Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan
imunitas seluler yang disebabkan oleh Retrovirus (HIV) atau penyakit fatal
secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis
dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. AIDS (Acquired
immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih. Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada
kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya
infeksi opportunistic dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari
ibu yang sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan
virus ini terjadi selama proses kehamilan dan juga persalinan.

2.2 Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam
kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.
1) Faktor risiko tertular HIV pada bayi dan anak
a. Bayi yang dengan pasangan
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan
c. Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya
d. Bayi atau anak yang mendapat transtusi darah adalah: biseksual,
berganti, penyalah guna obat intravena atau produk darah
herulang
e. Anak yang terpapar pada infeksi HIV kekerasan seksual
(perlakuan salah seksual),dan
f. Anak remaja dengan hubungan seksual berganti- ganti pasangan.
2) Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
a. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum).
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke
bayi yang dikandungnya Cara transmisi ini dinamakan juga
transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta
(intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan
darah ibu.
b. Selama persalinan (intropartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan
servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan
trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi

1
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina
21%, cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan.
Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan
adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus
serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan
elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah
lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan Risiko
transmist antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika
ketuban pecah kurang dari 4 jam seb persalinan
d. Bayi tertular melalui pemberian ASI.
Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI
(Air susu ibu), ASI diketahui banyak mengandung HiV dalam
jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang terinfeksi
HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel
virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI
Berbagai factor yang dapat mempengaruhi Risiko tranmisi HIV
melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa
mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi Penularan HIV
melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan paska
persalinan dan meningkatkan Risiko tranmisi dua kali lipat.

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis
šampai penyakit berat yang dinamakan AIDS AIDS pada anak terutama
terjadi pada umur muda karena sebagian besar ( > 80 % ) AIDS pada anak
akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS
anak berumur < 1 tahun dan 82 % berumur 4 tahun Meskipun demikian ada
juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala
AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa:
1) Gagal tumbuh
2) Berat badan menurun,
3) Anemia = Anemia yang disebabkan oleh kurangnya sel darah merah atau
sel darah merah yang tidak berfungsi di dalam tubuh. Ini menyebabkan aliran
oksigen berkurang ke organ tubuh
4) Panas berulang,
5) Limfadenopati = pembengkakan pada kelenjar limfe. Kelenjar limfe
sendiri adalah organ tubuh yang berbentuk kacang polong yang tersebar di
bawah ketiak, lipatan paha, leher, dada, dan perut
6) Hepatosplenomegali = pembengkakan hati (hepatomegaly) dan limpa
(splenomegaly)

Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah


adanya inteksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau

2
protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada anak normal.
Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak
akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih
lama, lehih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain
kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena
Pneumocystis carinti, radang paru karena mikobakterium atipik, atau
toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis,
penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak.
Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah
pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung
disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa:
1) Hipoksia,
2) Sesak napas,
3) Jari tabuh, dan
4) Limfadenopati
5) Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral,
terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan
ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau
kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi
retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi
primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat kalsitikasi Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan
susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal

2.4 Patofisiologi
Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan
melalui darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada
anak) (WHO, 2013). penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. semakin lama proses
kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama persalinan bisa
dicegah dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama
periode postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu yang
positif sekitar 10% (Nurs dan Kurniawan, 2013).
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini yang mencakup
limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas
imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi
litik sel CD4 itu senditi; induksi opoptosis melalui antigen viral, yang dapat
bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor
limfost atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang

3
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat
diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di
otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemuliha virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati,
dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering
sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh vinfeksi
virus lokal atau komplikasi infeksi lain atau autoimun. Infeksi HIV biasanya
secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “periode inkubasi” atau
interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa.
Selama fase ini, gangguan regulasi imuns erring tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameblobulinemia dengan
produksi atibodi nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang
terinfeksi HIC daripada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan. Ketidakmampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan
produksi immunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan
antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri
yang lebih berat pada infeksi HIV pediatric. Deplesi limfosit CD4 sering
merupakan temuan lanjutan dan mungkin tidak berkorelasi dengan status
simptomatik. Bayi dan anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah
limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki Risiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Penjamu yang
berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda
dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan sistem saraf pusat
menerangkan frekuensi relative ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV
anak.

