Palpebra
Palpebra terletak di
depan mata serta dapat
melindungi mata dari
cedera dan kelebihan
cahaya. Palpebra superior
lebih besar dan lebih
mobile dibandingkan
dengan palpebra inferior.
Hal tersebut dikarenakan
pada palpebra superior
terdapat insertio dari M.
levator palpebra, yang
mana sangat berperan dalam Gambar 2. Tampak depan kelopak mata
proses membuka dan
menutupnya kelopak mata. Kedua palpebra saling bertemu pada sudut
medial dan lateral. Fissura palpebra adalah lubang berbentuk elips
diantara palpebra superior dan inferior yang merupakan tempat masuknya
saccus konjungtiva. (Snell, 1997)
1
Permukaan superfisialis palpebra ditutupi kulit dan permukaan
dalamnya ditutupi oleh membrane mukosa yang disebut dengan
konjungtiva. Bulu mata yang pendek dan melengkung terletak ditepi
bebas palpebra. Mereka tersusun berbaris dua atau tiga pada batas
mucocutanea. Glandula sebasea (glandula Zeis) bermuara langsung ke
dalam folikel bulu mata. Glandula ciliaris (glandula Moll) yang
merupakan modifikasi dari
kelenjar keringat, bermuara
sendiri-sendiri diantara bulu
mata. Glandula tarsalis adalah
modifikasi kelenjar sebasea
yang panjang, mencurahkan
sekret berminyaknya pada tepi
palpebra. Muaranya terdapat
dibelakang bulu mata. Bahan
berminyak seperti ini
mencegah lubernya air mata
dan membantu mencegah
masuknya air bila mata
ditutup. Gambar 3. Antomi saluran air mata
Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak
terputus dan terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis. Pada puncak
papilla terdapat lubang kecil, punctum lacrimale, yang berhubungan
dengan canaliculus lacrimalis. Papilla lacrimalis terjulur ke dalam lacus
dan punctum. Canalicus berfungsi untuk mengalirkan air mata ke dalam
hidung. (Snell, 1997).
2
Gambar 4. Bagian mata tampak depan
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis yang melapisi palpebra,
melipat pada fornix superior dan inferior untuk melapisi permukaan
anterior bola mata. Epitelnya bersambung dengan epitel kornea. Bagian
lateral atas fornix superior ditembus oleh ductus glandula lacrimalis. Jadi
konjungtiva membentuk ruang potensial, yaitu saccus conjungtivalis, yang
terbuka pada fissure palpebrae.
Di bawah kelopak mata terdapat alur, sulcus subtarsalis, yang
berjalan dekat pada dan paralel dengan tepi palpebra. Sulcus ini
cenderung menangkap jasad renik yang masuk ke saccus conjungtivalis.
Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membran septum
orbital. Septum ini melekat pada tepi orbital, dimana ia menyatu dengan
periosteum. Septum orbital menebal pada tepi kelopak dan membentuk
tarsus. Tarsus adalah lamina jaringan ikat berbentuk bulan sabit. Yang
terbesar adalah tarsus superior. Ujung lateral lempang tarsal melekat
melalui pita, lig. palpebrae lateral, pada tuberculum betulang, tepat disebal
dalam tepi orbita. Ujung medial ( M. corrugator
lempeng dikuatkan oleh lig. (M. frontalis) superficialis)
(Preceptal orbicularis
tarsalis tependam di bawah
permukaan tarsus posterior. (Pretarsal orbicularis
(Snell, 1997)
Permukaan superfisial
lempeng tarsal dan septum
orbitale ditutupi serabut-serabut
M. orbicularis oculi pars
palpebralis. Aponeurosis insertio
dari M. levator palpebrae superior Gambar 5. Otot pada bagian mata
menembus septum orbital,
mencapai permukaan anterior tarsus superior dan kulit. (Snell, 1997)
3
Bola Mata
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun
dipisahkan oleh selubung fasia bola mata. Bola mata terdiri atas lapisan,
dari luar ke dalam adalah tunica fibrosa, tunica vasculosa (uvea), tunica
sensoria bulbi. (Snell, 1997).
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan
bagian anterior transparan, kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Pada bagian posterior ia ditembus oleh N.
opticus dan akan menyatu dengan selubung dura (duramater) saraf
tersebut. Lamina cribrosa adalah daerah-daerah pada sklera yang ditembus
oleh N. opticus. Daerah ini relative lemah dan dapat menonjol ke dalam
bola mata oleh pembesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi N.
opticus. Jika tekanan intraocular meningkat, lamina cribrosa akan
menonjol keluar yang menyebabkan discus menjadi cekung, apabila
dilihat oleh ophtalmoscop. (Snell, 1997).
