Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja sering disebut masa transisi. Sebab, di masa ini seseorang beralih dari
masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini terjadi pada usia belasan. Banyak sekali
perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang perubahan fisik.

Remaja terlibat dalam jaringan teman sebaya yang sangat kuat selama menggali jati
diri mereka. Di masa ini, selain mengalami perubahan pada diri seseorang yang
menginjak remaja, juga terjadi perkembangan-perkembangan terutama dari sisi
psikologis. Pada, tahap perkembangan remaja ini terdapat beberapa teori
perkembangan remaja termasuk konsep, tahap dan karakteristik remaja. Secara
keseluruhan, teori-teori ini membantu untuk melihat keseluruhan mengenai remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana remaja dalam perkembangan manusia?


Apa saja teori-teori perkembangan masa remaja?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui remaja dalam perkembangan manusia


Untuk mengetahui teori-teori perkembangan masa remaja

1.4 Manfaat

Mahasiswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam mengenai perkembangan remaja
dan teori-teorinya serta mahasiswa dapat menerapkan teori-teori tersebut dalam
dirinya sendiri maupun orang disekitarnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Remaja dalam Perkembangan Manusia


2.1.1 Konsep Pengertian Remaja

Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan
dari anak-anak menjadi orang dewasa (Damaiyanti, 2008).

Menurut Dorland (2011), “remaja atau adolescence adalah periode di antara pubertas
dan selesainya pertumbuhan fisik, secara kasar mulai dari usia 11 sampai 19 tahun”.

Menurut Sigmun Freud (1856-1939), dalam Sunaryo (2004:44) mengatakan bahwa fase
remaja yang berlangsung dari usia 12-13 tahun hingga 20 tahun.

Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa kanak-
kanak sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan tingkah laku remaja sangat
berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan dengan kelompok (teman sebaya) lebih
erat dibandingkan hubungan dengan orang tua.

2.1.2 Tahap Perkembangan Remaja

Tahap perkembangan remaja dimulai dari fase praremaja sampai dengan fase remaja
akhir berdasarkan pendapat Sullivan (1892-1949). Pada fase-fase ini terdapat
beragam ciri khas pada masing-masing fase.

1. Fase Praremaja
Periode transisi antara masa kanak-kanak dan adolesens sering sikenal sebagai
praremaja oleh profesional dalam ilmu perilaku (Potter&Perry, 2005). Menurut Hall
seorang sarjana psikologi Amerika Serikat, masa muda (youth or preadolescence)
adalah masa perkembangan manusia yang terjadi pada umur 8-12 tahun.

Fase praremaja ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan dengan teman
sejenis, kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja sama dalam
melaksanakan tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan kebutuhan dalam membangun
hubungan dengan teman sebaya yang memiliki persamaan, kerja sama, tindakan timbal
balik, sehingga tidak kesepian (Sunaryo,2004:56).

Tugas perkembangan terpenting dalam fase praremaja yaitu,belajar melakukan hubungan


dengan teman sebaya dengan cara berkompetisi, berkompromi dan kerjasama.

2. Fase Remaja Awal (early adolescence)


Fase remaja awal merupakan fase yang lanjutan dari praremaja. pada fase ini
ketertarikan pada lawan jenis mulai nampak. Sehingga, remaja mencari suatu pola
untuk memuaskan dorongan genitalnya. Menurut Steinberg (dalam Santrock, 2002: 42)
mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan
orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak.

Sunaryo (2004:56) berpendapat bahwa, hal terpenting pada fase ini, antara lain:

1) Tantangan utama adalah mengembangkan aktivitas heteroseksual.

2) Terjadi perubahan fisiologis.

3) Terdapat pemisahan antara hubungan erotik yang sasarannya adalah lawan


jenis dan keintiman dengan jenis kelamin yang sama.

4) Jika erotik dan keintiman tidak dipisahkan, maka akan terjadi hubungan
homoseksual.

5) Timbul banyak konflik akibat kebutuhan kepuasan seksual, keamanan dan


keakraban.

6) Tugas perkembangan yang penting adalah belajar mandiri dan melakukan


hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.