4
2.5 WOC

Tansmisi dari ibu hamil dengan HIV positif (selama proses kehamilan, ketika Hubungan seksual karena
persalinan, atau melalui pemberian ASI) pelecehan, dll

Infeksi virus HIV

Berikatan dengan limfosit T, monosit, makrifag

Transkripsi RNA virus dan DNA sel

Perubahan pada strukrural sel terutama limfosit T

Sistem imunitas menurun

AIDS

1
Bakteri candida Virus HIV + salmonella, Infeksi bakteri Limfosit T Terinfeksi
di mulut clostridium mycobacterium TB, menurun Herpes zosfer +
pneuimonia carinii Herpeks simpleks

Kandidiasis Menginvasi Sistem imun


oral TB, Pneumonia, menurun Dermatitis
mukosa
radang paru serebroika
saluran cerna

MK : Anoreksia MK :
Demam Hipoksia, Resiko infeksi Ruam, difus,
Gangguan rasa Iritasi mukosa
sesak nafas, bersisik, kering
nyaman saluran cerna
MK : batuk
Ketidakefektifan MK : bersputum
atau tidak limfenopati MK :
nutrisi :kurang Hipertermi
Merangsang Resiko kerusakan
Menyebar ke dari tubuh
gerakan MK : integritas kulit
esofagus
peristaltik Ketidak pembengkakan
efektifan pola
Nyeri nafas
Asupan gizi sedikit diare MK :
telan
bahkan tidak ada Nyeri akut

MK : MK : MK :
Nyeri akut Berat badan Ketidakefektifan Resiko
menurun nutrisi :kurang kekurangan
dari tubuh volume cairan

Gagal tumbuh

2
Ensefalopati konik Infeksi pada mata Perawatan di Keluarga kurang
dan telinga rumah sakit mengetahui
informasi mengenai
Hambatan perkembangan proses penyakit,
(keterampilan morotik Otitis media cotton wool Hospitalisasi penularan,
dan daya intelektual) spot, retinitis pencegahan, dan
sitomegalo pengobatan
virus, dll MK :
Ansietas
Retardasi
mental MK :
Defisiensi
MK : MK : pengetahuan
MK : Gangguan Gangguan
Resiko rasa nyaman sensori
keterlambatan
perkembangan

3
2.6 Penatalaksanaan
1) Perawatan
Perawatan pada anak yang terinfeksi HlV antara lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi. Pemberian Nutrisi pada bayi
dan anakdengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak yang sehat,
hanya saja asupan kalori dan proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu
perlu juga diberikan multivitamin, dan antioksidan untuk
mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus
HIV. sebaiknya dipilih bahan makanan yang risiko alerginya rendah
dan dimasak dengan baik untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur
dan buah-buahan juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya
dimasak sebelum diberikan kepada anak. Pemberian (Nurs dan
Kurniawan, 2013:167).
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan
yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat
enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi
transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan
penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis. Anak yang
didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam
bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam
perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga
dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan,
penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan
lain. Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan
perubahan mencakup:
 Memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan
keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan keluarga,
 Membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan
melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang
indah,
 Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi
lainnya,
 Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat
mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain
(Nurs dan Kurniawan, 2013:169).
f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

