Anda di halaman 1dari 21

PERAN DAN FUNGSI MASJID KAMPUS

DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA ISLAM

Disusun oleh:

Engga Ryan Pratama

Fajar Juliantono

Sandiko Darmawan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PENDIDIKAN VOKASIONAL

TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2018
KATA PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu

tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya kami

mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata

kuliah pendidikan agama islam .

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang  peran

dan fungsi masjid kampus dalam pengembangan budaya islam, yang  saya sajikan

berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan

berita.Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan.Baik itu yang datang dari

diri saya maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan

terutama pertolongan dari Allah dan dorongan semangat dari teman-

teman  akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan

menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa

Universitas Lampung. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen pembimbing  saya  meminta 

masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan 

datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Bandar Lampung, 2018

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Masjid berfungsi sebagai tempat ibadah sholat dan mengayomi serta

membina umat atau jamaah sekitar masjid, maka fungsi masjid akan berdampak

positif bagi kehidupan jamaah. Masjid juga berfungsi sebagai tempat pembinaan

kegiatan umat yang perkembangannya dari masa ke masa mulai zaman Rasulullah

SAW sampai saat ini memegang peranan yang sangat penting. Hal ini ditandai

dengan adanya suatu budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat

umat Islam yang pertama dan utama adalah didirikannya masjid.

Mengingat jumlah masjid yang begitu besar dan mengingat usaha dan

efektivitas masjid sebagai pusat kegiatan umat dan memiliki dimensi yang

mencakup segi-segi dan bidang-bidang yang sangat luas, misalnya Bidang ibadah

dan pengalaman aqidah Islamiyah (Gerakan shalat jamaah di masjid tentunya

dengan cara motivasi, siraman rohani tentang hikmah atau manfaat shalat

berjamaah), dibidang sosial (santunan fakir miskin, sunatan masal, dan santunan

kematian), dibidang pendidikan (pengajian anak-anak remaja, TPA/TPQ,

madrasah diniyah, kursus ketrampilan bagi remaja, ibu-ibu dan lain sebagainya),

dibidang pendidikan formal (MI, MTs, MA, dan perguruan tinggi), dibidang

kesehatan (poliklinik masjid, pelayanan kesehatan murah/gratis), dibidang

peningkatan ekonomi (pemberian bantuan usaha modal, koperasi masjid, usaha-

usaha masjid), dan dalam bidang penerangan/informasi. Maka diperlukan adanya

suatu manajemen yang profesional sesuai dengan perkembangan masyarakat yang

dilayani.
Kemasjidan selalu menjadi perhatian pemerintah baik dalam kaitannya

dengan kepentingan umum maupun untuk kepentingan peribadatan umat Islam itu

sendiri. Pada masa kemerdekaan perhatian pemerintah lebih meningkat, dimana

pembinaan pengelolaan masjid dimasukkan sebagai salah satu fungsi dan tugas

pokok Kementerian Agama. Dengan demikian adalah kewajiban pejabat-pejabat

dan segenap aparat urusan agama Islam untuk meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan kerja dalam tugas kemasjidan ini. Salah satu cara untuk peningkatan

tersebut adalah dengan mengangkat Takmir Masjidsebagai Pegawai Negeri Sipil.

Salah satu tugas Takmir Masjid adalah meningkatkan manajemen masjid

secara profesional sehingga fungsi masjid dapat meningkat dan akan mempunyai

arti, tidak hanya terbatas pada peningkatan kualitas iman dan taqwa, tetapi juga

peningkatan kualitas kehidupan yang meliputi kesehatan, pendidikan,

ketrampilan, koperasi, gotong royong dan ibadah sosial lainnya, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan umat di lingkungan masjid. Hal ini pada hakekatnya

juga telah dilaksanakan umat islam, para pengurus masjid, ulama, dan pemerintah

untuk selalu berusaha memberdayakan masjid sebagai pusat pembinaan umat. Hal

ini terbukti dengan tumbuh dan berkembangnya jumlah masjid termasuk mushola

atau langgar di seluruh wilayah ditanah air tercinta ini, baik di kota-kota besar,

kota kecil maupun pelosok pedesaan. Bahkan hampir di setiap lingkungan

perkantoran, di kampus-kampus, di lingkungan pusat kegiatan ekonomi, baik di

kantor-kantor pemerintah maupun di kantor-kantor swasta berdiri dengan megah

masjid-masjid dengan berbagai bentuk dan gaya arsitektur. Hal ini

menggambarkan bahwa umat Islam dalam membangun masjid tidak pernah

kendor.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana peran masjid di kampus?

