Anda di halaman 1dari 16

Daftar Isi

Cover
Kata Pengantar ...............................................................................Error! Bookmark not defined.
Daftar Isi .......................................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
1. Tujuan Umum................................................................................................................. 2
2. Tujuan Khusus ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
A. Konsep Dasar Kejang Demam ............................................................................................. 3
1. Definisi Kejang Demam ................................................................................................. 3
2. Klasifikasi Kejang Demam ............................................................................................ 3
3. Etiologi Kejang Demam ................................................................................................. 4
4. Patofisiologi Kejang Demam ......................................................................................... 5
5. Manifestasi Klinis Kejang Demam ................................................................................ 7
6. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam ....................................................................... 7
7. Penatalaksanaan Kejang Demam ................................................................................... 8
8. Komplikasi Kejang Demam ........................................................................................... 9
B. Asuhan Keperawatan dengan Kejang Demam pada Anak ................................................ 10
1. Pengkajian Keperawatan .............................................................................................. 10
2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 11
3. Rencana Tindakan Keperawatan .................................................................................. 11
4. Evaluasi Keperawatan .................................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
B. Saran .................................................................................................................................. 14
Daftar Pustaka

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses esktrakranium. Peningkatan
temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus sebagai respons
terhadap perubahan tertentu. Demam pada kejang demam sering disebabkan karena infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastrointeritis, dan infeksi traktur
urinarius. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Kadang-kadang pada
demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Pada anak yang
demikian biasanya mempunyai resiko tinggi untuk kejang berulang. Kejang demam
biasanya terjadi 85% sebelum anak berusia 4 tahun. Namun, kejang demam juga dapat
terjadi pada umur 5-8 tahun (Latief dkk, 2005).
WHO (Word Health Organization) memperkirakan pada tahun 2005 terdapat ≥
21,65 juta penderita kejang demam dan ≥ 216.000 diantaranya meninggal. Angka kejadian
kejang demam di Indonesia dalam jumlah presentase bila presentase yang cukup seimbang
dengan negara lain yaitu mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005 sampai tahun 2006.
Berdasarkan fenomena yang banyak terjadi di Indonesia sering terjadi saat demam tidak
ditangani dengan baik oleh orang tua, seperti tidak segera memberikan kompres pada anak
ketika terjadi kejang demam, tidak memberikan obat penurun demam, dan sebagi orang tua
justru membawa anaknya ke dukun sehingga sering terjadi keterlambatan bagi petugas
kesehatan dalam menangani yang berlanjut pada kejang demam (Soetomenggolo, 2000).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih terperinci
mengenai asuhan keperawatan klien dengan kejang demam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kejang demam?
2. Bagaimana klasifikasi dari kejang demam?
3. Apa saja etiologi dari kejang demam?
4. Bagaimana patofisiologi pada kejang demam?
5. Bagaimana manifestasi klinis pada kejang demam?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada kejang demam?
7. Apa saja komplikasi dari kejang demam?
8. Bagaimana pengkajian keperawatan pada pasien kejang demam?
9. Bagaimana diagnosa keperawatan pada pasien kejang demam?
10. Bagaimana rencana tindakan keperawatan pada pasien kejang demam?
11. Bagaimana evaluasi tindakan pada pasien kejang demam?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui gambaran asuhan keperawatan dengan masalah
infeksi atau non infeksi pada bayi dan anak, yaitu kejang demam.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi kejang demam
b. Menjelaskan klasifikasi kejang demam
c. Menjelaskan etiologi kejang demam
d. Menjelaskan patofisiologi kejang demam
e. Menjelaskan manifestasi klinis kejang demam
f. Menjelaskan penatalaksanaan kejang demam
g. Menjelaskan komplikasi kejang demam
h. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien kejang demam
i. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien kejang demam
j. Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan pada pasien kejang demam
k. Mendeskripsikan evaluasi tindakan pada pasien kejang demam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kejang Demam


1. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
38°C atau lebih yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial (Latief dkk, 2005).
Menurut Lusia (2015), kejang demam (febris convulsion/stuip/step) merupakan kejang
yang timbul pada waktu demam yang tidak disebabkan oleh proses di dalam kepala
melainkan diluar kepala, misalnya karena ada infeksi di saluran pencernaan, telinga, atau
infeksi saluran pernapasan. Kejang demam biasanya dialami anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Bila anak sering kejang, terutama usia dibawah 6 bulan, kemungkinan besar
mengalami epilepsy.
Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi saat tubuh anak balita
sudah tidak dapat menahan serangan demam pada suhu tertentu yang dapat merangsang
kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan, sehingga jaringan otak tidak dapat
mengoordinasikan syaraf-syaraf pada anggota gerak tubuh, antara lain pada lengan dan
kaki. Hal tersebut tentunya dapat memacu terjadinya kejang demam pada anak (Widjaja,
2010).