2) Pengobatan

4
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV.
Obat ARV berfungsi untuk menghambat retrovirus. Manfaat dari terapi
ARV terhadap mortalitas dan morbiditas pada pasien HIV
didokumentasikan dengan baik. Bedasarkan ketersediaan dan pedoman
terapi ARV yang direkomendasikan oleh WHO untuk Rejimen Lini
Pertama yaitu 2 Necleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dan 1
Non-nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI).
Memulai terapi dini ARV dikaitkan dengan manfaat klinis dan
pencegahan HIV, meningkatkan kelangsungan hidup serta mengurangi
kejadian infeksi HIV di tingkat masyarakat.41 Akan tetapi pemberian
terapi ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita
yang dicurigai, tetapi perlu mempertimbangkan berbagai faktor, seperti
kemampuan, kesanggupan pengobatan jangka panjang, resistensi obat,
efek samping, jangkauan memperoleh obat, serta saat yang tepat untuk
memulai terapi.
The 2013 Guidelines Development Group merekomendasikan terapi ARV
pada anak sebagai berikut:
A. Terapi ARV harus dimulai pada semua anak terinfeksi HIV usia <5
tahun, terlepas dari stadium klinis WHO atau jumlah sel CD4
a) Bayi didiagnosis pada tahun pertama kehidupan (rekomendasi
kuat, bukti kualitas moderat)
b) Anak-anak yang terinfeksi HIV usia 1-5 tahun (rekomendasi
bersyarat, bukti kualitas sangat rendah)
B. Terapi ARV harus dimulai pada semua anak terinfeksi HIV usia ≥ 5
tahun dengan Jumlah CD4 ≤500 sel/mm3, terlepas dari kriteria
stadium klinis WHO
a) Jumlah CD4 ≤350 sel/mm3 (rekomendasi kuat, bukti kualitas
moderat)
b) Jumlah CD4 antara 350 - 500 sel/mm3 (rekomendasi bersyarat,
bukti kualitas sangat rendah)
c) Terapi ARV harus dimulai pada semua anak yang terinfeksi HIV
dengan gejala penyakit yang berat (stadium klinis WHO 3 atau 4)
tanpa memperhitungkan usia dan jumlah CD4 (rekomendasi
kuat , bukti kualitas moderat)
d) Terapi ARV harus dimulai pada setiap anak usia <18 bulan yang
telah didiagnosis klinis dugaan infeksi HIV (rekomendasi kuat,
bukti kualitas rendah)

Keberhasilan terapi ARV pada anak memerlukan kerjasama pada


pengasuh atau orang tua, karena mereka harus memahami tujuan
pengobatan, mematuhi program pengobatan, dan pentingnya kontrol.
Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan
keluarga. Jangan memulai terapi ARV kecuali bila keluarga sudah siap dan
patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus harus diberikan bagi
anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit HIV dan
mendukung keluarga yang mengasuh anak HIV. Kepatuhan berobat
umumnya didapat dengan pendekatan terapi keluarga.

5
3) Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui:
a) Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang
bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di
dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV
b) Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral (Nevirapine) saat
persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya
dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi
Risiko penularan sebanyak 80 % .
c) Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang Risiko dan
manfaat ASI.

2.7 Asuhan Keperawatan Umum pada Anak HIV AIDS

A. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata
dimasa perinatal sekitar usia 9 – 17 tahun.
Keluhan utama dapat berupa demam dan diare yang berkepanjangan,
tachipnae,batuk, sesak nafas, hipoksia. Kemudian diikuti dengan adanya
perubahan:
a. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
b. Diare lebih dan satu bulan
c. Demam lebih dan satu bulan
d. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
e. Limfadenopati yang menyeluruh
f. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
g. Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
h. Dermatitis yang menyeluruh
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari
orang yang terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual.
Kemudian pada riwayat penyakit keluarga dapat/dimungkinkan:
a. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan
obat
b. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 %
TERTULAR )
c. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20
dari kehamilan
d. Adanya penularan pada proses melahirkan
e. Terjadinya kontak darah dan bayi
f. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
g. Adanya kejanggalan pertumbuhan ( failure to thrife )
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya:
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
c. Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
d. Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah
yang berulang

6
e. Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas
yang tidak steril
f. Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti
pasangan
Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti gagal tumbuh, berat
badan menurun, anemia, panas berulang, Limpadenopati,
Hepatosplenomegali serta adanya infeksi oportunitis yang merupakan
infeksi oleh kuman, parasit, jamur atauprotozoa yang menurunkan fungsi
immun pada immunitas selular seperti adanyakandidiasis pada mulut yang
dapat menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru,encelofati dll

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
a. Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina
b. Retinitis sitomegalovirus
c. Khoroiditis toksoplasma
d. Perivaskulitis pada retina
e. Infeksi pada tepi kelopak mata
f. Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
g. Lesi pada retina dengan gambaran bercak/eksudat kekuningan,
tunggal/multiple2.
2. Pemeriksaan Mulut:
a. Adanya stomatitis gangrenosa
b. Peridontitis
c. Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi birudan sering pada platum (Bates Barbara,
1998)
3. Pemeriksaan Telinga
a. Adanya otitis media
b. Adanya nyeri
c. Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
a. Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
b. Sesak nafas
c. Tachipnea
d. Hipoksia
e. Nyeri dada
f. Nafas pendek waktu istirahat
g. Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
a. Berat badan menurun
b. Anoreksia
c. Nyeri pada saat menelan
d. Kesulitan menelan
e. Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
f. Faringitis
g. Kandidiasis esofagus
h. Kandidiasis mulut