2. Apa fungsi masjid di kampus?

3. Bagaimana pengembangan budaya islam di kampus?

4. Bagaimana masjid dapat menjadi penghubung dalam pengembangan

budaya islam di kampus?

1.3 TUJUAN MASALAH

Mahasiswa diharapkan tidak hanya dapat mengetahui namun juga paham

apakah, bagaimanakah peran masjid di lingkungan kampus, lalu dapat juga

memahami apa fungsi masjid dalam pengembangan budaya islam di kampus,

dan juga memahami bagaimana masjid dapat dijadikan wadah dalam

pengembangan budaya islam di lingkungan kampus.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MENELUSURI KONSEP DAN FUNGSI MASJID DALAM

MEMBANGUN BUDAYA ISLAM

Sejalan dengan perkembangan umat Islam, jumlah masjid saat ini sangat

banyak dan tersebar di hampir seluruh negara di dunia. Di Indonesia saja,

jumlah masjid tercatat 643.843 (Republika Online, 3 Juni 2012). Adapun

menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun

2010, penduduk Indonesia yang memeluk Agama Islam tercatat

207.176.162, yaitu 87,18 % dari tota penduduk. Menurut Kepala Pusat

Kerukunan Beragama Kemenag RI, Abdul Fatah, pertumbuhan jumlah

masjid di Indonesia termasuk lamban, jika dibandingkan dengan rumah

ibadah agama lain. Berdasarkan data tahun 1997, 2004, 2010, jumlah

pertumbuhan gereja Katolik 153 % dari 4.934 menjadi 12.473, jumlah

pertumbuhan gereja Protestan 131 % dari 18.977 menjadi 43.909, jumlah

pertumbuhan vihara bertambah 368 % dari 1.523 menjadi 7.129, jumlah

pertumbuhan pura Hindu bertambah 475,25 % dari 4.247 menjadi 24.431,

sedangkan masjid hanya bertambah 64 % dari 392.044 menjadi 643.843.

Diperkirakan kelambanan pertumbuhan ini disebabkan masyarakat muslim

Indonesia lebih cenderung menambah kapasitas masjid dibandingkan

menambah jumlahnya. Terlepas dari kelambanan dalam pertumbuhan

jumlah di atas, ketersebaran masjid, yang sampai menjangkau pelbagai


masyarakat dengan corak budaya sangat beragam, telah berpengaruh

terhadap konsep dan fungsi masjid. Di Indonesia masjid tumbuh di

berbagai masyarakat dengan corak yang bermacam. Dari atas searah jarum

jam: Masjid Bayan Beleq di Lombok Utara, NTB, merupakan masjid kuno;

Masjid Raya Syahabudin, merupakan masjid Kerajaan Melayu Siak, Riau;

Masjid Raya Pasar Atas Bukittinggi; dan Masjid AR Fachruddin

merupakan Masjid Kampus UM Malang, Jawa Timur.

Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam

kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1.      Sebagai tempat beribadah, Sebagaimana diketahui bahwa makna

ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas

kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka

fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat

beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

2.      Sebagai tempat menuntut ilmu, Masjid berfungsi sebagai tempat

untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan

fardlu ain bagi umat Islam.

3.      Sebagai tempat pembinaan jamaah, Dengan adanya umat Islam di

sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna

menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang

terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir Masjid dibina

keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya.

Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.


4.      Sebagai pusat dawah dan kebudayaan Islam, Masjid merupakan

jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk

menyebarluaskan dakwah islamiyah dan budaya islami.

5.      Sebagai pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat pembinaan jamaah

dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang

menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah

tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu

dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil

sampai dewasa.

6.      Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam. Umat Islam yang sekian lama

tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha

untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji

dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi,

politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk

diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat.

