Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

SPONDYLOSIS LUMBALIS & BULGING L4-L5 dan L5-S1

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian


Stase Ilmu Penyakit Syaraf di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Sri Harso, M.Kes., Sp.S

Disusun Oleh :
Alvi Anandia
20184010054

SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

PRESENTASI KASUS
1
A. IDENTITAS
Nama : Tn. K
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegalrejo, Tempuran
Agama : Islam
Status : Sudah menikah

B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien mendadak lemas, pusing disertai nyeri boyok.
b. Keluhan Tambahan
Tidak ada
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Tidar Kota Magelang dengan keluhan mendadak
lemas disertai pusing. Pasien juga mengeluh nyeri boyok terlebih jika kaki digerakkan.
Keluhan petama kali dirasakan sejak tadi pagi. Pasien mengatakan bahwa pasien
pernah mondok sebelumnya di RSU Tidar Kota Magelang dikarenakan stroke. Pasien
juga memiliki riwayat tekanan darah tinggi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit serupa (-)
2. Riwayat trauma kepala (-)
3. Riwayat hipertensi (+)
4. Riwayat penyakit DM (-)
5. Riwayat penyakit stroke (+)
6. Riwayat penyakit jantung (-)
7. Riwayat Alergi (-)
8. Riwayat Asma (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
2. Riwayat trauma kepala, hipertensi, dm, stroke, jantung, alergi dan asma
disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Baik
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Kepala :
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) refleks cahaya langsung (+/+)

2
Thorax :
Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : ketertinggalan gerak (-/-)
Perkusi : paru kanan dan kiri sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1-S2 normal reguler, bising jantung (-)
Abdomen :
Inspeksi : distented (-), jejas (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), supel
Ekstremitas :
Akral teraba hangat, edema (-/-), tidak terdapat tremor pada kaki dan tangan.
2. Pemeriksaan Fisik Neurologis
Sistem Motorik
Ekstremitas atas Kanan Kiri
Kekuatan 5 5
Gerakan involunteer (-) (-)
Refleks brakhioradialis (+) (+)
Refleks Hoffman / Tromner (-) (-)
Ekstremitas bawah Kanan Kiri
Kekuatan 2 2
Gerakan involunteer (-) (-)
Refleks Patella (+) (+)
Refleks Openheim (-) (-)

Pemeriksaan fisik neurologis tambahan:


Tes Laseque +/+ Tes Patrick +/+
Tes Kernick -/- Tes Kontrapatrick +/+

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin : 13,8 g/dL
Leukosit : 7,3 x 103/ul
Eritrosit : 5 x 106/uL
Hematokrit : 39,5 %
Natrium : 141 mEq/L
Kalium : 4,0 mEq/L
Klorida : 106 mmol/L
Ureum : 23,8 mg/dL
3
Kreatinin : 0,53 mg/dL
Kolesterol : 235 mg/dL
Trigliserida : 99 mg/dL
Foto Lumbosacral AP
Spondylosis Lumbalis
MRI
Bulging disc. Ke intraspinal canal setinggi segmen L4-L5, L5-S1

E. DIAGNOSIS KERJA
Spondylosis Lumbalis dan Bulging disc intraspinal canal setinggi segmen L4-L5, L5-S1

F. TATA LAKSANA
Trampara 2x1
Alpentine 2x1

G. PROGNOSIS
Kesembuhan (Ad Sanam) : dubia ad bonam
Jiwa (Ad Vitam) : dubia ad bonam
Fungsi (Ad Fungsionam) : dubia ad bonam

4
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Spondylosis adalah penyakit degenerative tulang belakang. Spondylosis ini
disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis, yang
mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra sehingga mengakibatkan
terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan
iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya
osteoarthritis dan tertekan radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan iskemik
dan radang. Proses degenarasi umumnya terjadi pada segmen L4-L5 dan L5-S1.
Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus
intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligament (terutama ligament flavum).