3. Fase Remaja Akhir


Fase remaja akhir merupakan fase dengan ciri khas aktivitas seksual yang sudah
terpolakan. Hal ini didapatkan melalui pendidikan hingga terbentuk pola hubungan
antarpribadi yang sungguh-sungguh matang. Fase ini merupakan inisiasi ke arah hak,
kewajiban, kepuasan, tanggung jawab kehidupan sebagai masyarakat dan warga negara.

Sunaryo (2004:57) mengatakan bahwa tugas perkembangan fase remaja akhir adalah
economically, intelectually, dan emotionally self sufficient.

2.1.3 Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Perkembanang Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas yaitu
meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan
fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai
berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah
pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2006: 52).

Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan
bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan tulang-
tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh
payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting,
menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.

Potter & Perry (2005:535) juga mengatakan bahwa setelah pertumbuhan awal jaringan
payudara, puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini sebagian dikontrol oleh
hereditas, mulai pada paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet dalam usia
10 tahun. Kadar estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus
mulai membesar dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut bisa terjadi
secara spontan atau akibat perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis
dan aksila mulai tumbuh.

Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan
tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal
perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting,
pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-
rambut halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara,
rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada. Kadar
testosteron yang meningkat sitandai dengan peningkatan ukuran penis, testis,
prostat dan vesikula seminalis.

Perry&Potter (2005:690) mengungkapkan bahwa empat fokus utama perubahan fisik


adalah :

Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot dan visera


Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebah pinggul
Perubahan distribusi otot dan lemak
Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan
kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya
pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin
utama dan kedua pada remaja (Sunarto & Agung Hartono, 2002:94).

Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung
antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak,
idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa
bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya
penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan
dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman
akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru
karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional
formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak
dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar
abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan
karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara
logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.

Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja

Perkembangan Sosial
Potter&Perry (2005:535) mengatakan bahwa perubahan emosi selama pubertas dan masa
remaja sama dramatisnya seperti perubahan fisik. Masa ini adalah periode yang
ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi penghargaan masyarakat.

Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami
perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam
kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah
orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif,
kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat
merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell
(dalam Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau
kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya
kematangan dan kompetensi sosial mereka.

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama dalam perkembangan psikososial


adelesens. Remaja arus membentuk hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi
secara sosial (Potter&Perry, 2005:693). Pencarian identitas diri ini meliputi
identitas seksual, identitas kelompok, identitas keluarga, identitas pekerjaan,
identitas kesehatan dan identitas moral.

2.1.4 Ciri Khas Remaja

1. Hubungan dengan Teman Sebaya


Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja
dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack
Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai
belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui
interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti
minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan
dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan
beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan
dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa
semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih
saying (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan
sosial, keakraban, dan hubungan seksual.

Pada saat remaja, seseorang memperoleh kebebasan yang lebih besar dan mulai
membangun identitasnya sendiri. Secara emosional, mereka menjalin hubungan yang
lebih dekat dengan kelompoknya dibandingkan keluarga. Krisis identitas ini membuat
remaja mengalami rasa malu, takut, dan gelisah yang menimbulkan gangguan fungsi di
rumah dan di sekolah (Potter&Perry, 2010). Namun, dalam beberapa hal, remaja
mengalami ketegangan baik akibat tekanan kelompoknya, maupun perubahan psikososial.
Sehingga remaja cenderung melakukan tindakan yang dapat mengurangi ketegangan
tersebut, misalnya merokok dan memakai obat-obatan.

Ada beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut Santrock
(2003: 206) yaitu :

a) Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama, usia,
dan aktivitas favorit.

b) Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.

c) Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja sama.

d) Menghargai diri sendiri dan orang lain.

e) Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, duduk


berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan
memberikan pujian.

Ada beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut Hurlock
(2000: 307) dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :

a) Akan merasa kesepian karena kebutuhan social mereka tidak terpenuhi.

b) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.

c) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat


menimbulkan penyimpangan kepribadian.

d) Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses


sosialisasi.

e) Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang dimiliki
teman sebaya mereka.

f) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan
meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka
untuk mempelajari berbagai keterampilan sosial.

g) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka, dan
ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.

h) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan akan


meningkatkan penerimaan sosial mereka.