7.      Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan

peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari

Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi

fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat

mendesak (urgent) dilakukan umat Islam. Back to basic, Back to

Masjid.
2.2 MENANYA TENTANG KONSEP MASJID DAN FUNGSI MASJID

KAMPUS DALAM MEMBANGUN BUDAYA ISLAM

Periode Mekah sering dihubungkan dengan periode penanaman akidah,

sedangkan periode Medinah sering dihubungkan dengan periode

pembentukkan negara. Dari peristiwa ini muncul pertanyaan, apakah

pendirian masjid dalam perjalanan hijrah merupakan simbol bahwa masjid

perlu dikembangkan sebagai pusat pembinaan akidah sekaligus budaya

Islam? Di negeri kita pendirian masjid (kecuali di daerah tertentu) sangat

mudah. Jika ada lahan, masjid dapat dengan mudah didirikan. Besar-kecil

ukuran masjid lebih ditentukan oleh lahan yang tersedia dan kekuatan

ekonomi masyarakat muslim di sekitarnya. Oleh karena itu, pada masa

sekarang masjid diklasifikasikan dalam empat jenis: Masjid Raya, Masjid

Agung, Masjid Besar, dan Masjid Jamik.

2.3 PERAN MASJID KAMPUS DALAM MEMBANGUN KARAKTER

MAHASISWA

Masjid kampus memiliki peran strategis dalam membangun dan

membentuk karakter mahasiswa untuk peradaban Indonesia yang unggul.

Dengan adanya masjid kampus diharapkan mahasiswa dapat

memanfaatkannya sebagai sarana untuk pengembangan kompetensi diri,

memupuk dan memperkuat karakter diri melalui kajian-kajian keagamaan

islam, peribadatan maupun sebagai pusat syiar islam kepada masyarakat

luas.
Mohammad Nuh, sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia pernah menjelaskan tentang peran penting masjid dalam sebuah

perguruan tinggi. Sedikitnya ada tiga diantaranya:

Peran pertama, adalah pencipta atmosfir kesejukan. Kalau atmosfir sejuk

tanaman akan tumbuh dengan baik. Benih-benih kemuliaan akan tumbuh

subur.

Peran kedua, adalah masjid kampus harus ikut terlibat dalam proses

menanam dan menyemai benih-benih kemuliaan. Masjid kampus dapat

berperan serta mulai dari hal-hal seherhana seperti membantu proses

pendaftaran mahasiswa baru, memberi informasi tempat kos, membantu

mencari informasi keringanan biaya kuliah, bimbingan awal akademik,

terlibat dalam pendidikan keagamaan dan hal lainnya.

Peran ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah ikut mencari benih

kebaikan. Mendikbud mengungkapkan bahwa masjid kampus bisa

memberikan layanan bagi anak-anak sekolah, mulai dari sekolah dasar

hingga sekolah menengah sebab mereka adalah benih-benih yang luar

biasa. Mendikbud berpesan agar masjid kampus juga dapat memberikan

manfaat untuk semua warga kampus, tidak hanya bagi yang satu akidah.

Masjid kampus jangan sampai hanya bisa dirasakan satu spektrum, siapaun

hendaknya bisa merasakan manfaat Masjid Kampus.

1. Masjid Sarana Membina Ketaqwaan

Konsep masjid yang pertama dibangun oleh Rasulullah SAW sebagaimana

tercantum dalam Al-Quran Surah. Surah At-Taubah : 108, “Janganlah


kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya

mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama

adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada

orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang bersih”.

Adalah ditujukan untuk membangun nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah

SWT. Dalam Al-Quran Surah Al-Hajj : 32, juga Allah SWT berfirman :

“Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syiar-

syiar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. Karena

itu orientasi memakmurkan masjid sesungguhnya bukan karena faktor

sosial atau teknis tetapi semata-mata karena Alloh SWT, seperti tersebut

dalam al-Quran,

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka

janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping

(menyembah) Allah" [Al-Jin : 18]

Konsep taqwa sendiri dalam Al-Quran bersifat universal selama ditujukan

semata-mata pengabdian itu kepada Alla SWT. Al-Quran Surah Al

Baqarah menyatakan : “ Wahai manusia sembahlah Rabbmu yang telah

menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa “.

Karena itu pemanfaatan masjid oleh siapapun selama ditujukan dalam

rangka ketaqwaan kepada Allah SWT adalah kedudukan yang harus

diambil perannya oleh masjid. Sebaliknya penguasaan masjid oleh

sekelompok orang tertentu dengan tidak memberi akses kepada yang


lainnya adalah bertentangan dengan misi masjid yang dibangun oleh

Rasulullah SWT.

