Anda di halaman 1dari 19

TUGAS RESENSI

“ TRADISIONALITAS DAN MODERNITAS TIPOLOGI ARSITEKTUR MASJID“

Prof. Dr. M. Syaom Berliana, M.Pd., M.T.

QOULAN SADIDA CAHYANI

1701570

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’alamin, rasa syukur kita ucapkan kepada Allah swt yang telah
memberikan kekuatan, ketabahan, dan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti sehingga peneliti
dapat menyusun sebuah resensi untuk memenuhi tugas Dasar Perancangan Arsitektur (DPA).

Allah Humma Sholli’Ala Saidina Muhammad Wa’Ala Ali saidina Muhammad penulis
ucapkan kepada permata ayahanda Abdullah, Mutiara ibunda Aminah, yakni junjungan alam
Nabi besar Muhammad saw. Nabi Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari alam
jahiliah, dari alam yang gelap, menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang
disinari iman dan islam, seperti yang kita rasakan sekarang ini. Dalam kesempatan ini, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun dan menyelesaikan resensi ini, terutama pada pembimbing dan teman-teman.

Penulis menyadari bahwa resensi ini jauh dari sempurna. Kepada kaum cendekiawan
dimohonkan tegur sapa apabila menemukan kejanggalan dalam resensi ini, untuk dijadikan
pegangan dan upaya peningkatan selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi.

Akhirnya, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
sempat membaca resensi ini pada umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.

Bandung, Oktober 2017

Penyusun

Qoulan Sadida Cahyani

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………..2

A . PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………3

B . DESKRIPSI RINGKASAN MATERI………………………………………………………………………………4

C . RESENSI………………………………………………………………………………………………………………..11

D . KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………………13

E . DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………….14

LAMPIRAN………………………………………………………………………………………………………………….15

2
A. Pendahuluan

Buku ini berjudul “Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid” karya M.
Syaom Barliana, yang terdiri dari lima bab dan bertujuan untuk mendeskripsikan tipologi
arsitektur masjid berbasis masyarakat Islam tradisionalis (Nahdatul Ulama) dan modernis
(Muhammadiyah), menggambarkan apakah tipologi Masjid Nahdatul Ulama mencerminkan
tradisionalitas arsitektur masjid, dan sebaliknya apakah tipologi Masjid Muhammadiyah
mencerminkan modernitas arsitektur masjid, serta menganalisis apakah fenomena tersebut bisa
dirujuk pada sebab-sebab pebedaan doktrin/faham keagamaan Islam tradisionalis dan Ialam
modernis.

Bab pertama berisi metode penelitin yang menggunakan pendekatan sinkronik dan
diakronik dalam kajian tipologi arsitektur.

Bab kedua berisi tentang doktrin keagamaan antara Islam tradisionalis dan Islam
modernis. Dan juga menjelaskan orientasi teoritis yang memberi perspektif dan arah penelitian,
melalui anaisis ringkas tipologi arsitektur perkembangan historic arsitektur masjid di Indonesia,
tipologi arsitektur masjid, serta parameter tradisionalitas dan modernitas arsitektur.

Bab ketiga berisi tentang hasil penelitian terhadap tipologi arsitektur masjid yang
tradisionalitas atau Nahdatu Ulama.

Bab keempat berisi tentang hasil penelitian terhadap tipologi arsitektur masjid yang
modernisasi atau Muhammadiyah.

Bab kelima menjelaskan scara menyeluruh terhadap temuan-temuan penelitian. Di sini


dijelaskan hubungan antara tradisional dan modernitas tipologi arsitektur masjid dengan doktrin
keagamaan Islam tradisionalis dan Islam modernis. Selanjutnya kesimpulan yang membahas
secara singkat jawaban terhada[ permasalahan dan pertanyaan penelitian.

3
B. DESKRIPSI RINGKASAN MATERI

DOKTRIN KEISLAMAN DAN TIPOLOGI ARISTEKTUR

Buku berjudul “Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid” karya M.


Syaom Barliana terdiri dari lima bab yang mengemukakan secara ringkas tentang tipologi
morfologi arsitektur masjid, tidak lupa menyertakan pengertian tipologi itu sendiri pula.

