PENDAHULUAN
bakteri, virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia.2
kemudian diikuti dengan inflamasi mata kedua seminggu kemudian. Lama sakit
paling umum di dunia dan dapat diderita tanpa dipengaruhi usia. Penyakit ini
bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat
bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-
anak maupun pada orang dewasa dan juga lansia. Konjungtivitis juga salah satu
penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate
1
yaitu 32,9% dari 949 kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis, Nigeria,
penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari,
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KONJUNGTIVA
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Bermacam-
macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Membran ini berisi
banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola
3
a. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
konjungtiva sesungguhnya.
- Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat
musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi
4
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior,
Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel
goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata
B. DEFINISI
5
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
dari tiga sampai empat minggu.3 Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.4
C. ETIOLOGI
karena dihuni oleh flora normal. Untuk itu, terdapat mekanisme defensi alamiah
menangkap debris, kedipan mata, perfusi yang baik, dan aliran air mata yang
yaitu immunoglobulin (IgA dan IgG), lisozim, dan interferon. 3,9 Inflamasi dapat
Non-infeksius:
6
-
Alergi
-
Autoimun
-
Toksik (kimia atau iritan)
-
Penyakit sistemik seperti sindrom Steven-Johnson
-
Iritasi persisten akibat produksi air mata yang kurang.2
D. EPIDEMIOLOGI
terjadi pada berbagai usia.8 Akan tetapi, terdapat beberapa bentuk konjungtivitis
tertentu yang terjadi pada kelompok usia tertentu. Pada anak, sering terjadi
sering terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa terkena
dengan insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada
yang berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret
yang berlebih sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur.
Selain itu, pasien dapat mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta
fotofobia. Rasa nyeri yang muncul biasanya menandakan kornea juga terkena.
7
Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk
dan asap.
-
Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi
keratokonjungtivitis trakoma.
-
Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil
konjungtivitis vernal.
-
Kemosis: pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada
adenoviral.
-
Folikel: hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum
infeksi virus, ditemui pula pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh
8
-
Konjungtiva lignose: terbentuk pada pasien yang mengalami
microbial.
-
Limfadenopati preaurikular: pembesaran kelenjar getah bening yang
F. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan
konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang
samping itu tear film juga mengandung beta lysine, lysozym, IgA, IgG yang
9
patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi
ditemukan pada anak-anak, dan tidak pernah terlihat pada bayi baru lahir
berupa sel limfoid. Setiap folikel ini merupakan pusat germinatif tunggal
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur
tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang
banyak terkena adalah semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan
pada ras Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan
10
alat-alat kecantikan, dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5-
15 hari).6
Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan
plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber
menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnostik
dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya
Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melali 4 stadium, yaitu:6
1. Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel
konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi
pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang
dengan infiltrat.
11
3. Stadium 3: Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang
terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra.
12
4. Stadium 4: Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva
gejala dari trakoma. Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat ditentukan
dalam 4 dosis selama 3-4 minggu, doxycyclin 100 mg peroral 2x sehari selama 3
minggu atau erythromycin 1 g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis selama 3-4
minggu. Pencegahan dilakukan dengan higiene yang baik, makanan yang bergizi.
xerosis/keratitis sika.6
b. Konjungtivitis Toksik
13
Konjungtivitis toksik merupakan konjungtivitis yang terjadi akibat iritasi
kronis oleh benda asing pada mata. Penyakit ini dapat terjadi pada satu mata
(unilateral), dapat pula bilateral, tergantung bagian yang terpajan. Gejalanya dapat
berupa rasa gatal, berair, dan rasa terbakar. Dari pemeriksaan didapatkan injeksi
konjungtiva palpebra dan bulber, kemosis, folikel dan papil pada konjungtiva
palpebra superior dan atau inferior, serta tidak ditemukannya pembesaran kelenjar
preaurikuler.5
Dari anamnesis didapatkan riwayat penggunaan obat mata topical yang
terhadap alergen, seperti obat-obat topical, lensa kontak, debu, ketombe dan lain-
lain. Alergen ini kemudian menyebabkan degranulasi sel mast yang kemudian
buatan, dan salep mata penyejuk. Dekongestan topical bisa diberikan sebagai
vasokontriksi, mengurangi hiperemis, kemosis dan gejala lainnya karena obat ini
Antihistamin oral dan topical juga bermanfaat untuk mengurangi gejala akut.10
c. konjungtivitis folikuler viral kronik
unilateral kronik, keratitis superior, dan pannus superior. Lesi berbentuk nodul
14
Gambar . (A) Konjungtivitis folikular dengan lesi molluscum; (B) lesi molluscum
pada konjungtiva bulbar; (C) lesi molluscum ekstensif pafa pasien HIV 5
cabang optalmika dari nervus trigeminalis. Lesi berbentuk papil, kadang folikel,
pseudomembran, dan vesikel. Lesi varicella dapat muncul pada kulit disekitar
mata.8
15
Gejala klinis yang mungkin muncul pada konjungtivitis viral adalah
sebagai berikut : 8
pseudomembran.
4. Adanya jaringan parut yang dapat timbul akibat resolusi
kulit. 8
Penatalaksanaannya yaitu mengurangi resiko transmisi dengan menjaga
dengan eksisi nodul atau krioterapi. Diberikan antibiotik dan steroid topikal,
membranosa. Untuk infeksi Varicella zoster, acyclovir oral dosis tinggi (800mg 5x
sehari selama 10 hari) diberikan jika progresi memburuk. Pada keratitis herpetik
dapat diberika acyclovir 3% salep 5x/hari selama 10 hari, atau acyclovir oral
16
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi
bakteri ini mudah menular, pada satu mata ke mata sebelahnya dan menyebar ke
Sebagian besar diagnosis dapat ditegakkan dengan tanda dan gejala. Oleh
atau pseudomembranosa.3,8
Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal kronik.
N gonorrhoeae menyebar pada bilik mata depan, akan terjadi iritis toksik.8
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik
tersedia. Adapun terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam
17
bentuk topical. Sediaan topikal yang diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata
diplokokus seperti neisseria, maka terapi sistemik dan topikal harus diberikan
mengenai kornea. Jika ada keterlibatan kornea, maka diberikan seftriakson 1-2
g/hari secara parenteral selama 5 hari. Pemberian obat tersebut diikuti dengan
doksisiklin 100 mg dua kali sehari atau eritromisin 500 mg empat kali sehari
seperti kloramfenikol atau gentamisin diberikan 3-4 kali/ hari selama dua minggu
purulen dan mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan
membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Oleh karena konjungtiva
dapat menjadi port d’entry, maka septikemia dan meningitis menjadi komplikasi
18
BAB III
KESIMPULAN
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
19
Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang
berlebih, sensasi benda asing di mata, terbakar, atau gatal, serta fotofobia. Tanda
limfadenopati preaurikular.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
20
DAFTAR PUSTAKA
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2013.
7. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000.
8. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In Vaughan and Asbury’s
General Ophthalmology.16th ed. USA: Mc.Graw-Hill companies; 2007.
11. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New
Age Publishers; 2007
21