Sklera juga ditembus oleh A.N. ciliaris dan pembuluh yang terkait
yaitu Vv. Vorticosea. Sklera langsung bersambung dengan kornea di
depannya, pada batas kornea-sklera disebut limbus. (Snell, 1997).
Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama merefraksi
cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas 5 lapisan, yaitu (1) epitel
kornea (epithelium anterius), yang bersambung dengan epitel konjungtiva;
(2) lamina limitans anterior; (3) substantia propria terdiri atas jaringan ikat
transparan; (4) lamina limitans posterior; (5) endotel (epithelium
posterior), yang berhubungan langsung dengan humor aquosus. (Snell,
1997).
Tunica Vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus ciliaris dan
iris. Choroidea terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang
sangat vascular. Corpus ciliaris ke belakang bersambung dengan
choroidea, dan ke anterior, terletak ditepi belakang perifer iris. Ia terdiri
atas corona ciliaris, processus ciliares dan M. ciliaris. (Snell, 1997).
4
Corona ciliaris adalah lipatan-lipatan atau rabung-rabung yang
tersusun radial dimana pada permukaan posteriornya melekat lig.
Suspensorium lensa. (Snell, 1997).
M. ciliaris terdiri atas serat-serat otot polos meridional dan sirkular.
Serat-serat meridional berjalan ke belakang dari daerah batas cornea-
sclera ke processus ciliares. Serat-serat sirkular berjumlah lebih sedikit
dan terletak disebelah dalam serat-serat meridional. Persarafannya
disokong oleh serabut-serabut parasimpatis dari N. okulomotor. Sesudah
bersinaps dalam ganglion ciliare, serabiut-serabut pasca ganglion berjalan
ke depan bola mata sebagai Nn. ciliares brevis. (Snell, 1997)
5
dilator pupillae dipasok oleh serabut simpatis, yang berjalan ke depan, ke
bola mata dalam Nn. ciliares longus. (Snell, 1997).
M. sphincter pupillae bertugas untuk mengecilkan pupil dalam
keadaan cahaya terang dan selama akomodasi. M. dilator pupillae
bertugas untuk melebarkan pupil dalam keadaan cahaya yang redup
ataupun rangsangan simpatis yang berlebihan, seperti perasaan takut.
(Snell, 1997)
6
muda pucat, jauh lebih pucat dibandingkan dengan daerah retina
disekitarnya. (Snell, 1997)
Homor Aquosus
Humor aquosus adalah cairan bening yang mengisi camera anterior
(COA) dan camera posterior (COP). Diduga merupakan sekret transudat
dari processus ciliaris, dari sini cairan akan mengalir ke camera posterior.
Lalu, mengalir kedalam camera anterior melalui pupillae dan diangkut
pergi melalui celah-celah pada angulus iridocornealis ke dalam canalis
Schlemm. Gangguan drainase humor aquosus mengakibatkan peningkatan
tekanan intraocular (TIO), yang disebut dengan glaucoma. Keadaan ini
dapat menimbulkan perubahan degenerative pada retina, yang
mengakibatkan kebutaan. (Snell, 1997)
Corpus Vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata dibelakang lensa. Merupakan gel
transparan yang dibungkus membrane vitrea. Canalis hyalodeus adalah
saluran sempit yang berjalan melalui corpus vitreum dari discus N. optici
ke permukaan posterior lensa. Pada janin, saluran ini terisi oleh A.
