya. Pada awal perkembangannya, bangunan
masjid pertama kali dibangun pada zaman nabi Muhammad SAW. Kemudian, seiring berjalannya
waktu, agama Islam sendiri pun semakin mengalami perkembangan. Agama Islam semakin
banyak bersentuhan dengan budaya-budaya lain. Kontak dengan budaya lain ini pun tidak hanya
mempengaruhi agama Islam dalam nilai-nilai ajaran agamanya, namun juga mempengaruhi
arsitektur dalam agama Islam itu sendiri.

Pembangunan sebuah Masjid tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang dipegang dan harus
diperhatikan sesuai dengan ajaran dalam agama Islam. Pada sebuah masjid, di dalam dan luar
bangunan nya tidak boleh terdapat gambar/ornamen berupa makhluk hidup yang
utuh. Sebaliknya ornament yang berada pada masjid sebaiknya merupakan ornament yang
mengingatkan kepada Allah SWT. Seperti tulisan kaligrafi yang melambangkan Allah SWT,
dsb. Ruang-ruang diatur untuk menjaga akhlak dan perilaku serta tidak boleh ditujukan sebagai
ajang untuk pamer dan menyombongkan diri .Selain itu, pembangunan masjid harus juga
meminimalisir kerusakan alam. Sertapenggunaan warna masjid seharusnyamenggunakan warna
yang mendekatkan kepada Allah, seperti warna cokelat atau hijau yang mewakili warna alam.

Masjid yang pertama kali dibangun pada masa Nabi Muhammad SAW adalah Masjid
Quba. Masjid Quba yang dapat dilihat pada saat ini tentu saja sudah tidak menggambarkan
keadaan masjid ini ketika baru dibangun dulu. Ketika pertama kali menyebarkan agama Islam,
Nabi Muhammad mengalami penolakan luar biasa dari suku Quraisy yang merupakan suku nya
sendiriMaka dari itu, Nabi Muhammad bersama pengikutnya pindah ke Medinna Di sanalah
Masjid Quba, masjid yang pertama, didirikan. Masjid ini awalnya hanya berbentuk segiempat
dengan atapdan berada di lapangan terbuka. Dinding-terbuat dari batang pohon kurma dan atap
nya dari daun pohon kurma.
Masjid Quba (Sumber : www.google.com)

Arsitektur Islam pada bangunan masjid kemudian semakin berkembang. Mulailah pengaruh-
pengaruh budaya lain mempengaruhi arsitektur pada bangunan masjid. Bangunan masjid mulai
dipengaruhi oleh gaya arsitektur Byzantium dan gaya arsitektur Sasanid. Pengaruh gaya
arsitektur Byzantium mulai terlihat dari penggunaan batu-batu pada dinding, karya seni mosaic,
cat, dan ukiran relief. Sedangkan, arsitektur Sasanid mulai terlihat ketika masjid-masjid banyak
yang memiliki courtyard . Arsitektur Islam kemudian juga mengadopsi arsitektur Moor dan
arsitektur Persia. Percampuran budaya yang paling terlihat pada arsitektur masjid adalah
penggunaan kubah pada bagian atapnya. Dimana yang pada awal nya menggunakan atap datar,
kemudian menggunakan kubah. Penggunaan kubah ini pertama kali digunakan pada
bangunan Dome of The Rock.

Dome of The Rock (Sumber :http://www.biblewalks.com/)

Bangunan ini selesai dibangun pada tahun 691 SM . Namun pada saat itu penggunaan kubah
belum populer. Bentuk kubah mulai banyak digunakan setelah Konstantinopel(kalah
oleh Kerajaan Ottoman. Barulah setelah itu bentuk kubah barulah banyak digunakan.

Semakin meluasnya penyebaran agama Islam, arsitektur pada masjid kemudian


berkembang menjadi beragam. Arsitektur pada masjid tidak lagi memiliki bentuk-bentuk yang
sama. Bentuk-bentuk masjid yang ada di bangunan seringkali menyesuaikan dengan gaya
arsitektur lokal yang sudah ada. Salah satu contohnya adalah Masjid Agung Kudus. Masjid yang
terletak di Kudus ini adalah masjid yang unik, karena terdapat menara yang berbentuk seperti candi
yang bercorak agama Hindu-Buddha. Masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus ini memiliki kubah
seperti bangunan masjid yang sudah berkembang sebelum nya.