2. Klasifikasi Kejang Demam


Menurut Lewis (2014), kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure);
Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain:
1) Kejang berlangsung singkat (< 15 menit)
2) Bersifat umum
3) Hanya terjadi sekali atau tidak berulang selama 24 jam
4) Menunjukkan tanda-tanda kejang toknik atau klonik
Kejang toknik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh, sedangkan
kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.

3
5) Pemeriksaan EEG normal
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure);
Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain:
1) Kejang berlangsung lama (>15 menit)
2) Bersifat multiple (lebih dari 1 kali dalam 24 jam)
3) Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal, yaitu kejang yang hanya melibatkan
salah satu bagian tubuh.
4) EEG setelah tidak demam abnormal.

3. Etiologi Kejang Demam


Menurut Febry & Marendra (2010), penyebab kejang demam hingga kini belum
diketahui secara pasti. Namun, demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi
antara lain infeksi saluran pernapasan atas, infeksi telinga bagian tengah (otitis media
akut), infeksi paru-paru, infeksi saluran pencernaan, dan infeksi saluran kemih. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Wegman dan Millichap menggunakan hewan percobaan,
disimpulkan bahwa suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kejang yang bergantung
pada usia, tinggi, serta cepatnya suhu meningkat. Namun, tidak semua kejang timbul
pada suhu yang paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan setiap anak memiliki ambang
kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang
terjadi pada suhu 38° atau bahkan kurang, sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau bahkan lebih (Latief dkk,
2005).
Adapun penyakit yang menyertai kejang demam menurut Kemenkes (2012),
yaitu 10 penyakit yang sering dijumpai di rumah sakit seperti diare dan penyakit
gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid
dan paratiroid, penyulit kehamilan, dyspepsia, hipertensi esensial, cidera intracranial,
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia. Biasanya penyakit tersebut
mempunyai manifestasi klinis demam, sehingga bisa menyebabkan terjadinya kejang
demam.

4
4. Patofisiologi Kejang Demam
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak, diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut
diperluka oksigen yang disediakan melalui perantara paru-paru. Oksigen dari paru-paru
ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Suatu sel, khususnya sel otak atau
neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari membrane
permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat
lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.
Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali oleh ion Klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat
berubah karena adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan
yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik di
sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolism basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada
seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada
seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga
mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian
besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel lain yang ada di
dekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang (Ngastiyah,
2007).

5
Peningkatan suhu tubuh (demam)

Peningkatan metabolisme basal 10-15%

Peningkatan kebutuhan oksigen 20%


10-15%
Pada anak ±3 tahun

Sirkulasi ke otak 65%

Perubahan keseimbangan dari membrane sel neutron

Difusi ion K+ dan Na +

Lepas muatan listrik yang besar

Neurotransmitter

Meluas keseluruh tubuh

Kejang demam

Penurunan kondisi tubuh Lebih dari 15 menit Kurang informasi


peningkatan aktivitas
tentang penyakitnya
otot peningkatan suhu
Rawat inap rumah sakit tubuh
Defisiensi
Hospitalisasi Hipertermia
pengetahuan

