Anda di halaman 1dari 33

BAB I

IDENTITAS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. AD

Umur : 7 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Manyar Sido Mukti,Gresik

No. RM : 075416

Tanggal MRS : Kamis, 2 Agustus2018

Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 3 Agustus 2018

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama : Diare


Riwayat Penyakit Sekarang Ibu pasien mengatakan anaknya diare sejak
kemarin tanggal 2 Agustus 2018 sebanyak ± 5x saat itu. kira-kira kurang
lebih 20 cc. Tinja berbentuk cair, jumlah tinja setiap kali BAB tidak begitu
banyak dengan ampas sedikit ± 20 cc, berwarna kuning, tidak ada lendir,
tidak ada darah, berbau amis, dan tidak seperti air cucian beras. Selain itu
disertai anaknya muntah sebayak 4 kali, berwarna putih. Ibu juga
mengatakan anaknya lemas, matanya cowong, bibir kebiruan , ubun-
ubunnya cekung dan badannya panas 380 C. Ibunya mengatakan juga saat
diberikan susu formula diarenya bertambah sering dan banyak. Pada waktu
diare sebelum MRS di bawa ke IGD RS Petro dan di Rujuk ke RSUD Ibnu
Sina karena pada foro toraxnya ada banyak dahaknya. Di IGD RS IBNU
SINA pasien sempat BAB 1 kali dan muntah 1 kali dan oleh dokter IGD di
sarankan MRS.
Sejak 3 hari sebelum MRS tanggal 31 juli ibu pasien mengatakan
napas anaknya batuk, napasnya grok-grok, Batuk berdahak tetapi

1
dahaknya tidak bisa dikeluarkan, batuknya sering ± 30 kali dalam 1 hari.
Selain batuk anaknya juga pilek, dan panas sumer. Pada hari rabu tanggal
1 agustus 2018 sempat anaknya sempat di bawa ke puskesmas manyar
namun tidak ada perubahan. Pada malam harinya anaknya tidak bisa tidur
dan rewel. Pada hari kamis 2 agustus 2018 anaknya diare dan di bawa ke
IGD RS Petro.
2. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya, Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kejang demam,
pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit asma, pasien juga tidak
memiliki riwayat alergi
3. Riwayat Penyakit Keluarga : Neneknya batuk batuk serta mempunyai
riwayat asma
4. Imunisasi

Px sudah mendapat imunisasi

5. Riwayat diit
Anaknya tidak minum asi sejak umur 3bulan karena muntah-nuntah dan di
ganti dengan susu formula sampai sekarang.
Makan bubur halus
6. Riwayat perkembangan

Ibu px mengatakan perkembangan px baik, sudah merangkak, berbicara oo


aa, oo, aa

1.3 Objektif

Keadaan Umum : cukup

Kesadaran : kompos mentis

Berat badan : 7 kg

Panjang badan : - cm

Tekanan darah : tidak dilakukan

2
Nadi : 125x/menit

Pernafasan : 36x/menit

Suhu : 36,1°C

1.4 Pemeriksaan Fisik


• Bentuk Kepala : Normal
• Mata : Anemis (-/-), icterus (-/-),
Gerakan bola mata simetris
Mata cowong (-)
• Hidung : Pernapasan cuping hidung (+)
• Telinga : Simetris
• Bibir : Kebiruan sekitar bibir (-)
• Mulut : Mukosa hiperemi (-)
• Tenggorokan : Mukosa Hiperemi (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-)
• Thorax :

Inspeksi : Bentuk simetris, Retraksi (+).

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, Rh (+/+) ; Wh (-/-)

• Abdomen

Inspeksi : Tampak kembung

Auskultasi : Bising Usus (+)

Perkusi : Timpani

Palpasi : Distended (-), Nyeri Tekan (-)

Ekstrimitas :

Akral hangat kering merah :


+ +
+ +
3
Edema :
- -
- -

1.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Darah Rutin 2/8/2018 7/8/2018

Hemoglobin 9,9 11.1 12.5 – 15,5 gr/dL

Leukosit 12.000 13.000 5 – 11 ribu

Dif:

Eo 0 5

Ba 0 2

St 0 0

Sg 3 4

Ly 31 38

Mo 7 14

Trombosit 284.000 653.000 150 – 440 ribu/mm3

MCV 75 74 77 – 91 fl

MCH 25 26 24 – 30 pg

MCHC 33 35 32-36 g/dL

4
Feses Rutin 3/8/2018

Makroskopis
Warna Coklat
Konsistensi Lembek
Lendir (-)
Darah (-)
Mikroskopis
Leukosit 1-3
Eritrosit 0-1
Amoeba (-)
Telur cacing (-)