7
i. Selaput lendir kering
j. Hepatomegali
k. Mual dan muntah
l. Kolitis akibat dan diare kronis
m. Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
a. Suhu tubuh meningkat
b. Nadi cepat, tekanan darah meningkat
c. Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopati
karena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
a. Adanya varicela (lesi yang sangat luas vesikel yang besar)
b. Haemorargie
c. Herpes zoster
d. Nyeri panas serta malaise
e. Aczematoid gingrenosum
f. Skabies
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
a. Didapatkan air seni yang berkurang
b. Annuria
c. Proteinuria
d. Adanya pembesaran kelenjar parotis
e. Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
a. Adanya sakit kepala
b. Somnolen
c. Sukar berkonsentrasi
d. Perubahan perilaku
e. Nyeri otot
f. Kejang-kejang
g. Encelopati
h. Gangguan psikomotor
i. Penururnan kesadaran
j. Delirium
k. Meningitis
l. Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
a. Nyeri persendian
b. Letih, gangguan gerak
c. Nyeri otot (Bates Barbara 1998)
C. Pemeriksaan Laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium
didapatkan adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4
menurun bila T4 dibawah 200, fase AIDS normal 1000-2000
permikrositer., tes anti body anti-HIV (tes Ellisa) menunjukan
terinfeksiHIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa
dan latex menunjukan orang terinfeksi HIVatau tidak, apabila dikatakan

8
positif harus dibuktikan dengan tes western blot.Tes lain adalah dengan
menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 ( denganpolymerase chain
reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakanpada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan
HIV / AIDS antara lain:
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksi
3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen Cairan
cairan berhubungan tindakan keperawatan (4120)
dengan kehilangan selama 4x24 jam 1. Timbang berat badan
cairan aktif. diharapkan volume cairan setiap hari dan
klien meningkat dengan monitor status pasien.
Domain 2. Nutrisi kriteria hasil: Rasional: memantau
Kelas 5. Hidrasi. Kode - Turgor kulit tidak adanya kekurangan
(00027) terganggu atau kelebihan cairan
- Tidak kehilangan pada klien.
berat badan 2. Monitor tanda-tanda
berlebih vital. Rasional: Tanda-
- Tekanan darah tanda vital sebagai
normal (95- dasar penilaian kondisi
110/60-73 mmHg) klien.
3. Berikan terapi IV,
seperti yang
ditentukan. Rasional:
terapi secara IV akan
mempercepat rehidrasi
klien.
4. Tingkatkan asupan
oral. Rasional: asupan
oral akan
meningkatkan
rehidrasi klien.
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Bantuan peningkatan
nutrisi: kurang dari tindakan keperawatan berat badan (1240)
kebutuhan tubuh 4x24 jam diharapkan 1. Monitor asupan
berhubungan dengan nutrisi klien adekuat kalori setiap hari.
anoreksi. dengan kriteria hasil: Rasional: untuk
- BB meningkat mengetahui kenaikan
Domain 2. Nutrisi (minimal 1 kg) kalori setiap hari.

9
Kelas 1. Makan. Kode - Porsi makan habis 2. Sediakan variasi
(00002) - nilai lab normal makanan yang tinggi
Albumin: 3,5- kalori dan bernutrisi
5,5/dL tinggi. Rasional:
Hb: 11-16 g/dL makanan yang
bervariasi akan
meningkatkan nafsu
makan klien
3. Sajikan makanan
dengan menarik .
Rasional: hidangan
yang menarik akan
meningkatkan nafsu
makan.

Defisiensi Setelah dilakukan Pengajaran: Proses


Pengetahuan tindakan keperawatan Penyakit (5602)
berhubungan selama 2x24 jam keluarga 1. Jelaskan daftar
dengan kurang dapat mengungkapkan pengobatan, efek
informasi. atau menjelaskan proses samping obat dan
penyakit, dosis. Rasional: efek
Domain 5. penularan,pencegahan dan samping obat yang
Persepsi/Kognisi perawatan dengan kriteria tidak diketahui akan
Kelas 4. Kognisi. hasil: menjadikan keluarga
Kode (00126) - mampu cemas.
menjelaskan 2. Jelaskan dan
secara global demonstrasikan cara
tentang perawatan khusus.
diagnosism, proses Rasional: perawatan
penyakitdan khusus harus dikuasai
kebutuhan home oleh keluarga agar
care kondisi klien tidak
- memahami daftar memburuk.
pengobatan, efek 3. Jelaskan cara
samping, dan penularan HIV dan
dosis obat bagaimana cara
- memahami pencegahannya.
tentang kebutuhan Rasional:
perawatan yang meminimalkan
khusus bagi anak penularan virus.
danmengetahui
bagaimana HIV
menular