Sementara itu, Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yang
diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut yaitu:

a) Merasa senang dan aman.

b) Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui mereka.

c) Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang diterima


secara sosial dan keterampilan sosial yang membantu kesinambungan mereka dalam
situasi sosial.

d) Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar dan untuk
menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.

e) Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi


sosial.

2. Hubungan dengan Orang Tua Penuh Konflik


Hubungan dengan orang tua penuh dengan konflik ketika memasuki masa remaja awal.
Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis
pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealism dan penalaran
logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan
kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang
tua dan remaja.

Collins (dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat
remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak
mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini terjadi,
orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan member lebih banyak
tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua.

Dari uraian tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik yang terjadi
dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang diberikan oleh
Santrock, (2002: 24) yaitu : 1) menetapkan aturan-aturan dasar bagi pemecahan
konflik. 2) Mencoba mencapai suatu pemahaman timbale balik. 3) Mencoba melakukan
corah pendapat (brainstorming). 4) Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih
pemecahan masalah. 5) Menulis kesepakatan. 6) Menetapkan waktu bagi suatu tindak
lanjut untuk melihat kemajuan yang telah dicapai.

3. Keingintahuan tentang seks yang tinggi


Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus tumbuh dan
berkembang (Potter&Perry,2010:30). Setiap tahap perkembangan memberikan perubahan
pada fungsi dan peran seksual dalam hubungan. Masa remaja merupakan masa di mana
individu menggali orientasi seksual primer mereka lebih banyak daripada masa
perkembangan manusia lainnya.

Remaja menghadapi banyak keputusan dan memerlukan informasi yang akurat mengenai
topik-topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosi terhadap
hubungan intim seksual, PMS, kontrasepsi, dan kehamilan (Perry&Potter, 2010:31).
Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku atau pun teman sebaya.
Bahkan informasi seperti ini pun,remaja mungkin tidak mengintergrasikan
penhgetahuan ini ke dalam gaya hidupnya. Mereka mempunyai orientasi saat ini dan
rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa
kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka, dan karenanya tindak
kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan kesehatan harus diberikan dalam konteks
perkembangan ini (Potter&Perry, 2005:535).

4. Mudah stres
Menurut Potter&Perry (2005:476), Selye (1976) berpendapat bahwa stres adalah segala
situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespons
atau melakukan tindakan.

Stres dapat menyebabkan perasaan negatif. Umumnya, seseorang dapat mengadaptasi


stres jangka panjang maupun jangka pendek sampai stres tersebut berlalu. Namun,
jika adaptasi itu gagal dilakukan, stres dapat memicu berbagai penyakit.

Remaja juga sangat rentan dengan strea. Sebab, di masa ini seseorang akan memiliki
keinginan serta kegiatan yang sangat banyak. Namun, apabila keinginan dan kegiatan
itu tidak berjalan atau tidak terwujudkan sebagaimana mestinya, remaja cenderung
menjadikan hal tersebut sebagai beban pikiran mereka. Sehingga remaja mudah
mengalami stres. Untuk mengobati itu, remaja menghibur diri atau meminimalisisr
stres mereka dengan berkumpul atau bersenang-senang dengan teman sebayanya.

2.2 Teori-Teori Perkembangan Remaja

a. Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan suatu teori yang berdasarkan pada penganalisaan psikologi
seseorang. Ahli teori psikoanalitik menegaskan bahwa pengalaman pada masa dini
dengan orang tua akan sangat membentuk perkembangan seseorang khususnya remaja.
Ciri-ciri tersebut dipelajari dalam teori psikoanalisa yang utama, yaitu dari
Sigmund Freud. Asmadi (2004:103) mengatakan bahwa, menurut Freud, struktur
kepribadian manusia terdiri atas aspek Das Es (The Id), Das Ich (The Ego), dan Das
Ueber Ich (the super ego).