hyaloidea yang akan menghilang beberapa saat sebelum hamil. (Snell,
1997)
7
Gambar 11. Corpus vitreum
Di depan pada daerah perbatasan dengan lensa, membrane viterum
menebal dan terdiri atas 2 lapisan. Lapis posterior menutup corpus
viterum, lapis anterior terdiri atas satu seri serat halus yang tersusun
secara radier, bersama-sama serat ini membentuk lig. suspensorium lensa,
yang melekat pada dinding lateral processus ciliaris dan disentral dari
capsula lentis di daerah equator. (Snell, 1997)
Di dalam corpus vitreous tidak terdapat pembuluh darah. Fungsi
corpus vitreous adalah sedikit menambah daya pembesaran mata. Selain
itu juga menyokong permukaan posterior lensa dan membantu melekatkan
pars nervosa pada pars pigemntosa retina. (Snell, 1997)
Lensa
Lensa adalah badan bikonveks yang transparan yang terbungkus
oleh kapsul transparan. Terletak dibelakang iris, di depan corpus vitreous
serta dikelilingi oleh processus ciliares. (Snell, 1997)
Lensa terdiri atas, (1) kapsul elastis (pembungkus lensa), (2) epitel
kuboid, hanya terdapat pada permukaan anterior lensa, (3) serat-serat
lensa, dibentuk oleh epitel kuboid equator lensa, serat ini merupakan
penyusun bagian terbesar lensa. (Snell, 1997)
8
ferential equatorial lensa melekat pada processus ciliares melalui
ligamentum suspensorium. Tarikan serat-serat ligamentum suspensorium
yang tersusun radier cenderung menggepengkan lensa yang elastis ini,
sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek jauh. (Snell, 1997)
Agar mata berakomodasi terhadap objek-objek dekat, M. ciliaris
berkontraksi dan menarik corpus ciliare ke depan dan dalam, sehingga
serat ligamentum suspensorium yang radier dalam keadaan relaksasi.
Keadaan ini memungkinkan lensa untuk menjadi lebih bulat. (Snell, 1997)
Dengan meningkatnya usia lensa menjadi lebih padat dan kurang
elastic sehingga kemampuan akomodasi pun berkurang (presbiopi).
Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kaca
mata untuk penglihatan dekat. (Snell, 1997)
Mata adalah organ indera yang sangat khusus bagi penglihatan dan
fotoresepsi. Setiap bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan yang berbeda.
Lapisan luar adalah sklera, yaitu lapisan opak jaringan ikat padat.
Dibagian anterior, sklera dimodifikasi menjadi kornea transparan yang
memungkinkan cahaya masuk ke mata. Di bagian dalam sklera, terdapat
lapisan berpigmen padat yang disebut dengan choroid. Di dalam choroid
terdapat banyak pembuluh darah yang memberi makan kepada sel-sel
fotoreseptor di retina dan struktur lain bola mata. Lapisan paling dalam
mata adalah retina fotosensitif yang melapisi tiga perempat mata bagian
posterior. Sel-sel fotosensitif retina berakhir pada daerah yang disebut ora
serrata. Di bagian anterior ora serrata retina tidak lagi fotosensitif.
9
posterior terisi suatu cairan yang disebut dengan humor aqueosus. Cairan
ini dihasilkan oleh processus ciliaris yang berada di belakang iris, berjalan
dari camera posterior ke camera anterior lalu akan didrainase melalui
vena.
Palpebra
Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas
epitel berlapis gepeng dengan papilla. Pada bagian dermis, dibawahnya
terdapat folikel-folikel rambut dengan kelenjar sebasea. Selain itu,
kelenjar keringat juga dapat ditemukan pada bagian dermis.
Follicle bulu
Palpebra halus
Tarsus
Gld. Moll
Glg.
Zeis
Conjunctiva
palpebrae Kelenjar Meibom M. Ciliaris Riolani
10
centralis yang panjang yang berjalan paralel dengan konjungtiva palpebra
dan bermuara di tepi palpebra.
M. Levator
palpebrae
Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis menyekresi air mata dan
disusun oleh beberapa kelenjar tubulo asinar.
Asini sekretorisnya bervariasi dalam hal bentuk
maupun ukurannya dan mirip jenis serosa, tetapi
lumennya lebih besar. Sejumlah asini
menampakkan kantung-kantung tak teratur sel di
dalam lumennya. Sel-sel asinar lebih silindris
dibandingkan dengan piramidal, Gambar 16. Kelenjar lakrimalis
mengandung granul sekresi dan tetes lipid
lebih besar yang terpulas lemah. Sel-sel
mioepitel mengelilingi setiap asini.
11
Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
tanpa papil. Lapisan sel terbawah (basal)
silindris dan berada di atas membran basal tipis.
Di bawah epitel kornea terdapat membrana
limitans anterior (membrana Bowman).
Membrana Bowman berasal dari lapisan
dibawahnya, stroma kornea (substantia proria).
Stroma kornea membentuk badan kornea.