            Maka atas dasar itu Universitas Padjadjaran memprakarsai

pertemuan semua pengurus masjid yang ada di Universitas berangkat dari

harapan dan arahan Rektor Universitas Padjadjaran pada tanggal 15 Juni

2015 di hadapan pengurus masjid terutama masjid jami' Al-Jihad di

kampus Unpad Dipatiukur dan masjid jami' pusat BKMR Padjadjaran

kampus Jatinangor, yang menghendaki pengelolaan masjid di lingkungan

Universitas Padjadjaran dalam satu kesatuan tata kelola dengan landasan

ukhuwwah islamiyah dan dengan moto Unpad Ngahiji, Unpad Kahiji.

Berangkat dari arahan rektor tersebut melalui penyelenggaraan Rapat

Kerja Masjid Universitas Padjadjaran yang dilaksanakan pada tanggal 27-

28 Juni 2015 bertepatan dengan tanggal 10-11 Ramadhan 1436 H,

dihasilkan sebuah Khittah Pembinaan Masjid Kampus Universitas

Padjadjaranyang isinya antara lain menyataakan :

“Masjid sebagaimana fungsinya menurut ketentuan agama adalah

merupakan sarana  ibadah Hablumminalloh dan juga sekaligus sebagai

sarana Hablumminannas dalam bentuk interaksi melalui berbagai aktivitas

kaum muslimin dan sarana pemersatu umat yang dapat mendatangkan

kemaslahatan bagi umat manusia dan lingkungannya”.

Secara khusus misi masjid yang dikembangkan Universitas Padjadjaran

dalam khittah tersebut bahwa masjid dinyatakan sebagai :

“Fungsi Masjid Universitas Padjadjaran yang akan diwujudkan adalah

sebagai masjid intelektual yang dapat menjadi rujukan pemikiran ilmiah


berdasarkan nilai-nilai keislaman serta memberikan kemanfaatan bagi

masyarakat luas sebagai wujud dari Islam Rahmatan lil 'Alamin”.

Dengan demikian sangat jelas saat ini bahwa fungsi sesungguhnya masjid

yang dikembangkan oleh Universitas Padjadjaran sudah sejalan dengan

dasar-dasar agama Islam dan tidak terjebak kepada pemanfaatan masjid

bagi segolongan atau sekelompok warga kampus yang eksis dalam

menjalankan dakwah di kampus. Universitas Padjadjaran kini menjadi

play-maker bagi berjalanannya pembinaan karakter bangsa melalui

optimalisasi sarana masjid yang ada di kampus dan bersifat terbuka bagi

semua warga kampus dan warga masyarakat di luar kampus, sehingga

berdampak kemaslahatan bagi lingkungan sekitar. Berbagai latar belakang

gerakan pemikiran Islam yang ada di Universitas Padjadjaran dari mulai

yang bercorak tradisionalis, modernis, bahkan sampai ke ideologis melalui

konsep Unpad Ngahiji tersebut diharapkan mampu membuka cakrawala

corak pemikiran-pemikiran keislaman yang dampak utamanya adalah

memberi penguatan citra kampus Unpad yang bersinergi dan bermanfaat

bagi masyarakat.

2. Komunikasi Organisasi Pengelola Masjid Kampus

Konsep dasar sebagai rujukan komunikasi organisasi yang memungkinkan

memberi peluang besar dalam menciptakan budaya keterbukaan melalui

sarana pembinaan masjid terutama dalam kasus pembinaan bagi

mahasiswa yang memiliki variasi pemikiran yang berbeda dalam konsep

gerakan dakwah di kampus adalah komunikasi organisasi dengan


pendekatan interaksionisme simbolik. Pendekatan ini dibangun  melalui

tiga (3) asumsi dasar yaitu memandang komunikasi organisasi sebagai : 1)

Proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi; 2)

Proses penciptaan makna atas interaksi yang terjadi,  dapat menciptakan,

memelihara, dan mengubah organisasi; 3) Proses mengumpulkan,

memproses, menyimpan, dan menyebarkan komunikasi yang

memungkinkan organisasi berfungsi; 4) Organisasi hanya dapat eksis

apabila diciptakan dan ditafsirkan oleh orang-orang.