Dari teori besar Freud yaitu id, ego, dan superego, Freud percaya bahwa dipenuhi
oleh ketegangan dan konflik. Untuk mengurangi ketegangan ini, remaja menyimpan
informasi dalam pikiran tidak sadar mereka. Ia juga mengatakan bahwa tingkah laku
yang sekecil apapun mempunyai makna khusus bila kekuatan tidak sadar di balik
tingkah laku tersebut ditampilkan.

Cara ego mengatasi konflik antara tuntutannya untuk realitas, keinginan id dan
kekangan dari superego yaitu dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri (defense
mechanisme), artinya istilah psikoanalisa ini untuk metode yang tidak disadari ego
merusak realitas dan karena itu melindungi dirinya dari rasa cemas. Menurut Freud
tahap permulaan dari perkembangan kepribadian, sebagai berikut :

a) Tahap oral (oral stage) adalah perkembangan yang terjadi pada usia 18 bulan
pertama, dimana kesenangan bayi berpusat di sekitar mulut.

b) Tahap anal (anal stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara usia
1,5 dan 3 tahun, di mana kesenangan terbesar anak meliputi anus atau fungsi
pembuangan yang berhubungan dengan anus.

c) Tahap falik (phallic stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara
usia 3 sampai 6 tahun, kata phallus artinya penis atau alat kelamin laki-laki.
Artinya kesenangan berpusat pada alat kelamin karena anak menemukan bahwa
memanipulasi diri sendiri memberikan kesenangan.

d) Tahap latensi (latency stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara
usia 6 tahun dan pubertas, anak menekan semua minat seksual dan mengembangkan
keterampilan intelektual dan sosial.

e) Tahap genital (genital stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi pada
masa pubertas. Pada masa ini adalah masa kebangkitan kembali dorongan seksual,
sumber kesenangan seksual yang adalah dari orang lain yang bukan keluarganya.
Remaja berada pada tahap ini.

b. Teori Psikososial
Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai perkembangan dari teori
psikoanalisis Freud. Erik Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan individu
selama hidupnya dipengaruhi oleh interaksi sosial yang menjadikan individu menjadi
matang secara fisik dan psikologis.

Menurut Erikson semakin berhasil individu mengatasi konflik, maka semakin sehat
perkembangan individu tersebut. Seperti pernyataannya, sebagai berikut :

a) Percaya versus tidak percaya (trush versus mistrush) adalah tahap


psikososial Erikson yang dialami dalam tahun pertaa kehidupan. Rasa percaya tumbuh
dari adanya perasaan akan kenyamanan fisik dan rendahnya rasa ketakutan serta
kecemasan tentang masa depan.

b) Otonomi versus malu dan ragu-ragu (autonomy versus shame and doubt) adalah
tahap perkembangan yang terjadi pada akhir masa bayi dan “toddler” (usia 1-3
tahun).

c) Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt) adalah tahap


perkembangan yang terjadi selama masa persekolahan.

d) Industri versus perasaan rendah diri (industry versus inferiority) adalah


tahap perkembangan yang tejadi kira-kira pada usia sekolah dasar.

e) Identitas versus kekacauan identitas (identity versus identity confusion)


adalah tahap perkembangan yang dialami individu selama masa remaja. Pada masa ini
individu diharapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan
kemana mereka menuju dalam kehiupannya.

f) Intimasi versus isolasi (intimacy versus isolation) adalah tahap


perkembangan yang dialami individu selama masa dewasa awal. Pada masa ini individu
menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain.

g) Generativitas versus stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tahap


perkembangan yang dialami individu pada masa dewasa tengah.

h) Integritas versus rasa putus asah (intregity versus despair) adalah tahap
perkembangan yang dialami individu pada masa dewasa akhir.

c. Teori Kognitif
Apabilateori psikoanalisa menekankan pada pentingnya pikiran remaja yang tidak
disadari, maka teori-teori kognitif mementingkan pikiran-pikiran sadar mereka. Dua
teori kognitif yang penting adalah teori perkembangan kognitif dan Piaget dan teori
pemrosesan informasi.