Ansietas
6
(Ngastiyah, 1997)
5. Manifestasi Klinis Kejang Demam
Menurut Febry & Marendra (2010), tanda dan gejala bangkitan kejang demam
pada anak berupa kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat. Pada umumnya kejang
demam berlangsung singkat, yaitu berupa kejang klonik (kejang dengan kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama). Namun, kejang demam juga dapat terjadi dengan
tanda-tanda seperti mata terbalik ke atas dengan disertao kekakuan atau kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau bisa juga hanya berupa
sentakan atay terjadi kekakuan keseluruhan. Sebagian besar kejang tersebut berlangsung
kurang dari 6 menit dan 8% berlangsung lebih dari 15 menit.
Selain itu, kejang demam juga dapat ditandai dengan wajah yang membiru,
lengan dan kakinya tersentak-sentak tak terkendail selama beberapa waktu. Gejala ini
hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak, antara lain gerakan mulut dan lidah yang tidak
terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran
pernapasan. Selain itu, anak juga dapat mengalami penundaan pertumbuhan jaringan
otak sehingga anak menjadi idiot (Widjaja, 2010).

6. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam


Menurut Mansjoer (2000), beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG);
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal;
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil

7
seringkali gejala meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.

7. Penatalaksanaan Kejang Demam


Adapun penatalaksanaan pada kejang demam menurut Mansyoer (2000) ialah
sebagai berikut:
a. Pengobatan fase akut;
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan
vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam, yang dapat
diberikan melalui suntikan atau dimasukkan melalui anus atau perektal.
b. Mencari dan mengobati penyebab terjadinya kejang demam;
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan profilaksis (pencegahan terhadap berulangnya kejang demam);
1) Profilaksis intermiten, yaitu pencegahan yang diberikan dengan jangka waktu
tertentu saat demam. Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat
diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg)
setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5°C. efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
2) Profilaksis terus menerus, yaitu dengan diberikan antikonvulsan/anti kejang
setiap harinya. Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap
hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain
yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg
BB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir

8
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat
dipertimbangkan bila ada kriteria sebagai berikut:
a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
b) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
c) Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
d) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan obat jangka
panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rectal tiap 8 jam disamping antipiretik.

8. Komplikasi Kejang Demam


Menurut Lumbatobing (1989), adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
kejang demam ialah sebagai berikut:
a. Kerusakan neuron otak;
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh
yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga
meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron otak.
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
c. Epilepsi;

9
Terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan
kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu:
1) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
2) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
3) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
d. Hemiparesis;
Kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada salah satu
sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (kejang
demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu
timbul spasitas.

B. Asuhan Keperawatan dengan Kejang Demam pada Anak


1. Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatna pengkajian merupakan dasar utama dua
hal yang penting dilakukan baik saat klien pertama kali masuk Rumah Sakit maupun
selama klien dalam masa perawatan.
a. Data dasar
1) Pola nutrisi dan metabolik;
Gejala: penurunan nafsu makan, mual, muntah, haus
Tanda: BB turun, mata cekung, turgor lambat, bibir kering.
2) Pola Eliminasi;
Gejala: sering defekasi
Tanda: penurunan berkemih, iritasi rektal
3) Pola Istirahat dan Tidur;
Gejala: kelemahan, sulit tidur.
Pemeriksaan fisik meliputi;
1) Keadaan umum : lemah
2) Kesadaran : komposmentis, apatis, samnolen, sopor, koma, reflek,
sensibilitas, nilai Garglow Coma Scale (GCS)

10
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipertensi), suhu (meningkat), nadi
(takikardi)
4) Abdomen : bentuk cembung, kembung.

b. Data khusus
1) Data subjektif : lemah, panas, demam, anoreksia, tidak nafsu makan, mual,
muntah, defekasi.
2) Data objektif : suhu tinggi, mukosa kering, BB turun, urin kurang, mata
cekung.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi atau inflamasi)
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber
informasi.
c. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kesehatan, krisis
situasional.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi atau inflamasi);
Tujuan: Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5⁰C) dan klien bebas dari demam.
Intervensi:
1) Monitor tanda & gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2) Monitor TTV, suhu tiap 4 jam sekali
Rasional : Untuk acuan mengetahui kesadaran umum pasien.
3) Anjurkan pasien banyak minum 2-2,5 liter / 24 jam
Rasional : Menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
4) Kolaborasi pemberian obat demam sesuai indikasi
Rasional : Memberikan terapi untuk menurunkan panas

11
5) Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional : Memakai baju tipis untuk pemberian obat antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara kolaborasi dokter dengan obat antipiretik.