Hasil torax foto tanggal 2/8/2018

- Cor : besar dan bentuk normal


- Pulmo : tampak konsolidasi infrahiler medial kanan
- Sinus phrenicuscostalis bilateral normal
- Tulang- tulang bail soft tissue baik
- Kesimpulan : Penumoni

1.6 Diagnosis Banding

1. GEA e.c virus


2. GEA e.c bakteri
3. Asma
4. ISPA

1.7. Diagnosis Kerja :

Gastroentritis akut post dehidrasi ringan-sedang + Pneumonia

5
1.8 Planning Terapi :

Infus RL 400 cc/ 24 jam

Ceftriaxone 2x 400 mg IV

Nebul PZ 1ml + 1 ml combiven 3x1 / hari

Pang O2 nasal

PASI 8-10 x 30-40 ml

Diit bubur halus 3x1 porsi

Monitoring

 Balance cairan
 Asupan
 Sesak

1.9 Edukasi

- Kebersihan diri dan lingkungan sekitar dijaga.


- Mencuci tangan sebelum makan dan setelah kontak dengan tinja.
- Tempat botol susu maupun tempat makan dijaga kebersihannya.
- Makan makanan yang bergizi, bersih, dan matang
- Mengajarkan cara pemberian oralit
- Lakukan kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini :

 Kondisi anak memburuk


 Anak demam
 Terdapat darah dalam tinja anak

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

2.1 Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset
gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri dan
parasite
Sebagian besar penyebab infeksi akut intestinum adalah virus, bakteri,
atau parasit. Tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkn diare akut,
termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya self limiting,
sehingga yang terpenting adalah mencegah dehidrasi yang merupakan penyebab
utama kematian dan menjaga asupan nutrisi untuk mencegah gangguan
pertumbuhan. Diare erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi karena
anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan. Diare
menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. 1

2.2 Epidemiologi
Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan penyakit yang umum
terjadi pada anak di berbagai negara, terutama di negara berkembang dimana diare
merupakan penyebab utama kematian pada anak. Epidemiologi gastroenteritis
bergantung pada faktor penyebab. Cara penyebaran penyakit adalah melalui
kontak erat dari orang ke orang, melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi, serta dari binatang ke manusia. Kemampuan kuman untuk
menyebarkan penyakit tergantung pada modus penyebaran, kemampuan untuk

7
membuat koloni di saluran cerna, dan jumlah minimal kuman untuk menyebabkan
penyakit.1
Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak terutama usia di bawah 5 tahun. Diare merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak, yaitu 42% dibanding pneumonia 24%.
Untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumoni 15,5%.2

2.3 Etiologi
Pada umumnya penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan
virus, bakteri dan parasit. Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi: infeksi
bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersennia,
Aeromonas); infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus);
infeksi parasit (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides, Protozoa, jamur).
Sedangkan infeksi parenteral adalah infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bwah 2
tahun.3
Selain karena infeksi, terdapat faktor-faktor lain yang dapat menjadi
penyebab diare 3:
- Faktor Malabsorpsi
- Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi
laktosa.
- Malabsorpsi lemak
- Malabsorpsi protein
- Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

8
2.4 Cara Penularan
Pada umumnya, diare dapat menular melalui cara fekal-oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita. Diare
juga dapat menular secara tidak langsung melalui lalat. (4F = finger, flies, fluid,
field).2

2.5 Faktor Resiko


Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penypihan yang tidak baik. 1
Selain itu, faktor-faktor penderita yang dapat meningkatkan resiko diare
antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik. 1

2.6 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal, yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Diare akibat gangguan absorbsi terjadi karena voleme cairan
yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Hal ini dapat terjadi
akibat kelainan di usus halus, sehingga mengakibatkan absorbsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi
akibat absorbsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare juga
dapat dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.4
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang
menyebabkkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus
menunjukkan penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria.
Perubahan-perubahan patologis tidak berkorelasi dengan keparahan gejala klinis
dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak

9
terkena, walaupun biasanya digunakan istilah ‘gastroenteritis’. Namun
pengosongan lambung yang tertunda telah didokumentasi pada infeksi virus
Norwalk.2
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan terganggunya fungsi absorbsi usus
halus. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru
berbentuk kuboid yang belum matang. Hal ini lah yang menyebabkan fungsinya
belum baik. 2
Cairan dan makanan yang tidak terserap akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta
makanan yang tidak terserap akan terdorong keluar usus melalui anus dan
mengakibatkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak
sempurna. 2
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas merupakan sel-sel yang
terdiferensiasi yang memiliki fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakarida dan
fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui kotransporter
glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi
yang merupakan pensekresi air dan elektrolit. Dengan demikian, infeksi virus
selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan ketidakseimbangan rasio
penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa. 2
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus. Bakteri dapat
menembus sel mukosa usus halus sehingga menyebabkan reaksi sistemik. Toksin
shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare karena bakteri dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang
disebut disentri. 2

2.7 Manifestasi Klinis


Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik seperti
demam, letargi dan nyeri abdomen. Diare akibat virus memiliki karakteristik diare

10
cair atau watery stool, tanpa disertai darah ataupun lendir. Dapat disertai gejala
muntah dan dehidrasi tampak jelas. Bila terdapat demam umumnya ringan.5
Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
cair dan mungkin disertai lendir ataupun darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya dapat menjadi lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama
semakin asam karena banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. 5
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang ikut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan
turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. 5
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang, dan berat. Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi
menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik. 5
Pada dehidrasi berat, volume darah akan berkurang sehingga dapat terjadi
renjatan hippovolemik dengan gejala-gejala: denyut jantung menjadi cepat,
denyut nadi cepat, kecil, dan tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah,
kesadaran menurun. Akibat dehidrasi, diuresis akan berkurang sehingga terjadi
oliguria bahkan anuria. Bila sudah terdapat asidosis metabolik, penderita akan
tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (napas Kussmaul). 5

simptom Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,


tanpa dehidrasi sedang, kehilangan kehilangan BB
kehilangan BB BB 3-9% >9%
< 3%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable saadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardi, bradikardi

11
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal berkurang minimal

Asidosis metabolik dapat terjadi karena: kehilangan NaHCO3 melalui


tinja; ketosis kelaparan; produk-produk metabolik yang bersifat asam yang tidak
dapat dikeluarkan (karena oligouria atau anuria); berpindahnya ion natrium dari
CES ke CIS; penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh). 5
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium
dalam plasma berkurang dari 130 mEq/l, dehidrasi isotonik bila kadar natrium
dalam plasma 130-150 mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik hipernatremia bila
kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/l. Pada dehidrasi isotonik dan
hipotonik penderita tampak tidak begitu haus, tetapi pada penderita dengan
dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan
neurologis seperti kejang, hiperfleksi dan kesadaran menurun, sedangkan turgor
dan tonus tidak terlalu buruk. 5

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan. Misalnya penyebab
dasar yang tidak diketahui atau terdapat penyebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan laboratorium yang terkadang
diperlukan pada diare akut antara lain2:

12
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
2. Urine : urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Tinja :
- Pemeriksaan makroskopik : perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mukus dapat disebabkan oleh infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin. Bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli dan T. trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja.
Tinja berbau busuk didapatkan pada infeksi Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
- Pemeriksaan mikroskopik : untuk mencari adanya leukosit, letak
anatomis serta proses peradangan mukosa. Leukosit di dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Leukosit yang positif menunjukkan adanya kuman invasif yang
memproduksi sitotoksin (Shigella, Salmonella, C. jejuni). Leukosit
yang ditemukan umumnya PMN, kecuali pada S. typhii leukosit
mononuklear. Parasit yang menyebabkan diare umumnya tidak
memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat bepergian, kultur rinja negtif untuk enteropatogen,
diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
- Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat leukosit
pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.

