REFERAT Anastesi Umum Regional
REFERAT Anastesi Umum Regional
Oleh :
LYSI RAHIMISTA
NIM. 10101054
PEMBIMBING
Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan nikmat Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Anestesi Umum dan Anestesi
Regional”. Referat ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS pada ilmu Anestesi di
RSUD Bangkinang.
Dalam menyelesaikan referat ini penulis banyak mendapat bantuan bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya referat ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Oleh karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lasmaria Flora Sp.An
dan segenap Staff Bagian Anestesi RSUD Bangkinang atas bimbingan dan pertolongannya
selama menjalani kepanitraan klinik bagian Anestesi dan dapat menyelesaikan penulisan dan
pembahasan referat ini.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan,
penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan referat berikutnya.
Penulis
Lysi Rahimista
PENDAHULUAN
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-
1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis
berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti
yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Obat
yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini
dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf
Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di Perifer.
Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik
disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan
yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat
hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan
diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancer. Tujuan
Anastesi Umum adalah Anestesi umum menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator
melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
PEMBAHASAN
Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi operasi
Memasang alat monitor standar: EKG, oksimetri nadi, pengukur tekanan darah
yang tidak invasive, jalan masuk melalui vena, bila perlu: pengukur tekanan
darah arteri.
Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas
yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang
akan dioperasi.
a) Anamnesis
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks.
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society Of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak dapat
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
miokardium.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Contohnya : pasien tua dengan
untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgitasi atau
muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak
dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung
dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu
antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong
sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah,
periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara
f) Masukan Oral
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang mengalami anesthesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan diri masukan
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-
4 jam. Air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dan
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia diantaranya:
6. Menciptakan amnesia.
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang
tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapan membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-
15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya
misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum
jadwal operasi.
(zofran,narfoz).
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium
intramuskuler atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung
diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat
Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang.
T=Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
jalan napas.
T=Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
1) Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang
jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi bolus disuntikan dalam
kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien
yang kooperatif.
2) Induksi intramuskular
dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit
pasien tidur.
3) Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi
ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang
takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 = 3 : 1 aliran > 4
liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau
pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk. Walaupun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :
tidak berbau menyengat / merangsang, baunya enak, cepat membuat pasien tertidur
Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau midazolam.
Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata
5) Induksi Mencuri
Induksi mencuri ( steal induction ) dilakukan pada anak atau bayi yang sedang
tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada yang belum
terpasang jalur vena, harus dikerjakan hati-hati supaya pasien tidak terbangun. Induksi
mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan
pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak berapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru
2. Rumatan Anestesi
(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
- Hipnosis
- Analgesia
- Relaksasi otot
Prosedur :
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi
di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
3. Pemeliharaan
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis
( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )
f. Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
Penderita mengalami analgesi,
Rasa nyeri hilang,
Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak,
menangis, menyanyi)
Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
Dapat terjadi mual dan muntah
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
Midriasis, hipertensi
2. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat
Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah
serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.
Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan parsial :
1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi
Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai
area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada
sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Efek samping
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
2. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
a. Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.
Dapat pula di definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat
impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
b. Anatomi
a) Tulang Belakang ( Columna Vertebralis )
b) Medulla Spinalis
Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis,
dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.
Medulla spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris
(tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
h. Anastesi Spinal
2. Bedah panggul
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat
hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6cm.
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
2. Besarnya dosis
2. Nyeri punggung
4. Retensio urine
5. Meningitis
I. Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat
di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum
flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior
kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Bisa segmental
Reaksi sistemis
Mual – muntah
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan (misalnya
warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum
diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui
kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid
karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
Blok parsial + ++
Blok lengkap - -
j. Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal
melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa
tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus
venosus, felum terminale dan kantong dura.
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
tangan kesemutan
lidah kesemutan
napas berat
mengantuk kemudian tidak sadar
bradikardi dan hipotensi berat
henti napas
pupil midriasis.
PENUTUP
Kesimpulan
Anestesi umum adalah suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral, disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible yang terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi.
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang mencakup
beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anaesthesiologist (ASA).
Selama proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama melaksanakan anestesi
umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani dengan benar.
Anastesi regional adalah tindakan anastesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan
hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.
Pembagian Anestesi yaitu Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dan kaudal (Tindakan ini sering dikerjakan) dan Blok perifer (blok saraf), misalnya
anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.
1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
2. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa:
Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
3. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange. Stamford,
1996
6. Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari.
Bandung, 2010
8. Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo Jr. – 6th
ed.p. ; cm. Rev. ed. of: Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald D. Miller. 5th ed.
c2007.