Darwis Khudori Mengungkapkan bahwa realitas islam dan masyarakat muslim memiliki dua sisi
paradoksal. Pada satu sisi, masyarakat Muslim memiliki impian kuat agar seluruh ummat Muslim
di dunia menjadi satu kesatuan masyarakat Islam. Namun, di sisi lain, masyarakat Muslim juga
bangga dengan tersebarnya agama Islam ke seluruh dunia, berakar pada wilayah geografi dan
tradisi budaya yang berbeda-beda. Maka, masyarakat Muslim harus menerima konsekuensi
semakin beragamnya bentuk budaya dan orientasi keislaman.

Maka, muncul perbedaan orientasi dan faham serta gerakan sosial keislaman, yang kemudian
populer dengan istilah tradisionalis dan modernis.

Nahdlatul Ulama (NU) yang sering disebut mewakili kalangan tradisionalis yang merujuk pada
kalangan muslim yang menganut ajaran salah satu dari empat mazhab hukum Sunni dan
cendrung pada praktek praktek ibadah sinkretis. Orientasi kalangan tradisionalis ini juga pada
umumnya dianggap lebih terbelakang dan cendrung mapan dalam pemahaman mengenai
masyarakat dan pemikiran Islam.

Sedangkan, Muhammadiyah yang sering disebut mawakili kalangan modernis merujuk pada
kalangan Islam yang dianggap melakukan pemurnian pada satu sisi dan pembaharuan pada sisi
lainnya dengan mengadaptasikan ajaran islam ke dalam kehidupan modern, dengan tetap
bersikap kritis terhadap ritual-ritual keagamaan yang bukan berasal dari ajaran Islam. Kalangan
modernis juga menggali nilai-nilai Islam yang benar dan universal sebagai petunjuk hidup dan
kehidupan.

Berbicara tentang tipologi arsitektur, maka tidak akan lepas dari persoalan fungsi arsitektur.

Hugo haring, menyatakan bahwa ada dua aspek dalam penampilan bentuk arstektur, yakni
guna yang bersifat anonim dan objektif dan ungkapan yang bersifat subjektif. Pernyataan ini
mengingatkan pada konsep mangunwijaya tentang guna dan citra arsitektur.

Citra adalah gambaran, kesan penghayatan yang menangkap arti bagi seseorang. Citra tidak
jauh dari guna, tapi lebih bertingkat spiritual.

Guna atau fungsi merupakan tujuan objektif pertama dari arsitektur untuk mewadahi berbagai
kebutuhan aktivitas manusia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk arsitektur. Fungsi selalu
dikaitkan dengan program bangunan yang menyangkut persyaratan ruang. Maka lahirlah
tipologi dan morfologi bangunan.

4
Jika disimpulkan, tipologi merupakan suatu konsep dalam kerangka klasifikasi dan
pengelompokan objek-objek arsitektur. Sedangkan, morfologi diartikan sebagai kajian yang
menelusuri asal-usul atau proses terbentuknya suatu bnetuk arsitektur yang menekankan pada
perubahan bentuk, termasuk pula penyebab dan faktor pengaruh perubahan bentuk itu sendiri.

Pada awalnya, masjid tidak harus merupakan bangunan khusus atau karya arsitektur tertentu.
Masjid secara harfiah berarti tempat sujud, bisa berarti sekedar sebuah batu atau sehampar
rumput savanna, atau lapangan pasir yang dikelilingi bangunan serambi seperti “masjid
lapangan” yang pertama kali Nabi Muhammad SAW dirikan. Namun, bagi ummat Islam masjid
adalah “Rumah Allah” yang harus dimuliakan. Maka, sepanjang sejarah perkembangan
arsitektur, masjid merupakan bangunan arsitektur yang memperoleh curahan optimal dalam hal
keterampilan teknologi, estetika, dan falsafah dalam rangkaian sejarah arsitektur islam.

Seiring dengan masuk dan berkembngnya Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, masjid
dalam perkembangannya tidak saja digunakan sebagai tempat ibadah dalam arti sujud, namun
juga sebagai tempat pembinaan, pengajaran, praktek sosial, pengamanan, dan benteng
pertahanan umat Islam. Karena itu, fungsi masjid mencakup pengertian social, budaya, serta
politik sekaligus.