B. EPIDEMIOLOGI
Nyeri pinggang di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang nyata. Kira-
kira 80% penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.
Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang. Insidensi nyeri
pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi,
yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik, termasuk tipe
benigna. Penelitian kelompok studi nyeri Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang sebesar
18,37% dari seluruh pasien nyeri. Studi populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia
ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta,
Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar 5,4 – 5,8%, frekwensi terbanyak pada
usia 45-65 tahun.
Dalam penelitian multisenter di 14 Rumah Sakit di Indonesia, yang dilakukan
oleh kelompok studi nyeri PERDOSSI pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah
penderita nyeri sebanyak 4.456 orang (25%dari total kunjungan), dimana 1.598 orang
(35,86%) merupakan penderita nyeri kepala dan 819 orang (18,37%) adalah penderita
nyeri punggung bawah (NBP).

C. ETIOLOGI
Spondylosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif.
Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45
5
tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-
faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Bruce M.
Rothschild, 2009). :
a. Kebiasaan postur yang jelek
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang
melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi
pada vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :
a. Faktor usia , beberapa penelitian pada osteoarthritis telah
menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat
untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian
otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat
secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula,
degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada
usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan, degenerasi diskus juga
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif
menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban
pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek
yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan),
semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi
osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan
bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan
faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari
perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%)
spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya
2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d. Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan
bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal
dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi
dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit.

6
Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas
atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
Faktor lain yang dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk
mengalami spondylosis adalah :
1. Kelebihan berat badan dan tidak berolahraga.
2. Memiliki pekerjaan yang memerlukan mengangkat berat atau banyak
membungkuk dan memutar.
3. Riwayat cedera pinggang (beberapa tahun sebelumnya)
4. Riwayat operasi tulang belakang.
5. Rupture atau herniasi cakram pinggang artritis parah.
6. Retakan pada tulang belakang karena osteoporosis.

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul
retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi diskus berkurang
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat
hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya
lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush
fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal
terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal,
durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan
ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan
perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

7
E. GEJALA KLINIS
Gejala sering berkembang perlahan seiring waktu, tapi mungkin juga
memburuk tibatiba. Rasa sakit dapat ringan atau mendalam dan begitu parah sehingga
tidak dapat bergerak. Rasa sakit dapat terasa di atas paha, pantat atau mungkin
menyebar ke kaki atau jari.
Rasa sakit dapat bertambah buruk bila :
1. Setelah berdiri atau duduk
2. Dimalam hari
3. Ketika bersin, batuk atau tertawa
4. Ketika membungkuk kebelakang leher atau berjalan lebih dari beberapa meter.
Gejala Umum lainnya :
1. Nyeri punggung dan spasme/kram otot yang terus bertambah berat dari waktu ke
waktu.
2. Mati rasa atau sensasi abnormal pada paha, pantat atau kaki.
Gejala yang kurang umum :
1. Kehilangan keseimbangan
2. Kehilangan kontrol atas kandung kemih atau perut (jika ada tekanan pada Kauda
Ekuina.)
3. Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi
nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus intervertebralis,
sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine.
4. Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam
gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal
melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular inferior,
herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis.
Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri
pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas
bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan
tidur terlentang.
5. Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi
hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa
timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus
fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan
gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti

8
mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat
meningkatkan nyeri.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis

Pada anamnesis pertama, biasanya penderita akan datang dengan keluhan


lemah pada anggota gerak bagian bawah yang sangat mengganggu aktivitas.
Pasien juga akan mengekuh nyeri dibagian punggung. Sebagian besar pasien akan
mengalami kesulitan untuk berdiri ataupun berjalan. Disfungsi system kemih
seringkali dapat ditemukan pada pasien. Biasanya pada saat berdiri, akan muncul
nyeri pada pinggang bawah atau pada punggung. Gejala tersebut berhubungan
dengan penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Sakit pada
punggung pada pasien akan terjadi seolah-olah punggung pasien akan copot,
kemungkinan hal ini karena sensasi proprioseptif dari otot dan sendi tulang
belakang. Nyeri biasanya terasa di sepanjang sacrum dan sacroiliac joint dan
menjalar ke bawah. Pusat nyeri berasal dari L4, L5, S1. Claudicato intermitten
neurogenic dialami oleh kebanyakan pasien, tergantung beratnya penyempitan
canalis spinalis. Tanda yang biasanya mengarahkan ke gejala tersebut adalah
defisit motoric dan sensorik tungkai bawah dan pada inkontinensia urin. Biasanya
untuk mengurangi gejala, pasien akan beistirahat dengan posisi vertebra lumbalis
yang terfleksikan dalam posisi berbaring.
Pasien juga akan mengalami keterbatasan gerakan, karena ketetatan
jaringan lunak akan terasa nyeri. Kelemahan otot juga akan terjadi pada otot
abdominal dan ototo gluteal. Kelemahan terjadi karena adanya penekanan pada
akar saraf myotomnya. Otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar,
biasanya akan lebih lemah dibandingkan dengan tungkai lainnya. Karateristik dai
spondilosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya
segmen yang terlihat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasanya akan
timbul nyeri karena gerakan daoat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus
fibrosus dan faces joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri
dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbal. Gerakan yang berulang
seperti mengangkat beban dan membungkuk juga dapat meningkatkan rasa nyeri.

2. Pemeriksaan penunjang
9
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
a. Foto polos X-Ray
X-ray mungkin dilakukan untuk mencari arthritis atau peruahan lain di tulang
belakang. Foto dilakukan dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique.
b. MRI Lumbal
MRI dilakukan bila memiliki : nyeri punggung hebat atau nyeri menjalar ke
kaki (ishialgia) yang tidak membaik dengan pengobatan. Kelemahan atau mati
rasa di paha atau kaki. Mri adalah metode yang sangat baik untuk visualisasi
struktur non osseus dan untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.
c. CT Scan
CT Scan dapat mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang sama juga
akan tampak struktur yang lainnya.
d. EMG dan tes kecepatan konduksi saraf dapat dilakukan untuk memeriksa
fungsi akar saraf.

G. PENATALAKSANAAN
a. NSAIDs
Contoh : ibuprofen
Mekanisme aksi : menghambat reaksi inflamasi dengan cara menurunkan
sintesis prostaglandin.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg PO setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400-800 IV
setiap 6 jam jika dibutuhkan.
b. tricyclic antidepressants
c. muscle relaxants
d. analgesic
e. antikonvulsan Pengobatan biasanya konservatif, pengobatan yang paling
umum di gunakan adalah chiropractic, fisioterapi dan lainnya paktik
pengobatan manual. Terapi alternatif seperti obat manipulatif osteopathic,
pijat refleksi, yoga dan akupuntur dapat digunakan untuk mengontrol nyeri
dan mempertahankan fungsi muskuloskeletal. Pembedahan kadang
dilakukan dan banyak prosedur bedah telah di kembangkan untuk
mengurangi tanda dan gejala yang berhubungan dengan spondylosis.
Pembedahan dapat dilakukan :

10
1. Laminektomi-Fusion
2. Laminotomy foraminotomy-Facetectomy
3. Spinoplasty
4. Prosedur less invasif dekompresi mikro

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :


1. Ketidakmampuan untuk menahan buang air besar (BAB) atau urin.
2. Hilangnya fungsi otot atau mati rasa
3. Kecacatan
4. Gangguan keseimbangan Skoliosis merupakan komplikasi yang paling
sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini
terjadi karena pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa
mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi
vertebra yang sakit.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dan harus segera menghubungi
ahli bedah saraf apabila :
 Kondisi semakin memburuk
 Ada tanda-tanda komplikasi
 Mengalami gejala baru seperti hilangnya gerakan atau mati rasa area tubuh.
 Kehilangan kontrol kandung kemih atau buang air besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono dan Soeharso. 2005. Nyeri Punggung Bawah(Harsono). Kapita Selekta


Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

2. John J Regan. Orthophaedic Spine Surgeon. 2010

3. Bruce M,Rothchild, Spondyloarthtritis lumbal. 2009

4. Kimberley Middleton and David E.Fish. Lumbar spondylosis: Clinical Presentation


and Treatment Approaches. 2009.

5. Thamburaj, A. 2007. Lumbar Spondylosis. Chennai: NCBI

6. .

11
12

Anda mungkin juga menyukai