Menurut Deddy Mulyana (2002:230-231) dengan merujuk kepada

pandangan-pandangan Mead (1931), Rose (1962), Blumer (1969), Felson

(1981), dan Goffman (1959), premis-premis perspektif interaksi simbolik

adalah sebagai berikut : Pertama, individu merespons situasi simbolik.

Mereka merespons lingkungan berdasarkan makna yang dimiliki

komponen-komponen lingkungan bagi mereka sebagai individu. Ketika

mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka tidak mekanis, atau

ditentukan oleh faktor-faktor eksternal, melainkan bergantung pada

bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang mereka masuki dalam

interaksi sosial. Jadi individu sangat menentukan lingkungan mereka

sendiri.

Kedua, individu membayangkan atau merencanakan apa yang akan

mereka lakukan. Mereka membayangkan bagaimana orang lain merespons

tindakan mereka sebelum mereka sendiri bertindak. Proses pengambilan

peran (taking the role of the other) tersembunyi ini sangat penting, meski

tidak dapat diamati. Jadi interaksi mengakui tindakan dalam dan tindakan
luar, menganggap tindakan luar sebagai lanjutan tindakan dalam. Namun,

tindakan luar tidak otomatis menunjukkan tindakkan dalam, karena

tindakan luar mungkin hanya merupakan pengelolaan kesan (impression

management) untuk menyenangkan khalayak tertentu, atau untuk

memenuhi tuntutan tertentu yang bersifat sosial, politis, ekonomi, dan

sebagainya.

Ketiga, karena makna adalah produk interaksi sosial, makna ini mungkin

berubah lewat interpretasi individu ketika situasi yang ditemukan dalam

interaksi sosial juga berubah. Konsekuensinya, perilaku mungkin berubah,

karena makna sebagai basis perilaku juga berubah.

Berdasarkan asumsi-asumsi dan pemikiran-pemikiran yang mendasarinya

tersebut, secara terinci pemahaman tentang komunikasi organisasi dari

pandangan interaksi simbolik sebagai bagian dari pendekatan interpretif

dapat dikaji dari beberapa pendapat, seperti yang dikemukakan Pace dan

Faules, editor Dedy Mulyana (2000 : 33) :

“ Komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna  atas interaksi

yang merupakan organisasi. Proses organisasi tersebut tidak

mencerminkan organisasi. Komunikasi organisasi adalah “perilaku

pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam

proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi “

Melalui pemahaman tersebut maka realitas organisasi adalah sebuah

konstruksi subyektif dimana komunikasi organisasi adalah sebagai proses

penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan

mengubah organisasi. Jika pandangan obyektif lebih menekankan pada


aspek struktur, maka pandangan subyektif lebih menekankan pada aspek

proses. Sehingga dengan demikian, organisasi lebih dari sekedar alat, ia

adalah cara berpikir. (2000 : 33)

Konsep penciptaan makna dalam komunikasi organisasi lebih ditekankan

dari bagaimana penerima pesan menafsirkan pesan tersebut. Dapat pula

dikatakan bahwa makna sebuah pesan dinegosiasikan diantara para peserta

dan terbangun melalui proses interaksi yang berlangsung. Perspektif

subyektif tentang komunikasi organisasi juga menekankan peranan orang-

orang dan proses  dalam menciptakan makna, artinya makna tidak hanya

terdapat pada orang, akan tetapi muncul dalam proses transaksi diantara

orang-orang dalam organisasi.

Melalui pengertian tersebut, maka dalam pandangan subyektif, komunikasi

organisasi adalah proses menciptakan pesan, menafsirkan, dan mencipta

ulang pesan tersebut dalam sebuah proses yang berkelanjutan. Dengan

demikian komunikasi organisasi  tidak akan eksis sehingga ia diciptakan

dan ditafsirkan oleh orang-orang. Morgan (dalam Mulyana, 2003:88)

mengatakan bahwa perspektif interpretif  berpendapat bahwa dunia sosial

tidak eksis dalam pengertian yang kongkrit, akan tetapi dibangun melalui

interaksi dan pengesahan secara konsensus para individu.