b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber


informasi;
Tujuan: tidak terjadi kejang ulang, dan mencegah tanda kejang.
Intervensi:
1) Identifikasi penyebab kejang
Rasional : Untuk menentukan intervensi lebih lanjut
2) Letakan klien pada posisi miring, permukaan datar, danmiringkan kepala intik
antisipasi kejang.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya kejang ulang
3) Jelaskan patofisiologi penyebab kejang
Rasional : Untuk memberi informasi untuk keluarga agar memahami penyebab
kejang
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai advice dokter
Rasional : Untuk membantu memberikan terapi mengurangi tanda kejang ulang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ancaman perubahan status


kesehatan, krisis situasional
Tujuan: Kecemasan pada orang tua berkurang.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya
Rasional : Mengetahui kebutuhan keluarga akan pengetahuan sehingga dapat
mengurangi kecemasan
2) Beri support pada keluarga bahwa anaknya akan sembuh kalau disiplin dalam
mengikuti perawatan
Rasional : Memberikan harapan, menurunkan kecemasan, mentaati anjuran
pengobatan
3) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaanya

12
Rasional : Mengurangi beban psikologi dan menyalurkan aspek emosional
secara efektif dan cepat
4) Beri informasi yang nyata tentang perawatan yang diberikan
Rasional : Dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat
mengurangi kecemasan

4. Evaluasi Keperawatan
Dx I:
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi atau inflamasi);
S : Ibu klien mengatakan bahwa suhu tubuh anaknya sudah normal, dan tidak panas
lagi
O : Pasien tampak aktif dan hasil TTV suhu 37,4⁰C, RR 24x/menit, Nadi 130/menit.
A : Masalah sudah teratasi
P : Tetap lanjutkan intervensi, monitor TTV, anjurkan banyak minum.
Dx II:
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi;
S: Keluarga klien mengatakan anaknya sudah tidak ada tanda – tanda kejang lagi
O: Pasien sudah tidak lemas lagi dan sedang bermain dengan ayahnya
A: Masalah sudah teratasi
P: Tetap lanjutkan intervensi dan letakan klien pada posisi miring, permukaan datar
dan miringkan kepala untik antisipasi kejang.
DX III:
Kecemasan orang tua berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan,
krisis situasional;
S : Keluarga mengatakan bahwa cemasnya sudah hampir tidak ada
O : Orang tua klien masih sedikit terlihat cemas dan khawatir jika anaknya menangis
A : Masalah belum/hampir teratasi

13
P : Tetap lanjutkan Intervensi sampai Orang Tua / keluarga klien tidak cemas dan
percaya akan kesembuhana anaknya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, kami menyimpulkan
bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya penigkatan suhu
tubuh yaitu 38⁰C ke atas yang sering dijumpai pada usia anak 6 bulan sampai 5 tahun.
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Adapun komplikasi akibat kejang demam yang dapat terjadi
yaitu kerusakan pada neuron otak, penurunan IQ, epilepsi, dan hemiparesis.

B. Saran
1. Bagi Orang Tua;
Saat mengetahui anak mulai demam, lakukan pemeriksaan suhu tubuh anak dan jika
suhu tubuh melebihi batas normal segera bawa ke Dokter dan berikan obat supaya tidak
terjadi kejang.
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan;
Dapat memberikan asuhan keperawatan secara benar dan komprehensif pada pasien
dengan masalah kejang demam.

14
Daftar Pustaka

Al Ansari, K. 2011. Kejang dan Status Epileptikus. Jakarta: EGC.


Doengoes, M.E., dkk. 2005. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Febry, A. B & Marendra, Z. 2010. Smart Parents: Pandai Mengatur Menu & Tanggap saat
Anak Sakit. Jakarta: Gagas Media.
IDAI. 2014. Kejang Demam: Tidak Seseram yang Dibayangkan.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/kejang-demam-tidak-seseram-yang-
dibayangkan diakses pada 13 Februari 2018, pukul 19:58 WIB.
Judith, M.W. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and
NOC Outcomes, New Jersey.
Kementerian Kesehatan. 2012. Pusat Data dan Informasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Latief, A., dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 4. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.
Lewis, D.W. 2014. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Lusia. 2015. Mengenal Demam dan Perawatannya pada Anak. Surabaya: Airlangga University
Press.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Volume 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Widjaja, M.C. 2010. Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai