Anda di halaman 1dari 39

1.

Mempelajari tentang anatomi mata


1.1. Memahami dan menjelaskan tentang makroskopis anatomi mata

Gambar 1. Tulang tengkorak manusia


Mata merupakan organ yang terletak di dalam rongga orbita.
Memiliki organ asesorius yang berfungsi sebagai pelindung, seperti
superciliaris, ciliae serta palpebra. Selain itu, mata juga terdiri atas organ-
organ yang berfungsi sebagai media refrakta yang berperan penting dalam
proses penglihatan.

Palpebra
Palpebra terletak di
depan mata serta dapat
melindungi mata dari
cedera dan kelebihan
cahaya. Palpebra superior
lebih besar dan lebih
mobile dibandingkan
dengan palpebra inferior.
Hal tersebut dikarenakan
pada palpebra superior
terdapat insertio dari M.
levator palpebra, yang
mana sangat berperan dalam Gambar 2. Tampak depan kelopak mata
proses membuka dan
menutupnya kelopak mata. Kedua palpebra saling bertemu pada sudut
medial dan lateral. Fissura palpebra adalah lubang berbentuk elips
diantara palpebra superior dan inferior yang merupakan tempat masuknya
saccus konjungtiva. (Snell, 1997)

1
Permukaan superfisialis palpebra ditutupi kulit dan permukaan
dalamnya ditutupi oleh membrane mukosa yang disebut dengan
konjungtiva. Bulu mata yang pendek dan melengkung terletak ditepi
bebas palpebra. Mereka tersusun berbaris dua atau tiga pada batas
mucocutanea. Glandula sebasea (glandula Zeis) bermuara langsung ke
dalam folikel bulu mata. Glandula ciliaris (glandula Moll) yang
merupakan modifikasi dari
kelenjar keringat, bermuara
sendiri-sendiri diantara bulu
mata. Glandula tarsalis adalah
modifikasi kelenjar sebasea
yang panjang, mencurahkan
sekret berminyaknya pada tepi
palpebra. Muaranya terdapat
dibelakang bulu mata. Bahan
berminyak seperti ini
mencegah lubernya air mata
dan membantu mencegah
masuknya air bila mata
ditutup. Gambar 3. Antomi saluran air mata

Sudut lateral fissure palpebra lebih sempit daripada sudut medial


dan berkontak langsung dengan bola mata. Sudut medial yang lebih bulat,
dipisahkan dari bola mata oleh suatu rongga sempit yaitu saccus
lacrimalis. Lipatan semilunar kemerahan disebut plica semilunaris yang
terletak di lateral carancula.

Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak
terputus dan terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis. Pada puncak
papilla terdapat lubang kecil, punctum lacrimale, yang berhubungan
dengan canaliculus lacrimalis. Papilla lacrimalis terjulur ke dalam lacus
dan punctum. Canalicus berfungsi untuk mengalirkan air mata ke dalam
hidung. (Snell, 1997).

2
Gambar 4. Bagian mata tampak depan
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis yang melapisi palpebra,
melipat pada fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan
anterior bola mata. Epitelnya bersambung dengan epitel kornea. Bagian
lateral atas fornix superior ditembus oleh ductus glandula lacrimalis. Jadi
konjungtiva membentuk ruang potensial, yaitu saccus conjungtivalis, yang
terbuka pada fissure palpebrae.
Di bawah kelopak mata terdapat alur, sulcus subtarsalis, yang
berjalan dekat pada dan paralel dengan tepi palpebra. Sulcus ini
cenderung menangkap jasad renik yang masuk ke saccus conjungtivalis.
Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membran septum
orbital. Septum ini melekat pada tepi orbital, dimana ia menyatu dengan
periosteum. Septum orbital menebal pada tepi kelopak dan membentuk
tarsus. Tarsus adalah lamina jaringan ikat berbentuk bulan sabit. Yang
terbesar adalah tarsus superior. Ujung lateral lempang tarsal melekat
melalui pita, lig. palpebrae lateral, pada tuberculum betulang, tepat disebal
dalam tepi orbita. Ujung medial ( M. corrugator
lempeng dikuatkan oleh lig. (M. frontalis) superficialis)

palpebrae medial, pada crista os


(M. .orbicularis orbita)
lacrimalis. Kelenjar-kelenjar (M. procerus)

(Preceptal orbicularis
tarsalis tependam di bawah
permukaan tarsus posterior. (Pretarsal orbicularis

(Snell, 1997)
Permukaan superfisial
lempeng tarsal dan septum
orbitale ditutupi serabut-serabut
M. orbicularis oculi pars
palpebralis. Aponeurosis insertio
dari M. levator palpebrae superior Gambar 5. Otot pada bagian mata
menembus septum orbital,
mencapai permukaan anterior tarsus superior dan kulit. (Snell, 1997)

3
Bola Mata
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun
dipisahkan oleh selubung fasia bola mata. Bola mata terdiri atas lapisan,
dari luar ke dalam adalah tunica fibrosa, tunica vasculosa (uvea), tunica
sensoria bulbi. (Snell, 1997).

Gambar 6. Bola mata

Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan
bagian anterior transparan, kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Pada bagian posterior ia ditembus oleh N.
opticus dan akan menyatu dengan selubung dura (duramater) saraf
tersebut. Lamina cribrosa adalah daerah-daerah pada sklera yang ditembus
oleh N. opticus. Daerah ini relative lemah dan dapat menonjol ke dalam
bola mata oleh pembesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi N.
opticus. Jika tekanan intraocular meningkat, lamina cribrosa akan
menonjol keluar yang menyebabkan discus menjadi cekung, apabila
dilihat oleh ophtalmoscop. (Snell, 1997).
Sklera juga ditembus oleh A.N. ciliaris dan pembuluh yang terkait
yaitu Vv. Vorticosea. Sklera langsung bersambung dengan kornea di
depannya, pada batas kornea-sklera disebut limbus. (Snell, 1997).
Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama merefraksi
cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas 5 lapisan, yaitu (1) epitel
kornea (epithelium anterius), yang bersambung dengan epitel konjungtiva;
(2) lamina limitans anterior; (3) substantia propria terdiri atas jaringan ikat
transparan; (4) lamina limitans posterior; (5) endotel (epithelium
posterior), yang berhubungan langsung dengan humor aquosus. (Snell,
1997).

Tunica Vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus ciliaris dan
iris. Choroidea terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang
sangat vascular. Corpus ciliaris ke belakang bersambung dengan
choroidea, dan ke anterior, terletak ditepi belakang perifer iris. Ia terdiri
atas corona ciliaris, processus ciliares dan M. ciliaris. (Snell, 1997).