10
BAB III
KASUS

An. A usia 6 bulan 22 hari dibawa ke RS oleh orangtua. Ibu pasien


mengatakan bahwa anaknya diare selama 3 hari dan demam selama 2 hari,
semenjak demam tubuh anak mulai keluar bercak bercak merah pasien
juga batuk dan mengalami sesak. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapat
RR : 28x/menit, Suhu : 38,5 derajat C, tekanan darah 95/60 mmHg, BB : 5
Kg, PB : 50 cm. Menurut ibu Ny.A anak hanya diberikan imunisasi BGA
dan DPT pada ketika An.A berusia 1 bulan dan tidak diberi imunisasi Polio
dan Campak. An.A sampai saat ini masih mengkonsumsi ASI dengan lama
pemberian 15-20 menit dan tidak pernah diberikan susu formula , dalam
sehari sampai 7 kali menyusui. An.A tinggal dirumah dengan lingkungan
tepi kota. An. A belum mampu berbicara, BAK sering sedangkan BAB
2kali sehari tetapi saat saat BAB menjadi lebih sering sampai 6kali sehari
dengan tekstur encer, istirahat An.A asih teratur hingga 10jam perhari .
kulit An.A pucat dan turgor jelek serta sclera pucat dan mata terlihat
cekung. Ayah pasien Tn. T.Q yang bekerja sebagai buruh pabrik
mengatakan bahwa keluarga tidak pernah ada yang terkena penyakit
serupa namun ibu pasien mengalami HIV.

11
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK HIV AIDS

4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Nama :An. A
Tempat, tanggal lahir :Bandung, 22 Februari 2018
Usia :6 bulan 22 hari
Jenis Kelamin :Laki-laki
Diagnosa Medik :HIV-AIDS
II. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama :Tn. TQ
Umur :27 tahun
Pekerjaan :Buruh pabrik
Ibu
Nama :Ny. A
Usia :25 tahun
Pekerjaan :Ibu rumah tangga

III. Keluhan Utama : Orang tua klien mengeluh bayinya


mengalami diare disertai dengan demam
IV. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB
kurang, dan sejak 2 hari yang lalu diare semakin parah diserta
dengan demam, terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit,
diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak mau menyusu.
Dengan alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS
untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)

V. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV

VI. Riwayat Imunisasi


Reaksi setelah
Waktu Pemberian
No. Jenis Imunisasi pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT 1bulan Demam
3. Polio - -
4. Campak - -
5. Hepatitis - -

VII. Riwayat Nutrisi


a. Pemberian ASI

12
1) Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa
menangis
2) Lama Pemberin : 15-20 manit
3) Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b. Pemberian Susu Formula : SGM
Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0 - saat ini Asi Masih berlangsung saat ini

VIII. Riwayat Psiko Sosial


 Anak tinggal di rumah sendiri
 Lingkungan berada di tepi kota
 Hubungan antar anggota kelurga baik
 Pengasuh anak adalah orang tua

IX. Aktivitas Sehari-hari


a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
Keinginan Menyusu Baik Kurang
Frekwensi Menyusui 7 kali Tidak pernah

b. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Jenis minuman ASI Tidak ada
Frekwensi minum Setiap kali haus Sering
Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
Cara pemberian ASI Infuse

c. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Tempat pembuangan Kain sarung Popok
Frekuensi/waktu BAK= sering BAB = 2 BAK = sering, BAB
Konsistensi x sehari = 4-6x sehari
Kesulitan Sering encer Encer
Obat pencahar Tidak ada Tidak ada
Tidak pernah digunakan

d. Istirahat/Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Jam tidur
- Siang 12.00 – 14.00 Jam 14.00-15.00
- Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.30
Pola tidur Tidur dilaksanakan pada Tidur dilaksanakan
siang dan malam hari pada siang dan

13
Kebiasaan sebelum tidur Menyusu malam hari
Kesulitan tidur Menyusu
Gelisah Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.

e. Olahraga : Tidak dikaji


f. Personal Hygiene : Tidak dikaji
g. Aktifitas/mobilitas fisik: Tidak dikaji
h. Rekreasi: Tidak dikaji

4.2 Analisa Data


No Data Etilogi Masalah
1 DS : Kandidiasis Bersihan jalan nafas
Ibu klien mengatakan tidak efektif
anaknya batuk-batuk dan
sesak Menginfeksi bronkus
DO :
Klien selama di RS nampak Aktivitas bronkus
batuk terus dan gelisah berkurang
nampak sesak sesak
Tanda-tanda vital: Penumpukan sekret
Suhu : 38,5 º C
Nadi : 120x/m Batuk inefektif
Pernafasan : 28x / m
TD : 95/60 mmHg Bersihan jalan nafas
tidak efektif
2 DS : Kuman mengeluarkan Hipertermi
Ibu klien mangatakan endotoksin
anaknya demam terus-
menerus Merangsang
DO : pengeluaran zat
Klien nampak teraba panas pirogen oleh leukosit
dengan suhu 38,5 0C, pada jaringan yg
Nadi : 120x/m, P : meradang
28x / m dn TD : 95/60
mmHg Melepas zat IL-1,

prostaglandin E2
(pirogen leukosi &
pirogen endokrin

Mencapai hipotalamus
(set point)
3 DS : Perubahan nutrisi
ibu klien mengatakan, klien kandidiasis kurang dari
tidak mau makan/malas kebutuhan tubuh
makan

14
Ibu klien mengatakan Lesi oral
anaknya susah menelan
akibat luka-luka pada Ketidakmampuan
mulutnya menyusu
DO :
Klien nampak cengeng bila
inbin diberi makan dan
porsi makannya tidak habis Perubahan indra
serta BB turun menjadi 20 pengecap
kg dari 25kg.Inter
Menurunkan
keinginan menyusu

4.3 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

4.4 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional
Hasil
Bersihan Setelah diberikan Respiratory monitoring
jalan nafas askep selama 3x 24 1. Pantau rate,  Mengetahui
tidak efe jam, diharapkan irama, kedalaman, tingkat gangguan
ktif bersihan jalan nafas dan usaha yang terjadi dan
berhubungan klien kembali efektif respirasi membantu dalam
dengan dengan kriteria hasil: 2. Perhatikan menetukan
akumulasi Respiratory status: gerakan dada, intervensi yang
sekret airway patency amati simetris, akan diberikan.
 Frekuensi penggunaan otot  menunjukkan
pernapasan aksesori, retraksi keparahan dari
dalam batas otot gangguan
normal (16- supraclavicular respirasi yang
20x/mnt) dan interkostal terjadi dan
 Irama 3. Monitor suara menetukan
pernapasn napas tambahan intervensi yang
normal 4. Monitor pola akan diberikan
 Kedalaman napas: bradypnea,  suara napas
pernapasan tachypnea, tambahan dapat
normal hyperventilasi, menjadi indikator
 Klien mampu napas kussmaul, gangguan
mengeluarkan napas cheyne- kepatenan jalan
sputum secara stokes, apnea, napas yang
efektif napas biot’s dan tentunya akan
 Tidak ada pola ataxic berpengaruh

15
akumulasi terhadap
sputum Airway Management kecukupan
5. Auskultasi bunyi pertukaran udara.
nafas tambahan;  mengetahui
ronchi, wheezing. permasalahan
6. Berikan posisi jalan napas yang
yang nyaman dialami dan
untuk mengurangi keefektifan pola
dispnea. napas klien untuk
7. Bersihkan sekret memenuhi
dari mulut dan kebutuhan
trakea; lakukan oksigen tubuh.
penghisapan  Adanya bunyi
sesuai keperluan. ronchi
8. Anjurkan asupan menandakan
cairan adekuat. terdapat
9. Ajarkan batuk penumpukan
efektif sekret atau sekret
10. Kolaborasi berlebih di jalan
pemberian nafas.
oksigen  posisi
11. Kolaborasi memaksimalkan
pemberian ekspansi paru dan
broncodilator menurunkan
sesuai indikasi. upaya pernapasan.
Ventilasi
Airway suctioning maksimal
12. Putuskan kapan membuka area
dibutuhkan oral atelektasis dan
dan/atau trakea meningkatkan
suction gerakan sekret ke
13. Auskultasi sura jalan nafas besar
nafas sebelum dan untuk
sesudah suction dikeluarkan.
14. Informasikan  Mencegah
kepada keluarga obstruksi atau
mengenai aspirasi.
tindakan suction Penghisapan dapat
15. Gunakan diperlukan bia
universal klien tak mampu
precaution, sarung mengeluarkan
tangan, goggle, sekret sendiri.
masker sesuai  Mengoptimalkan
kebutuhan keseimbangan
16. Gunakan aliran cairan dan
rendah untuk membantu
menghilangkan mengencerkan
sekret (80-100 sekret sehingga