Stroma terdiri atas berkas serat kolagen paralel
yang membentuk lamela tipis dan lapisan-
lapisan fibroblas gepeng yang bercabang,
keratosit, yang terletak diantara serat Gambar 17. Lapisan Kornea
kolagen. Keratosit kornea merupakan
bagian yang telah dimodifikasi.
Bola Mata
Bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan konsentris utama, yaitu jaringan
ikat fibrosa kuat di luar (sklera dan kornea), lapisan tengah atau uvea
(choroid berpigmen yang sangat vaskular; corpus ciliaris, terdiri atas
processus ciliaris dan M. ciliaris; iris), yang terakhir adalah lapisan
terdalam (jaringan saraf fotosensitif, retina).
Sklera adalah lapisan jaringan ikat kuat, opak, putih, terdiri atas
anyaman padat serat kolagen. Sklera membantu mempertahankan
kekakuan bola mata dan tampak sebagai bagian putih mata. Batas antara
sklera dan kornea disebut limbus kornea, yang terletak di bagian anterior
mata. Di bagian posterior mata terdapat N. opticus yang muncul dari
kapsul ocular, tempat peralihan sklera bola mata dan duramater (jaringan
ikat susunan saraf). (Eroschenko, 2003)
12
Gambar 18. Bola mata
13
berperan dalam interpretasi warna suatu benda. Papilla opticus merupakan
tempat N. opticus meninggalkan bola mata. Pada papilla opticus tidak
terdapat sel batang maupun sel kerucut. Oleh sebab itu daerah ini disebut
juga bintik buta mata. Sklera luar bersebelahan dengan jaringan orbital,
yang mengandung jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, jaringan lemak
orbita, serat saraf, pembuluh darah, pembuluh limfatik serta kelenjar.
(Eroschenko, 2003)
14
Gambar 19. Lapisan retina
Lapisan inti luar mengandung inti sel batang dan sel kerucut serta
cabang luar sel Muller. Di dalam lapisan pleksiform luar, akson sel
kerucut dan batang bersinaps dengan dendrit sel-sel bipolar dan sel
horizontal. Lapisan inti dalam mengandung inti sel-sel bipolar, horizontal
dan amakrin, serta sel neuralgia Muller. Sel-sel horizontal dan amakrin
adalah sel asosiasi. Di dalam lapisan pleksiform dalam, akson-akson sel
bipolar bersinaps dengan dendrit sel ganglion dan sel amakrin.
(Eroschenko, 2003)
15
2. Mempelajari tentang fisiologi mata
2.1. Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi penglihatan dan lakrimasi
mata.
A. Fisiologi Penglihatan
STRUKTUR FUNGSI
Aqueous humor Memberi nutrisi untuk kornea dan lensa
Korpus siliaris Membentuk aqueous humor
Diskus optikus Tempat keluarnya nervus optikus dan pembuluh darah
Fovea Daerah dengan ketajaman paling tinggi
Iris Mengubah ukuran pupil, memberi pigmen pada mata
Kornea Berperan penting dalam kemampuan refraktif mata
Koroid Mencegah berhamburnya berkas cahaya di mata,
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi retina
Lensa Menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi
selama akomodasi
Ligamentum Berperan penting dalam proses akomodasi
suspensorium
Makula lutea Memiliki ketajaman yang tinggi karena mengandung
banyak sel kerucut
Neuron bipolar Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya
Otot siliaris Berperan penting dalam proses akomodasi
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Retina Mengandung fotoreseptor
Nervus optikus Bagian pertama jalur penglihatan ke otak
Sel batang Bertanggung jawab untuk penglihatan dengan
sensitivitas tinggi, hitam – putih dan penglihatan pada
malam hari
Sel ganglion Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya
oleh retina, membentuk nervus optikus
Sel kerucut Bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan,
penglihatan warna dan penglihatan pada siang hari
Sklera Lapisan jaringan ikat protektif,
Vitreous humor Zat semicair mirip gel yang membantu
mempertahankan bentuk mata
Tabel 1. Struktur dan fungsi dari mata
16
Proses Penglihatan
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan
lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila
berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau
intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur
perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, karena iris merupakan
cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan
warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa.
Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke
otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain
menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi,
juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata
memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan
berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan
apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris akan
mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya
sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang
merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–
sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya
yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi
persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Gelap
↓
konsentrasi GMP-siklik meningkat
↓
Konsentrasi Na meningkat
↓
Depolarisasi membrane
↓
Pengeluaran zat inhibitor
↓
Neuron bipolar dihambat
↓
Tidak adanya melihat pada korteks penglihatan di otak
↓
Tidak ada ekspresi melihat
17
Proses pada saat otak mengekspresikan terang yaitu:
Cahaya/terang
↓
Fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin
↓
Konsentrasi Na tinggi
↓
Penurunan GMP-siklik
↓
Penutupan kanal Ca
↓
Menutupnya canal Ca
↓
Pengeluaran zat inbihitor dihambat
↓
Terjadi eksitasi neuron bipolar
↓
Perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak
↓
Adanya ekspresi melihat
B. Fisiologi Lakrimasi
Glandula lacrimalis terletak pada tepi supero-lateral orbita. Saluran-
salurannya bermuara ke dalam bagian lateral fornix superior di
conjunctiva. Persarafan: serabut-serabut sekremotorik dari nukleus
salivatorius superior melalui ganglion geniculi, n. petrosus superficialis
major, ganglion pterygopalatinum, ramus zygomatico-temporalis, n.
maxillaris, selanjutnya melalui nn. lacrimales.
18
saluran hidung. Sistem drainase ini tidak dapat menangani produksi air
mata yang berlebihan sewaktu menangis, sehingga air mata membanjiri
mata.
Glandula lacrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars
palpebralis yang kecil. Keduanya saling berhubungan pada ujung lateral
m. levator palpebrae superioris. Glandula ini terletak diatas bola mata, di
bagian anterior dan superior orbita, posterior terhadap septumorbitale.
Kira-kira 12 duktus keluar dari permukaan bawah kelenjar dan bermuara
pada bagianlateral fornix superior konjungtiva. Persarafan Glandula
lacrimalis; saraf sekremotorik parasimpatis berasal dari nucleus lacrimalis
n. facialis. Serabut-serabut preganglionik mencapai ganglion
pterygopalatinum (sphenopalatinum) melalui n.intermediusdan ramus
petrosus magnus serta n.canalis pterygoidei. Serabut-serabut
postganglionik meninggalkan ganglion dan bergabung dengan
n.maxillaris. Kemudian serabut ini berjalan didalam ramus zygomaticum
serta n.zygomaticotemporalis, dan mencapai glandula lacrimalis melalui
n.lacrimalis.
19
3. Memahami dan menjelaskan Konjungtivitis
3.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
3.2 Klasifikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
2. Konjungtivitis Virus
3. Konjungtivitis Vernal
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivits Parasit
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
3.3 Etiologi
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada
satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan
dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang
yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi (Marlin, 2009).
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency
virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering
kontak dengan penderita dan dapat menular melalui di droplet pernafasan,
kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada
di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
20
Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan
yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis
vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda
sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman
dan tumbuh- tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi
pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis
papilar rak pada pengguna lensa- kontak atau mata buatan dari plastik
(Asokan, 2007).
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang
(Vaughan, 2010).
Konjungtivits Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang (Vaughan, 2010).
21
3.4 Patofisiologi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya
inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva,
selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang
dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar
begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan (Effendi, 2008).
Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat
blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus.
22
Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental,
terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada
permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret
akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh karenanya harus
hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata
pemeriksa.
23
3.5 Manifestasi Klinis
Konjungtivitis Bakteri
Pada konjungtivitis bakteri memberikan gejala secret mukopurulen
dan purulent, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang
disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis ini mudah menular ke mata
sebelahnya dan menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat
menyebarkan kuman.
Konjungtiva gonore
Konjungtiva gonore merupakan radang konjungtiba akut dan hebat
yang disertai dengan sekret purulent. Pada neonatus infeksi konjungtiva
ditularkan saat berada pada jalan kelahiran, yang ditularkan oleh ibu yang
sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit ini memberikan secret
purulent dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.
Oftalmia neonatorum
Merupakan konjungtivitis purulent hiperakut, terjadi pada bayi di
bawah usia 1 bulan, disebabkan penularan dari secret vagina.
Gejala:
- Bola mata sakit dan pegal
- Mata mengeluarkan belek atau kotor dalam bentuk purulent, mukoid
dan mukopurulen tergantung penyebabnya.
- Konjungtiva hyperemia dan kemotik. Kelopak biasanya bengkak.
- Kornea dapat terkena pada hiperemis simpleks.
Konjungtivitis angular
Terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai
eksoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Terdapat secret mukopurulen
dan pasien sering mengedip.
24
Konjungtivitis mukopurulen
Merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis
kataral mukoid. Ditandai dengan hiperemi konjungtiva dengan secret
mukopurulen yang menyebabkan kedua kelopak mata melekat terutama
waktu bangun pagi. Gejala terberat pada hari ketiga apabila tidak diobati
dan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus kataral marginal pada kornea atau
keratitis superfisial.
Konjungtivitis Virus
Demam faringokonjungtiva
Memberikan gejala demam, faringitis, sedikit sekret berair, folikel
pada konjungtiva, mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan
oleh adenovirus 3,4, dan 7. Masa inkubasi 5-12 hari, bersifat epidemik.
Biasanya mengenai anak-anak yang disebarkan melalui droplet atau
kolam renang. Berjalan akut dengan gejala penyakit hyperemia
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran, selain itu terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau
subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel.
Keratokonjungtivitis epidemic
Disebabkan oleh adenovirus 8, 19, 29, dan 37, umumnya bilateral.
Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14
hari. Pada awal infeksi terdapat injeksi konjungtiva, folikel terutama
konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar
preaurikel membesar. Gejala akan turun dalam waktu 7-15 hari.
Konjungtivitis herpetic
Berlangsung selama 2-3 minggu. Ditandai dengan infeksi unilateral,
iritasi, sekret mukosa, nyeri dan fotofobia ringan. Disertai dengan keratitis
herpes simpleks, dengan vesikel pada kornea yang dapat membentuk
gambaran dendrit.
Konjungtivitis varisela-zoster
Herpes zoster terdapat pada usia lebih dari 50 tahun. Virus ini
memberikan gambaran klinik hyperemia, vesikel dan pseudomembran
pada konungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar aurikel.
25
disertai lakrimasi. Gejala akut ditandai dengan ditemukan adanya
konjungtiva folikular tingan, sakit periorbita, keratitis, adenopati
preaurikel, dan perdarahan subkonjungtiva.
Konjungtivitis Alergi
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-
tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan
konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan
keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan
kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya
Candida albicans) adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak
sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau
pasien yang terganggu sistem imunnya, sebagai konjungtivitis ulseratif
atau granulomatosa. Kerokan menunjukkan reaksi radang sel
polimorfonuklear. Organisme mudah tumbuh pada agar darah atau media
Saboraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast)
atau sebagai pseudohifa (jarang).
26
Konjungtivits Parasit
Infeksi Thelazia californiensis
Habitat alami cacing giling ini adalah pada mata anjing, tetapi
cacing ini juga bisa menginfeksi mata kucing, domba, beruang hitam,
kuda, dan rusa. Infeksi aksidental pada saccus conjunctivalis manusia
pernah juga terjadi. Penyakit ini dapat disembuhkan secara efektif dengan
menyingkirkan cacing dari saccus conjungtivalis dengan forceps atau
aplikator berujung kain.
Infeksi Loa-loa
L. loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup di jaringan
ikat manusia dan kera; kera tampakanya merupakan reservoarnya. Parasit
ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing dewasa
kemudian bermigrasi ke palpebral, konjungtiva, atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L. loa, terdapat eosinofilia, tetapi diagnosis
ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Saat ini, obat pilihan
untuk L. loa adalah diethylcarbamazine.
27
Infeksi Taenia solium
Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering
menyerang retina, koroid, atau vitreus, dan menimbulkan sistiserkosis
mata. Umumnya, konjungtiva yang terkena menampilkan suatu kista
subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakkan hemisferik setempat,
biasanya di sudut dalam forniks inferior, yang melekat pada sclera di
bawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebral mungkin meradang
dan terdapat edema. Eosinofilia adalah ciri yang selalu ada.
Oftalmomyasis
Myiasis adalah infeksi oleh larva lalat. Banyak spesies lalat dapat
menimbulkan myiasis. Jaringan mata mungkin cedera akibat transmisi
mekanik organisme penyebab penyakit atau oleh aktivitas parasit larva
dalam jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tanpa sengaja
menelan telur atau larva atau karena kontaminasi pada luka luar atau kulit.