4
Corona ciliaris adalah lipatan-lipatan atau rabung-rabung yang
tersusun radial dimana pada permukaan posteriornya melekat lig.
Suspensorium lensa. (Snell, 1997).
M. ciliaris terdiri atas serat-serat otot polos meridional dan sirkular.
Serat-serat meridional berjalan ke belakang dari daerah batas cornea-
sclera ke processus ciliares. Serat-serat sirkular berjumlah lebih sedikit
dan terletak disebelah dalam serat-serat meridional. Persarafannya
disokong oleh serabut-serabut parasimpatis dari N. okulomotor. Sesudah
bersinaps dalam ganglion ciliare, serabiut-serabut pasca ganglion berjalan
ke depan bola mata sebagai Nn. ciliares brevis. (Snell, 1997)

Gambar 7. Otot bola mata dan persarafan

Kontraksi M. ciliares, terutama serat-serat meridional, menarik


corpus ciliare ke depan. Hal ini menghilangkan ketegangan dalam lig.
suspensorium sehingga lensa yang elastic menjadi lebih cembung.
Keadaan ini dapat meningkatkan daya refraksi lensa. (Snell, 1997).
Iris adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan
lubang dipusatnya, yaitu papilla (pupil). Ia terletak didalam humor
aquosus diantara kornea dengan lensa. Tepi iris melekat pada permukaan
anterior corpus ciliare. Iris membagi ruang antara lensa dan kornea
menjadi cornea anterior dan posterior. (Snell, 1997).
Serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat
sirkuler dan radier. Serat-serat sirkuler menyusun menyusun M. sphincter
pupillae disekitar tepi pupil. Serat-serat radial menyusun M. dilator
pupillae berupa lembar tipis serat-serat radier, yang terlekat dekat
permukaan posterior. (Snell, 1997).
M. sphincter pupillae dipasok oleh serabut parasimpatis dari N.
okulomotorius, setelah bersinaps dalam ganglion ciliare, serabut pasca
ganglion berjalan ke depan, ke bola mata dalam Nn. ciliares brevis. M.

5
dilator pupillae dipasok oleh serabut simpatis, yang berjalan ke depan, ke
bola mata dalam Nn. ciliares longus. (Snell, 1997).
M. sphincter pupillae bertugas untuk mengecilkan pupil dalam
keadaan cahaya terang dan selama akomodasi. M. dilator pupillae
bertugas untuk melebarkan pupil dalam keadaan cahaya yang redup
ataupun rangsangan simpatis yang berlebihan, seperti perasaan takut.
(Snell, 1997)

Tunica Sensoria (Retina)


Retina terdiri dari pars pigmentosa di luar dan pars nervosa di
sebelah dalam. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan
permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat
posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior cincin
berombak, yaitu ora serrata, ditempat inilah jaringan saraf berakhir.
Bagian anterior retina bersifat non reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel
berpigmen dengan lapisan epitel silindris dibawahnya. Bagian anterior
retina ini menutupi processus ciliares dan bagian belakang iris. (Snell,
1997)

Gambar 8. Bagian bola mata


Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,
yaitu macula lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling
jelas. Bagian tengahnya berlekuk, disebut fovea centralis. (Snell, 1997)
N. opticus meninggalkan retina kurang lebih 3 mm medial dari
macula lutea melalui discus N. optici. Discus N.optici agak berlekuk
dipusatnya yaitu tempat dimana ia ditembus oleh A. centralis retina. Pada
discus ini ia sama sekali tidak ditemukan sel batang dan sel kerucut,
sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada
pengamatan dengan ophtalmoscop, bintik buta ini tampak berwarna merah

6
muda pucat, jauh lebih pucat dibandingkan dengan daerah retina
disekitarnya. (Snell, 1997)

Isi Bola Mata


Isi bola mata ialah media refraksi, humor aquosus, corpus vitreum
dan lensa. (Snell, 1997)

Homor Aquosus
Humor aquosus adalah cairan bening yang mengisi camera anterior
(COA) dan camera posterior (COP). Diduga merupakan sekret transudat
dari processus ciliaris, dari sini cairan akan mengalir ke camera posterior.
Lalu, mengalir kedalam camera anterior melalui pupillae dan diangkut
pergi melalui celah-celah pada angulus iridocornealis ke dalam canalis
Schlemm. Gangguan drainase humor aquosus mengakibatkan peningkatan
tekanan intraocular (TIO), yang disebut dengan glaucoma. Keadaan ini
dapat menimbulkan perubahan degenerative pada retina, yang
mengakibatkan kebutaan. (Snell, 1997)

Gambar 9. Humor Aquosus


Fungsi humor aquosus adalah untuk menyokong dinding bola mata
dengan memberi tekanan dari dalam. Selain itu juga, berfungsi sebagai
pemberi nutrisi pada lensa serta ekskresi produk sampingan dari proses
metabolisme. Hal tersebut sangatlah penting, dikarenakan lensa
merupakan organ avaskular. (Snell, 1997)

Corpus Vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata dibelakang lensa. Merupakan gel
transparan yang dibungkus membrane vitrea. Canalis hyalodeus adalah
saluran sempit yang berjalan melalui corpus vitreum dari discus N. optici
ke permukaan posterior lensa. Pada janin, saluran ini terisi oleh A.
hyaloidea yang akan menghilang beberapa saat sebelum hamil. (Snell,
1997)

7
Gambar 11. Corpus vitreum
Di depan pada daerah perbatasan dengan lensa, membrane viterum
menebal dan terdiri atas 2 lapisan. Lapis posterior menutup corpus
viterum, lapis anterior terdiri atas satu seri serat halus yang tersusun
secara radier, bersama-sama serat ini membentuk lig. suspensorium lensa,
yang melekat pada dinding lateral processus ciliaris dan disentral dari
capsula lentis di daerah equator. (Snell, 1997)
Di dalam corpus vitreous tidak terdapat pembuluh darah. Fungsi
corpus vitreous adalah sedikit menambah daya pembesaran mata. Selain
itu juga menyokong permukaan posterior lensa dan membantu melekatkan
pars nervosa pada pars pigemntosa retina. (Snell, 1997)

Lensa
Lensa adalah badan bikonveks yang transparan yang terbungkus
oleh kapsul transparan. Terletak dibelakang iris, di depan corpus vitreous
serta dikelilingi oleh processus ciliares. (Snell, 1997)
Lensa terdiri atas, (1) kapsul elastis (pembungkus lensa), (2) epitel
kuboid, hanya terdapat pada permukaan anterior lensa, (3) serat-serat
lensa, dibentuk oleh epitel kuboid equator lensa, serat ini merupakan
penyusun bagian terbesar lensa. (Snell, 1997)

Gambar 12. Lensa mata


Kapsul elastic berada dalam ketegangan, sehingga menyebabkan
lensa tetap berbentuk bulat dan bukan cakram. Daerah atau circum

8
ferential equatorial lensa melekat pada processus ciliares melalui
ligamentum suspensorium. Tarikan serat-serat ligamentum suspensorium
yang tersusun radier cenderung menggepengkan lensa yang elastis ini,
sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek jauh. (Snell, 1997)
Agar mata berakomodasi terhadap objek-objek dekat, M. ciliaris
berkontraksi dan menarik corpus ciliare ke depan dan dalam, sehingga
serat ligamentum suspensorium yang radier dalam keadaan relaksasi.
Keadaan ini memungkinkan lensa untuk menjadi lebih bulat. (Snell, 1997)
Dengan meningkatnya usia lensa menjadi lebih padat dan kurang
elastic sehingga kemampuan akomodasi pun berkurang (presbiopi).
Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kaca
mata untuk penglihatan dekat. (Snell, 1997)

1.2. Memahami dan menjelaskan tentang mikroskopis anatomi mata

Gambar 13. Mikroskopik bola mata

Mata adalah organ indera yang sangat khusus bagi penglihatan dan
fotoresepsi. Setiap bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan yang berbeda.
Lapisan luar adalah sklera, yaitu lapisan opak jaringan ikat padat.
Dibagian anterior, sklera dimodifikasi menjadi kornea transparan yang
memungkinkan cahaya masuk ke mata. Di bagian dalam sklera, terdapat
lapisan berpigmen padat yang disebut dengan choroid. Di dalam choroid
terdapat banyak pembuluh darah yang memberi makan kepada sel-sel
fotoreseptor di retina dan struktur lain bola mata. Lapisan paling dalam
mata adalah retina fotosensitif yang melapisi tiga perempat mata bagian
posterior. Sel-sel fotosensitif retina berakhir pada daerah yang disebut ora
serrata. Di bagian anterior ora serrata retina tidak lagi fotosensitif.

