Anda di halaman 1dari 20

BAB I

IDENTITAS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Kebomas
No. RM : 503644
Tanggal MRS : 18 Januari 2019

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD Ibnu Sina dengan keluhan kejang. Kejang terjadi
30 menit sebelum MRS. Ibu pasien mengatakan bahwa sebelum kejang pasien
mengalami demam, ibu pasien mengatakan suhu tubuh pasien saat itu 40oC. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien sudah demam sejak 1 hari SMRS, ibu pasien juga sudah
memberikan obat penurun panas dari dokter sejak hari -1 demam dan panas pasien
sempat turun. Kemudian keesokkan harinya pasien kembali panas lagi dan sempat
diberikan obat penurun panas sebelum pasien kejang.
Ibu pasien mengatakan 2 hari sebelum demam pasien sempat membeli es kepal milo di
sekolahnya setelah itu pasien mengeluhkan nyeri pada tenggorokkan dan pasien
mengeluh agak sakit kalau menelan makanan. Batuk dan pilek disangkal oleh ibu
pasien. Ibu pasien mengatakan sebelum demam pasien tidak mengeluhkan nyeri pada
telinga dan tidak keluar cairan dari telinga pasien. Gigi pasien tidak ada yang berlubang,
tidak ada nyeri pada gigi. Muncul bintik-bintik merah pada kulit disangkal oleh ibu
pasien. Nyeri perut disangkal oleh ibu pasien, ibu pasien mengatakan pasien BAK lebih
banyak dari biasanya dikarenakan pasien selama sakit ini minumnya lebih banyak dari
biasanya. Biasanya pasien minum setiap kali mau makan dan setelah makan sebanyak
1 gelas, ditambah dengan bekal air putih sebanyak 600 ml yang selalu diberikan ibu
pasien tiap pagi untuk sekolah. Namun saat ini pasien hampir setiap saat merasa haus.
tidak ada nyeri saat BAK, pasien sudah sunat saat berumur 6 tahun. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien dapat buang air besar, tidak ada kesulitan dalam buang air
besar.
Pasien kejang sebanyak 2 kali, kejang 1 berlangsung selama 5 menit, pasien
kejang dalam posisi kedua tangan kaku dan menukik, mata melirik ke atas, lidah tidak
tergigit namun kedua gigi pasien rapat, tidak keluar busa dari mulut pasien. Setelah
kejang pasien sadar, pasien tidak biru, tangan dan kedua kaki pasien dapat digerakkan.
Setelah 10 menit pasien kemudian kembali kejang selama < 5 menit, pasien kejang
dalam posisi kedua tangan dan kaki lurus dan kaku, mata melirik ke atas, lidah tidak
tergigit namun kedua gigi pasien rapat, tidak keluar busa dari mulut pasien. Setelah
kejang yang ke 2 pasien sadar, pasien tidak biru, tangan dan kedua kaki pasien dapat
digerakkan
Ibu pasien juga mengatakan pasien sempat muntah 3 hari SMRS, muntah
sebanyak 2 kali berupa air, muntah sebanyak ¼ gelas aqua, muntah tidak muncrat, nyeri
kepala disangkal oleh ibu pasien,ibu pasien juga menyangkal anaknya pernah terjatoh
atau terkena trauma sebelumya. Pasien masih dapat makan dan minum, porsi makan
pasien agak berkurang yang biasanya 1 porsi makan habis sekarang hanya ½ porsi
karena rasa tidak nyaman saat menelan namun ibu pasien mengatakan bahwa pasien
banyak minum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien memiliki riwayat kejang yang disertai oleh demam saat umur 1 tahun
dan 3 tahun.
4. Riwayat Pengobatan :
- Pasien sudah diberikan obat penurun panas oleh ibu pasien sejak 1 hari SMRS.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat kejang pada keluarga : (+) ayah
- Riwayat epilepsi : (-)
6. Riwayat Kehamilan :
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-),
BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
7. Riwayat Kelahiran :
- Lahir cukup bulan spontan, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-).
- Tempat lahir : Rumah Sakit
- Berat lahir : 3200 gram
- Panjang lahir : 47 cm
- Tidak ada riwayat penyakit kongenital.
8. Imunisasi :
- Ibu pasien mengatakan pasien sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap saat
masih kecil.
9. Riwayat Perkembangan :
- Perkembangan pasien sesuai usia anak normal.
10. Riwayat Diit :
Saat sehat pasien biasanya makan sehari 3 kali. Ibu pasien mengatakan pasien
bisa makan semua jenis makanan mulai dari ayam, ikan, telur. Pasien juga
sangat senang sekali makan sayur-sayuran, ibu pasien mengatakan setiap pasien
makan selalu diberikan sayur karena pasien sangat suka sayur. Pasien biasanya
makan selalu di suapin, dalam 1 kali makan biasanya pasien makan 6-10
sendok. Makanan yang terkandung dalam setiap porsi makan makan pasien
selalu ada nasi, sayur dan lauk (ikan, ayam atau telur).
Selain itu pasien biasanya makan snack-snack dan susu kotak coklat tiap
harinya. Dalam sehari biasanya maan 3-4 snack dan 1 susu kotak coklat 200 ml.