Contoh lainnya adalah Masjid Ceng Ho yang berada di Surabaya. Masjid ini menjadi unik karena
bentuk nya yang tidak biasa. Sekilas dari luar masjid ini nampak seperti klenteng.Masjid ini
didirikan oleh umat Islam keturunan TiongHoa untuk mengingat jasa-jasa Ceng Ho ketika
menyebarkan agama Islam. Perpaduan yang unik dan jarang terlihat, namun tentunya dengan tetap
memperhatikan kaidah dalam pembangunan masjid. Karena bentuknya yang unik, selain menjadi
tempat ibadah masjid ini juga menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh orang-orang
dari berbagai daerah.

Mesjid Cheng Ho (Sumber :http://icsforheritages.igoid.com/)

Seiring berjalannya waktu, wujud dari sebuah masjid mulai


kembali lagi ke wujud awalnya, yaitu berbentuk kotak tanpa kubah ataupun menara. Seperti
bangunan Masjid Al Irsyad yang didesain oleh arsitek kenamaan Indonesia, Ridwan Kamil.
Walaupuntidak berkubah namun identitas bangunan sebagai sebuah masjid amat sangat kental
terasa. Dari kejauhan susunan tulisan kaligrafi Arab berjenis Khat
Kufi( merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab ) yang melekat pada tiga
sisi bangunan akan menghadirkan lafaz Arab. Lafaz ini merupakan dua kalimat tahuid, Laailaha
Ilallah Muhammad Rasulullah, yang artinya Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah.
Bangunan Masjid Al Irsyad (Sumber :www.lipsus.kompas.com)

Arsitektur pada bangunan masjid kini semakin beragam dan modern. Di era yang
semakin modern ini, tidak ada lagi patokan seperti apa bentuk khas sebuah masjid. Beragam
bentuk masjid semakin berkembang dan dibumbui pula dengan beragam pemikiran kreatif yang
tidak pernah lelah untuk mencoba berbagai kemungkinan yang dapat dimunculkan

Jika kita lihat dari sejarah peradaban Islam, baik ketika era Rasulullah maupun pada era keemasan
Islam di Andalusia (Spanyol), peranan masjid begitu luas. Masjid tidak hanya dijadikan sebagai
sarana penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi institusi sosial yang berperan dalam
membangun pendidikan, ekonomi, dan politik umat.

Fungsi masjid pada zaman Rasulullah bukan sekedar sebagai tempat untuk melaksanakan sholat
semata. Masjid pada masa itu juga dipergunakan sebagai madrasah bagi umat Muslim untuk
menerima pengajaran Islam. Masjid juga menjadi balai pertemuan untuk mempersatukan berbagai
unsur kekabilahan. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk bermusyawarah dan menjalankan
roda pemerintahan. Keberadaan masjid pada era Rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai institusi
yang membangun peradaban umat Islam yang modern.

Kemajuan yang dicapai oleh Islam di Andalusia juga sangat dipengaruhi oleh peranan masjid
sebagai pusat pendidikan. Masjid pada era itu dilengkapi dengan perpustakaan yang dapat diakses
oleh umat. Bahkan masjid menjadi basis bagi kaum intelektual dalam membangun kepakarannya.
Serambi-serambi masjid telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Ibnu Rusy dan Ibnu
Sina. Kedua ilmuwan ini menurut catatan biografinya banyak menghabiskan waktu dengan
membaca di perpustakaan masjid yang ada pada era mereka.

Hal ini angat berbeda dengan fungsi masjid pada zaman sekarang. Dewasa ini peranan masjid
dalam menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami kemunduran. Begitu
banyak masjid yang dibangun hanya sebagai simbol ketimbang menjadi sarana untuk membangun
umat.

Masjid hanya difungsikan sebagai tempat sujud, tempat ibadah mahdhah saja, seperti shalat, zikir
dan itikaf. Dalam pandangan Dr. KH. Miftah Farid, ketua MUI Jawa Barat, fungsi seperti itu
menunjukkan bahwa masjid hanya dimaknakan secara sempit. Padahal masjid itu selain
dipergunakan untuk ibadah kepada Allah juga dapat difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang
bernuansa sosial, politik, ekonomi, ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya
lainnya (http://bataviase.co.id).

Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh rendahnya


pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus
pada usaha pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik untuk
memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allah dalam Al Quran, hingga saal ini masih
relatif terabaikan.