Mata juga mengandung 3 bilik, camera oculi anterior (COA),


terletak diantara kornea dan iris; camera oculi posterior, terletak diantara
iris dan lensa; corpus vitreous, ruang besar berisi humor vitreous yang
berupa gel, terletak diantara lensa dan retina. Camera oculi anterior dan

9
posterior terisi suatu cairan yang disebut dengan humor aqueosus. Cairan
ini dihasilkan oleh processus ciliaris yang berada di belakang iris, berjalan
dari camera posterior ke camera anterior lalu akan didrainase melalui
vena.

Retina mengandung selapis sel fotoreseptor (sel kerucut dan sel


batang) yang peka terhadap berkas cahaya melalui lensa. Saraf yang
keluar dari retina adalah saraf (sensoris) afferen yang menghantarkan
impuls cahaya dari fotoreseptor ke otak melalui N. Opticus untuk
interpretasi visual.

Pada bagian posterior mata terdapat sebuah bercak berpigmen


kekuningan yang disebut makula lutea. Di pusat makula lutea terdapat
sebuah lekukan kecil yang disebut dengan fovea centralis. Bagian fovea
centralis ini tidak mengandung sel batang maupun pembuluh darah, yang
ada hanya kumpulan dari sel kerucut. Oleh karena itu bisa dikatakan
fungsi dari fovea centralis ini lebih mengarah kepada interpretasi warna.
(Eroschenko, 2003)

Palpebra
Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas
epitel berlapis gepeng dengan papilla. Pada bagian dermis, dibawahnya
terdapat folikel-folikel rambut dengan kelenjar sebasea. Selain itu,
kelenjar keringat juga dapat ditemukan pada bagian dermis.

Kulit tipis M. Orbicularis oculi


Follicle bulu
mata

Follicle bulu
Palpebra halus

Tarsus
Gld. Moll

Glg.
Zeis

Conjunctiva
palpebrae Kelenjar Meibom M. Ciliaris Riolani

Gambar 14. Mikroskopik palpebra

Lapisan terdalam palpebra adalah membran mukosa, yang disebut


juga sebagai konjungtiva palpebra. Lapisan ini letaknya bersebelahan
dengan bola mata. Epitel yang melapisinya adalah epitel berlapis silindris
rendah dengan sedikit sel goblet. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke
atas tepi palpebra, kemudian ditransformasikan menjadi epitel berlapis
silindris pada bagian konjungtiva palpebra. Lamina propria pada
konjungtiva palpebra mengandung serat-serat kolagen serta elastin. Di
bawah lamina propria terdapat lempeng jaringan ikat padat kolagen, yang
disebut dengan tarsus. Daerah ini mengandung kelenjar sebasea khusus
(besar) yang disebut dengan kelenjar tarsalis Meibom. Asini sekretorius
yang keluar dari kelenjar ini akan bermuara ke dalam suatu ductus

10
centralis yang panjang yang berjalan paralel dengan konjungtiva palpebra
dan bermuara di tepi palpebra.

Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari


folikel rambut besar dan panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang
berkaitan dengan bulu mata. Diantara folikel rambut bulu mata terdapat
kelenjar keringat Moll.

Palpebra mengandung 3 sel otot. Bagian terbesarnya adalah otot


rangka, yang disebut dengan M. orbicularis oculi. Lalu ada M. ciliaris
(Roilan), di daerah folikel rambut bulu mata dan kelenjar tarsal. Di bagian
atas palpebra terdapat berkas-berkas otot polos, yaitu M. tarsalis superior
(Muller). (Eroschenko, 2003)

M. Levator
palpebrae

Gambar 15. Mikroskopik palpebra

Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh


darah serta jaringan limfatik. (Eroschenko, 2003)

Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis menyekresi air mata dan
disusun oleh beberapa kelenjar tubulo asinar.
Asini sekretorisnya bervariasi dalam hal bentuk
maupun ukurannya dan mirip jenis serosa, tetapi
lumennya lebih besar. Sejumlah asini
menampakkan kantung-kantung tak teratur sel di
dalam lumennya. Sel-sel asinar lebih silindris
dibandingkan dengan piramidal, Gambar 16. Kelenjar lakrimalis
mengandung granul sekresi dan tetes lipid
lebih besar yang terpulas lemah. Sel-sel
mioepitel mengelilingi setiap asini.

Duktus ekskretorius intralobular yang lebih kecil dilapisi epitel


selapis kuboid atau silindris. Duktus intralobular yang lebih besar dan
duktus interlobularis yang dilapisi dua sel silindris rendah atau epitel
bertingkat semu. Jaringan ikat intralobular hanya sedikit, tetapi jaringan
ikat interlobular sangat banyak dan dapat mengandungn sel-sel lemak.
(Eroschenko, 2003)

11
Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
tanpa papil. Lapisan sel terbawah (basal)
silindris dan berada di atas membran basal tipis.
Di bawah epitel kornea terdapat membrana
limitans anterior (membrana Bowman).
Membrana Bowman berasal dari lapisan
dibawahnya, stroma kornea (substantia proria).
Stroma kornea membentuk badan kornea.
Stroma terdiri atas berkas serat kolagen paralel
yang membentuk lamela tipis dan lapisan-
lapisan fibroblas gepeng yang bercabang,
keratosit, yang terletak diantara serat Gambar 17. Lapisan Kornea
kolagen. Keratosit kornea merupakan
bagian yang telah dimodifikasi.

Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah, epitel


posterior, yang juga merupakan endotel kornea. Membrana limitans
posterior (membrana Descement) lebar dan merupakan membrana basalis
epitel kornea posterior. Membran ini berada pada bagian posterior dari
stroma kornea. (Eroschenko, 2003)

Bola Mata
Bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan konsentris utama, yaitu jaringan
ikat fibrosa kuat di luar (sklera dan kornea), lapisan tengah atau uvea
(choroid berpigmen yang sangat vaskular; corpus ciliaris, terdiri atas
processus ciliaris dan M. ciliaris; iris), yang terakhir adalah lapisan
terdalam (jaringan saraf fotosensitif, retina).

Sklera adalah lapisan jaringan ikat kuat, opak, putih, terdiri atas
anyaman padat serat kolagen. Sklera membantu mempertahankan
kekakuan bola mata dan tampak sebagai bagian putih mata. Batas antara
sklera dan kornea disebut limbus kornea, yang terletak di bagian anterior
mata. Di bagian posterior mata terdapat N. opticus yang muncul dari
kapsul ocular, tempat peralihan sklera bola mata dan duramater (jaringan
ikat susunan saraf). (Eroschenko, 2003)

12
Gambar 18. Bola mata

Choroid dan corpus ciliaris terletak bersebelahan dengan sklera.


Pada potongan sagital bola mata, corpus ciliaris tampak berbentuk
segitiga, terdiri atas M. ciliaris dan processus ciliaris. M. ciliaris adalah
otot polos, serat-seratnya tersusun memanjang, melingkar dan radial.
Perluasan corpus ciliaris yang berlipat dan vaskular akan membentuk
processus ciliaris. Processus ini melekat pada equator lensa melalui
ligamentum suspensorium bulbi dan membuat lensa berbentuk konveks.
(Eroschenko, 2003)
Iris menutupi sebagian lensa dan merupakan bagian berwarna mata.
Penyebaran serat otot polos secara melingkar dan radial membentuk
sebuah lubang yang dinamakan pupil. (Eroschenko, 2003)
Bagian dalam mata yang terdapat di depan lensa dapat dibagi
menjadi 2 kompartemen, yaitu camera oculi anterior (COA) dan camera
oculi posterior (COP). Camera oculi anterior terletak diantara iris dengan
kornea. Sedangkan camera oculi posterior (COP) terletak diantara iris
dengan lensa. Kedua ruangan ini berisi cairan yang encer, yang disebut
dengan humor aquosus. Kompartemen yang berada dibagian belakang
lensa disebut corpus vitreous. Corpus vitreous berisi materi gelatinosa,
yaitu humor vitreous yang transparan.

Lapisan dalam retina merupakan bagian dari bola mata yang


fotosensitif. Namun tidak semua bagian retina ini fotosensitif, dibagian
depan dari ora serrata (terletak di belakang corpus vitreous) merupakan
bagian retina yang non-fotosensitif. Hal tersebut dikarenakan pada bagian
ini tidak ditemukan lagi adanya sel-sel batang dan kerucut.

Dinding posterior mata mengandung macula lutea dan papilla


opticus atau discus opticus. Makula lutea merupakan bercak pigmen
kuning kecil, yang mana pada pusatnya terdapat lekukan dangkal yang
disebut fovea. Daerah ini merupakan daerah penglihatan paling tajam
pada mata. Pada fovea centralis tidak dapat ditemukan pembuluh darah
maupun sel batang. Pada daerah ini hanya terdapat sel kerucut, yang

13
berperan dalam interpretasi warna suatu benda. Papilla opticus merupakan
tempat N. opticus meninggalkan bola mata. Pada papilla opticus tidak
terdapat sel batang maupun sel kerucut. Oleh sebab itu daerah ini disebut
juga bintik buta mata. Sklera luar bersebelahan dengan jaringan orbital,
yang mengandung jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, jaringan lemak
orbita, serat saraf, pembuluh darah, pembuluh limfatik serta kelenjar.
(Eroschenko, 2003)

Retina, Choroid dan Sklera


Dinding bola mata terdiri atas 3 lapisan, yaitu sklera, choroid dan
retina. Retina mengandung sel-sel reseptor fotosensitif. Stroma sklera
terdiri atas serat-serat kolagen padat yang berjalan paralel terhadap
permukaan bola mata. Diantara berkas kolagen terdapat anyaman serat
elastin halus. Fibroblas gepeng atau memanjang terdapat diseluruh sklera,
sedangkan melanosit terdapat di lapisan paling dalam. (Eroschenko, 2003)

Lapisan-lapisan Choroid dan Retina


Choroid terbagi atas beberapa lapis, (1) lamina suprachoroid, (2)
lapisan vaskular, (3) lapisan koriokapilar serta (4) lapisan membrana
limitans transparan atau membran vitrea (membran Bruch).

Lamina suprachoroid terdiri atas lamel-lamel serat kolagen halus,


anyaman serat elastin luas, fibroblas dan banyak melanosit besar. Lapisan
vaskular mengandung banyak pembuluh darah berukuran sedang dan
besar. Dilapisan jaringan ikat longgar antar pembuluh darah banyak
terdapat melanosit berukuran besar dan gepeng yang memberi warna
gelap dan khas pada lapisan ini. Lapisan chorio-capilar mengandung
anyaman kapiler dengan lumen yang besar di dalam stroma serat kolagen
dan elastin halus. Pada lapisan terdalam choroid, membrana vitrea,
bersebelahan dengan sel-sel pigmen retina. (Eroschenko, 2003)

Lapisan terluar retina adalah epitel pigmen. Membran basalnya


membentuk lapisan terdalam membran vitrea choroid. Sel pigmen kuboid
mengandung granul (pigmen) melanin di bagian apeks sitoplasma,
sementara processus dengan granul pigmen terjulur diantara sel kerucut
dan sel batang retina.

Disebelah sel pigmen terdapat lapisan fotosensitif yang terdiri atas


sel batang langsing dan sel kerucut yang lebih tebal. Kedua jenis ini
terdapat di sebelah membrana limitans eksterna yang dibentuk oleh
cabang-cabang sel neuroglia, yaitu sel Muller. (Eroschenko, 2003)

14
Gambar 19. Lapisan retina

Lapisan inti luar mengandung inti sel batang dan sel kerucut serta
cabang luar sel Muller. Di dalam lapisan pleksiform luar, akson sel
kerucut dan batang bersinaps dengan dendrit sel-sel bipolar dan sel
horizontal. Lapisan inti dalam mengandung inti sel-sel bipolar, horizontal
dan amakrin, serta sel neuralgia Muller. Sel-sel horizontal dan amakrin
adalah sel asosiasi. Di dalam lapisan pleksiform dalam, akson-akson sel
bipolar bersinaps dengan dendrit sel ganglion dan sel amakrin.
(Eroschenko, 2003)

Lapisan sel ganglion mengandung badan sel-sel ganglion dan sel


neuroglia. Dendrit dan sel ganglion bersinaps pada lapisan pleksiform
dalam. Lapisan serat N. opticus mengandung akson sel ganglion dan
anyaman serat dalam sel Muller. Akson sel ganglion berkumpul pada
discus opticus dan membentuk N. opticus. Ujung dalam serat sel Muller
memancar membentuk membrana limitans interna retina. Pembuluh darah
retina berjalan di dalam lapisan serat N. opticus dan sampai ke lapisan inti
dalam. Terlihat berbagai potongan pembuluh pada lapisan ini.
(Eroschenko, 2003)

15
2. Mempelajari tentang fisiologi mata
2.1. Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi penglihatan dan lakrimasi
mata.

A. Fisiologi Penglihatan

STRUKTUR FUNGSI
Aqueous humor Memberi nutrisi untuk kornea dan lensa
Korpus siliaris Membentuk aqueous humor
Diskus optikus Tempat keluarnya nervus optikus dan pembuluh darah
Fovea Daerah dengan ketajaman paling tinggi
Iris Mengubah ukuran pupil, memberi pigmen pada mata
Kornea Berperan penting dalam kemampuan refraktif mata
Koroid Mencegah berhamburnya berkas cahaya di mata,
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi retina
Lensa Menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi
selama akomodasi
Ligamentum Berperan penting dalam proses akomodasi
suspensorium
Makula lutea Memiliki ketajaman yang tinggi karena mengandung
banyak sel kerucut
Neuron bipolar Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya
Otot siliaris Berperan penting dalam proses akomodasi
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Retina Mengandung fotoreseptor
Nervus optikus Bagian pertama jalur penglihatan ke otak
Sel batang Bertanggung jawab untuk penglihatan dengan
sensitivitas tinggi, hitam – putih dan penglihatan pada
malam hari
Sel ganglion Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya
oleh retina, membentuk nervus optikus
Sel kerucut Bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan,
penglihatan warna dan penglihatan pada siang hari
Sklera Lapisan jaringan ikat protektif,
Vitreous humor Zat semicair mirip gel yang membantu
mempertahankan bentuk mata
Tabel 1. Struktur dan fungsi dari mata