13
2.9 Diagnosis Banding
Diare dapat disebabkan oleh infeksi, toksin, alergi saluran cerna (termasuk
alergi susu sapi), defek malabsorbsi, inflammatory bowel disease, penyakit celiac,
atau adanya cedera pada enterosit. Infeksi spesifik dibedakan satu sama lain
melalui pemeriksaan tinja.1,2

Gejala Rotavir shigella salmonell ETEC EIEC kolera


Klinis us a
Masa 17-72 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
tunas jam jam jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri Tenesmu Tenesmu Tenesmus - Tenesmu Kramp
perut s s, kramp , kolik s, kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lama 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat
tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banya
k
Frekuensi 5- >10x/har Sering Sering Sering Terus
10x/hari i meneru
s
Konsisten Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
si
Darah - +/- Kadang - + -
Bau Langu Busuk + Tidak Amis
khas
Warna Kuning Merah Kehijaua Tak Merah Seperti

14
hijau hijau n berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anorexia Kejang+/ Sepsis+/- meteorism Infeksi
- us sistemik

2.10 Tatalaksana
Departemen Kesehatan menetpkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit, yaitu2:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 ml/kgBB. Bila berat badan tidak diketahui,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur : umur
<1 tahun adalh 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, >5 tahun adalah 1200 ml dan
dewasa adalah 2400 ml. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus
diberi lagi. Bila kelopak mata menjadi bengkak, oralit harus dihentikan sementara
dan beri minum air putih atau air tawar. Bila edema kelopak mata sudah hilang
dapat diberikan lagi. 2
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Pemberian zinc dilakukan di awal masa diare selama 10 hari
ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus. Dosis zinc untuk anak di bawah umur 6 bulan
adalah 10 mg per hari, dan untuk anak di atas 6 bulan adalah 20 mg per hari. 2

15
ASI dan makanan tetap diteruskan untuk mencegah kehilangan berat
badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan
berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. 2
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu
juga akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik. 2
Beri nasihat kepada ibu atau pengasuh untuk segera kembali jika demam,
tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering, atau belum membaik dalam 3 hari. 2

2.11 Komplikasi
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dan gangguan
fungsi kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi akibat
demam tinggi, terutama pada infeksi Shigella. Abses intestin dapat terjadi ada
infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid yang dapat memicu
perforasi usus. Muntah hebat akibat gaastroenteritis dapat menyebabkan ruptur
esofagus atau aspirasi.4
Kematian akibat diare mencerminkan adanya gangguan sistem
homeostasis cairan dan elektrolit yang memicu dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit dan instabilitas vaskular, serta syok. 4

2.12 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara 2:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
- Penggunaan air bersih yang cukup
- Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
BAB, sebelum dan sesudah makan
- Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
- Mengkonsumsi makanan yang matang

16
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
- Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
- Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
- Imunisasi rotavirus

2.13 Prognosis
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung dari
penyakit penyerta atau komplikasi yang terjadi. Jika diare segera ditangani sesuai
dengn kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh. Yang
terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat
fatal. Jika terdapat penyakit penyerta yang memperberat keadaan pasien maka
perlu dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya selain penanganan terhadap
diare.

B. Pneumonia

2.1. Definisi Pneumoni

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagaian


besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).6

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia.9

Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut
(ISNBA) yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran udara setempat.11

17
2.2. Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak


di bawah usia 5 tahun. Di Negara berkembang, dari 1000 anak terdapat 100-150
kasus pneumonia berat dalam 5 tahun pertama kehidupan dan 21% berakibat
kematian. Di Negara maju seperti Eropa dan Amerika Utara dilaporkan insidensi
pneumonia berkisar 34-40 kasus per 1000 anak. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2007, dari 31 Provinsi di Indonesia terdapat 477.420 balita
pneumonia dan berturut-turut menyebabkan kematian bayi dan balita sebesar
22,3% dan 23,6%.10

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih


kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional
(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.6

2.3. Etiologi

Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada


perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negative seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klabsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.6, 12

Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di


samping bakteri atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk, melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak
32%, campuran bakteri dan virus 30% dan bakteri saja 22%. Virus yang
terbanyak ditemukan adalah Respiratory Sincytial Virus (RSV), Rhinovirus dan

18
virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak ditemukan adalah Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus Influenzae tipe B dan Mycoplasma pneumoniae.
Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang
lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.6

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus
pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus Haemophillus influenza


pneumoniae tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus adeno Staphylococcus aureus

Virus influenza Ureaolasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, Virus


3

Respiratory syncytial Virus Sitomegalo


virus

19
4 bulan – 5 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza


tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus Neisseria meningitides


pneumoniae

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial
virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus Staphylococcus aureus


pneumoniae

Virus

Virus Adeno

Virus Eptain-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

20
Respiratory Syncytial
Virus

Virus Varisela-Zoster

2.4. Klasifikasi

a. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi usia < 2 bulan

Perjalanan penyakit lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering


menyebabkan kematian. Klasifikasi pada kelompok usia ini adalah:

 Pneumonia, adanya nafas cepat (frekuensi pernafasan > 60 x/menit) atau


sesak napas. Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.

 Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat atau sesak napas. Tidak perlu
dirawatm hanya diberikan obat simptomatis.6,9

b. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi dan anak usia 2 bulan
– 5 tahun:

 Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah. Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.

 Pneumonia, bila tidak ada sesak napas, atau ada nafas cepat, usia 2 bulan -
1 tahun > 50 kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali
permenit. Dan pasien tidak perlu dirawat, dapat diberikan antibiotic oral.

 Bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, hanya
batuk pilek biasa tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.dan pasien tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya
diberikan pengobatan simtomatis seperti penurun panas.6,9

21
2.5. Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer


melalui saluran resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit
pneumonia, yaitu :

1. Stadium hepatisasi merah.


Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.6, 10

2. Stadium hepatisasi kelabu.


Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.6,10

3. Stadium resolusi
Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.6,10

2.6. Manifestasi Klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada


anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor pathogenesis.6
Menurut Said (2010) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare:
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

22
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.6

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a) Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya


ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan
tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leucopenia (<
5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.. leukositosis hebat (>
30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteremi, dan resiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300 – 100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa
relative lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat
anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.6,12

b) C-Reactive protein

C-recative protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan
tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai alat
diagnostic untuk membedakan antara factor infeksi dan noninfeksi, infeksi
virus atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada
infeksi bakteri profunda.6

23
c) Uji serologi

Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi,
diagnosis infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O, streptozin, atau
antiDnase B. peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi
terdahulu.6

d) Pemeriksaan Rontgen thoraks

Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan


dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan
pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,
resolusi infiltrate sering membutuhkan waktu yang lebih lama setelah
gejala klinis menghilang.6

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

1. Infiltrate interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan


bronkovaskuler, peribronchial cuffing, hiperaerasi.

2. Infiltrate alveolar, merupakan konsolidari paru dengan air


bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan
pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya
cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan
menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difusi merata pada


kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran foto rontgen toraks pneumonia anak meliputi infiltrate ringan


pada satu paru hingga luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru
kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak

24
di lobus bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit
yang lebih berat dengan resiko terjadinya peluritis lebih meningkat.6,11

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarka gejala klinis sederhana yang meliputi napas


cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke
playanan kesehatan. Napas cepat di hitung dengan frekuensi napas selama satu
menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas di nilai dengan
melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik
napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun
adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.6,11

Pneumonia ringan

 Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat


saja. Napas cepat:

 Anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

 Anak umur 1 tahun - 5 tahun : ≥ 40 x/menit

 Pastikan anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.8

Pneumonia Berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

 Kepala terangguk-angguk

 Pernapasan cuping hidung

 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

 Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrate luas,


konsolidasi, dll).

Selain itu bias didapatkan pula tanda berikut ini:

 Napas cepat

25
 Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

 Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

 Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 x/menit

 Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

 Suara merintih (grunting) pada bayi muda

 Pada aukultasi terdengar:

 Crackles (ronki)

 Suara pernapasan menurun

 Suara pernapasan bronchial

Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai:

 Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan


semuanya.

 Kejang, letargi atau tidak sadar.

 Sianosis

 Distress pernapasan berat.8,12

2.9 Tatalaksana

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan


antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik.6

1. Pneumonia ringan

 Anak di rawat jalan

26
 Beri antibiotic : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau
tidak bias minum atau menyusu. Ketika anak kembali, jika pernapasannya
membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam dan
nafsu makan tidak ada perbaikan, ganti ke antibiotic lini kedua dan nasihati ibu
untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah
sakit.8

2. Pneumonia Berat

 Anak dirawat di rumah sakit

 Terapi antibiotic

- Beri ampisilin/amoksisilin (25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM


setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberikan respons yang baik maka
diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
taau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3
kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat
keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan,
atau memuntahkan semuanya, kejang, letargi atau tidak sadar,
sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan
khloramfenikol (25 mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam)
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau
ampisilin-gentamicin.
- Sebagai alternative, beri seftriakson (80 – 100 mg/kgBB IM atau
IV sekali sehari).

27
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila
memungkinkan foto dada.
- Apabila diduga peneumonia stafilokokal, ganti antibiotic dengan
gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sehari sekali) dan kloksasilin (50
mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari – 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin (atau dikoksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin
secara oral sampai 2 minggu.

