Anda di halaman 1dari 7

HAND OUT

“AKULTURASI KEBUDAYAAN LOKAL, HINDU-BUDDHA, DAN ISLAM”

No Bentuk Akulturasi
1 Aksara
 Tulisan Arab Melayu “Arab gundul” yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menulis bahasa
Melayu, tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab (di
daerah Jawa dikenal dengan tulisan “Pegon”)
 Huruf Arab juga berkembang menjadi Seni Kaligrafi yang banyak digunakan sebagai
motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang
2 Bahasa
 Karena Selat Malaka menjadi pusat perdagangan, maka Bahasa Melayu kemudian
dipergunakan sebagai lingua franca atau Bahasa Pergaulan
 Kedatangan para pedagang muslim telah menyumbangkan dan memperbanyak bahasa
Melayu dengan kata-kata yang diambil dari bahasa Arab
 Contoh pengaruh basaha Arab yang tetap dipakai hingga sekarang antara lain:
1. Nama-nama hari (senin-sabtu),
2. Nama-nama bulan dalam kalender jawa,
3. Peribadatan dalam Islam (sholat, zakat, haji, dan lain-lain),
4. Nama-nama orang,
5. Bahasa sehari-hari (saya, sabar, nafsu, sahabat, dan lain-lain)
3 Sosial
 Struktur sosial masa Islam masih menganut sistem Masyarakat Feodal yang berdasarkan
atas kepemilikan tanah, terutama di daerah pedalaman Jawa (Raja adalah pemilik tanah
kerajaan beserta isinya)
 Pada masa Islam, sistem kasta (masa Hindu) mulai menghilang
 Di dalam struktur sosialnya juga masih mewarisi struktur sosial pada masa Hindu-Buddha,
tetapi lebih terbuka. Masyarakat diklasifikasikan menjadi :
1. Kaum Bangsawan/pegawai kerajaan
2. Agamawan
3. Rakyat jelata (petani, nelayan, pedagang)
4. Golongan pendatang (Timur Asing dan Barat)
 Golongan agamawan mempunyai pengaruh dan diberikan wewenang yang cukup besar di
dalam kehidupan masyarakat (Contoh: Sunan Drajat diangkat menjadi pemimpin agama
sekaligus pemimpin politik di wilayah otonom perdikan Drajat)
4 Politik/Pemerintahan
 Pada masa Islam, gelar Raja diganti dengan Sultan
 Konsep Dewa Raja yang memandang Raja sebagai Titisan Dewa diganti dengan konsep
Sultan sebagai Khalifah, yang berarti Pemimpin Umat
 Penasehat raja berasal dari tokoh-tokoh agama yang disebut Kiai
 Sebutan atau gelar bagi pembantu raja masih menggunakan istilah lama, seperti: “patih
panglima”, hulu balang, maha mentri, dll
 Nama raja Jawa juga tidak memakai nama yang berbafaskan Islam, melainkan tetap
memakai nama-nama dari budaya jawa, seperti: Sultan Agung, Sultan Trenggono, Hadi
Wijoyo, Hamengkubuwono, dll
5 Seni Bangunan/Arsitektur
 Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan Masjid, Makam,
Istana
 Wujud akulturasi dari Masjid Kuno Islam memiliki ciri-ciri:
1. Bangunan masjid di Jawa berbentuk Pendopo, yaitu balai atau ruang besar tempat
rapat, dengan komposisi ruang yang berbentuk persegi
2. Atapnya berbentuk Tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil
dari tingkatan paling atas berbentuk limas. selain itu Jumlah atapnya ganjil 1, 3, 5.
Dan biasanya ditambah dengan kemuncak yang disebut “Mustaka”.
3. Masjid kuno Islam kurang mengenal konsep menara untuk menyerukan adzan (hanya
ada 2 masjid kuno yang pakai menara, yaitu: Masjid Kudus & Masjid Banten)
4. Justru konsep kentongan atau bedug yang dipakai untuk menyerukan adzan atau
panggilan sholat (Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia)
5. Sementara itu, masjid yang dibangun di dalam komplek makam keramat (biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja) yang disebut “Masjid-Makam”
dengan ciri-ciri:
a. Masih menggunakan ornamen yang bercorak Hindu-Buddha
b. Gapura beratap dan berpintu yang merupakan jalan masuk komplek makam
keramat disebut “Kori Agung” atau “Paduraksa”, sedangkan gapura yang tidak
beratap dan berpintu disebut “Candi Bentar”
6. Penempatan masjid di Indonesia, khususnya Masjid Agung diatur menggunakan
komposisi Macapat, dimana masjid ditempatkan di sebelah barat Alun-Alun dan dekat
dengan istana atau keraton (simbol bersatunya rakyat dan raja)
 Wujud akulturasi dari Makam Kuno Islam memiliki ciri-ciri:
1. Makam-makam kuno dibangun di atas bukit (mirip dengan konsep punden berundak)
atau tempat-tempat yang keramat
2. Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan ”Jirat atau Kijing”,
nisannya juga terbuat dari batu
3. Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan “Cungkup atau
Kuba”.
4. Pada jirat atau batu kubur makam kuno terdapat hiasan yang berupa susunan bingkai
meniru bingkai pada panel relief bangunan candi
 Wujud akulturasi pada Bangunan Istana/Keraton
Bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga
memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari
seni patungnya. Contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung penjaga
yang disebut “Dwarapala” (Hindu).
Atap Masjid Demak Gapura Makam Sendang Duwur Jirat/Kijing