16
Proses Penglihatan
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan
lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila
berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau
intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur
perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, karena iris merupakan
cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan
warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa.
Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke
otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain
menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi,
juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata
memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan
berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan
apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan
mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya
sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang
merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–
sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya
yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi
persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Proses pada saat otak mengekspresikan gelap yaitu:

Gelap

konsentrasi GMP-siklik meningkat

Konsentrasi Na meningkat

Depolarisasi membrane

Pengeluaran zat inhibitor

Neuron bipolar dihambat

Tidak adanya melihat pada korteks penglihatan di otak

Tidak ada ekspresi melihat

17
Proses pada saat otak mengekspresikan terang yaitu:

Cahaya/terang

Fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin

Konsentrasi Na tinggi

Penurunan GMP-siklik

Penutupan kanal Ca

Menutupnya canal Ca

Pengeluaran zat inbihitor dihambat

Terjadi eksitasi neuron bipolar

Perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak

Adanya ekspresi melihat

B. Fisiologi Lakrimasi
Glandula lacrimalis terletak pada tepi supero-lateral orbita. Saluran-
salurannya bermuara ke dalam bagian lateral fornix superior di
conjunctiva. Persarafan: serabut-serabut sekremotorik dari nukleus
salivatorius superior melalui ganglion geniculi, n. petrosus superficialis
major, ganglion pterygopalatinum, ramus zygomatico-temporalis, n.
maxillaris, selanjutnya melalui nn. lacrimales.

Sirkulasi air mata:


1. Glandula lacrimalis.
2. Lacus lacrimalis.
3. Meluas di atas cornea.
4. Punctum lacrimalis di tepi medial.
5. Canalis lacrimalis.
6. Saccus lacrimalis.
7. Ductus nasolacrimalis.
8. Meatus nasi inferior di dinding lateral cavum nasi.

Proses lakrimasi merupakan mekanisme fisiologis yang berguna


untuk membantu melindungimata kita dari cedera. Kedipan kelopak mata
secara spontan berulang-ulang membantu menyebarkan air mata yang
melumasi, membersihkan, dan bersifat bakterisidal (membunuh kuman-
kuman). Air mata diproduksi secara terus-menerus oleh kelenjar
lakrimalis di sudut lateral atas di bawah kelopak mata. Cairan Pembasuh
mata ini mengalir melalui permukaan kornea dan bermuara ke dalam
saluran halus di sudut kedua mata, dan akhirnya dikosongkan ke belakang

18
saluran hidung. Sistem drainase ini tidak dapat menangani produksi air
mata yang berlebihan sewaktu menangis, sehingga air mata membanjiri
mata.

Glandula lacrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars
palpebralis yang kecil. Keduanya saling berhubungan pada ujung lateral
m. levator palpebrae superioris. Glandula ini terletak diatas bola mata, di
bagian anterior dan superior orbita, posterior terhadap septumorbitale.
Kira-kira 12 duktus keluar dari permukaan bawah kelenjar dan bermuara
pada bagianlateral fornix superior konjungtiva. Persarafan Glandula
lacrimalis; saraf sekremotorik parasimpatis berasal dari nucleus lacrimalis
n. facialis. Serabut-serabut preganglionik mencapai ganglion
pterygopalatinum (sphenopalatinum) melalui n.intermediusdan ramus
petrosus magnus serta n.canalis pterygoidei. Serabut-serabut
postganglionik meninggalkan ganglion dan bergabung dengan
n.maxillaris. Kemudian serabut ini berjalan didalam ramus zygomaticum
serta n.zygomaticotemporalis, dan mencapai glandula lacrimalis melalui
n.lacrimalis.

Serabut postganglionik simpatis berjalan didalam plexus carotis


internus, n.petrosus profundus,n.canalis pterygoidei, n.maxillaris,
n.zygomaticus, n.zygomaticotemporalis, dan akhirnyan.lakrimalis. Air
mata membasahi cornea dan berkumpul didalam lacus lacrimalis. Dari
sini, air mata masuk ke canaliculi lacrimales melalui puncta lacrimalia.
Canaliculi lacrimales berjalan ke medial dan bermuara ke dalam saccus
lacrimalis, yang terletak didalam alur lacrimalis di belakang ligamentum
palpebra mediale dan merupakan ujung atas yang buntu dari ductus
nasolacrimalis. Ductus nasolacrimalis panjangnya lebih kurang 0,5
inchi/1,3 cm dan keluar dari ujung bawah saccus lacrimalis. Ductus
berjalan kebawah, belakang dan lateral di dalam canalis osseosa dan
bermuara kedalam meatus nasi inferior. Muara ini dilindungi oleh lipatan
membrana mucosa yang dikenal sebagai plica lacrimalis. Lipatan ini
mancegah udara masuk melalui ductus ke dalam saccus lacrimalis pada
waktu membuang sekret hidung (ingus). (Sherwood, 1996)

19
3. Memahami dan menjelaskan Konjungtivitis
3.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).

3.2 Klasifikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
2. Konjungtivitis Virus
3. Konjungtivitis Vernal
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivits Parasit
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif

3.3 Etiologi
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada
satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan
dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang
yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi (Marlin, 2009).

Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency
virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering
kontak dengan penderita dan dapat menular melalui di droplet pernafasan,
kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada
di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

20
Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan
yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis
vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda
sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman
dan tumbuh- tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi
pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis
papilar rak pada pengguna lensa- kontak atau mata buatan dari plastik
(Asokan, 2007).

Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang
(Vaughan, 2010).

Konjungtivits Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis zat kimia atau iritatif


Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis.
Substansi- substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat
menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala- gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat
topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat
lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab
dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

21
3.4 Patofisiologi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya
inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva,
selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang
dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar
begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan (Effendi, 2008).

Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa.


Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi
gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir.
Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya
perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya
eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan
konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen
yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya
menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi
mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan.
Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet,
suntikan maupun tetesmata yang mengandung antibiotik (Medicastore,
2009).

Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar


mata. Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah
dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi
menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih
dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang
tebal kuning kehijauan.

Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3


stadium:
Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-
kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai
demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini
adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini
menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-
laki didahului pada mata kanannya.

Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat
blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus.

22
Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental,
terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada
permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret
akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh karenanya harus
hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata
pemeriksa.

Stadium Konvalesen (penyembuhan).


Hipertrofi papil berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat
lagi, palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak
infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih nyata, tidak
kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi
pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini
ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang
dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan
masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub
konjungtiva dan konjungtiva kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi
menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat
menutup dan membuka sempurna, karena mata menjadi kering sehingga
terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah
disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan
sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent.
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan
akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan
menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air
mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi
ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang
pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan
menjadi kabur dan rasa pusing.

23
3.5 Manifestasi Klinis
Konjungtivitis Bakteri
Pada konjungtivitis bakteri memberikan gejala secret mukopurulen
dan purulent, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang
disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis ini mudah menular ke mata
sebelahnya dan menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat
menyebarkan kuman.

Konjungtivitis Bakteri Akut


- Mukopurulen dan purulent
- Hiperemi konjungtiva
- Edema keloak, papil dengan korna yang jernih

Konjungtiva gonore
Konjungtiva gonore merupakan radang konjungtiba akut dan hebat
yang disertai dengan sekret purulent. Pada neonatus infeksi konjungtiva
ditularkan saat berada pada jalan kelahiran, yang ditularkan oleh ibu yang
sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit ini memberikan secret
purulent dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium, yaitu infiltrate, supuratif, dan


penyembuhan. Pada stadium infiltrate ditemukan kelopak dan konjungtiva
yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak
dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior sedangkan konjungtiva bulbi merah, kemotik,
dan menebal. Umumnya terjadi satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelianan ini pada laki-laki didahului dengan mata kanannya.

Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi


biasanya mengenai dua mata dengan secret kuning kental. Terdapat
pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva.

Oftalmia neonatorum
Merupakan konjungtivitis purulent hiperakut, terjadi pada bayi di
bawah usia 1 bulan, disebabkan penularan dari secret vagina.

Gejala:
- Bola mata sakit dan pegal
- Mata mengeluarkan belek atau kotor dalam bentuk purulent, mukoid
dan mukopurulen tergantung penyebabnya.
- Konjungtiva hyperemia dan kemotik. Kelopak biasanya bengkak.
- Kornea dapat terkena pada hiperemis simpleks.

Konjungtivitis angular
Terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai
eksoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Terdapat secret mukopurulen
dan pasien sering mengedip.

24
Konjungtivitis mukopurulen
Merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis
kataral mukoid. Ditandai dengan hiperemi konjungtiva dengan secret
mukopurulen yang menyebabkan kedua kelopak mata melekat terutama
waktu bangun pagi. Gejala terberat pada hari ketiga apabila tidak diobati
dan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus kataral marginal pada kornea atau
keratitis superfisial.

Konjungtivitis Virus
Demam faringokonjungtiva
Memberikan gejala demam, faringitis, sedikit sekret berair, folikel
pada konjungtiva, mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan
oleh adenovirus 3,4, dan 7. Masa inkubasi 5-12 hari, bersifat epidemik.
Biasanya mengenai anak-anak yang disebarkan melalui droplet atau
kolam renang. Berjalan akut dengan gejala penyakit hyperemia
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran, selain itu terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau
subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel.

Keratokonjungtivitis epidemic
Disebabkan oleh adenovirus 8, 19, 29, dan 37, umumnya bilateral.
Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14
hari. Pada awal infeksi terdapat injeksi konjungtiva, folikel terutama
konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar
preaurikel membesar. Gejala akan turun dalam waktu 7-15 hari.

Konjungtivitis herpetic
Berlangsung selama 2-3 minggu. Ditandai dengan infeksi unilateral,
iritasi, sekret mukosa, nyeri dan fotofobia ringan. Disertai dengan keratitis
herpes simpleks, dengan vesikel pada kornea yang dapat membentuk
gambaran dendrit.

Konjungtivitis varisela-zoster
Herpes zoster terdapat pada usia lebih dari 50 tahun. Virus ini
memberikan gambaran klinik hyperemia, vesikel dan pseudomembran
pada konungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar aurikel.

Konjungtivitis new castle


Disebabkan oleh virus new castle, biasanya mengenai pada pekerja
peternakan unggas yang terdapat pada unggas. Biasanya unilateral, bisa
juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan
demam ringan, sakit kepala, dan nyeri sendi, rasa sakit pada mata, gatal,
mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia.

Konjungtivitis hemoragik epidemic akut


Konjungtivitis hemoragik epidemic akut merupakan konjungtivitis
disertai timbulnya perdarahan konjungtiva. Infeksi ini disebabkan oleh
virus pikornavirus dan enterovirus 70. Masa inkubasi 24-48 jam, dengan
tanda-tanda kedua mata iritatif seperti kelilipan, dan sakit periorbita,
edema kelopak mata, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia

25
disertai lakrimasi. Gejala akut ditandai dengan ditemukan adanya
konjungtiva folikular tingan, sakit periorbita, keratitis, adenopati
preaurikel, dan perdarahan subkonjungtiva.

Konjungtivitis Alergi
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-
tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan
konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan
keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan
kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia


merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak
putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun,
sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala
yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya
Candida albicans) adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak
sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau
pasien yang terganggu sistem imunnya, sebagai konjungtivitis ulseratif
atau granulomatosa. Kerokan menunjukkan reaksi radang sel
polimorfonuklear. Organisme mudah tumbuh pada agar darah atau media
Saboraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast)
atau sebagai pseudohifa (jarang).

Konjungtivitis Jamur Lain


Sporothrix schenckii, walaupun jarang, bisa mengenai konjungtiva
atau palpebral. Jamur ini menimbulkan penyakit granulomatosa yang
disertai KGB preaurikular yang jelas. Pemeriksaan mikroskopik dari
biopsy granuloma menampakkan conidia (spora) gram positif berbentuk
cerutu.
Rhinosporidium seeberi, meskipun jarang, dapat mengenai
konjungtiva, saccus lacrimalis, palpebral, canaliculi dan sclera. Lesi khas
berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah dengan trauma minimal.
Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma dengan spherula besar
terbungkus yang mengandung endospore myriad. Penyembuhan dicapai
dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides immitis jarang menimbulkan konjungtivitis
granulomatosa yang disertai KGB preaurikular yang jelas (sindrom
okuloglandular Parinaud). Ini bukanlah suatu penyakit primer, tetapi
merupakan manifestasi dari penyebaran infeksi paru primer (demam San
Joaquin Valley). Penyakit yang menyebar memberi prognosis buruk.

26
Konjungtivits Parasit
Infeksi Thelazia californiensis
Habitat alami cacing giling ini adalah pada mata anjing, tetapi
cacing ini juga bisa menginfeksi mata kucing, domba, beruang hitam,
kuda, dan rusa. Infeksi aksidental pada saccus conjunctivalis manusia
pernah juga terjadi. Penyakit ini dapat disembuhkan secara efektif dengan
menyingkirkan cacing dari saccus conjungtivalis dengan forceps atau
aplikator berujung kain.

Infeksi Loa-loa
L. loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup di jaringan
ikat manusia dan kera; kera tampakanya merupakan reservoarnya. Parasit
ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing dewasa
kemudian bermigrasi ke palpebral, konjungtiva, atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L. loa, terdapat eosinofilia, tetapi diagnosis
ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Saat ini, obat pilihan
untuk L. loa adalah diethylcarbamazine.

Infeksi Ascaris lumbricoides (Konjungtivitis “Butcher”)


Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtivitis berat, meskipun
jarang. Saat tukang jagal atau orang yang melakukan pemeriksaan post-
mortem memotong jaringan yang mengandung Ascaris, cairan jaringan
bagian organisme itu bisa mengenai matanya. Kejadian ini bisa diikuti
oleh konjungtivitis toksik yang nyeri dan berat, yang ditandai dengan
kemosis hebat dan edema palpebral. Pengobatannya berupa irigasi cepat
dan menyeluruh pada saccus conjunctivalis.