Keluarnya Peraturan Rektor Unpad Nomor 70 Tahun 2015 tentang Tata

Kelola Unpad sebagai konsekuensi Unpad  PTNBH, adalah sebagai bukti

aplikasi konsep komunikasi organisasi pendekatan interaksionisme

simbolik guna membuka ruang bagi optimalisasi masjid kampus yang

lebih kuat, integratif, dan bermaslahat bagi lingkungan sekitar. Karena itu 
Khittah Pembinaan Masjid Kampus yang telah diinisiasi oleh Rektor

Unpad adalah :

“ Berpedoman kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat serta Pola Ilmiah Pokok

(PIP) Universitas Padjadjaran yaitu Bina Mulia Hukum dan Lingkungan

Hidup dalam Pembangunan, maka fungsi Masjid Universitas Padjadjaran

yang akan diwujudkan adalah sebagai masjid intelektual yang dapat

menjadi rujukan pemikiran ilmiah berdasarkan nilai-nilai keislaman serta

memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas sebagai wujud dari Islam

Rahmatan lil 'Alamin. Berdasarkan pemikiran-pemikiran dasar tersebut,

maka pengelolaan Masjid Universitas Padjadjaran harus dilaksanakan

secara profesional ke dalam tata kelola yang komprehensif dan terintegrasi

dalam semangat Unpad Ngahiji Unpad Kahiji, guna memenuhi kebutuhan

pembinaan dan pengembangan insan akademik yang berkarakteruntuk

menjawab berbagai perubahan masyarakat yang semakin kompleks dan

cepat “.

Komitmen akan adanya implementasi bagi optimalisasi peran masjid

kampus yang bersifat terbuka dan memberi kemaslahatan bagi masyarakat

seluas-luasnya dapat terlihat secara jelas dalam rumusan Kerangka Dasar

Program Pembinaan Masjid Kampus Universitas Padjadjaran yang

dihasilkan melalui rapat kerja seluruh pengurus masjid di lingkungan

Universitas Padjadjaran atas inisiasi Rektor Unpad. Rumusan kerangka

dasar program pembinaan tersebut yaitu sebagai berikut:


Kerangka Dasar Program Masjid Kampus Universitas Padjadjaran disusun

berdasarkan Khittah Pembinaan Masjid Kampus Universitas Padjadjaran

yang bertumpu kepada 4 (empat) pilar pokok yaitu :

1. Fungsi masjid menurut ketentuan agama Islam sebagai sarana

Hablumminalloh  dan Hablumminannas serta sebagai sarana pemersatu

umat;

2. Tujuan pendidikan nasional yang sangat sejalan dengan peranan masjid

dalam membangun karakter bangsa yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak mulia;

3. Tridharma Perguruan Tinggi dan Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas

Padjadjaran yang berimplikasi kepada penerapan ajaran Islam sebagai

Rahmatan Lill 'Alamien yang memberi kemaslahatan bagi masyarakat

luas; dan

4. Konsep tata kelola masjid  yang komprehensif dan terintegrasi berdasar

filosofi Unpad Ngahiji, Unpad Kahiji.

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka dasar program pembinaan masjid

kampus Universitas Padjadjaran terdiri dari :

1. Program yang berorientasi kepada pelayanan ibadah sivitas akademika

unpad  dan warga masyarakat sekitar kampus;

2. Program yang berorientasi kepada pembinaan dan kaderisasi  yang dapat

membangun karakter warga kampus yang ilmiah bersendikan nilai-nilai

Islam;
3. Program yang berorientasi kepada implementasi Tridharma Perguruan

Tinggi dan PIP Unpad, melalui penguatan disiplin ilmu berbasis nilai-nilai

Islam; 

4. Program yang berorientasi kepada syiar Islam yang dapat membangun

ukhuwwah Islamiyah inter dan antar masjid kampus serta penguatan

interaksi kampus dan masyarakat.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Masjid memiliki peran penting dalam pengembangan budaya islam, antara

lain untuk beribadah tentunya, dan juga dapat dijadikan tempat untuk

dakwah, dapat juga untuk berbagai kegiatan keagamaan yang dapat

mengembangkan budaya islam apalagi pada lingkungan kampus, karena

kampus adalah tempat menuntut ilmu tentunya ilmu agama juga.

3.2 SARAN

Hendaknya makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

pembelajaran dalam hal pengembangan islam dalam lingkungan masjid

kampus bagi pembaca. Dan makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak

pihak, utamanya bagi penyusun dan pembaca.

Anda mungkin juga menyukai