Krisis peranan masjid perlu dicermati sehingga masjid tidak menjadi saksi bisu dalam ingar-
bingar perubahan sosial umatnya. Masjid perlu dilihat kembali sebagai agen transformasi umat
dengan memperluas peranan dan fungsinya yang tidak lagi sebatas serambi shaf-shaf shalat yang
kosong tanpa jemaah. Sudah saatnya masjid direkonstruksi sebagai institusi agama yang modern
yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dapat memberdayakan umat dan tidak lagi sekadar
sebagai sarana penyelenggara shalat. Oleh sebab itu, pengelolaan masjid memerlukan manajemen
yang profesional dan mempunyai kegiatan yang inovatif
(http://silfiahananisyafei.blogspot.com).

Pengurus masjid harus berusaha melibatkan seluruh jamaah masjid dalam menyukseskan
program-program pemberdayaan umat yang dirancangnya. Program yang disusun melalui
pelibatan ini akan menghasilkan program kegiatan bersama, sehingga ada rasa memiliki oleh
semua pihak, dan juga muncul rasa bahwa semua diterima kehadirannya. Masjid bukan menjadi
sebuah basis yang eksklusif bagi satu golongan tetapi menjadi inklusif untuk semua umat.
Pelibatan ini juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan berbagai stakeholder yaitu
masyarakat, remaja masjid, dan juga organisasi Islam, termasuk pemerintah, swasta, dan media.

Salah satu komponen penting dalam pengembangan masjid adalah Remaja Masjid. Remaja masjid
menjadi penting untuk menghidupkan masjid karena sifat dasar dari remaja dan pemuda itu sendiri
yaitu penuh ide kreatifitas dan inovasi. Sehingga kegiatan masjid akan lebih beraneka dan tidak
monoton serta mampu menarik jama’ah dari kalangan muda. Yang tidak kalah penting adalah
tujuan untuk kaderisasi, generasi muda yang cinta masjid kelak akan menjadi penerus sebagai
pengurus masjid. Tidak hanya menjadi pengurus masjid, optimalisasi masjid untuk menghasilkan
generasi cinta masjid diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang cinta masjid,
seperti halnya sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Pengelolaan masjid juga harus mampu mengembalikan peranan masjid dalam mengatasi
keterbelakangan umat, khususnya menanggulangi kemiskinan dan kebodohan. Sebagai langkah
awal, masjid harus mampu menggali potensi zakat yang dipergunakan untuk program
pemberdayaan umat. Potensi zakat umat Islam di Indonesia bisa mencapai Rp. 19,3 triliun per
tahun. Sayangnya, potensi besar tersebut belum tergali dengan baik.

Masjid seharusnya bisa berperan dalam mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat. Tak
hanya zakat fitrah saja yang harus dikelola oleh masjid, namun juga zakat penghasilan, pertanian,
perniagaan dan perusahaan.

Di sisi lain, perlu adanya edukasi kepada masyarakat bahwa membayar zakat bisa dilakukan kapan
saja, tak harus di bulan Ramadhan. Zakat yang berkaitan dengan bulan Ramadhan hanya zakat
fitrah saja. “Zakat-zakat yang lain tidak ada kaitannya dengan bulan Ramadhan, kecuali kalau
misalkan haul-nya masa perputaran tahunnya memang jatuh pada bulan Ramadhan. Zakat
perniagaan apabila dia sudah berputar satu tahun dianggapnya dia harus mengeluarkan zakat,
tidak harus menunggu pada bulan Ramadhan. Zakat pertanian itu kalau di panen harus dikeluarkan
zakatnya. Andaikata panennya tiap bulan ya harus mengeluarkan zakat tiap bulan. Begitu
aturannya,” ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof KH Ali Mustafa Yaqub, yang juga
seorang pakar hadits. (Republika, Jum’at, 3 September 2010).

Edukasi tentang zakat dapat dijelaskan takmir masjid saat sholat Jumat atau acara pengajian rutin.
Masjid dapat memanfaatkan media massa dan teknologi informasi sebagai media informasi
kepada masyarakat. Yang lebih utama, masjid harus mampu mengelola dan memberdayakan dana
zakat tersebut. Penyaluran zakat harus diupayakan tidak bersifat konsumtif yang habis pada waktu
itu saja. Jadi, harus diupayakan dana zakat yang diberikan itu berupa pemberian modal kerja,
pelayanan kesehatan, program pendidikan, bahkan layanan jenazah gratis bagi kaum dhuafa.

Dengan demikian, akan terbuka peluang untuk optimalisasi peran masjid di masyarakat. Sehingga
masjid ideal seperti jaman rasulullah dapat terbentuk, dan masjid menjadi pusat peradaban umat
Islam. Untuk itu mari kita canangkan dan sukseskan Gerakan Kembali Ke Masjid, Ayo Ke Masjid
!! (Anton Krist - dari berbagai sumber).

Anda mungkin juga menyukai