 Terapi oksigen

- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat


- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%,
bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau
napas ≥ 70 x/menit tidak ditemukan lagi.

 Perawatan penunjang

- Bila anak disertai demam (≥ 39C) yang tampaknya


menyebabkan distress, beri paracetamol.
- Bila ditemukan adanya weezing, beri bronkodilator kerja cepat.
- Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan.3

28
2.10 Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis


purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.6

29
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan

Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis gastroenteritis akut dehidrasi ringan-sedang. Hal-hal
yang mendasari pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :
Gastroenteritis akut post dehidrasi ringan-sedang + Pnumonia
Seorang anak dikatakan diare akut jika didapatkan buang air besar pada
bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dari biasanya dengan atau tanpa lendir dan darah. Diare akut adalah
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (kurang dari 2 minggu).
Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dengan keluhan yaitu buang air
besar (BAB) cair sejak kemarin tanggal 2/8/2018 sebanyak 5x dengan jumlah kira
kira kurang lebih 20cc setiap diare, berwarna kuning, tidak ada lendir, tidak ada
darah, berbau amis, dan tidak seperti air cucian beras. Anaknya juga lemas dan
rewel makan minum cukup, mata tampk cowong dan ubun ubun cekung. Ibu juga
mengatakan pasien batuk dan napas grok-grok sudah sejak 3 hari sebelum diare.
Batuk berdahak tetapi tidak bisa di keluarkan disertai dengan pilek dan panas
sumer. Dan batuknya kiri kira 30 kali dalam satu hari.
Beberapa keadaan pada pasien ini termasuk ke dalam kelompok dehidrasi
ringan-sedang karena berdarsarkan panduan untuk dehidrasi ringan-sedang yaitu
keadaan umum yang tampak lemah dari biasanya, ubun-ubun cekung, mata
cekung, bibir dan mulut kering, anak merasa haus dan ingin banyak minum dan
turgor kembali melambat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan beberapa tanda yang
menguatkan diare menunjukkan adanya dehirasi ringan-sedang + pneumonia
Keadaan umum : cukup, rewel
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Nadi : 125x/mnt, reguler pada saat tidur
RR : 36x/mnt
Suhu tubuh : 380C aksila

30
Ubun-ubun : cekung
Mata : kelopak mata cekung
Hidung : pernapasan cuping hidung (+)
Mulut : mukosa mulut sedikit kering

Thorax : retraksi (+) rhonki (+)


Abdomen
Palpasi : turgor kulit baik

Pada pemeriksaan penunjang secara keseluruhan tidak ada peningkatan


yang bermakna hanya ditemukan peningkatan lekosit. Namun dalam hal untuk
mengetahui pasti penyebabnya harus dilakukan pemeriksaan feses yang meliputi
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik feses, cultur fsees dan uji resistensi
bakteri agar dapat menegakkan penyabab dari diare dan tepat dalam pemberian
penatalaksanaan. Berdasarkan pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya
penemuan yang bermakna.

31
Daftar Pustaka

1. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu
kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Jakarta: Elsevier; 2011.h. 481-6.

2. Subagyo B, Santoso NB. Buku ajar hastroenterologi-hepatologi. Jakarta:


Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2015. H. 87-117.

3. Rudolph AM. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC;
2007.h. 1142-47.

4. Norasid H, Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenterologi anak praktis. Edisi


ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.h.51-3.

5. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI; 2007.h. 283-7.

6. Said M 2010. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B.


(eds). Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI,
pp 350-364.

7. Mansjoer A., Suprohaita, Wadhani W.I., Setiowulan W. 2008. Kapita


Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p
467.

8. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak


di Rumah Sakit. Jakarta : WHO Indonesia, p 86-93.

9. Hasibun, Fifi Dewi. 2012. Karakteristik Penderita Pneumonia Pada Balita


Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Sipirok Kabupaten Tapanuli
Tapanuli Selatantahun 2001-2005. Viewer : 21-01-2013.

10. Irawati, dkk. 2010. Kesesuaian C-Reactive Protein dan Procalcitonin


dalm Diagnosis Pneumonia Berat pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin, Bandung.

32
11. Dahlan Z. 2007. Pneumonia. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, pp 964-965.

12. Gozali, Ahmad. 2010. Hubungan Antara Status Gizi dengan Klasifikasi
Pneumonia pada Balita di Puskesmas Gilingan kecamatan Banjarsari
Surakarta. Viewer : 21/01/2013

33

Anda mungkin juga menyukai