Cungkup Keraton Yogyakarta Dwarapala Gerbang Keraton Masjid Makam Sendang Duwur
6 Seni Rupa
 Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni
 Sebagai pengganti kreativitas, para seniman aktif membuat ukiran tersamar
(Stilisasi/Stilir) dalam motif kaligrafi huruf arab & sulur-suluran tumbuhan
 Seni hias Islam selalu menghindari penggambaran makhluk hidup secara realistis, maka
untuk penyamarannya dibuatkan Stilisasi/Stilir (proses rekayasa ulang yang menyerupai
bentuk aslinya di dunia nyata)
 Relief yang menghias Masjid & makam Islam biasanya berupa sulur-suluran tumbuhan

Kera yang distilir (Masjid Mantingan Jepara) Singa yang distilir


7 Seni Sastra/Kesustraan
 Bentuk seni sastra yang berkembang pada masa Islam adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh
sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu: Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima
(Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu). Jenis Hikayat:
1. Tambo: Hikayat di Sumatera Barat
2. Babat: Hikayat di Jawa
3. Lontara: Hikayat di Sulawesi Selatan
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton (Jawa) sering dianggap sebagai
peristiwa sejarah. Contohnya: Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf, contohnya Suluk
Sukarsa, Suluk Wijil (Sunan Bonang), Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab
yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk. Bentuk seni
sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
8 Seni Pertunjukan
 Pada masa praaksara, Wayang atau pertunjukan bayang-bayang dilakukan sebagai
media penghubung antara manusia dan roh nenek moyang (orang yang
mementaskannya disebut “Saman”)
 Pada masa Hindu, Wayang dijadikan sebagai media menyebarkan agama Hindu
 Pada masa Islam, oleh Sunan Kalijaga, Wayang dijadikan media penyebaran Islam
 Dalam ceritanya, ia menambahkan tokoh-tokoh dan kata-kata yang bernafaskan Islam.
Hal ini dapat diamati dari adanya Tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong)
yang bersifat egalitarian (menunjukkan konsep persamaan derajat manusia)
 Pengaruh Islam dalam bidang seni musik dan tari di Indonesia dapat kita amati dari
beberapa tarian. Tarian tersebut antara lain:
a. Debus
Tarian Debus berkembang di daerah yang nuansa Islamnya cukup kental, seperti
Banten, Minangkabau, dan Aceh. Pertunjukkan debus ini diawali dahulu oleh
nyanyian atau pembacaan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an serta salam (shalawat)
kepada Nabi Muhammad SAW. Pada puncak acara, para pemain debus menusuk-
nusukkan benda tajam ke hampir seluruh tubuhnya, namun tetap kebal.
b. Seudati
Tari Seudati berkembang di Aceh (daerah di Indonesia yang pertama dipengaruhi
budaya Islam). Kata “seudati” berasal dari kata syadati, yang artinya orang-orang
besar. Tarian seudati sering disebut saman (yang berarti delapan) karena permainan
ini mula-mula dilakukan oleh delapan pemain. Dalam tari seudati, para penari
menyanyikan lagu tertentu yang isinya berupa salawat Nabi.
c. Saman
Tari saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa dimainkan dalam posisi
duduk dengan kombinasi gerakan badan-tangan-kepala. Syair dalam tarian saman
mempergunakan bahasa Gayo. Tarian ini biasanya ditampilkan untuk merayakan
hari besar adat dan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
d. Zapin (Di daerah Melayu)
Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang berarti pergerakan kaki cepat
mengikut rentak pukulan. Tari Zapin menerapkan gaya tari dan musik bernuansa
Arab & Persia, dan digabungkan dengan gaya lokal. Zapin ditarikan oleh rakyat di
pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan
Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam
 Selain tari-tarian, pengaruh Islam dalam musik nusantara juga terlihat pada penciptaan
beberapa isntrumen musik & lagu-lagu. Contohnya adalah seperangkat alat musik
gamelan yang diciptakan Sunan Drajat & lagu Lir-Ilir oleh Sunan Kalijaga.

Debus Tari Seudati Tari Saman Tari Zapin


Wayang Beber Wayang Purwa/Kulit
9 Upacara 2
 Akulturasi dalam hal upacara tampak pada tiga bentuk upacara:
1. Pernikahan (acara siraman, selamatan, sesaji, pembacaan doa2 dari Al-Qur’an)
2. Kelahiran (upacara Mitoni)
3. Kematian (selamatan dengan hitungan hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100,
hari ke-1000). Selamatan di hari ke-1000 mirip upacara Sradha (upacara
penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal dalam tradisi Hindu)
 Bentuk upacara lain yang populer sebagai hasil proses akulturasi adalah:
1. Larung Saji, upacara khas Jawa yang merupakan bagian dari peringatan tahun baru
1 Muharam/Suro (biasanya sesajinya dihanyutkan ke laut atau sungai)
2. Nyadran/Sedekah bumi, upacara di daerah/desa2 Jawa sebagai perwujudan rasa
syukur terhadap hasil bumi (biasanya dilaksanakan setelah panen raya)
3. Sekaten/Grebek Maulud, merupakan sebuah upacara keraton yang dilaksanakan
selama tujuh hari di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini
sebenarnya merupakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (tanggal 5
bulan Jawa Mulud/Rabiul Awal tahun Hijriah). Menurut cerita rakyat, kata sekaten
berasal dari kata Syahadatain “dua kalimat syahadat”. Acara puncaknya disebut
Grebek maulud (Pada momen ini akan dikirab Gunungan Tumpeng Raksasa)
4. Grebek Suro, adalah acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta
rakyat. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai
Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga
Ngebel. Grebeg suro merupakan acara tahunan yang dirayakan setiap tanggal 1
Muharram (1 Suro pada tahun Jawa)
5. Tabuik (Tabut), adalah perayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah pantai 
Sumatra Barat, khususnya di Kota Pariaman untuk mengenang kisah kepahlawanan
dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam
“Perang Karbala” (peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang 
Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah). Di Bengkulu tradisi ini
dikenal dengan nama Tabot.

Sekaten/Grebeg Maulud Tabut Larung Sesaji Grebek Suro

10 Pendidikan
 Pesantren pada awalnya adalah tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu
 Setelah Islam masuk, kurikulum dan proses pendidikan pesantren diambil alih Islam
 Pesantren dapat diidentifikasi adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri,
kyai, dan kitab-kitab klasik (kitab kuning)
 Satu hal penting yang dapat kita analisis dari sistem pendidikan masa Islam adalah tidak
adanya suatu pembedaan seperti yang ada pada masa Hindu-Buddha
 Setiap orang mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk menempuh pendidikan
pesantren, tidak peduli ia dari kalangan masyarakat apa
 Pendidikan masa Islam telah menjadi salah satu sarana mobilitas sosial bagi
masyarakat Indonesia.
11 Penanggalan/Sistem Kalender
 Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal
Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M
 Dalam kalender Saka ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon,
wage dan kliwon
 Setelah berkembangnya Islam, Sultan Agung (Mataram) menciptakan Kalender Jawa,
dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
 Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan dalam
Islam yang disesuaikan dengan bahasa Jawa.
 Nama-nama bulan yang digunakan tetap 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi
Islam). Berikut penyebutan nama bulan yang mengacu pada bahasa Arab seperti Sura
(Muharram atau Assyura dalam Syiah), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda
Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir),
Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Selo
(Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah)
 Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1
Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Catatan
 Tasawuf/Sufisme adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan
melalui penyucian diri, hati, dan, rohnya (orang yang melaksanakan ilmu tasawuf disebut sufi)
 Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat
melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan
 Tingkatan-tingakatan/Maqam-maqam dalam Tasawuf
1. Syareat, menyangkut tata hukum dalam ilmu Fiqih. Orang Islam pada tingkat Syareat baru
dalam taraf sebatas melaksanakan pokok-pokok ajaran Islam (syahadat, sholat, zakat,
puasa, haji), namun belum sampai memahami arti tujuan hukum yaitu hakikat kebenaran.
2. Tarekat, cara atau jalan mencapai tujuan yaitu kebenaran. Pokok ajarannya adalah dengan
memperbanyak Zikir kepada Allah (Dzikrullah) untuk membersihkan hati.
3. Hakikat, tingkatan untuk mencari kebenaran hidup. Pada tingkatan ini orang telah
memahami makna ibadah yang dilakukan
4. Makrifat (tingkatan tertinggi dalam tasawuf), pada tingkatan ini diri sudah merasakan
kehadiran, pertemuan dengan  Allah SWT

Anda mungkin juga menyukai