TRADISIONALITAS TIPOLOGI ARSITEKTUR MASJID

Tiga objek arsitektur masjid baebasis masyarakat islam tradisionalitas (Nahdatul


Ulama), terdapat kesamaan dalam aspek-aspek tipologi yang cukup dominan dank has.

Dari segi denah, seluruh masjid berbasis masyarakat NU diteliti memiliki bentuk dasar
persegi empat. Ini adalah tipologi masjid tradisional jawa yang kemudian secara turu temurun
diikuti masyarakat Islam tradisionalis tanpa ada usaha pembaruan. Tadfsir atas realitas tipologi
tradisional denah segi empat dengan satu penonjolan ruang mihrab, sangat menarik jika
dikaitkan dengan keterangan KH. Ulumudin Al-Bandani pimpinan pesantren Nurul Huda, bahwa
bnetuk semacam itu mencerminkan rukun Ilam yang lima, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat,
dan menunaikan haji. Analogi yang sama bentuk semacam itu bisa dirujuk kepada konsep
Pancasila atau perilaku Ma-lima (Mabuk,, Maling, Madat, Madon, Main).

Keberadaan makam keluarga kyai leluhur dapat ditafsirkan sebagi mencerminkan sikap
taqlid dan eklektik kalangan Islam tradisionalis. Keberadaan tempat wudlu dan cuci kaki
sebelum memasuki masjid berupa kolam/kulah di depan pintu masjid dapat menunjukan sisi
tradisionalitas arsitektur yang lain. Dari observasi dapat disimpulakan bahwa kapasitas ruang
dan system sirkulasi serta sanitasi air tidaklah cukup memadai. Namun demikian, kesetiaan
terhadap fiqih tanpa sikap kritis dan rasionak, menyebabakan tipoloh]gi semcam itu tetap
dipertahankan dengan aargumen bahwa yang penting memenuhi syarat “kesucian” meskipun
disadari tidak memenuhi syarat kebersihan dan higienis.

5
Karakter : Orientasi Memusat

Berkaitan dengan denah, pemakaian pola atap tumoang/tajug pada masjid tradisional,
umumnya didukung oleh empat tiang struktur penopang atap (sokoguru). Pola sokoguru ini
secara ekletik mengikuti bentuk denah rumah tradisional masyarakat jawa yang karena
pengaruh Hindu-Budha menempatkan rong-rongan (ruanh di antara saka guru) sebagai pusat
magis. Sebaliknya dengan adanta pengaruh Islam dengan konsep pembentukan mihrab, maka
pusat magis tergeser ke samping belakang ( sentong tengah). Ini tejdai karena dalam agama
Budha dan Hindu masyarakat merupakan gambaran makrokosmos yang konsepnya memusat,
sedangkan dalam agama Islam terdapat suatu keseimbangan antara umat, kehidupan duniawi,
dan mihrab sebagai pintu kepada dunia akhirat.

Langgam Arsitektur : Hybrida Kubah dan Tajug

Dilihat dari unsur tipologi lainnya, yaitu langgam arsitektur masjid, tampak menonjol
pula tradisionalitas ciri arsitektur masjid bebasis masyarakat NU yang diteliti tersebut. Yang
mencolok misalkan misalnya pada pemakaian bentuk lengkung pada dinding/pintu serambi
serta bentuk atap yang memakai bentuk kubah atau kombinasi atap tajug dengan kubah. Di sisi
lain, vertikalisme bentuk kubah yang menjulang dan meruncing ke atas menjadi symbol dari
pendekatan dan “penghadapan” ke langit (Sang Pencipta). Kubah merupakan langgam
arsitektur Timur-Tengah atau Pan Arabian sebagai ciri masjid itu.

Pemakaian bentuk kubah sebagai langgam arsitektur masjid, didorong oleh


pengalaman visual para Kyai pesantren yang baru selesai berhaji. Adaptasi dan perubahan atap
masjid dari atap tajug menjadi atap kubah pada saat itu jelas merupakan suatu pembaruan
atau modernisasi karena pengaruh globalisasi.

Tranformasi Bentuk : Pendekatan Inkremental

Seperti dijelaskan dalam kajian teoritik, telaah tentang tipologi arsitektur masji adalah
menyangkut pila perubahan pola, hirarki, dan organisasi tuang masjid. Bentuk akhir Masjid Jami
Pesantren NU Cipasung adalha bentuk yang sama sekali baru yang secara fisik sesungguhnya
tidak memiliki kaitan dengan masjid lama, kecuali tipologi tradisional segi empat serta
keberadaan dan makna kuburan Kyai leluhur yang tidak berubah. Artinya perubahan itu lebih
bersifat inkremental, tak terintegrasi, tiak berdasarkan rencana pengambangan tertentu, dan
taka da relevansi dengan bentuk asal.

Dari segi penampilan bentuk bangunan, langgam Timur Tengah (Pan Arabian) tampak
semakin dominan, sememntara langgam eklektik tajug dan meru ditinggalkan. Ini sejlan
dengan masyarakat awam, bahwa dua yang terkesan janggal dan tidak fungsional, kecuali
untuk semakin mencirikan “merk” masjid secara naif dan instan.

6
Transformasi Ruang : Tak Ada Order

Menyangkut hirarki ruang, khususnya ruang mihrab yang tetap ditinggikan lantainya
(15 cm) dibandingkan lantai maksurah (tempat shalat makmum). Kenyataan ini memiloki
makna fungsional, bahwa imam sebagai pemimpin sholat harus posisi lebih tinggi agar gerakan
imam dapat dilihat oleh makmum. Sisi tradisionalitas terjasdi ketika hal itu dimaknakakn ssecara
simbolik bahwa imam sebagai pemimpin harus tampil berwibawa dan berkharisma sehingga
makmum taqlid kepadanya.

Masjid Berbasis Masyarakat NU : Suatu Analisis Domain

Subbab ini menejelaskan tentang tapak, bentuk dasar denah, penempatan kolom
struktur, sinkretisme makam “keramat”, bentuk lengkung sebagai identitas, langgam eklektik
kubah, langgam eklektik minaret, pagar langgam sinkretik “spanyolan”, posisi dan dimensi void,
beduk sebagai symbol dan tradisi, dan transisi daerah profane dan suci dari tipologi Masjid Jami
Pesantren NU, Cipasung, Tasikmalaya; Masjid Jami Pesantren NU, Ciwaringin, Cirebon; dan
Masjid Baiturrahman Pesantren NU, Nurul Huda, Garut.

MODERNITAS TIPOLOGI ARSITEKTUR MASJID

Berbeda dengan masjid berbasis masyarakat Islam tradisionalis (Nahdatul Ulama) dan
Muhammadiyah yang diobservasi terlihat upaya rasional dan pembaruan untuk tidak terpaku
secara kaku pada bentuk dasar tersebut kecuali pada Masjid Basmallah di Singaparna.

Denah Masjid Darul Arqom masih memakai bentuk dasar persegi empat pada bangunan
utama, namun juga tidak mengikuti pola simetri seperti pada masjid tradisional. Demikian pula
pada desain bangunan penunjangnya, ada upaya eksplorasi untuk tidak terpaku pada bentuk
persegi yang naif, tapi juga menyesuaikan bentuk denah dengan tapak pada setting urban yang
berkepadatan tinggi.

Pada Masjid Tejasuar, bentuk denah bahkan seudah sepenuhnya meninggalkan bentuk dasar
segi empat, tapi mengambil bentuk segi delapan yang sangat ahistoris dan noneklektik.

Namum demikian, modernitas sesungguhnya terjadi dengan adanya proses


desimbolisasi dan desakralisasi, akrena bentuk segi empat dengan satu penonjolan ruang
mihrab tidak lagi dianggap sebagai simbolisasi dari rukun Islam yang lima ataupun makna
symbol yang lain. Artinya pilihan terhadap bentuk denah lebih didasarkan kepada sikap
pragmatis.

Karakter : Orientasi Menyebar

Dari segi karakter arsitektur, tampak pula kecenderungan modernitas ciri arsitektur
masjid berbasis masyarakat Muhammadiyah yang diteliti, terutama pula pada penampilan
Masjid Darul Arqom dan Masjid Tejasuar. Dengan bentuk denah, bentuk atao, pengolahan

7
struktur dan material (tektonika), seta estetika yang nontradisi, nonelektik, dan nonsinkretik,
maka mencuatkan karakter yang modern dan kontemporer.

Pada Masjid Darul Arqom dan Masjid Basmallah, dengan pola denah yang
meninggalkan pola sakaguru, maka karakter ruang tidak demikian lagi memusat ke tengah
ruangan tapi langsung kearah kiblat. Meskipun demikian, pada Masjid Basmallah masih terdapat
pusat imajiner di tengah karena pola langit-langit yang mengikuti pola joglo menjulang di
tengah.

Kecnderungan modernitas karakter Masjid Darul Arqom lainnya, secara umum misalnya
diwakili oleh pengolahan rasional atas bentuk geometric dengan kesederhanaan, kejujuran
struktur dan material, pengolahan ornamen untuk tujuan estetik da bukan simbolik, dan lain-
lain.

Pada Masjid Tejasuar, kecenderungan modernitas karakter arsitktur masjid, misalnya


diperlihatkan pada fasade bangunan, melalui penyelesaian rasional dalam pengolahan
konstruksi atap baja, teritisan ( overstek) atap baja, overstek beton lantai dua, dinding bata
oven (klingker), seta lantai pertama yang solah-olah diangkat.

Masjid Basmallah masih memperlihatkan karakter tradisionalitasnya, misalnya dengan


pengolahan denah segi empat serta bentuk atap joglo. Meski demikian, pertimbangan rasional
tampak pada perluasan atap serambi dak beton sampai ke luar bidang tangga, sehingga di
samping memberi kesan modern juga fungsional mengindarkan tempias air hujan.

Langgam Arsitektur : Desaklarasi Bentuk

Dilihat dari unsur tipologi lainnya, ysitu langgam arsutektur masjid, tampak menonjol
diri moderintas arsitektur masjid berbasis masyarakat Muhammadiyah yang diteliti tersebut.
Pada kedua Masjid Daarul Arqom dan Tejasuar terutama, tampak eklektisisme dan sinkretisme
langgam bentuk atap kubah dana tau tajug dengan meru telah sama sekali ditinggalkan.
Langgam arsitektur memakain idiom kontemporer yang tampak rasional dan ahistoris.

Masjid Darul Arqom memakai bentuk atap pelana biasa yang umumnya dipakai oleh
bangunan rumah tinggal, bangsal, atau aula. “Pembaruan” bentuk atap ini dengan mudah
diiterima oleh kalangan masyarakat Islam modernis. Ini meunjukkan gejala desklarasi bentuk
masjid tersebut.

Ppada Masjid Tejasuar, tipologi langgam bentuk atap dapat dikatakan masih mengikuti bentuk
atap tradisional (atap numpuk). Mnamun karena denahnya segi delapan yang nonelektik dan
ahistoris, maka memberi konsekuensi segi delapan pula pada atap. Namun demikian,
eklektisisme masih terjadi meskitidak mencolok. Yaitu dengan penempatan mahkota pada
puncak atao sebagai symbol masjid.

8
Pada Masjid Basmallah, bentuk dasar atap sesungguhnya tetap mengambil bentuk atap
tradisional, namun berbeda dengan masjid-masjid pada basis mayarakat Islam tradisionalis,
yang umumya mengambil bentuk atap rumah tradisional Jawa yaitu joglo. Belum jelas benar
bagaimana proses akulturasi ini terjadi karena secara kebetulan belaka atau bentuk yang secara
sadar dicipyakan. Yang jelas, masyarakat Islam modernis seperti terbukti pada kasus masjid
laion yang diobservasi, paling itdak dapat menerima “pembaruan” serta deklarasi dan
demistikasi bentuk.

Tranformasi Bentuk dan Ruang : Pencapaian Final

Pada Masjid Darul Arqom, selama lebih dari 30 tahun sejak masjid ini pertama
dibangun (1959), hampir tidak ada perubahan signifikan. Artinya, sejak awal elah dirancang
secara rasional untuk mencapai bentuk yang final. Kecuali prkuasan serambi ke sayap utara
yang tidak memprngaruhi bentuk secara keseluruhan, selebihnya hampir tidak ada transformasi
bentuk.