1.3 Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Berat badan : 21 kg
Nadi : 97 x/menit, Reguler,
Pernafasan : 18 x/menit, Reguler
Suhu : 37,7°C (hari 1 MRS), SMRS (40°C)
1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Normal, Simetris
• Mata : Anemis (-), Ikterus (-),Refleks cahaya (+) / Isokor 3mm/3mm,
Reflek kornea (+), Pandangan kabur (-),
• Hidung : Sekret (-)
• Telinga : Simetris, Otalgia (-), Otorrhea (-)
• Bibir : Sianosis (-), Bibir kering (-)
• Mulut : Mukosa hiperemi (-), Gusi berdarah (-), Karies gigi (-)
• Tenggorokan : Mukosa Faring Hiperemi (+), nyeri telan (+), T1/T1 normal
2. Leher : Normal, Simetris, Pembesaran KGB (-),
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
3. Thorax

• Dinding Dada

Inspeksi : Normal, Simetris, Jejas (-), Retraksi dinding dada (-)


• Jantung

Inspeksi : Iktus cordis (-)


Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 Tunggal Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
• Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris, Retraksi (-)


Palpasi : Fremitus suara normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
4. Punggung : Normal, Simetris, Jejas (-)

5. Abdomen

- Inspeksi : Soepel, Tampak distended (-), Turgor <3 detik

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Meteorismus (-), Asites (-)

- Palpasi : Nyeri tekan (-), Liver lien tidak teraba membesar


6. Ekstremitas

- Akral dingin basah pucat di keempat ekstremitas (-)

- Ruam kulit di keempat ekstremitas (-)

- Edema di keempat ekstremitas (-)

- CRT <2 detik

7. Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Tidak dilakukan
Reflek Fisiologis :
R. Biseps : (+2/+2)
R. Trisep : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis :
R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim: (-/-)
Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap
NamaPemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 10,6 13.0 g% - 17.0 g%

LED - 0 – 15

Leukosit 9100 4.500 – 11.000

Diff. Count 0/0/0/80/15/5 1-2/0-1/3-5/40-50/20-


40/4-8
PCV 32 40 – 50 %

Thrombosit 245.000 150.000 – 450.000

MCV 78 80 – 94

MCH 26 26 – 32

MCHC 33 32 – 36

GDA 214 <200mg/dL

Pemeriksaan Urin Lengkap


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

ph 6.5 7.2-7.6

BJ urin 1.015 1000-1015

Leukosit neg neg

Nitrit neg neg

Protein 25mg/dl (+) neg

Glucosa neg neg

Keton neg neg

Urobilirubin neg neg

Bilirubin neg neg

Eritrosit 10/uL (+) neg


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 1-2 0-1

Eritrosit 3-5 0-1

Epitel 1-2 neg

Silinder neg neg

Kristal neg neg

1.6 Problem List


• Kejang 30 menit SMRS, kejang 2 kali.
• Kejang 1 berlangsung selama 5 menit, tangan menukik dan kaku, lidah tidak tergigit
namun gigi rapat, mata melirik ke atas, tidak keluar busa dari mulut. Setelah kejang
pasien sadar, tidak biru, tangan dan kaki dapat digerakkan.
• Kejang 2 berlangsung selama < 5 menit, tangan lurus dan kaku, lidah tidak tergigit
namun gigi rapat, mata melirik ke atas, tidak keluar busa dari mulut. Setelah kejang
pasien sadar, tidak biru, tangan dan kaki dapat digerakkan.
• Demam sejak 1 hari SMRS
• Nyeri telan
• Suhu 40ºC
• Tenggorokan: Faring hiperemi
1.6 Diagnosis Banding
1. Epilepsi
1.7. Diagnosis Kerja
1. Kejang Demam Kompleks
2. Faringitis Akut
1.8 Planning Terapi
• Infus D5 ½ 1000cc/24 jam

• Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg

• Inj. Diazepam 7-10 mg jika kejang

• Tablet Paracetamol 3 x 250 mg jika demam

• Minum 600ml/hari
1.9 Monitoring
• Awasi timbulnya kejang
• Tanda – tanda vital ( Suhu, Nadi, Pernapasan,)
• Balance cairan

1.10 Edukasi
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut AAP, Provisional Committe on Quality Improvement Pediatrics (1996),
kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.3 Anak yang pernah
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan)
tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam 9. Definisi
ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis
atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 -
5%.2,10
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.
5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan


neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks.
5
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi.2

6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan
lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh
yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah
atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.2
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2.) Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinaldilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi
kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan
dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak
khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun
atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang
menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5
mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-
8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu
> 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel
dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan,
kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah
bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-
40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam
1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
10. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
d. Tetap tenang dan tidak panik.
e. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
f. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5

11. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.2 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian
karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.4
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.4
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (2 kali, berulang dalam 24 jam, lama kejang 5 menit dan <5 menit, setelah
kejang pasien sadar)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 40oC per axiler, faring hiperemis. Tidak didapatkan reflek
patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari infeksi
faringitis akut.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 250 mg untuk mengatasi
demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 7-10 mg secara intravena jika terjadi
kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat potong kejang. Pasien juga
diberikan obat antibiotik ceftriaxone 2x50 mg secara intravena guna mengurangi
peradangan pada faring
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang
dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat
penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas. Dan perlu dijelaskan
alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang. Lama
pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1 sampai 2 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 2017. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi update ke
6. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2016. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Ed.11.
2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Vol 2 edisi 15. 2000. Editor edisi bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab. Jakarta: EGC, 2000.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 2. 2010. Jakarta: Badan penerbit IDAI.
8. Pedoman Diagnosis Dan Terapi BAG.SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. 2008. Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya.
9. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006

Anda mungkin juga menyukai