Menurut teori Piaget, remaja secara aktif mengkontruksikan dunia kognitif mereka
sendiri, informasi tidak hanya dicurahkan ke dalam pikiran mereka di lingkungan.
Piaget juga menyatakan bahwa remaja menyesuaikan pikiran mereka dengan memasukkan
gagasan-gagasan baru, karena tambahan informasi akan mengembangkan pemahaman. Empat
tahapan dari Piaget adalah sebagai berikut :

a) Tahap sensorimotorik (sensoriotor stage), yang berlangsung dari lahir


sampai kira-kira 2 tahun. Pada tahap ini, anak mengkonstruksikan mengenai dunia
dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan
tindakan fisik dan motorik.

b) Tahap praoperasional (preoperational stage) adalah yang berlangsung kira-


kira usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak memulai mempersentasikan dunia dengan
kata-kata, citra, dan gambar-gambar.

c) Tahap operasional konkrit (concrete operational stage) adalah yang


berlangsung dari kira-kira 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak dapat melakukan operasi
dan penalaran logis, menggatikan pemikiran logis, menggantikan pemikiran intuitif,
sepanjang penalaran dapat diaplikasikan pada contoh atau konkrit

d) Tahap operasional formal (formal operational stage) adalah yang terjadi


antara usia 11 dan 15 tahun. Pada tahap ini, individu bergerak melebihi dunia
pengalaman yang actual dan konkrit, dan mengubah cara berpikir tentag perkembangan
berpikir anak dan remaja.

d. Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial


Ahli teori ini juga akan menyatakan bahwa alasan untuk rasa ketertarikan remaja
terhadap satu sama lain tidak disadari, remaja tidak menyadari bagaimana warisan
biologis mereka dan pengalaman hidup pada masa kecil telah berperan dalam
mempengaruhi kepribadian mereka di masa remaja.

Ahli teori belajar sosial mengatakan bahwa bukalah robot yang tidak punya pikiran,
yang berespon secara mekanis pada orang lain dalam lingkungan kita. Psikolog
Amerika Bandura dan Walter Mischel adalah arsitek utama dari versi teori belajar
social kontemporer yang disebut teori belajar kognitif. Bandura percaya bahwa kita
belajar dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain. Melalui belajar observasi
(modeling atau imitasi), kita secara kognitif mempeesentasikan tingkah laku orang
lain dan kemudian mungkin mengambil tingkah laku tersebut. Model belajar dan
perkembangan yang paling mutakhir mencakup tingkah laku, manusia dan kognisi, dan
lingkungan. Pendekatan belajar social menekankan pada pentingnya penelitian empiric
dalam mempelajari perkembangan. Penelitian ini memfokuskan pada proses-proses yang
menjelaskan perekembangan faktor social dan kognitif yang mempengaruhi menjadi
manusia seperti sekarang ini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa kanak-
kanak sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan tingkah laku remaja sangat
berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan dengan kelompok (teman sebaya) lebih
erat dibandingkan hubungan dengan orang tua. Teori-teori perkembangan remaja antara
lain, teori psikoanalisa, teori psikososial, teori kognitif serta teori tingkah
laku dan belajar sosial. Tahap perkembangan remaja dimulai dari fase praremaja,
remaja awal, dan remaja akhir. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja
antara lain, perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial, remaja
berfikir secara logis dan transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan
individu dengan manusia lain. Sementara itu, ciri khas remaja adalah hubungan
dengan teman sebaya lebih erat, hubungan dengan orang tua penuh konflik,
keingintahuan seks yang tinggi, dan mudah stres.

3.2 Saran

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja menimbulkan berbagai konflik


batin maupun psikis. Orang tua harus benar-benar memahami konsekuensi perubahan
pada remaja. Sementara itu, perawat dapat dijadikan tempat konseling untuk remaja
sebagaimana peran perawat dan sebagai perawat yang menghadapi permasalahan remaja
senantiasa memberikan bimbingan atau konseling yang baik atau yang tidak memojokkan
remaja tersebut dalam masalah yang dihadapinya.

Demikian makalah mengenai perkembangan remaja. Mohon maaf,apabila makalah ini jauh
dari sempurna. Oleh karenaitu,kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan.

Semoga bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.


Bandung:Refika Aditama.

Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P. 2005. Fundamental Keperawatan Vol.1.


Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 2.


Jakarta: Salemba Medika.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai