Anda di halaman 1dari 7

KAIDAH ISLAM DALAM MEMBANGUN

RUMAH TEMPAT TINGGAL


PENDAHULUAN
Yang menjadi pembeda antara rumah orang kafir dengan rumah seorang muslim
adalah keadaan yang ada di dalamnya, dari adab-adab dan akhlak-akhlak islami yang mulia
yang dimiliki keluarga muslim dari agamanya, yang akan menjunjung derajat mereka
dengannya di dunia ini dan membedakan mereka dengan seekor binatang yang tidak memiliki
peradaban, seperti keadaan orang-orang kafir yang tidak memiliki peradaban dan akhlak-
akhlak mulia pada rumah-rumah mereka.
Sehingga kita harus membedakan diri kita dengan mereka dalam setiap urusan
mereka. Dalam hal ini rumah seorang muslim harus menghindari  segala perlengkapan yang
sifatnya bermewah-mewahan, yang mana hal itu menghilangkan karakteristik seorang
muslim yang mendambakan hidup mulia di surga Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka sebagai seorang muslim kita harus selalu mengingat tujuan kita di dunia ini, 
yaitu menjadikan dunia ini sebagai ladang amal bukan untuk hidup selama-lamanya, supaya
tidak terombang-ambing dengan keadaan apalagi sampai menjadikan orang-orang kafir
sebagai tauladan.  Kita harus memiliki karakteristik muslim dengan senantiasa mengikuti
petunjuk agama kita, baik dalam gaya hidup,  sifat, dan yang lainnya dalam segala aspek
kehidupan.
BAB I
POSISI RUMAH DALAM ISLAM

1. LETAK RUMAH
A. Dianjurkan bagi seorang muslim untuk mencari rumah atau membangun
rumah yang dekat dengan masjid
Hal ini dimaksudkan agar memudahkan baginya untuk menunaikan shalat berjama’ah dan
ibadah yang lainnya di masjid.
B. Mencari rumah atau membangun rumah yang jauh dari lingkungan  maksiat
atau tetangga yang buruk.
Lingkungan yang dekat dengan kemaksiatan atau tetangga yang buruk memiliki pengaruh
yang luar biasa pada sebuah keluarga.Sebagaimana kisah yang panjang,yaitu kisah perjalanan
taubatnya seseorang yang telah membunuh 100 orang.

ِ ْ‫ فَا ْعبُ ِدهللاَ َم َعهُ ْم َوالَ تَرْ ِج ْع ِإلَى َأر‬,َ‫ فَِإ َّن بِهَا ُأنَاسًا يَ ْعبُ ُدوْ نَ هللا‬, ‫ض َك َذا َو َك َذا‬
‫ فَِإنَّهَا َأرْ ضُ سُوْ ٍء‬,َ‫ضك‬ ِ ْ‫اِ ْنطَلِ ْق ِإلَى َأر‬
“Pergilah engkau ke sebuah negeri seperti ini dan seperti ini (yang disifatkan padanya
negeri tersebut), karena sesungguhnya di dalamnya terdapat kaum yang beribadah kepada
Allah  Ta’ala, beribadahlah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu,  karena
negerimu adalah negri yang jelek (banyak kemaksiatannya). (HR. Muttafaqun ‘alaih No :
2766 dari  Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anhu)