Bayi dan anak-anak kecil, pecandu alkohol, dan pasien lemah yang tak
terurus adalah sasaran umum lalt penyebab myiasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan
intraocular, atau jaringan orbita yang lebih dalam. Terkenanya permukaan
mata dapat disebabkan oleh Musca domestica – lalat rumah, Fannia –
lalat jamban, dan Oestrus ovis- lalat domba. Lalat-lalat ini meletakkan
telurnya di tepian palpebral inferior atau kantus internus, dan larva itu
menetap di permukaan mata, menimbulkan iritasi, nyeri, dan hyperemia
konjungtiva.
28
Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang
masuk kesaccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau,
bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Iritan spesifik dalam
asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-
spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang
terkena seringkali merah danterasa mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan
dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung
cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan
konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam
atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut
dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra
dan leokoma kornea lebih besar kemungkinanterjadi jika agen
penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme.
DIAGNOSIS
Konjungtivitis Bakteri
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,
penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-
obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
Konjungtivitis Virus
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi
mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Ada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena
menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
Konjungtivitis Alergi
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien
serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis
29
konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis
penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata
berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
DIAGNOSIS BANDING
30
3.7 Tatalaksana
Konjungtivitis Bakteri
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik
tersedia. Adapun terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim
dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang diberikan dalam bentuk salep
atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin, aureomisin,
kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis,
kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi
pengobatan antibiotik spektrum luas dengan deksametason atau
hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih
cepat.
Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-
negatif diplokokus seperti neisseria, maka terapi sistemik dan topikal
harus diberikan secepatnya. Seftriakson 1 g, dosis tunggal intramuscular,
diberikan apabila tidak mengenai kornea. Jika ada keterlibatan kornea,
maka diberikan seftriakson 1-2 g/hari secara parenteral selama 5 hari.
Pemberian obat tersebut diikuti dengan doksisiklin 100 mg dua kali sehari
atau eritromisin 500 mg empat kali sehari selama 1 minggu. Pada
konjungtivitis kataral kronik, diberikan antibiotik topikal seperti
kloramfenikol atau gentamisin diberikan 3-4 kali/ hari selama dua minggu
untuk mengeliminasi infeksi kronik.
Selain itu, eksudat dibilas dengan larutan saline pada konjungtivitis
purulen dan mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit,
pasien dan keluarga diedukasi untuk memerhatikan kebersihan diri.
Konjungtivitis Virus
1. Mengurangi risiko transmisi
a. Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
b. Tidak menggunakan handuk bersamaan
2. Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang
terinfeksi menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine.
3. Steroid topical
a. Prednisolone 0,5% 4xsehari pada konjungtivitis
psuedomembranosa atau membranosa
b. Keratitis simtomatik steroid topikal lemah, hati-hati dalam
penggunaan, gejala dapat muncul kembali karena steroid
hanya menekan proses inflamasi.
c. Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama
periode infeksius pasien.
d. Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid
diperpanjang
4. Lainnya
a. Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800
mg 5x sehari selama 10 hari) diberikan jika progresi
memburuk.
b. Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep
5x/hari, selama 10 hari, atau dengan acyclovir oral, 400 mg
5x/hari selama 7 hari.
c. Stop menggunakan lensa kontak
d. Artificial tears 4xsehari
31
e. Kompres hangat atau dingin
f. Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
g. Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
h. Povidone-iodine
i. Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant
Konjungtivitis Alergi
Pada dasarnya terapi yang diberikan berupa terapi suportif
pemberian vasokonstriktor-antihistamin topikal, kompres dingin untuk
mengurangi gatal, antihistamin oral, dan steroid topikal untuk mengurangi
infeksi. Pemberian steroid harus dengan hati-hati, karena hanya
mensupresi gejala, bukan menyingkirkan penyebab utama. Pada pasien
dengan kecurigaan infeksi sekunder bakteri, dapat diberikan antibiotik
topikal. Sedangkan pada kasus-kasus akibat alergi dengan air mata
artifisial atau lensa kontak, penanganan terbaik adalah menghentikan
penggunaannya atau mengalihkan dengan jenis lain. Sedangkan pada
konjungtivitis sicca, tatalaksana hanya berupa suportif, menggantikan
fungsi kelenjar air mata yang hilang, menggunakan air mata artifisial. Hal
lain yang juga perlu diperhatikan adalah mengupayakan untuk
menghindari kontak dengan alergen.
3.8 Prognosis
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari
tanpa pengobatan. Namun, konjungtivitis akan sembuh lebih cepat dalam
1-3 hari apabila diobati dengan tepat. Sebaliknya, infeksi kronik
membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Infeksi
staphylococcal dapat menimbulkan blefarokonjungtivitis. Kemudian,
konjungtivitis gonococcal dapat menyebabkan ulkus kornea dan
endoftalmitis jika tidak diobati. Oleh karena konjungtiva dapat menjadi
port d’entry, maka septikemia dan meningitis menjadi komplikasi dari
konjungtivitis meningococcal.
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi
adenovirus, infeksi dapat hilang sempurna dalam 3 – 4 minggu, dan 2 – 3
minggu untuk HSV. Dan infeksi enterovirus tipe 70 atau coxsackievirus
tipe A24 sembuh dalam 5 – 7 hari, tanpa butu tatalaksana khusus.
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis ini bersifat self limited, ketika alergen hilang, maka
reaksi inflamasi diharapkan juga berhenti. Beberapa memiliki masa
perjalanan penyakit yang pendek, namun ada pula yang berjalan kronik,
tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien. Penyakit ini banyak
timbul pada usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus
rekurensi berkurang jauh ketika meninjak usia tua, diatas 40 – 50 tahun.
32
3.9 Komplikasi
Konjungtivitis Bakteri
Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal
kronik. Selain itu, konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa
akan menimbulkan sikatriks dalam proses penyembuhan, dan lebih jarang
menyebabkan ulkus kornea. Ulkus kornea marginal mempermudah infeksi
N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis. Apabila produk toksik N gonorrhoeae menyebar pada bilik
mata depan, akan terjadi iritis toksik.
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga
menimbulkan blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya dapat berupa
timbulnya pseudomembran, jaringan parut, keterlibatan kornea, serta
muncul vesikel pada kulit.
Konjungtivitis Alergi
Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika
konjungtivitis berlangsung kronik atau mengenai media refraksi, maka
dapat meinggalkan jaringan parut yang akan mengganggu pandangan.
3.10 Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, pe…nderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan
pabrik pembuatnya.
33
4. Memahami dan menjelaskan mata merah visus normal
4.1 PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang
berbentuk segitiga dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak di
kornea dan dasarnya dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak
dan sering meluas ke daerah pupil.
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab
yang paling umum adalah :
Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
Bekerja di luar rumah
Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran,
panas, angin, kekeringan dan asap.
Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis
Klasifikasi Pterigium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan
dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan
pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat
meradang (intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense,
gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar
pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga
perlu tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan
menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan
(visual axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix
yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang,
pterigyum akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan.
Pterygium ini diperhatikan karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain,
pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan kaburnya
penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
34
Gejalanya termasuk :
Mata merah
Mata kering
Iritasi
Keluar air mata (berair)
Sensasi seperti ada sesuatu dimata
Penglihatan yang kabur
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
berikut:
Pemeriksaan Visus
Slit lamp
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
Mengevaluasi ukuran
Mencegah inflamasi
Mencegah infeksi
Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan
Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak
menimbulkan atau menimbulkan gejala yang minimal.
- Terapi radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi.
Akan tetapi pterigium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to
aid in healing dan mencegah rekurensi, seusai pengangkatan pterygium
dengan operasi, selain itu menunda operasi sampai usia dekade 4 dapat
mencegah rekurensi.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari,
debu, dan angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
35
4.2 PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan
tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak
pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner
Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
penyakit
Tes Negatif Positif
sondase
Tabel 4. Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium
4.3 PINGUEKULA
Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat
umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata).
Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan
limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal. Terdapat
lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk
(amorphous).
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempuyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar
antara lain adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering .
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.
36
4.6 HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana
pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis
hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk rejan). Perdarahan
subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang
terjadi.Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan
spontan dalam waktu 1-3 minggu.
4.8 Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih
yang melapisi mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau
penyakit sistemik. Skleritis dibedakan menjadi :
Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya,
berwarna merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat
digerakkan.
37
Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.
Gejala
- Kemerahan pada sklera dan konjungtiva
- Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis
dan dagu yang kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya
yang sering kambuh.
- Fotofobia
- Mata berair
- Penglihatan menurun
Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada
penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.
38
Daftar Pustaka
Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4.
Jakrta:FKUI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter
%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32435/4/Chapter
%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/87961403/Konjungtivitis-Jamur-
Parasit#download
http://kayrallah.blogspot.com/2012/02/imunologi-pada-mata-
ocular-immunology.html
39