TAFSIR TEMATIK DAN KESIMPULAN

Interpretasi Tematik : Hubungan Tipologi Arsitektur Masjid dengan Faham Keislaman

Berdasarkan analisis taksonomik dan analisis komponensial yang elah dijelaskan, dapat
disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat persamaan masing-masing basis masyarakat
yang sama, baik masyarakat Islam tradisionalis maupun Islam modernis dengan masjid brbasis
masyarakat Islam tradisionalis.

Jika dmeikian halnya, dapat disimpulkan bahwa perbedasan yang khas tipologi
arsitektur masjid itu, disebabkan oleh perbedaan orientasi faham keislaman basis masyarakat
pendukungnya.

Perbedaan dalam faham keislaman itu memang sering disenut hanya menyangkut
masalah furuiyah, namun sesungguhnya yang paling dominan adalah perbedaan menyangkut
cara berfikir dan akhirnya cara bertindak (termasuk dalam berarsitektur).

Karakteristik masyarakat Islam tradisionalis (NU) yang memiliki memegang tradisi


eklektik dan sinkretik, taqlid pada Kyai, serta pada tingkat tertentu juga memiliki ritual sinkretik
serta orientasi berfikir kosmologis dan mistis, fatalistic, tapi juag teguh memegang fiqih secara
kaku, jelas memiliki relasi kuat dengan kehadiran ciri tradisionalitas tipologi arsitektur masjid
yang diteliti.

Dari segi tipologi, pengaruhnya adalah melahirkan bentuk dasar denah ’tradisional
jawa” persegi empat (dalam arti fisik maupun simbolik).

Sebaliknya, karakteristik masyarakat Islam modernis (Muhammadiyah) yang rasional


dan purifikatif, kritis, mengedepankan ijtihad untuk pembaruan, tidak anti modernism,

9
menjauhkan diri dari bid’ah dan ritual sinkretis maupun mistis, tentu juga memiliki relasi yang
kaut dedngan kecenderungan modernitas tipologi masjid yang didukungnya.

Karakteristik masyarakat semacam itu emlahirkan tipologi masjid yang tidak terikat
pada satu langgam tipikal tetepi mencari tipologi sesuai degan konsep dan program rancangan
masjid, atau bahkan tanpa terikat dengan suatu tipologi tertentu karena pendekatan rasional
dan ide dakam mengolah bentuk.

Tradisionalitas tipologi arsitektur masjid secara langsung maupun tidak langsung dapat
dirujuk pada sebab faham ke-Islam-an tradisionalis masyarakat pendukung masjid. Demikian
pula, arsitektur masjid dapat dirujuk juga pada sebab faham ke-Islam-an modernis masyarakat
pendukung masjid.

Kesimpulan dan Implikasi Ideografis : Bukan Penilaian Baik dan Buruk tentang Ekspresi
Arsitektur

Kesimpulan hanya berlaku untuk kasus masjid yang diteliti sehingga bersifat ideografis
dan tisak daoat degeneralisasi pada tipologi arsitektur masjid-masjid secara keselruhan.

10
C. RESENSI

Judul Buku : Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid

Penulis : Prof. Dr. M. Syaom Berliana, M.Pd., M.T.

Penerbit : Metatekstur penerbit diskursus

Cetakan : Pertama, April 2010

Tebal Buku : V + 152 halaman

Kota Terbit : Bandung

Ukuran : 21 cm x 21 cm

Buku ini memiliki cover yang cukup simple tapi cukup menarik juga karena coverny
berwarna kuning cerah sehingga dapat menarik perhatian orang-orang untuk membaca buku
ini. Cover buku ini dikatakan cukup simple karena hanya dengan diisi sedikit gambar dan judul
saja sudah bisa mendekripsikan isi buku ini.

Buku ini juga cukup menarik karena berbentuk persegi yang berbeda dari kebanyakan
buku yang berbentuk persegi panjang.

Untuk isinya, buku ini memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Hal ini lumrah
terjadi karena yang membuat buku ini hanyalah manusia biasa yang pasti memiliki kesalahan
karena kebenaran hanyalah milik Allah SWT.