16
mmHg pada mudah
dewasa) dikeluarkan
17. Monitor status  Fisioterapi dada/
oksigen pasien back massage
(SaO2 dan SvO2) dapat membantu
dan status menjatuhkan
hemodinamik secret yang ada
(MAP dan irama dijalan nafas.
jantung) sebelum,  Meringankan
saat, dan setelah kerja paru untuk
suction memenuhi
kebutuhan
oksigen serta
memenuhi
kebutuhan
oksigen dalam
tubuh.
 Broncodilator
meningkatkan
ukuran lumen
percabangan
trakeobronkial
sehingga
menurunkan
tahanan terhadap
aliran udara.
 waktu tindakan
suction yang tepat
membantu
melapangan jalan
nafas pasien
 Mengetahui
adanya suara
nafas tambahan
dan kefektifan
jalan nafas untuk
memenuhi O2
pasien
 memberikan
pemahaman
kepada keluarga
mengenai indikasi
kenapa dilakukan
tindakan suction
 untuk
melindungai
tenaga kesehatan
dan pasien dari

17
penyebaran
infeksi dan
memberikan
pasien safety
 aliran tinggi bisa
mencederai jalan
nafas
  Mengetahui
adanya perubahan
nilai SaO2 dan
satus
hemodinamik,
jika terjadi
perburukan
suction bisa
dihentikan

Hipertermi setelah dilakukan 1. Pertahankan  Lingkungan yang


berhubungan tindakan selama 3x24 lingkungan sejuk membantu
dengan jam suhu tubuh sejuk,dengan menurunkan suhu
pelepasan menurun dengan menggunakan tubuh dengan cara
pyrogen dari kriteria; piyama dan radiasi.
hipotalamus  Anak akan selimut yang tidak  Peningkatan suhu
sekunder mempertahank tebal. secara tiba-tiba
terhadap an suhu tubuh 2. Pantau suhu akan mengakibat an
reaksi yang normal tubuh anak setiap kejang
antigen dan  Klien mampu 1-2 jam, bila  Antimikroba
antibody menunjukkan terjadi mungkin
TTV yang peningkatan disarankan untuk
normal : secara tiba-tiba mengobati
- suhu 36’50C, 3. Beri organismo
- Nadi : 80x/m, antimikroba/antibi penyebab
- P : 20x / m dn otik jika  Kompres hangat
- TD : 110/80 disarankan efektif mendingin-
mmHg 4. Berikan kompres kan tubuh melalui
dengan suhu 37oC cara konduksi
pada anak  Antipiretik seperti
5. Kolaboratif asetaminofen
Beri antipiretik (Tylenol), efektif
sesuai petunjuk menurunkan
demam

Perubahan Setelah dilakukan Nutrition management Nutrition


nutrisi asuhan keperawatan 1. Kaji status nutrisi management
kurang dari selama 3×24 jam pasien 1. Pengkajian
kebutuhan diharapkan 2. Jaga kebersihan penting
tubuh pemenuhan kebutuhan mulut, anjurkan dilakukan untuk
berhubungan pasien tercukupi untuk selalu mengetahui

18
dengan dengan kriteria hasil : melalukan oral status nutrisi
kekambuhan Nutrition status hygiene. pasien sehingga
penyakit,  Intake nutrisi 3. Delegatif dapat
diare, tercukupi. pemberian nutrisi menentukan
kehilangan  Asupan yang sesuai intervensi yang
nafsu makanan dan dengan kebutuhan diberikan.
makan, cairan pasien : diet 2. Mulut yang
kandidiasis tercukupi pasien diabetes bersih dapat
oral mellitus. meningkatkan
Nausea dan vomiting 4. Berian informasi nafsu makan
severity yang tepat 3. Untuk
 Penurunan terhadap pasien membantu
intensitas tentang kebutuhan memenuhi
terjadinya nutrisi yang tepat kebutuhan
mual muntah dan sesuai. nutrisi yang
 Penurunan 5. Anjurkan pasien dibutuhkan
frekuensi untuk pasien.
terjadinya mengkonsumsi 4. Informasi yang
mual muntah. makanan tinggi diberikan dapat
zat besi seperti memotivasi
Weight : Body mass sayuran hijau pasien untuk
 Pasien meningkatkan
mengalami management intake nutrisi.
peningkatan 1. Kaji frekuensi 5. Zat besi dapat
berat badan mual, durasi, membantu
tingkat keparahan, tubuh sebagai
faktor frekuensi, zat penambah
presipitasi yang darah sehingga
menyebabkan mencegah
mual. terjadinya
2. Anjurkan pasien anemia atau
makan sedikit kekurangan
demi sedikit tapi darah
sering. Nausea management
3. Anjurkan pasien 1. Penting untuk
untuk makan mengetahui
selagi hangat karakteristik
4. Delegatif mual dan
pemberian terapi faktor-faktor
antiemetik : yang
 Ondansentron 2×4 menyebabkan
(k/p) mual. Apabila
 Sucralfat 3×1 CI karakteristik
mual dan faktor
management penyebab mual
1. Diskusikan diketahui maka
dengan keluarga dapat
dan pasien menetukan

19
pentingnya intake intervensi yang
nutrisi dan hal-hal diberikan.
yang 2. Makan sedikit
menyebabkan demi sedikit
penurunan berat dapat
badan. meningkatkn
2. Timbang berat intake nutrisi.
badan pasien jika 3. Makanan dalam
memungkinan kondisi hangat
dengan teratur dapat
menurunkan
rasa mual
sehingga intake
nutrisi dapat
ditingkatkan.
4. Antiemetik
dapat digunakan
sebagai terapi
farmakologis
dalam
manajemen
mual dengan
menghamabat
sekres asam
lambung.

Weight management
1. Membantu
memilih
alternatif
pemenuhan
nutrisi yang
adekuat.
2. Dengan
menimbang
berat badan
dapat memantau
peningkatan dan
penrunan status
gizi.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

20
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap
yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Kasus
HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu
yang sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus
ini terjadi selama proses kehamilan dan juga persalinan. Penularan HIV ke
Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah, hubungan
seksual, kontak antara kulit atau membrane mukosa bayo demham darah saat
melahirkan.

5.2 Saran
Tenaga profesi keperawatan perlu melakukan asuhan keperawatan secara
sistematis dan terorganisir demi meningkatkan layanan mutu keperawatan
dan profesionalitas sehingga menghasilkan praktik keperawatan yang
profesional. Kita sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya lebih
mengembangkan pengetahuan tentang penanganan penyakit HIV AIDS
sebagai upaya menambah pengetahuan terkait penyakit HIV AIDS pada anak
jika nanti mahasiswa keperawatan bekerja di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., dan Megasari, K. (2015) Bahan Ajar Aids pada
Kebidanan. Yogyakarta: Depublish.
https://books.google.co.id/books?
id=ej_pCAAAQBAJ&pg=PT97&dq=etiologi+hiv+pada+anak&hl=id&sa
=X&ved=0ahUKEwi4l6HAzKLdAhXLMo8KHbAZCNkQ6AEILDAB#v
=onepage&q=etiologi%20hiv%20pada%20anak&f=false
Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M. M., & Wagner, C. (2018).
Nursing Interventions classification (NIC)-E-Book. Elsevier Health
Sciences.
Huriati, H. (2014). HIV/AIDS pada Anak. Sulesana: Jurnal Wawasan
Keislaman, 9(2), 126-131.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/1318/1275
Januar, B., & Siregar, S. P. (2016). Infeksi HIV pada bayi. Sari Pediatri, 6(1), 23-
31.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/905/838
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes.
Elsevier Health Sciences

21
North American Nursing Diagnosis Association. (2015).NANDA Nursing
Diagnoses. North American Nursing Diagnosis Association.
Nursalam, dkk. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Rahakbauw, N. (2016). Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup
ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
http://stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2892-INSANI%20Vol.%203%20No.
%202%20Des%202016%20STISIP%20Widuri_Nancy.pdf
Yvonne Yolanda Fransiska dan Evi Kurniawaty| Anemia pada Infeksi HIV.
Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/1422/1265

22

Anda mungkin juga menyukai