Infeksi Trichinella spiralis


Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, tetapi dalam
perjalanan penyebarannya mungkin terdapat edema palpebral superior dan
inferior, dan lebih dari 50% pasien menunjukkan kemosis – suatu
pembengkakkan kuning-lemon pucat yang paling jelas pada otot rektus
lateral dan medial dan berkurang ke arah limbus. Kemosis ini dapat
bertahan satu minggu atau lebih, dan sering terasa nyeri saat mata
digerakkan.

Infeksi Schistosoma haematobium


Skistosomiasis (bilharziasis) endemic di Mesir, khususnya di daerah
yang memperoleh air dari sungai Nil. Timbul lesi konjungtiva
granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuning-kemerahan,
terutama pada pria. Gejalanya minimal. Diagnosis tergantung pada
pemeriksaan mikroskopik materi-biopsi, yang menunjukkan granuloma
berisi limfosit, sel plasma, sel raksasa, dan eosinophil yang mengelilingi
ovum bilharza pada berbagai tahap disintegrasi. Pengobatannya terdiri
atas eksisi granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimonial
seperti niridazole.

27
Infeksi Taenia solium
Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering
menyerang retina, koroid, atau vitreus, dan menimbulkan sistiserkosis
mata. Umumnya, konjungtiva yang terkena menampilkan suatu kista
subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakkan hemisferik setempat,
biasanya di sudut dalam forniks inferior, yang melekat pada sclera di
bawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebral mungkin meradang
dan terdapat edema. Eosinofilia adalah ciri yang selalu ada.

Infeksi Pthirus pubis (Infeksi Kutu Pubis)


P. pubis dapat mengenai bulu mata dan tepian palpebral. Karena
ukurannya, kutu pubis agaknya memerlukan rambut yang tersebar
berjauhan. Inilah sebabnya parasit ini menyukai bulu mata yang tersebar
berjauhan selain rambut pubis. Parasit ini melepaskan bahan yang
mengiritasi (mungkin feses), yang menimbulkan konjungtivitis folikular
toksik pada anak-anak dan konjungtivitis papilar yang mengiritasi pada
orang dewasa. Tepian palpebral umumnya merah, dan pasien mungkin
mengeluh sangat gatal.

Oftalmomyasis
Myiasis adalah infeksi oleh larva lalat. Banyak spesies lalat dapat
menimbulkan myiasis. Jaringan mata mungkin cedera akibat transmisi
mekanik organisme penyebab penyakit atau oleh aktivitas parasit larva
dalam jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tanpa sengaja
menelan telur atau larva atau karena kontaminasi pada luka luar atau kulit.
Bayi dan anak-anak kecil, pecandu alkohol, dan pasien lemah yang tak
terurus adalah sasaran umum lalt penyebab myiasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan
intraocular, atau jaringan orbita yang lebih dalam. Terkenanya permukaan
mata dapat disebabkan oleh Musca domestica – lalat rumah, Fannia –
lalat jamban, dan Oestrus ovis- lalat domba. Lalat-lalat ini meletakkan
telurnya di tepian palpebral inferior atau kantus internus, dan larva itu
menetap di permukaan mata, menimbulkan iritasi, nyeri, dan hyperemia
konjungtiva.

Konjungtivitis zat kimia atau iritatif


Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik
infiltrate, diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian
lama dipivefrin, m i o t i k a , i d o x u r i d i n e , n e o m yc i n , d a n o b a t -
o b a t l a i n ya n g d i s i a p k a n d a l a m bahan pengawet atau vehikel
toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitratyang diteteskan ke
dalam saccus conjungtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi
yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak
ada pengenceranterhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus
conjungtivae. Kerokan konjungtiva sering mengandung sel -sel
epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali
ada sel berbentuk aneh

28
Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang
masuk kesaccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau,
bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Iritan spesifik dalam
asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-
spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang
terkena seringkali merah danterasa mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan
dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung
cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan
konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam
atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut
dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra
dan leokoma kornea lebih besar kemungkinanterjadi jika agen
penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme.

3.6 Diagnosis dan diagnosis banding

DIAGNOSIS
Konjungtivitis Bakteri
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,
penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-
obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).

Konjungtivitis Virus
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi
mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Ada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena
menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).

Konjungtivitis Alergi
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien
serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis

29
konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis
penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata
berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).

DIAGNOSIS BANDING

Tabel 2. Diagnosis Banding Konjungtivitis

Konjungtivitis Keratitis/ Iritis akut Glaukoma


Tukak akut
Kornea
Kornea Jernih Fluoresein Presipitat Edema
+++/-
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Fler - -/+ ++ -/+
Pupil N <N <N >N
Tekanan N N <N> N+++
Vaskularisasi a.konjungtiva Siliar Pleksus Episkleral
posterior Siliar
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Pengobatan Antibiotic Antibiotika Steroid Miotika
sikloplegik sikloplegikdiamox +
bedah
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri
Tabel 3. Diagnosis Banding Konjungtivits Dengan Penyakit Lain

30
3.7 Tatalaksana
Konjungtivitis Bakteri
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik
tersedia. Adapun terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim
dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang diberikan dalam bentuk salep
atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin, aureomisin,
kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis,
kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi
pengobatan antibiotik spektrum luas dengan deksametason atau
hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih
cepat.
Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-
negatif diplokokus seperti neisseria, maka terapi sistemik dan topikal
harus diberikan secepatnya. Seftriakson 1 g, dosis tunggal intramuscular,
diberikan apabila tidak mengenai kornea. Jika ada keterlibatan kornea,
maka diberikan seftriakson 1-2 g/hari secara parenteral selama 5 hari.
Pemberian obat tersebut diikuti dengan doksisiklin 100 mg dua kali sehari
atau eritromisin 500 mg empat kali sehari selama 1 minggu. Pada
konjungtivitis kataral kronik, diberikan antibiotik topikal seperti
kloramfenikol atau gentamisin diberikan 3-4 kali/ hari selama dua minggu
untuk mengeliminasi infeksi kronik.
Selain itu, eksudat dibilas dengan larutan saline pada konjungtivitis
purulen dan mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit,
pasien dan keluarga diedukasi untuk memerhatikan kebersihan diri.

Konjungtivitis Virus
1. Mengurangi risiko transmisi
a. Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
b. Tidak menggunakan handuk bersamaan
2. Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang
terinfeksi menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine.
3. Steroid topical
a. Prednisolone 0,5% 4xsehari pada konjungtivitis
psuedomembranosa atau membranosa
b. Keratitis simtomatik steroid topikal lemah, hati-hati dalam
penggunaan, gejala dapat muncul kembali karena steroid
hanya menekan proses inflamasi.
c. Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama
periode infeksius pasien.
d. Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid
diperpanjang
4. Lainnya
a. Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800
mg 5x sehari selama 10 hari) diberikan jika progresi
memburuk.
b. Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep
5x/hari, selama 10 hari, atau dengan acyclovir oral, 400 mg
5x/hari selama 7 hari.
c. Stop menggunakan lensa kontak
d. Artificial tears 4xsehari

31
e. Kompres hangat atau dingin
f. Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
g. Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
h. Povidone-iodine
i. Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant

Konjungtivitis Alergi
Pada dasarnya terapi yang diberikan berupa terapi suportif
pemberian vasokonstriktor-antihistamin topikal, kompres dingin untuk
mengurangi gatal, antihistamin oral, dan steroid topikal untuk mengurangi
infeksi. Pemberian steroid harus dengan hati-hati, karena hanya
mensupresi gejala, bukan menyingkirkan penyebab utama. Pada pasien
dengan kecurigaan infeksi sekunder bakteri, dapat diberikan antibiotik
topikal. Sedangkan pada kasus-kasus akibat alergi dengan air mata
artifisial atau lensa kontak, penanganan terbaik adalah menghentikan
penggunaannya atau mengalihkan dengan jenis lain. Sedangkan pada
konjungtivitis sicca, tatalaksana hanya berupa suportif, menggantikan
fungsi kelenjar air mata yang hilang, menggunakan air mata artifisial. Hal
lain yang juga perlu diperhatikan adalah mengupayakan untuk
menghindari kontak dengan alergen.

3.8 Prognosis
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari
tanpa pengobatan. Namun, konjungtivitis akan sembuh lebih cepat dalam
1-3 hari apabila diobati dengan tepat. Sebaliknya, infeksi kronik
membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Infeksi
staphylococcal dapat menimbulkan blefarokonjungtivitis. Kemudian,
konjungtivitis gonococcal dapat menyebabkan ulkus kornea dan
endoftalmitis jika tidak diobati. Oleh karena konjungtiva dapat menjadi
port d’entry, maka septikemia dan meningitis menjadi komplikasi dari
konjungtivitis meningococcal.

Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi
adenovirus, infeksi dapat hilang sempurna dalam 3 – 4 minggu, dan 2 – 3
minggu untuk HSV. Dan infeksi enterovirus tipe 70 atau coxsackievirus
tipe A24 sembuh dalam 5 – 7 hari, tanpa butu tatalaksana khusus.

Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis ini bersifat self limited, ketika alergen hilang, maka
reaksi inflamasi diharapkan juga berhenti. Beberapa memiliki masa
perjalanan penyakit yang pendek, namun ada pula yang berjalan kronik,
tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien. Penyakit ini banyak
timbul pada usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus
rekurensi berkurang jauh ketika meninjak usia tua, diatas 40 – 50 tahun.

32
3.9 Komplikasi
Konjungtivitis Bakteri
Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal
kronik. Selain itu, konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa
akan menimbulkan sikatriks dalam proses penyembuhan, dan lebih jarang
menyebabkan ulkus kornea. Ulkus kornea marginal mempermudah infeksi
N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis. Apabila produk toksik N gonorrhoeae menyebar pada bilik
mata depan, akan terjadi iritis toksik.

Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga
menimbulkan blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya dapat berupa
timbulnya pseudomembran, jaringan parut, keterlibatan kornea, serta
muncul vesikel pada kulit.

Konjungtivitis Alergi
Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika
konjungtivitis berlangsung kronik atau mengenai media refraksi, maka
dapat meinggalkan jaringan parut yang akan mengganggu pandangan.

3.10 Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, pe…nderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan
pabrik pembuatnya.

33
4. Memahami dan menjelaskan mata merah visus normal
4.1 PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang
berbentuk segitiga dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak di
kornea dan dasarnya dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak
dan sering meluas ke daerah pupil.

Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab
yang paling umum adalah :
 Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
 Bekerja di luar rumah
 Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran,
panas, angin, kekeringan dan asap.
 Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent

Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis

Klasifikasi Pterigium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan
dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan
pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat
meradang (intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense,
gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar
pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi.

Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga
perlu tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan
menyebabkan astigmatisme.

Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan
(visual axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix
yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.

Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang,
pterigyum akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan.
Pterygium ini diperhatikan karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain,
pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan kaburnya
penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.

34
Gejalanya termasuk :
 Mata merah
 Mata kering
 Iritasi
 Keluar air mata (berair)
 Sensasi seperti ada sesuatu dimata
 Penglihatan yang kabur

Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
berikut:
 Pemeriksaan Visus
 Slit lamp

Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
 Mengevaluasi ukuran
 Mencegah inflamasi
 Mencegah infeksi
 Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan

Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak
menimbulkan atau menimbulkan gejala yang minimal.

Apabila gejala bertambah berat, dapat ditambahkan :


- Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid untuk
mengurangi inflamasi, lubrikasi okular seperti airmata buatan.

- Terapi radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi.
Akan tetapi pterigium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to
aid in healing dan mencegah rekurensi, seusai pengangkatan pterygium
dengan operasi, selain itu menunda operasi sampai usia dekade 4 dapat
mencegah rekurensi.

Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari,
debu, dan angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.

35
4.2 PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan
tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak
pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner
Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
penyakit
Tes Negatif Positif
sondase
Tabel 4. Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan,


kecuali sangat mengganggu visus, atau alasan kosmetik.

4.3 PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat
umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata).
Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan
limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal. Terdapat
lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk
(amorphous).

Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempuyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar
antara lain adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering .

Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.

Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.

Gambar 20. Pinguekula

36
4.6 HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana
pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis
hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk rejan). Perdarahan
subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang
terjadi.Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan
spontan dalam waktu 1-3 minggu.

4.7 EPISKLERITIS – SKLERITIS


Episkleritis
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara
konjungtiva dan permukaan sklera.Episkleritis umumnya mengenai satu
mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit
rematik.
Keluhannya dapat berupa :
1. mata terasa kering
2. rasa sakit yang ringan
3. mengganjal
4. konjungtiva yang kemotik.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang
berat diberi kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada
episkleritis penglihatan normal, dapat sembuh sempurna atau bersifat
residif.

Gambar 21. Episkleritis

4.8 Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih
yang melapisi mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau
penyakit sistemik. Skleritis dibedakan menjadi :

 Skleritis anterior diffus


Radang sklera disertai kongesti pembuluh darah episklera dan sklera,
umumnya mengenai sebagian sklera anterior, peradangan sklera lebih
luas, tanpa nodul.

 Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya,
berwarna merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat
digerakkan.

37
 Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.

Gambar 22. Skleritis

Gejala
- Kemerahan pada sklera dan konjungtiva
- Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis
dan dagu yang kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya
yang sering kambuh.
- Fotofobia
- Mata berair
- Penglihatan menurun

Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada
penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.

5. menjaga kesehatan mata menurut ajaran agama Islam


Perintah menjaga dan menundukkan pandangan dengan sangat jelas
terungkap pula dalam Al-Quran. Mata sesungguhnya adalah gerbang
maksiat, apabila tidak digunakan dengan baik sesuai tuntunan Islam.
Barang siapa yang tidak dapat menahan pandangan mata sangat mungkin
akan menjerumuskan nya pada zina dan maksiat.

Rasulullah sangat berhati-hati dalam memandang yang dilarang


Islam. Diantarannya dari melihat wanita yang bukan mahramnya.
“Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah saw suri teladan yang
baik bagi kamu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kebahagiaan) hari akhir dan banyak menyebut nama Allah.” (QS.Al-
Ahzab [33]: 21).

Allah Swt berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang


beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS
An-Nûr [24]: 30)

38
Daftar Pustaka

Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4.
Jakrta:FKUI

Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general


ophthalmology. Edisi ke-17. McGraw-Hill, 2007.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6.


Jakarta:EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter
%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32435/4/Chapter
%20II.pdf

http://www.scribd.com/doc/87961403/Konjungtivitis-Jamur-
Parasit#download

http://kayrallah.blogspot.com/2012/02/imunologi-pada-mata-
ocular-immunology.html

39

Anda mungkin juga menyukai