Untuk kelebihan bukunya, buku ini dapat membuktikan perbedaan arsitektur masjid
muslim tradisionalis dan modernis yang sesuai dengan tujuan sang penulis. Buku ini disajikan
secara sistematis. Materi yang disajikan cukup jelas dan dapat dimengerti. Aregumentasi-
argumentasi yang dipaparkan disertai data factual dan alasan yang meyakinkan. Kepustakaan
yang dipaparkan relevan.

Menurut saya, isi buku yang banyak diselingi oleh gambar-gambar juga merupakan
sebuah kelebihan, karena bagi orang yang tidak terlalu suka membaca dan biasanya bosen
membaca buku yg isinya hanya tulisan saja, jika membaca buku ini akan tidak bosan
membacanya karena terdapat banyak gambar. Gambar-gambar yang menjelaskan berbagai
materi di buku ini juga jelas sehingga dapat menjelaskan isi bukunya dengan baik, terutama
pada bagian materi morfologi yang harus digambarkan bagaimana bentuknya. Dari materi yang
paparkan juga jika ada yang kurang jelas, dijelaskan lagi dengan detail, sehingga pembaca
dapat lebih memahami isi buku ini.

11
Namun dibalik kelebihan-kelebihan tersebut pasti ada kekurangan, diantaranya banyak
penggunaan tanda baca seperti tanda koma dan titik yang penempatannya tidak sesuai
sehingga pembaca sedikit kebingungan untuk memahami isi buku tersebut.

Kalimat-kalimat dalam buku ini yang terlalu baku juga sedikit membingungkan pembaca
dalam memehami maksud dari isinya. Dan beberapa kata yang khusus tidak dijelaskan artinya
sehingga semakin membingungkan pembaca.

Gambar-gambar yang dipaparkan sangat membantu menjelaskan materi, namu sedikit


kurang menarik, karena gambarnya hanya berwarna hitam putih, sehingga alangkah lebih
baiknya berwarna agar makin menarik dan lmakin mudah dipahami.

12
D. KESIMPULAN

Perbedaan dalam faham keislaman itu memang sering disenut hanya menyangkut
masalah furuiyah, namun sesungguhnya yang paling dominan adalah perbedaan menyangkut
cara berfikir dan akhirnya cara bertindak (termasuk dalam berarsitektur).

Karakteristik masyarakat Islam tradisionalis (NU) yang memiliki memegang tradisi


eklektik dan sinkretik, taqlid pada Kyai, serta pada tingkat tertentu juga memiliki ritual sinkretik
serta orientasi berfikir kosmologis dan mistis, fatalistic, tapi juag teguh memegang fiqih secara
kaku, jelas memiliki relasi kuat dengan kehadiran ciri tradisionalitas tipologi arsitektur masjid
yang diteliti.

Dari segi tipologi, pengaruhnya adalah melahirkan bentuk dasar denah ’tradisional
jawa” persegi empat (dalam arti fisik maupun simbolik).

Sebaliknya, karakteristik masyarakat Islam modernis (Muhammadiyah) yang rasional


dan purifikatif, kritis, mengedepankan ijtihad untuk pembaruan, tidak anti modernism,
menjauhkan diri dari bid’ah dan ritual sinkretis maupun mistis, tentu juga memiliki relasi yang
kaut dedngan kecenderungan modernitas tipologi masjid yang didukungnya.

Karakteristik masyarakat semacam itu emlahirkan tipologi masjid yang tidak terikat
pada satu langgam tipikal tetepi mencari tipologi sesuai degan konsep dan program rancangan
masjid, atau bahkan tanpa terikat dengan suatu tipologi tertentu karena pendekatan rasional
dan ide dakam mengolah bentuk.

Tradisionalitas tipologi arsitektur masjid secara langsung maupun tidak langsung dapat
dirujuk pada sebab faham ke-Islam-an tradisionalis masyarakat pendukung masjid. Demikian
pula, arsitektur masjid dapat dirujuk juga pada sebab faham ke-Islam-an modernismasyarakat
pendukung masjid.

13
E. DAFTAR PUSTAKA

Barliana, M. Syaom, 2010, Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid,


Metatekstur.

14
LAMPIRAN

15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai