Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SEJARAH

“Akulturasi di Berbagai Bidang”

Disusun Oleh :
Putri Sinta Dewi
X Mipa 6
20

SMA Negeri 1 Boyolali


Tahun Pelajaran 2016/2017
AKULTURASI SENI BANGUNAN
1. Candi Borobudur

Bangunan Candi Borobudur merupakan akulturasi budaya lokal dengan budaya Hindu-
Buddha dari India. Wujud akulturasi tampak pada konsepnya yang meniru bangunan asli bangsa
Indonesia dari zaman Megalitikum, yaitu punden berundak yang kemudian mendapat pengaruh
Hindu-Budha dari India yaitu adanya patung-patung perwujudan Buddha / dewa, serta bagian dari
stupa dan candi, maka muncullah bangunan candi sebagai hasil akulturasi kedua budaya
tersebut.Wujud akulturalisasi berikutnya nampak pada relief-relief yang berisi ceritera Sang Budha
Gautama. Pada beberapa relief yang lain dijumpai juga lukisan yang menunjukan suasana alam
Indonesia seperti relief rumah panggung dan juga hiasan burung merpati. Selain itu ada juga relief
hiasan perahu bercadik yang merupakan perahu khas Indonesia. Semua relief rumah panggung,
burung merpati dan perahu bercadik ini tentu saja relief asli dari Indonesia, sebab pada candi-candi
di India tak ditemukan refief-relief semacam itu.
2. Masjid Menara Kudus
Budaya Hindu-Jawa tercermin dari bangunan yang mirip candi yang bercorak Jawa Timur.
Menara yang unik ini mempunyai bagian dasar berukuran 10 x 10 m dan tinggi sekitar 18 meter. Di
sekeliling menara ini terdapat hiasan piring-piring bergambar yang jumlahnya 32 buah. Dari 32
hiasan piring ini ada 20 yang bergambar masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma dengan
warna. Dan 12 sisanya bergambar kembang dengan warna merah. Sedangkan budaya Islam
tercermin dari penggunaannya untuk adzan. Cerminan akulturasi dari masjid ini juga tercermin dari
corak bagian gapura dan juga pada bagian dalam masjid yang memiliki sepasang gapura kuno yang
disebut dengan “Lawang Kembar”. Juga terdapat tempat wudhu yang unik dengan panjang 12 m,
lebar 4 m, dan tinggi 3 m. Tempat wudlu ini sendiri memiliki 8 pancuran dan juga dilengkapi arca
yang diletakkan di atasnya. Konsep arsitektur tempat wudlu seperti ini sendiri diyakini mengadaptasi
dari keyakinan Budha yaitu Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga. Selain tempat
wudlu, dibelakang masjid juga ada juga kompleks makam yang terdiri dari makam Sunan Kudus dan
Para ahli warisnya seperti Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, Panembahan Condro, dan
lain-lain.
3. Masjid Agung Demak
Masjid ini dibangun berdasarkan akulturasi dari berbagai kebudayaan seperti kebudayaan
lokal, Islam, Eropa, China dan juga Hindu-Budha. Wujud akulturasinya tampak pada :
a. Mimbar Majapahit
Terletak di depan Masjid Agung Demak. Di
mimbar ini terdapat delapan soko guru dari kayu
berukir motif Majapahit. Delapan soko guru ini
bertumpu pada umpak yang terbuat dari batu
andesit. Mimbar Majapahit pada mulanya
digunakan sebagai tempat padepokan.

b. Soko Guru
Konon soko guru yang tingginya tiga meter dengan
garis tengah 1,45 meter tidak sama panjang
sehingga membutuhkan sambungan. Sunan
Kalijaga kemudian menyusun sisa-sisa kayu yang
diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar
keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko
guru yang dikenal sebagai soko tatal ini menjadi
legenda di masyarakat hingga sekarang.
c. Bulus
Masjid Agung Demak didirikan pada tahun saka
1401, berdasarkan gambar Bulus  yang terdapat
pada mihrab. Gambar Bulus diartikan kepala
bulus berarti angka 1, kaki empat berarti angka
4, badan bulus berarti 0, ekor bulus berarti
angka 1. Bulus merupakan candrasengkala
Memet, yang diartikan Sasiro Sunyi Kiblating
Gusti.

d. Dampar Kencana
Dampar kencana ini pada zaman kerajaan
Demak digunakan sebagai tahta atau tempat
duduk raja. Fungsi dari dampar kencana
sekarang ini adalah menjadi mimbar khotbah di
Masjid Agung Demak.

e. Khalwat / Pasujudan
Dampar kencana ini pada zaman kerajaan
Demak digunakan sebagai tahta atau tempat
duduk raja. Fungsi dari dampar kencana
sekarang ini adalah menjadi mimbar khotbah di
Masjid Agung Demak.

4. Pemakaman di Kompleks Masjid Mantingan

Makam di kompleks Masjid Mantingan Jepara ini adalah makam Ratu Kalinyamat & Sultan
Hadlirin. Gapura makam berbentuk candi bentar.

5. Makam Sendang Duwur, Lamongan


Makam ini adalah makam dari Sunan Sendang Duwur, seorang tokoh yang turut berperan
dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Nama aslinya adalah Raden Noer Rahman. Gerbang
makam merupakan akulturasi Islam dan Hindu. Bangunan gapura bagian luar berbentuk Tugu Bentar
dan gapura bagian dalam berbentuk Paduraksa. Relief pada gapura berupa motif flora saja,
sebagaimana aturan Islam yang tidak memperbolehkan gambar manusia atau hewan.

6. Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang ini menggabungkan beberapa gaya arsitektur di
antaranya Jawa, Arab, dan Romawi. Nuansa jawa terdapat pada pintu dan jendela masjid yang
terdapat ukiran khas jawa. Nuansa Arab terlihat dengan adanya payung payung besar di pelataran
masjid, khas Masjidil Haram, yang mana akan terbuka saat sholat jum’at maupun perayaan besar
seperti shalat Idul Fitri.. Sementara nuansa Romawi terlihat pada bentuk gerbang masjid yang
berupa plar pilar seperti coloseum. Namun pada pilar bagian luar dihiasi dengan kaligrafi Q.S. Al-
Mukmin ayat 1-5, sedangkan pilar bagian dalam tertulis kaligrafi Surah Al Fatihah dan Asmaul Husna.

AKULTURASI BAHASA/AKSARA
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta
yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya
perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan
pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M.
 Contoh Bahasa Sanskerta yang masih kita gunakan saat ini yaitu semboyan dalam Garuda
Pancasila -> “Bhineka Tunggal Ika”
Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa,tetapi
kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf
(aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan
huruf Jawa Kuno.
AKULTURASI SISTEM KALENDER
Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi
kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar
menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita
mengenal tahun Hijriyah. Sistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan
sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan
Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya
bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai
tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun
1555 Jawa (8 Agustus 1633).

AKULTURASI BIDANG KESENIAN


a. Seni Tari
- Tari Zapin
Secara etimologi, “zapin” berasal dari bahasa Arab “zafn” yang memiliki arti gerakan kaki yang
cepat mengikuti hentakan musik. Tari zapin merupakan tarian nusantara yang sangat
dipengaruhi budaya Arab. Tari ini berkembang di masyarakat Riau, pesisir Sumatera bagian
barat, Serawak, hingga Brunei. Dahulu, tari ini hanya dipentaskan oleh laki-laki sebagai hiburan
dan pendidikan.Tari ini diiringi musik yang bersumber dari perpaduan alat musik tradisional
gambus dan beberapa alat musik pukul yang biasa dikenal dengan nama marwas. Di sela-sela
musik tersebut, terdapat syair-syair yang disampaikan. Konon, syair-syair tersebut berisi
pendidikan moral dalam ajaran agama Islam. Karena itulah, tari zapin dahulu sering dijadikan
sebagai media dakwah agama Islam.

- Tari Saman
 Tarian khas daerah Aceh, Tari Saman, tarian ini merupakan salah satu hasil akulturasi budaya
Islam dengan budaya masyarakat setempat.Tari saman pada awalnya merupakan permainan
rakyat Aceh yang dikenal dengan "Pok Ane". Karena sangat diminati, seorang Pendakwah
bernama Syekh Saman menyisipkan syair yang berupa kalimat puji-pujian kepada Sang Khalik
sebagai musik pengiring tarian ini.

b. Seni Rupa
- Masjid mantingan
Masjid ini mendapat pengaruh dari berbagai macam budaya, baik dari segi bangunan
maupun ornamen yang terdapat pada tembok bagian depan masjid. Berikut budaya yang
mempengaruhi masjid mantingan :
- Jawa
Kompleks makam yang dibuat atas tiga bagian dan masing-masing bagian dibatasi dengan
tembok dan memiliki pintu gerbang, merupakan ciri dari kehidupan orang Jawa dalam
memberikan penghormatan pada penguasa dengan menunjukkan kedudukan sosial.
- Cina
Yaitu ornamen yang ada beragam, dari ornamen geometris, motif tanaman, dan binatang.
Selain itu, sebagian besar bangunan di kompleks Masjid Mantingan pun mendapat pengaruh
dari Cina. Misalnya, pada pintu utama masjid yang berwarna merah, dan berbeda dengan
pintu Masjid di Jawa pada umumnya yang berwarna cokelat.
- Islam
Pengaruh kebudayaan dan kesenian Islam pada masjid ini yaitu terletak pada relief-relief
berbentuk hewan dan manusia, yang disamarkan dengan macam-macam tumbuhan dan
kaligrafi.

Macam Ornamen Relief :

- Batik Lasem

Batik Lasem Cina menjadi bukti nyata pembauran budaya Jawa dan Cina di Rembang,
khususnya Lasem, Jawa Tengah. Batik ini memadukan motif khas Cina dengan motif khas Jawa.
Motif fauna Cina yang paling popular adalah motif burung hong (phoenix), naga, kura kura, kilin,
ikan emas, kijang, ayam jantan, kelelawar, udang, ular, kepeting, dan sebagainya. Motif fauna
China tersebut biasanya dikolaborasikan dalam motif Batik Jawa, seperti sekar jagad, parang, udan
riris, kendoro kendiri, kawung, latohan, dan anggur-angguran.

c. Seni pewayangan
- Wayang Potehi
Berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong) dan hi 戯 (wayang). Wayang ini masuk ke
Indonesia sekitar abad ke-16 sampai 19 (menurut catatan awal yang sahih dari seorang Inggris
bernama Edmund Scott). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain, dimana sang
dalang memasukkan tangannya kedalam kain tersebut dan memainkannya. Sama seperti wayang
Jawa, bukan sekadar seni pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnis Tionghoa memiliki fungsi sosial
serta ritual. Pada masa masuknya pertama kali di Indonesia, wayang potehi dimainkan dalam Bahasa
Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga dimainkan dalam
Bahasa Indonesia. Terdapat akulturasi kental yang terlihat dari peranan seniman Jawa. Juga terdapat
penggunaan bahasa Indonesia dan Jawa. Ini diperkuat adanya pantun dan syariah

d. Seni pertunjukan
- Gambang Kromong

Gambang kromong adalah hasil akulturasi budaya Betawi dengan Cina. Tangga nada
yang digunakan adalah tangga nada pentatonik China, sering disebut Salendro Cina atau
Salendro mandalungan. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik geseknya:
sukong, tehyan, dan kongahyan. Lagu yang dinyanyikan biasanya merupakan lagu klasik
Betawi seperti Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Tanjung Burung, Mawar Tumpah
dan lain – lain. Selain itu juga lagu pop Betawi seperti Jali-jali, Stambul, Surilang, Persi, Akang
Haji, Kramat Karem, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan lain – lain. Tapi juga ada lagu Cin
yang dimainkan seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma
Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya.

AKULTURASI UPACARA SELAMETAN / BANCAAN


Selametan atau bancaan merupakan akulturasi budaya pra-Islam di Nusantara dengan
budaya Islam yang masuk. Upacara ini ditujukan untuk doa bagi keselamatan seseorang. Contoh :
a. Upacara daur hidup :
- Kekah / Aqiqah : pemotongan rambut bayi pada hari ke-7
- Tedhak Siten : selametan bayi berusia 35 hari dan menyentuh tanah

b. Upacara Tahunan
- Mauludan : upacara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW

- Suranan : upacara peringatan tahun baru hijriah

Anda mungkin juga menyukai