2. LETAK RUANGAN DALAM RUMAH


A. RUANG TIDUR
Ruang tidur adalah salah satu ruangan penting dalam sebuah rumah karena diruangan
ini seorang muslim beristirahat dan melakukan aktifitas pribadi lainnya. Posisi ruang tidur
dalam islam juga memiliki aturan yakni ruangan yang bisa diletakkan tempat tidur
didalamnya dan jika seseorang tidur maka kepalanya akan berada dikiblat dan kakinya akan
menghadap kearah lainnya.Hindari untuk meletakkan tempat tidur atau memposisikan
ruangan dimana kaki akan menghadap kiblat saat ia tertidur. Selain itu tempat tidur sebaiknya
diposisikan sedemikian rupa agar penghuninya bisa tidur mengadap arah kanan sesuai
dengan cara tidur Rasulullah SAW.
Dari al-Barra` bin Azib, Rasulullah  saw pernah bersabda, 
“Apabila kamu hendak tidur,maka berwudhulah (dengan sempurna) seperti kamu berwudhu
untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas sisi tubuhmu yang kanan“.
“Rasulullah Muhammad saw apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah
pipi kanannya.”
(HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban
No. 2350)
B. TOILET
Toilet dan kamar mandi dalam rumah seorang muslim juga memiliki aturan dalam
pembangunannya. Seorang muslim harus mengetahui bahwa toilet sebagai tempat membuang
hajat tidak boleh dibangun mengarah maupun membelakangi kiblat.
Meskipun membangun toilet dengan arah menuju atau membelakangi kiblat bukanlah sebuah
dosa, akan tetapi ada baiknya jika seorang arsitek muslim yang ingin membangun toilet
haruslah membuatnya dengan mengarah disisi lain kiblat dan bukannya mengarah atau
membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ‫ْأ َم فَ َوجَ ْدنَا‬g ‫الش‬ َ ‫و َأي‬ggُ‫ قَا َل َأب‬. » ‫وا‬ggُ‫ ِّرقُوا َأوْ َغ ِّرب‬g ‫ َولَ ِك ْن َش‬، ‫تَ ْدبِرُوهَا‬g ‫تَ ْقبِلُوا ْالقِبْلَةَ َوالَ ت َْس‬g ‫ِإ َذا َأتَ ْيتُ ُم ْالغَاِئطَ فَالَ ت َْس‬
َّ ‫ُّوب فَقَ ِد ْمنَا‬
‫ فَنَ ْن َح ِرفُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر هَّللا َ تَ َعالَى‬، ‫ت قِبَ َل ْالقِ ْبلَ ِة‬
ْ َ‫يض بُنِي‬
َ ‫َم َرا ِح‬
“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan
membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub
mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun
menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon
ampun pada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 394 dan Muslim no. 264).
Hadits kedua, hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan,
‫تَ ْدبِ َر ْالقِبْلَ ِة‬g‫ى َحا َجتَهُ ُم ْس‬g‫ض‬
ِ ‫لم – يَ ْق‬gg‫ه وس‬gg‫لى هللا علي‬gg‫ُول هَّللا ِ – ص‬ ُ ‫ فَ َرَأي‬، ‫ْض َحا َجتِى‬
َ ‫ْت َرس‬ َ ‫ت َح ْف‬
ِ ‫صةَ لِبَع‬ ِ ‫ق ظَه ِْر بَ ْي‬ ُ ‫ارْ تَقَي‬
َ ْ‫ْت فَو‬
‫ْأ‬
‫ُم ْستَ ْقبِ َل ال َّش ِم‬
“Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan
menghadap Syam.”
(HR. Bukhari no. 148, 3102 dan Muslim no. 266).
Pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini sebagaimana yang dianut oleh madzhab
Syafi’i, yaitu tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat ketika berada di luar
bangunan, namun tidak terlarang di dalam bangunan yang ada penghalang (pembatas). Yang
mendukung hal ini adalah dua dalil yang telah disebutkan di atas dan hasil kompromi.
Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho dalam At Tadzhib (hal. 20) berkata, “Larangan
menghadap atau membelakangi kiblat dibawa pada makna larangan ketika berada di luar
bangunan yang tidak tertutup. Sedangkan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  yang
menunjukkan bolehnya dipahami bolehnya didalambangunan.” Sebagaimana dinukil pula
oleh penulis Kifayatul Akhyar, Imam Nawawi berkata bahwa jika di hadapan orang yang
buang hajat terdapat penutup (penghalang) yang tingginya 2/3 hasta sampai 3 hasta, maka
boleh saja menghadap kiblat baik ketika berada di dalam bangunan atau di luar bangunan.
Artinya, patokannya adalah adanya penghalang ataukah tidak di arah kiblat. Kalau ada
penghalang berarti tidak menghadap langsung ke kiblat, maka tidaklah masalah. Demikian
faedah dari Kifayatul Akhyar, hal. 73.
C. DAPUR
Dalam islam, dapur adalah sebuah hal yang penting untuk diperhatikan karena dari
dapurlah seorang muslim dan keluarganya mengolah makanannya. 
Sebuah dapur muslim haruslah dibangun dengan efisien mengingat Allah SWT tidak
menyukai seseuatu yang berlebihan dan mengingat bahwa seorang muslim makan untuk
hidup dan bukannya hidup untuk makan. Dapur yang baik dalam islam haruslah diletakkan
dibagian rumah yang paling dalam atau diposisi yang paling belakang agar tidak terlihat oleh
tamu atau orang yang datang berkunjung dan memiliki batas yang jelas dengan ruangan
lainnya.
BAB II
ORNAMEN ISLAM DALAM RUMAH
Ajaran Islam melarang penggambaran figuratif manusia dan hewan. Pasalnya, hal itu
dikhawatirkan dapat mengarah pada penyembahan berhala.
Akan tetapi pelarangan itu tidak membuat para perupa muslim kehabisan akal untuk
menghias rumah dan masjid. Mereka pun mengekspresikan seni rupa dalam bentuk-bentuk
ornamen khas seperti kaligrafi, geometris, dan arabesk yang tak kalah indah.
1. Kaligrafi
Kaligrafi Islam atau kaligrafi Arab merupakan seni tulisan tangan indah yang
berkembang di negara-negara dengan warisan budaya Islam. Tulisan-tulisan yang dibuat
dalam kaligrafi umumnya menyitir ayat-ayat Al-Quran dan dijadikan salah satu sarana untuk
melestarikan Al-Quran.
Kaligrafi Islam memiliki beberapa gaya (khat) yang mempunyai bentuk yang khas, antara
lain Khat Naskh, Khufii, Tsuluts, Diwani, Farisi, dan Riq’ah. Selain dipakai menghias
dinding dan langit-langit masjid, kaligrafi juga digunakan sebagai penghias halaman-halaman
buku.
2. Hiasan Geometris
Motif geometris populer dalam dunia seni Islam dan dipakai untuk mendekorasi
berbagai media, seperti dinding, lantai, langit-langit, vas bunga, lampu, buku, dan tekstil.
Pola-pola geometris yang digunakan umumnya berbentuk lingkaran, segitiga, persegi,
dan segi enam. Perpaduan pola-pola geometris ini mampu menghasilkan hiasan yang indah
dan khas.
3. Arabesk
Arabesk (arabesque) adalah gambar atau ukiran yang bermotifkan sulur, daun,
cabang, atau pohon. Bentuk ornamen tumbuhan yang geometris dan terukur ini terlihat
menarik dengan nuansa modern kontemporer.

Seniman muslim mengembangkan seni arabesk dari budaya era Bizantium. Dalam
penerapannya, bentuk arabesk bisa dikombinasikan dengan kaligrafi dan ornamen geometris.
BAB III
LARANGAN KEMEGAHAN RUMAH DALAM ISLAM
Dalam prinsip arsitektur yang dikemukakan oleh vitrubius, kita mengenal 3 prinsip
yakni Firmitas (kekuatan), utilitas (kegunaan) dan venustas (keindahan). Dengan prinsip
keindahan ini, tentulah arsitek berusaha agar desain yang dibuat terlihat indah, boleh saja
berbangga dan merasa puas dengan hasil desain yang telah dibuat, namun perlu diperhatikan
bahwa jangan sampai rasa bangga tersebut menjadi kesombongan diri dan merendahkan
orang lain. Karena Allah membenci orang yang bersikap sombong. Sombong yang dimaknai
di sini adalah merasa diri lebih besar dari orang lain.
Seperti dalam sebuah hadist rasulullah SAW bersabda;
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan
dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam,
ِّ ‫ْال ِك ْب ُر بَطَ ُر ْال َح‬
ِ َّ‫ق َو َغ ْمطُ الن‬
‫اس‬
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no.
2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd]
 Dalam hal ini rumah seorang muslim harus menghindari  segala perlengkapan yang sifatnya
bermewah-mewahan, yang mana hal itu menghilangkan karakteristik seorang muslim yang
mendambakan hidup mulia di surga Allah subhanahu wa ta’ala.
Disebutkan dalam hadits bahwa kesederhanaan adalah bagian dari iman. Nabi
shalallahu alaihi wasallam bersabda:

ِ ‫ ِإنَّ ا ْلبَ َذا َذةَ ِمنَ اِإْل ي َم‬،‫ان‬


‫ان‬ ْ َ‫َأاَل ت‬
ِ ‫س َمعُونَ ِإنَّ ا ْلبَ َذا َذةَ ِمنَ اِإْل ي َم‬
“Dengarkanlah sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari iman, sesungguhnya
kesederhanaan sebagian dari iman.“ (Shahih, HR. Abu Dawud)
Bila seseorang senantiasa berusaha melengkapi peralatan yang sifatnya bermewah-
mewahan, maka hal ini menjadi cerminan akan kecintaannya dengan kehidupan dunia, yang
lalai dengan tujuannya, karena kemewahan itu akan membuatnya lupa tujuan, timbullah
saling merendahkan antar sesama, sifat ujub, sombong dan angkuhpun mengikutinya.
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan keadaan manusia yang lalai dengan tujuannya
untuk apa dia diciptakan di dunia ini dengan firman-Nya:
‫ ثُ َّم‬.‫تَر ُو َّن ْال َج ِحي َم‬
َ َ‫ ل‬.‫ونَ ِع ْل َم ْاليَقِي ِن‬gg‫ َكال لَوْ تَ ْعلَ ُم‬. َ‫ون‬gg‫وْ فَ تَ ْعلَ ُم‬g‫ ثُ َّم َكال َس‬. َ‫ َكال َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمون‬.‫ َحتَّى ُزرْ تُ ُم ْال َمقَابِ َر‬.ُ‫َأ ْلهَا ُك ُم التَّ َكاثُر‬
‫ ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ ع َِن النَّ ِع ِيم‬.‫ين‬
ِ ِ‫لَتَ َر ُونَّهَا َع ْينَ ْاليَق‬
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam
kubur.  janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. janganlah begitu, jika kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka
Jahiim, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul
yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).” (At Takaatsur: 1-8)
Maka sebagai seorang muslim kita harus selalu mengingat tujuan kita di dunia ini, 
yaitu menjadikan dunia ini sebagai ladang amal bukan untuk hidup selama-lamanya, supaya
tidak terombang-ambing dengan keadaan apalagi sampai menjadikan orang-orang kafir
sebagai tauladan.  Kita harus memiliki karakteristik muslim dengan senantiasa mengikuti
petunjuk agama kita, baik dalam gaya hidup,  sifat, dan yang lainnya dalam segala aspek
kehidupan..
BAB IV
LARANGAN MERUSAK LINGKUNGAN
DALAM MEMBANGUN RUMAH DALAM ISLAM

Lingkungan merupakan satu kesatuan segala mahluk ciptaan Allah yang juga bukti
kebesaran-Nya. Sesungguhnya salah satu tujuan hidup manusia adalah mensyukuri segala
nikmat yang diberikan Allah SWT, dan salah satu caranya adalah dengan menjaga
lingkungan. Sebagai khalifah di bumi, kita dituntut untuk menjaga lingkungan sebagai salah
satu tujuan hidup menurut Islam,  sebagaimana firman Allah SWT:

َ‫ض قَالُ ٓو ۟ا ِإنَّ َما نَحْ نُ ُمصْ لِحُون‬ ۟


ِ ْ‫َوِإ َذا قِي َل لَهُ ْم اَل تُ ْف ِسدُوا فِى ٱَأْلر‬
Artinya: ” Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan” (Q.S. Al Baqarah :11)
ٰٓ
ُ ِ‫ض خَ لِيفَةً ۖ قَالُ ٓو ۟ا َأتَجْ َع ُل فِيهَا َمن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف‬
ُ‫ك ٱل ِّد َمٓا َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَدِّس‬ ِ ْ‫ال َربُّكَ لِ ْل َملَِئ َك ِة ِإنِّى َجا ِع ٌل فِى ٱَأْلر‬
َ َ‫وَِإ ْذ ق‬
َ‫ك ۖ قَا َل ِإنِّ ٓى َأ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬
َ َ‫ل‬
Artinya: ” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S. Al Baqarah:30)
Allah telah mempercayakan kita untuk menjaga lingkungan dimana saat itu para malaikat
justru meragukan kita. Maka hendaknya kita betul-betul menjalankan perintah Allah untuk
menjaga segala apa yang telah ia ciptakan utnuk kita.
Namun sayang, semakin hari justru semakin banyak manusia yang merusak
lingkungan. Berbagai kehancuran dan kerusakan terjadi dimana-mana hingga menimbuolkan
banyak bencana. Allah juga telah menceritakan hal ini pada kita dalam Al Quran:
۟ ُ‫ْض ٱلَّ ِذى َع ِمل‬
َ‫وا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ ِ َّ‫ت َأ ْي ِدى ٱلن‬
َ ‫اس لِيُ ِذيقَهُم بَع‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْٱلفَ َسا ُد فِى ْٱلبَ ِّر َو ْٱلبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬

Artinya: ” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena


perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Rum:41)
Berbagai kerusakan di darat dan di laut merupakan salah satu akibat dari kejahatan
orang-orang yang berdosa. Kekeringan, banjir, gunung meletus, badai, semua itu bukan
hanya faktor bencana alam, tapi juga akibat dari kejahilan tangan-tangan manusia, juga
banyaknya kemaksiatan yang dibuat. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Ketika ada orang yang sering berbuat dosa itu mati, maka hamba-hamba Allah
SWT, seperti manusia, bumi, pohon dan hewan-hewan merasa lega”. (HR.Bukhori dan
Muslim).
  Hadist ini menunjukkan betapa tenangnya dunia jika orang yang jahat itu mati karena
tidak ada bencana dan kerusakan yang dibuat olehnya.
Berdasarkan dalil dalil alquran diatas dan juga hadist diatas, kita sebagai manusia di wajibkan
untuk menjaga lingkungan hidup kita sebagaimana kita menjaga diri kita sendiri.
Jadi sebagai Arsitek yang berpendidikan, dalam membangun sebuah rumah kita harus
memperhatikan lingkungan sekitar, apakah jika kita membangun rumah disini akan merusak
lingkungan tersebut, atau kalo kita membangun disana akan merusak lingkungan disana, kita
harus memikirkan lingkungan sekitar ketika membangun rumah tinggal.
Jadi janganlah kita membangun untuk merusak, tetapi kita harus membangun untuk
memperbaiki, karena dijaman sekarang ini lingkungan sudah banyak yang rusak.

PENUTUP
Jadi dalam membangun rumah tinggal, kita tidak boleh seenaknya. Banyak kaidah
kaidah yang ada baik itu kaidah pemerintah, kaidah arsitektur, maupun kaidah dalam agama.
Dalam membangun rumah tinggal kita harus mengikuti kaidah kaidah tersebut untuk
membangun rumah tinggal yang nyaman bagi penghuni rumah dan lingkungan sekitar rumah
tersebut.

SESI TANYA JAWAB


Penanya 1 : Siti Fatehatul R. (1700192)
Pertanyaan : Jika kita dapat klien kaya, dan dia ingin memiliki rumah dengan desain megah
maka bagaimana sikap kita selaku arsitek?
Jawaban :

Anda mungkin juga menyukai